Ia berlari ke jalan dan tidak kembali lagi. Sebongkah gunung es telah mencair di dalam hatinya dan air es berwarna hitam membanjiri dunianya.Ia tidak lagi punya keberanian untuk bertatap muka dengan Jeremy. Semua perbuatan kejam pria itu dari waktu ke waktulah yang menjadikan tubuh dan jiwanya yang sudah hancur tak sanggup lagi menahannya.Saat ini, ia hanya ingin melarikan diri.Bahkan kalau bisa melarikan diri selamanya.Tiba-tiba, hujan deras turun dari langit.Madeline berlari ke arah zebra cross dalam keadaan linglung, bermaksud pergi ke seberang jalan. Sebuah mobil berlari kencang menuju ke arahnya. Mobil itu tidak melambat.Menyadari kedatangan lampu mobil yang menyorot terang, tiba-tiba Madeline berhenti dan berdiri tanpa bergerak di tengah zebra cross.Menatap jalan ramai ini dan melihat lampu jalan yang berjajar menghiasinya, ia meledak dalam tangis.Andaikan bisa, ia ingin sekali memulai lagi hidupnya...Madeline menutup matanya dan mendengar suara klakson yang sangat keras
Salah satu sudut diari itu membeset luka di wajahnya yang belum sembuh. Semburan rasa sakit yang menyengat kembali muncul sebelum akhirnya darah mulai mengalir perlahan.Namun, Jeremy tidak menyadari itu. Dia berjalan melewati Madeline dan bahu bidang dan kuat pria itu menghantam bahu Madeline dan seketika mengirim tubuh kurus gadis itu jatuh di samping tempat tidur. Di depan Madeline, tergeletak diari yang tadi Jeremy lempar, dalam keadaan terbuka. Madeline menunduk dan melihat semua kata yang telah ia tulis di halaman yang terbuka itu. "Jez, akhirnya aku bisa melihatmu lagi..."Madeline menatap kata demi kata yang tertulis di halaman buku itu dan menertawai dirinya sendiri. Tertawa, dan tertawa, terus tertawa, sampai air mata mulai mengalir turun dari kedua matanya tanpa ia sadari.Air hangat yang turun dari kedua matanya mengalir melewati luka yang kembali berdarah itu, lalu bersama-sama mengalir ke lekukan dagunya, dan akhirnya, bercampur dengan darah, menetes perlahan ke atas kali
Ternyata pria itu adalah suami Eloise, Sean Montgomery.Menatap punggung sosok tinggi dan tegap ini, Madeline merasakan sebuah kesedihan dan duka di dalam hatinya.Ia juga merindukan sosok ayah, namun sayangnya, ia tidak pernah merasakan cinta seorang ayah atau ibu dalam hidupnya."Bagaimana kondisi ibumu?" Sean sangat khawatir dengan situasi ini.Meredith menangis , "Aku tidak tahu apa yang salah. Sepertinya telah terjadi sebuah kecelakaan selama operasi berlangsung. Mom mengalami pendarahan hebat dan dia masih di ruang operasi sekarang...""Apa?" ekspresi Sean tiba-tiba berubah dan dia berlari ke ruang operasi.Detak jantung Madeline juga berhenti selama satu detik. Bagaimana bisa sebuah kecelakaan benar-benar terjadi?Ia meremas-remas jemarinya dengan gelisah namun kemudian mendengar suara dingin Meredith berkata, "Dari mana banyak orang dengan golongan darah RH ini tiba-tiba bermunculan? Sekali sebelum ini, dan sekali lagi sekarang."Nada bicara Meredith sama sekali tidak mengesank
Sean menyumpah."Tidak heran kedua orang tua kandungmu tidak menginginkanmu. Manusia keji sepertimu seharusnya tidak dibiarkan hidup di dunia ini!"Hiss.Pernafasan Madeline membeku.Ia telah dihina dan dipertanyakan oleh banyak orang yang tidak peduli padanya dalam beberapa tahun belakangan, namun ia sudah mati rasa.Mendengar setiap kata yang Sean tujukan padanya saat ini, tubuhnya bagaikan disayat oleh ribuan pisau. Rasa sakit yang tak bisa dijelaskan membuatnya kesulitan bernafas."Dad, lupakan itu. Semua ini salahku. Akulah yang seharusnya tidak jatuh cinta pada Jeremy..." Meredith menyalahkan dirinya sendiri.Sean merasa semakin stres memikirkan putri tersayangnya saat mendengar kata-kata Meredith. "Bagaimana bisa semua ini salahmu? Yang harus disalahkan adalah wanita kejam ini!" Sean menatap Madeline dengan ekspresi serius. "Kalau dia tidak merebut Jeremy, kalian bertiga pasti sudah menjadi keluarga bahagia."“Dad......""Ayo kita lihat ibumu."Dengan penuh sayang Sean memeluk M
"Tidak masalah," Madeline tersenyum sambil lalu. "Omong-omong, apakah Anda sudah makan malam, Mr. Whitman?"Felipe menggelengkan kepalanya. "Kenapa memangnya?""Maukan Anda mencoba masakan saya? Saya kebetulan sedang memasak, sebentar lagi selesai."Felipe mengendus-endus ringan dan benar-benar bisa mencium aroma nasi yang wangi. "Kalau begitu, aku akan menerima tawaranmu."Madeline juga sangat senang saat mendengar jawaban pria itu.Ia awalnya berencana untuk pergi tidur setelah makan sedikit, namun sekarang, ia menggoreng dua lauk lagi.Ia pernah berharap banyak kalau sebuah hari akan tiba ketika pria yang dicintainya akan pulang setelah seharian bekerja. Kemudian, suaminya akan makan makanan rumahan yang ia buat sendiri, sementara mereka mengobrol satu sama lain.Ia mengira Jeremy akan menjadi pria pertama yang merasakan masakannya, namun semua hal tidak ada yang kekal. Terlepas dari harapan atau ekspektasi berlebihan yang pernah ia miliki, semuanya telah berubah menjadi patung pasi
Jeremy masuk dengan ekspresi tenang bersama dengan hawa dingin yang mengelilingi tubuhnya."Jeremy." Felipe menyapa keponakannya.Jeremy tidak menanggapi. Mata dinginnya menyapu meja makan sebelum akhirnya jatuh ke wajah pucat Madeline."Madeline, kenapa kau masih bertanya? Aku adalah suamimu. Memangnya aneh kalau aku punya kunci rumah ini?""...""Apakah kau terang-terangan membawa laki-laki lain kembali ke sini untuk makan dan minum ketika aku tidak ada?"Jeremy berbicara sambil tersenyum, tetapi dia menatap tajam ke arah Felipe. "Jadi, Uncle Felipe, kau menyukai gadis seperti ini?"Detak jantung Madeline tergagap.‘Gadis seperti ini.’ Jeremy menggunakan kata-kata ini untuk menggambarkannya.Wajah Madeline menjadi semakin pucat oleh ucapan Jeremy, tapi ia tidak berani memprovokasi pria itu lagi.Menghadapi pria itu sekarang, ia seperti burung yang ketakutan, khawatir dan gelisah."Jeremy, jangan salah paham," Felipe menjelaskan dengan tenang, "Aku hanya khawatir ada sesuatu yang terj
Setelah selesai mengatakan itu, Felipe mengambil mantelnya dan berbalik.Madeline menatap punggung Felipe saat pria itu pergi dan cahaya di matanya padam sedikit demi sedikit. Pada akhirnya, tidak ada apa pun selain keputusasaan yang tersisa di matanya.Ia tidak tahu bagaimana nanti Jeremy akan menghukumnya, ia hanya tahu kalau cara-caranya pasti akan sangat kejam.Ia tidak akan pernah lupa kalau pria ini seperti iblis dari neraka. Jeremy telah menggali kuburan dan membiarkan abu putrinya sendiri tersapu oleh angin dan salju, dan pria ini benar-benar tersenyum dengan acuh tak acuh saat melakukan itu.Melihat mata Madeline yang memerah menatap ke arah Felipe melangkah pergi, Jeremy menjadi marah."Kau sedih karena dia pergi? Madeline Crawford, apa kau memperlakukan aku seolah-olah aku sudah mati? Akulah suamimu."Jeremy mendorong Madeline menjauh dari pelukannya dengan marah.Madeline terhuyung dan jatuh di samping sofa, membuat pipinya yang terluka tergores sudut sofa dan menyebabkan g
Madeline tiba-tiba merasa sekujur tubuhnya menjadi dingin, darah di tubuhnya seolah membeku. Dia menatap pria yang sedang mencibir itu dengan linglung. Jeremy bagaikan setan di malam yang gelap, seluruh tubuhnya berwarna hitam.Ternyata pria ini ingin melihatnya mati.‘Jeremy, sebentar lagi harapanmu akan terkabul.’‘Semoga kau masih bisa setenang ini saat hari itu tiba.’Namun, ketika ia mulai berpikir untuk sepenuhnya meninggalkan dunia ini dan melupakan pria ini selamanya, ia, bagaimanapun, merasakan banyak keengganan di dalam hatinya.Sampai hari ini, ia masih punya perasaan untuk pria ini.Air mata Madeline tiba-tiba mulai berjatuhan, namun tak peduli seberapa panas air mata itu, tidak akan bisa menghangatkan hatinya."Kenapa kau menangis? Apa kau berpura-pura minta dikasihani lagi?"Jeremy mencibir, jari-jarinya yang hangat dan ramping mencubit dagu Madeline, memaksanya untuk menatap pria itu."Apa kau pikir aku akan tertipu seperti banyak lelaki diluar sana? Wajahmu sudah pulih