Usapan yang sangat lembut terasa di pipinya dan perlahan, wanita di tempat tidur itu membuka matanya. Ia pun bertatapan dengan sepasang mata berwarna biru yang sangat indah. Mata itu menaungi hidung yang mancung dan bibir merah muda yang tersenyum padanya. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Liliana Walton bersemu hanya karena memandang wajah yang telah sangat familiar ini.
Sambil melamun, salah satu tangannya mengusap pipi Gregory yang mulai berjambang. Ia suka rasanya."Aku baru sadar kalau kamu ganteng, Greg. Kenapa baru sekarang, ya?"Mata biru Gregory mengedip dan pria itu mendekat. Ia menempelkan tubuhnya ke atas isterinya. Salah satu tangannya mengusap-usap rambut merah Lily yang berantakan di bantal."Kamu baru sadar sekarang. Sedangkan aku dari dulu sudah sadar, kalau kamu wanita yang istimewa."Tanpa sadar, Lily menarik jenggot pendek Gregory. Ia terkejut dengan kata-kata pria itu. Ada perasaan yang membuncah dirasakan wanita itu= Rumah sakit St. Collins. Siang menjelang sore hari ="Sebaiknya kau menginformasikan hal ini pada pasanganmu. Lebih cepat, lebih baik."Pria tampan berambut gelap itu terlihat mengepalkan tangannya kuat. Ia berusaha tersenyum tipis tapi jelas, rautnya tampak menahan suatu kemarahan."Terima kasih atas informasinya, H. Tapi sepertinya, sudah sedikit terlambat untuk itu."Lelaki itu berdiri, dan membuat dokter di depannya menengadah. "Kau akan pergi?""Aku harus pergi. Tapi, aku akan datang lagi. Seperti biasa, hal ini tidak boleh diketahui siapa pun.""Aku mengerti. Jangan khawatir. Pemeriksaan semacam ini sifatnya selalu confidential. Pihak rumah sakit tidak akan menyebarkan informasi apapun, terkecuali dengan persetujuanmu."Senyuman yang lebih tulus terlihat dari bibir lelaki itu. "Terima kasih banyak, dokter.""Sebaiknya beberapa bulan lagi, kau kembali melakukan pemeriksaan secara berkala. Kondisimu bisa s
= Rumah keluarga Harrington. Tengah malam =Mengamati cermin di depannya, mata Lily naik menatap suaminya yang duduk di belakangnya. Tampak pria itu sedang fokus menyisiri rambutnya yang panjang. Pandangannya tertunduk."Aku cukup kaget kamu pernah bertemu dr. Hills."Gerakan Gregory menyisiri isterinya tidak berhenti, tapi pria itu masih menunduk."Seperti yang dokter itu bilang, kami bertemu di RS saat kamu pergi dulu."Lily terdiam sejenak dan memandang suaminya lebih intens. "Apa yang kalian bicarakan waktu itu? Karena sepertinya dr. Hills cukup terkesan padamu."Pria di belakangnya tidak menjawab dan meletakkan sisirnya. Tangan-tangan Gregory terangkat dan malah menyusup ke dalam helaian rambut Lily dan memijatnya. Selama beberapa saat, lelaki itu konsentrasi pada gerakannya sampai pandangannya terangkat dan menatap isterinya yang ternyata masih menunggunya."Greg? Kalian berdua membicarakan apa saat itu?"
Tidak ada yang tahu, betapa berkecamuknya hati pria berambut pirang gelap itu saat ini. Wajahnya mungkin terlihat dingin dan keras, tapi d*danya bergejolak berbagai emosi. Mulai dari rasa terkejut, gembira, lega, sekaligus marah dan juga kecewa. Sayangnya, meski banyak perasaan positif dalam hatinya namun perasaan sakit hati-lah yang jauh lebih kuat dirasakannya sekarang.Sejak kecil, ia terbiasa ditinggal ibunya untuk bekerja. Georgiana juga jarang mengucapkan kata sayang atau bahkan sekedar memeluknya tulus. Dari awal mula dilahirkan hingga masa remajanya, pria itu diperlakukan seperti sebuah manekin hidup. Ia didandani dan dipamerkan pada orang-orang di sekitarnya. Awalnya, tidak ada yang aneh dengan hal itu tapi lama-kelamaan, lelaki itu mulai belajar dari lingkungannya saat ia akhirnya memasuki masa sekolah yang sebenarnya.Dalam dunia pergaulannya di sekolah, pemandangan orangtua menggandeng dan memeluk anak-anaknya adalah pemandangan yang sangat sering ia ju
Hampir 2 bulan setelah pertemuan itu, Gregory mengambil satu kesimpulan. Liliana Walton versi dewasa masihlah sama seperti Lily yang diketahuinya sejak anak itu berusia 5 tahun. Bahkan dalam versi lebih baik.Meski terlihat feminin di luar karena didikan ibunya yang cukup kaku, tapi kemauan anak itu kuat di dalam. Anak itu tahan banting dan akan mengerjakan tugas semaksimal mungkin. Ia tampak canggung dan sedikit ceroboh saat berjalan, tapi semua hasil kerjanya hampir tidak ada kesalahan. Wanita itu tidak banyak bicara, tapi sekalinya membuka mulut maka semua orang akan mendengarkannya. Nadanya yang lembut terkadang menipu arti yang tersirat atau pun tersurat dalam kata-katanya. Lidahnya tajam seperti pisau.Semakin lama berinteraksi dengan anak itu, Gregory makin tertarik padanya. Ia kagum dengan anak itu yang telah tumbuh menjadi seorang wanita sempurna. Sosok wanita yang diharapkannya.Anak itu akan dapat menjadi partner yang sempurna untukmu, Gregory.
Restoran yang dipilih Jeff ternyata adalah restoran keluarga, dengan beberapa meja panjang yang tersebar dalam ruangan luas. Menu yang disajikan adalah steak berkalori tinggi, ditemani dengan segelas besar bir. Saat memasuki restoran, harum daging yang baru saja dibakar memenuhi ruangan berstruktur kayu itu dan memancing air liur dengan cepat."Itu meja kita."Jeff dan seorang pelayan berpakaian koboi berjalan di depan, diikuti dengan rombongannya. Gregory yang berjalan di belakang tampak mengamati Lily dan juga Owen yang ternyata menempel di sampingnya."Dia selalu seperti itu?"Tidak mengerti maksudnya, Mike yang berjalan di sampingnya menoleh. "Apa?""Pria itu. Dia selalu seperti itu pada anak itu?"Baru paham, Mike mengangguk. Keduanya berjalan sedikit lebih lambat. "Mereka cukup akrab. Setahuku, dia juga beberapa kali mengajaknya makan di luar tapi selalu ditolak."Keingintahuan yang besar memenuhi benak Gregory. "A
Sejak keputusannya 4 bulan yang lalu, ini adalah pertama kalinya Gregory kembali mengeluarkan kotak berisi cincin kawinnya. Pria itu mengamati cincin itu dan mengambil salah satunya yang lebih besar. Dengan pelan, ia mengenakannya di jari manisnya sendiri. Perasaan hangat mulai menyebar di d*danya, membuat lelaki itu sedikit tersenyum. Sepertinya, keputusannya kali ini sudah final.Aku akan melamarmu lagi, Lily. Dan kali ini, aku akan melakukannya dengan benar.Ia tahu hubungan Lily dengan ayah angkatnya merenggang karena peristiwa hampir 11 tahun lalu. Gadis itu pulang ke Amerika, salah satunya karena ibu angkatnya yang meninggal hampir 2 tahun yang lalu. Gregory tidak sempat melihatnya di pemakaman, tapi tahu kalau gadis itu mengunjungi keluarga angkatnya. Hatinya dipenuhi rasa bersalah karena sadar, ia punya andil membuat gadis itu pergi. Tapi saat itu ia tidak mampu berfikir jernih, karena dipenuhi kesedihan dan juga rasa marah saat Lorelai meninggal. Ia sendir
"Greg-"Permohonan Lily sama sekali tidak didengar pria yang sudah kalap itu. Dengan kasar, ia menghempaskan tubuh mungil itu masuk ke ruangannya dan mengunci pintunya.Ketakutan, gadis itu mundur ke belakang dan mencengkeram kemejanya. "Rory. Aku bisa menjelaskan-""Apa yang akan kau jelaskan?"Kerongkongan Lily kering. Ini pertama kalinya ia menatap raut pria itu yang bengis dan gelap. Masalahnya, ini juga pertama kalinya Gregory merasakan kekecewaan yang sangat mendalam setelah ibunya meninggal. Ia sangat kecewa pada orangtuanya. Mereka tidak membencinya, tapi juga tidak menyayanginya. Selama ini, lelaki itu hanya hidup karena ia dilahirkan. Ia tumbuh, karena dibesarkan. Tapi tidak pernah merasakan kasih sayang sewajarnya dari orangtuanya.Saat bertemu dengan Lily kecil, barulah ia belajar untuk menjaga seseorang dan bukan menyakitinya. Tubuh anak itu yang mungil dan sorotnya yang polos, membuat pria itu terdorong melindunginya. Sejak
Keesokan paginya, hal pertama yang dilihat Gregory saat menjejakkan kaki di kantornya adalah sosok Owen yang sama sekali tidak disukainya. Jika tidak teringat tujuan pria itu datang sepagi ini, mungkin ia sudah akan menyarangkan tonjokannya ke wajah menyebalkan lelaki itu."Se- Selamat pagi, Tuan Ashley. Mengenai tadi malam-""Bagus kau sudah datang. Ikut aku."Perkataan dingin Gregory membuat Owen menelan ludahnya seret. Ia tahu karirnya telah berakhir di sini, tapi ia tidak akan membiarkan semua ini begitu saja. Gadis s*alan itu telah merayu dan menipunya. Dan ia akan membalasnya, meski harus menggunakan tangan orang lain!Mengikuti pria yang sebentar lagi menjadi mantan atasannya, mata Owen mengerjap pelan. Ia mengamati punggung pria di depannya dan bertanya-tanya, apa sebenarnya hubungan orang ini dengan gadis s*alan yang menjadi incarannya dulu. Selama mengenalnya hampir 3 bulan ini, lelaki itu tahu atasannya orang yang sangat dingin. Apa yan
= Beberapa minggu, hampir satu bulan setelah kejadian di apartemen Kyle ="Apa yang kau lakukan, Kyle? Bukan seperti ini rencana kita! Kau bilang hanya ingin membuat Fred dan Andrea putus dengan membuatnya cemburu padaku! Tidak pernah kau bilang akan menyebarkan foto-foto Frederick yang seperti itu di kampus!" Kekehan terdengar dari Kyle yang masih santai dengan dumbbell-nya. Ia asyik menatap bayangannya sendiri."Memangnya kenapa? Semuanya mulus, kan? Frederick terkena batunya, seperti keinginan kita.""Tapi tidak dengan Andrea! Tidak ada rencana membuat Andrea dikeluarkan, bruv! Apa yang kau lakukan sudah kelewat batas! Aku akan mengatakannya pada prof. Dec untuk mempertimbangkan kembali!"Melihat Keith akan keluar ruangan dengan marah, dengan santai Kyle meletakkan dumbbell-nya ke lantai."Memangnya apa yang mau kau bilang ke orangtua itu? Kalau aku yang menyebarkan foto-foto Frederick? Apa kau punya bukti aku yang melakukann
Selama beberapa waktu, Lorelai latihan bersama Kyle di ruangan gym milik pria itu. Apartemen Kyle cukup mewah dan pria itu merubah salah satu kamar tamunya menjadi ruangan latihan yang berisi beberapa peralatan mahal. Pria itu senang menghabiskan waktu di sana untuk latihan, sekaligus mengagumi dirinya sendiri karena dinding-dindingnya diubah menjadi cermin yang besar dan memenuhi ruangan.Tampak lelaki itu membantu Lorelai untuk melakukan peregangan dan tangannya berada di perut gadis itu yang rata. Matanya yang hijau menelusuri tubuh gadis itu yang meski masih berusia 15 tahun, tapi sudah terbentuk sempurna. Kedua asetnya tampak menggiurkan dan kakinya yang jenjang terlihat seksi. Gadis itu sangat seksi, dan sayangnya ia tidak tertarik. Ia jauh lebih tertarik pada kakak-kakak lelakinya yang s*alnya, justru menunjukkan rasa tidak suka padanya.Karena kesal, tanpa sadar salah satu telapak Kyle justru mer*mas d*da Lorelai kuat dan membuat gadis itu tertegun. Kedua p
= Flashback hampir 18 tahun yang lalu. Salah satu cafe, kota CA. Amerika ="Aku akan melakukannya malam ini. Kau ikut?"Pria muda di depannya tampak menunduk menatap minumannya sendiri. Tampangnya gugup."Kyle... Apa kau yakin-""Kau ini mau membantuku atau tidak!?" Nada suara saudaranya yang tinggi membuat Keith mendongak. Ia menelan ludah saat melihat ekspresi Kyle yang keras dan penuh kemarahan."Aku tentu saja mau membantumu, bruv. Tapi cara ini...""Kau sudah lupa yang dilakukan orang s*alan itu padaku? Dia menghajarku habis-habisan, mate! Dan dia melakukannya setelah mel*cehkan aku! Saudaranya pun tahu kekurangan orang kurang ajar itu, tapi malah diam saja dan justru memusuhiku! Kau tahu dia tidak suka padaku, kan?"Menghela nafasnya, Keith memandang Kyle skeptis. "Tapi dia tidak ada hubungannya, bruv. Apa kau tega memanfaatkannya? Anak itu masih polos dan tidak harus bertanggungjawab untuk kelakuan kakak
Mata indah Claudia membesar, dan wanita itu perlahan mundur ke belakang."Keith...?"Di depan matanya, terlihat Keith menggenggam benda besi berkilat di tangannya. Pria itu menodongkannya ke arahnya dengan raut muka yang kosong dan datar.Jantung Claudia berdebar kencang dan ia mengangkat kedua tangannya hati-hati."Keith. Turunkan benda berbahaya itu. Kau tidak tahu cara menggunakannya."Komentar itu membuat Keith akhirnya mengeluarkan dengusan dan juga tawa kecil. Tatapannya tampak geli."Kau bilang, aku tidak tahu caranya? Justru aku sangat tahu, Kyle. Apa kau tidak tahu kalau paman Keifer sering mengajakku berburu menggantikanmu? Kau yang terlalu pengecut melihat darah, sering bersembunyi di balik alasan latihan untuk pertandingan. Aku bukan banci seperti dirimu, Kyle Young karena aku sangat tahu bagaimana cara menggunakan senjata api. Apapun jenisnya!"Rahang Claudia mengeras dan terdengar aliran nafas yang kencang
= Salah satu apartemen mewah. Kota NY. Sekitar 5 hari kemudian =Dalam apartemen yang hampir kosong itu, terserak beberapa kotak sudah penuh yang terisi berbagai macam barang. Apartemen yang tadinya mewah dan rapih itu kini terlihat kotor dan tidak terpelihara. Beberapa pajangannya sudah tidak ada karena dijual. Sisanya, sebagian masuk ke dalam kotak. Tampak seseorang yang sedang berdiri di tengah ruangan terlihat frustasi dan melempar ponselnya kesal ke arah sofa. Ia hampir saja membantingnya tadi ke lantai, kalau tidak ingat keadaannya saat ini.Salah satu kakinya menendang kotak yang berisi barang yang asal-asalan dimasukkan ke dalamnya."S*alan!?"Sangat kesal, Claudia berteriak sangat kencang dalam ruangan itu beberapa kali. Ia sangat frustasi, tapi tidak tahu harus melampiaskannya pada siapa. Ayahnya masuk penjara, sepupunya menghilang entah ke mana. Ia sendiri tidak bisa ke kantor YnY Inc. karena perusahaannya telah disegel dan masih menung
Setelah kepergian Maverick, pasangan suami-isteri itu tampak membereskan meja makan. Menatap Lily yang tengah melipat lap-nya, Gregory sedikit bersender ke meja pantry."Bagaimana menurutmu dia?""Dia? Maksudmu ayahmu?""Hmm."Menyimpan lap-nya di meja pantry, Lily ikut bersender di sebelah suaminya. Wanita itu tampak berfikir."Dia sebenarnya mirip denganmu. Kaku seperti kanebo kering. Pertama melihatnya pun aku sedikit takut.""Kanebo kering? Memangnya, aku sekaku itu?"Pertanyaan itu membuat Lily tertawa kecil. "Memangnya kamu tidak sadar? Kamu itu kaku, Greg. Dari dulu sampai sekarang, banyak orang yang takut padamu. Anak magang di kantor pun begitu. Mereka lebih suka bertanya pada Mike dibanding padamu. Mungkin kalau tidak sekaku itu, akan banyak orang mendekatimu. Termasuk para agen pemasaran di sebelah kantor kita."Baru sadar dengan kata-katanya, Lily terdiam. Wanita itu tampak berfikir dan memandang sua
"KEITH!? KAU MEMANG B*NGSAT!? B*JINGAN KAU!?"Tidak terhindar lagi, sebuah bogem yang keras mendarat di wajah Keith yang mulus dan membuat tubuh pria tampan itu terdorong ke tembok. Fred hampir saja maju lagi, saat melihat tetesan darah di lantai. Pria itu segera menahan saudara angkatnya yang juga ingin mendaratkan hantaman di wajah tamunya."Jangan, Greg. Dia terjangkit HIV. Lebih baik hati-hati."Kata-kata itu membuat Gregory mundur dan menghela nafasnya. Sepertinya, ia memang tidak boleh berbuat tindakan kekerasan lagi. Kepalanya menggeleng dan ia menyerahkan keputusan pada Fred yang menepuk pundaknya. Tampak bibir adiknya memberikan senyuman kecut padanya."Biar aku yang membereskannya. Hal ini tidak akan pernah selesai kalau dilanjutkan dengan kekerasan.""Enak saja kau ngomong begitu! Kau sudah puas karena telah menghajarnya, Frederick!"Kembali Fred menepuk pundak Gregory. "Sudahlah. Aku cukup khilaf tadi."Kedua
= Apartemen Gregory & Lily =Suara pintu yang tertutup membuat Lily menongolkan kepalanya dari dapur. "Greg? Kamu datang?""Yes, baby. Aku sudah pulang." Gregory menggantungkan mantelnya ke lemari dan menyimpan ranselnya.Langkah pria itu membawanya ke dapur. "Kamu masak apa?"Raut Lily tampak bersalah dan ia meringis. "Maaf, aku tidak memasak. Aku hanya menghangatkannya saja. Tapi aku pulang dari rumah sudah cukup sore, dan tidak sempat kalau masak."Memeluk isterinya, Gregory memberinya ciuman sayang. "Tidak masalah, Red. Asal jangan membuatmu capek saja, aku tidak masalah memakan masakan jadi."Bibir wanita itu mencium suaminya beberapa kali dan menariknya ke meja makan."Hanya sekali saja. Aku janji, kalau nanti rumah kita sudah jadi, aku akan memasak makanan enak untukmu."Pria itu terkekeh dan keduanya mulai menikmati makan malam mereka. Setelahnya, pasangan itu bersantai di ruang keluarga sambil menonton
= Kantor konsultan Ashley & associates. Kota SD ="Bagaimana kabarmu?""Saya baik-baik saja. Terima kasih sudah bertanya, Tuan Rothschild."Jawaban yang tulus itu membuat Maverick mengerjap. Ia menatap sosok anaknya yang terlihat jauh lebih lembut dan lebih positif dibanding tahun kemarin. Sangat jelas, pria itu bahagia dengan kehidupannya.Pria baya itu menghela nafasnya dalam. Matanya menelusuri sejumlah orang yang tampak lalu-lalang di luar ruangan kantor Gregory yang berjendela kaca. Semua orang tampak sibuk, mencerminkan cukup banyak project yang diterima konsultan akhir-akhir ini. Dalam hatinya, Maverick merasa bangga untuk anaknya."Aku tidak melihat isterimu. Dia tidak datang hari ini?"Suara rendah Gregory terdengar melembut samar. "Lily sedang ada di rumah kami, mengurus interior-nya."Kepala Maverick berpaling dan memandang anaknya. "Kalian sudah punya rumah sendiri?""Baru saja jadi, tapi interiornya