Harris mengantarkan Asha hingga ke kantor travel perjalanan yang akan mengantarkan Asha kembali ke Bogor. Sebelum berpisah Harris akhirnya memberikan nomor telponnya pada Asha. "Semoga Mbak Asha tidak menghubungi saya karena kasus-kasus yang merugikan." ujar Harris seraya mengulurkan ponsel Asha. Asha ingin melompat kegirangan saat Harris menyimpan sendiri nomor telponnya di ponsel Asha. Namun ia tahan, Asha tentu tak ia ingin terlihat konyol hanya karena berhasil mendapatkan nomor telpon. "Amiin, saya mungkin akan mentraktir Bapak beberapa kali lagi. Kemarin-kemarin saya sampai enam kali di traktir Bapak makan!" kata Asha berkilah. Harris tersenyum tipis. Mulutnya yang terbuka, hendak bicara tersela ucapan Asha, "Anggap saja Pak Harris sedang beruntung. Jadi tidak ada orang yang bisa menolak keberuntungan kan?" tambah Asha membuat alasan tepat.
***
Asha dan Harris semakin intens berkomunikasi meski hanya via pesan sing
Mendapatkan teman baru di tempat kursus menari, tak lantas membuat Asha lupa akan kedua sahabatnya, Devi dan Fani.Rasa rindu Asha pada ocehan kedua sahabatnya itu mulai menemukan titik temu, saat akhir pekan itu, Harris tiba-tiba harus bertugas. Asha jadi punya alasan agar bisa keluar berkumpul dengan Fani dan Devi.Asha mendekap tangan kekar Harris saat keduanya berjalan menuju teras rumah. Harris hendak pamit untuk bekerja setelah perutnya terisi nasi uduk rumahan buatan tangan Asha. "Mas aku mau ke rumah Devi siang ini, boleh?" ujar Asha berharap mengantongi ijin Harris dengan mulus. "Hanya ke rumah Devi atau akan jalan keluar?" tanya Harris menyelidik. "Belum tau sih, mungkin ke rumah Fani juga bareng Devi atau Fani yang ke rumah Devi. Aku belum ada rencana apapun, karena dapet ijin kamu aja belum, kan?" cerocos Asha dengan manja bergelayut di lengan kekar Harris.Harris mengangguk mengerti, lalu mengamb
Asha melesakan mobilnya terparkir sempurna di halaman rumah. Sebelum turun Asha melirik dua kantung plastik di kursi belakang. Dia tengah berasumsi tentang reaksi Harris saat dia pulang dengan berbagai makanan gratis. "Seharusnya Mas Harris juga senang. Hari gini, siapa coba yang gak senang dapet rejeki tak terduga kayak gini?!" ujar Asha bermonolog. Asha masuk ke rumah dengan wajah yang terus-menerus tersenyum. Hari itu, harinya Asha. Sejak pagi dia hanya menyiapkan sarapan seadanya yang tetap di lahap habis suaminya. Kemudian berlenggang melepas rindu dengan kedua sahabatnya. Di saat bersamaan, dia mendapat pengalaman makan siang istimewa, lalu kembali ke rumah dengan beberapa kotak makanan yang dia terima secara cuma-cuma. Asha bahkan tak perlu memasak lagi untuk makan malam. Entah mimpi apa semalam, hari itu Asha seperti kejatuhan bulan. Asha sudah menghangatkan rendang, sop buntut dan c
Butuh waktu setengah jam untuk Asha menghapus sisa air matanya. Mengontrol kesedihannya, untuk bangkit membersihkan semua kekacauan di dapur selama lima belas menit.Asha tak lantas siap bertemu dengan Harris. Butuh waktu satu jam agar ia bisa menenangkan dirinya dengan segelas teh hijau pahit yang kembali ia seduh setelah tadi pagi meminumnya.Menurut beberapa artikel kesehatan, teh hijau memang memiliki kandungan asam animo L-Thanine yang dapat memberi efek relaksasi. Selain itu kandungan serotonin dan dopamine dalam teh hijau di ketahui dapat melawan kecemasan. Di luar itu Asha memang sudah lama jadi seorang pecandu teh. Tepatnya saat masa-masa sibuk mengerjakan tugas-tugas kuliah.Sorot mata Asha kosong memandang lurus kedepan. Asha masih enggan beranjak dari tempat duduknya. Tangannya memutar-mutar cangir teh yang ia genggam di udara.Meski tak melakukan kegiatan apapun selain meneguk teh dan me
Asha sudah enam kali mengikuti kursus menari, di tempat kursusnya, ada enam belas jenis tarian yang di ajarkan. Diantaranya jenis tarian ladies styles, jenis tarian yang mantap dipilih Asha saat ia melihat demonstrasi dari para instruktur yang merupakan seorang profesional di bidangnya. Setiap tarian memang memungkinkan penarinya untuk menjaga kebugaran tubuhnya. Khusus untuk jenis tarian ladies styles ini, latihan terus-menerus memiliki efek penguatan pada sistem kardiovaskular. Selain itu, Asha jatuh cinta dengan tarian ladies styles karena dapat membantu seorang wanita menemukan aspek emosionalitas, menekankan keanggunan dan keindahan tubuh. Jenis tarian ini juga memungkinkan si penari mendapatkan tubuh yang lebih berkembang secara harmonis dan fleksibel, dan postur tubuh pun indah. Rutinitas baru ini begitu menyenangkan, Asha riang melakukannya. Dia segera ke ruang fitnes di samping halaman belakang rumahnya setiap kali memilik
Pernikahan memang hubungan antar manusia yang paling kompleks, sebab meski hanya melibatkan dua kepala tapi masalah yang muncul bisa bercabang-cabang bahkan beranting. Lalu tumbuh subur jika tak segera ditebas habis. Itu sebabnya ada pasangan yang memilih menghentikan hubungan pernikahannya di tengah jalan. Banyak pula pasangan yang di takdirkan bersama-sama hingga akhir hayat mereka. Tetapi tak sedikit juga pasangan yang gagal sebelum mengikatkan diri dalam kompleksnya hubungan pernikahan. Asha dan Harris tidak mungkin menjadi pasangan nomor tiga, sebab mereka telah melewati masa itu. Hanya ada dua kemungkinan bagi mereka. Apakah Asha dan Harris akan menjadi pasangan yang menyerah di tengah jalan? Atau menjadi pasangan impian yang hanya akan di pisahkan oleh maut?Nyatanya Asha dan Harris baru saja melewati sepuluh bulan pertama usia pernikahannya. Usia yang bahkan belum menginjak satu tahun itu tidak ada apa-apanya jika di bandingkan dengan pasangan yang sudah
Harris mondar-mandir di balik pintu kamar mandi yang sudah setengah jam lebih tertutup rapat. Suara Harris yang terus menerus mengiba agar pintu di buka tak juga di dengar Asha. Harris tak tahu apa salahnya hingga Asha mengunci diri dalam waktu yang cukup lama. Harris gusar. "Sha. Kamu kenapa? Buka pintunya. Bicara yang jelas sama saya?" pinta Harris mengiba. "Mas Harris tidur aja. Gak usah sok peduli." hardik Asha di balik pintu. Isak tangis Asha terdengar jelas oleh telinga Harris yang masih berfungsi dengan sangat baik. "Saya memang peduli sama kamu Sha. Kamu kenapa tiba-tiba marah sama saya?" balas Harris seraya menggerak-gerakan gagang pintu yang terkunci. "Saya tunggu di sini ya, kamu kapan mau keluar dari sana?" tambah Harris yang sudah terduduk menyandar di daun pintu kayu yang tebal. "Aku gak akan keluar kalau Mas Harris nunggu di situ. Udah Mas Harris tidur sana! Malam ini aku gak mau bicara sama Mas Harris." cerocos Asha merajuk.Harris diam beberapa
Harris sama sekali tidak bisa tenang bekerja, pikirannya di penuhi Asha hingga hampir mau pecah. Mengesalkan sekali memang, berhubungan dengan wanita yang tengah merajuk. Semua yang Harris lakukan akan tetap terlihat salah. Persis seperti saat ia tengah mencoba nembujuk.Mas Harrisku'Mau dibawain bunga anyelir?'Harris mengirim pesan singkat kepada Asha di sela-sela jam makan siangnya. Seperti biasa Asha pun menjawab dengan cepat pesan singkat suaminya itu.Istriku'Gak usah Mas.'Mas Harrisku'Mau saya bawain apa nanti malam supaya kamu maafin saya?'Istriku'Gak usah bawa apa-apa. Bawa diri kamu selamat udah cukup. Udah aku bilang berkali-kali kan, Mas Harris gak salah.'Harris mengacak rambutnya saat pesan terakhir Asha membuat Harris semakin stress. Kepalanya pening sekali memikirkan Asha yang justru semakin melebarkan jarak a
Asha terbangun dengan posisi kepala di atas dada Harris yang semalam mendadak menjadi bantalnya. Pemandangan itu memang sering terjadi jika mereka bercinta hingga larut bahkan menjelang subuh. Apalagi Harris begitu hangat di moment khusus dewasa itu. Tetapi semalam, mereka tidak melakukan apapun selain berciuman yang di tutup pelukan.Asha masih betah pada posisinya. Telapak tangannya bergerak melebar di atas permukaan dada bidang Harris yang tak bergerak sedikitpun. Asha tengah mencerna perilaku Harris yang berubah saat semalam Asha menungkapkan kerinduannya pada Tedi Sudjana dan Patricia Ananta Bakker kedua orang tuanya.Asha tak marah pada Harris tapi juga sedang tak ingin beramah tamah. Dia tengah kecewa pada kenyataan hidup yang membuatnya merasa sendirian. Apalagi Asha selalu rapuh saat merindukan kedua orang tuanya. Asha rindu dengan segala keistimewaan yang di berikan kedua orang tuanya dahulu.Benar kata H
Menghabiskan waktu liburan yang singkat di alam yang amat sangat indah memang tak akan ada puasnya. Begitu juga bagi Asha dan Harris yang menghabiskan liburannya dengan mengunjungi beberapa tempat wisata populer di sana.Tak jauh dari Pulau Maratua tempat Asha dan Harris menginap, mereka beranjak menuju Pulau Kakaban menggunakan speedboat.Pulau Kakaban mempunyai gradasi warna laut hijau kebiruan. Suasana yang ditampilkan pada laut di Pulau Kakaban memantulkan warna hijau zamrud yang jernih dan mengkilap. Pulau tak berpenghuni ini memiliki danau yang berasal dari rembesan air laut dan kucuran hujan. Uniknya lagi, danau ini merupakan habitat ubur-ubur mini yang tidak menyengat dalam jumlah ribuan. Asha dan Harris pun tak akan melewatkan pengalaman untuk bersenang-senang bersama ubur-ubur yang 'terjebak' sejak ribuan tahun silam yang akhirnya hidup tenang.Tak cukup puas, Asha dan Harris di pandu menuju Laguna Kehe Daing y
'Cekrek''Cekrek''Cekrek'Asha menarik diri dari dekapan Harris saat suara jepretan kamera beserta cahaya kilaunya menarik perhatiannya. Harris tersenyum tipis saat Asha bolak-balik melirik mata hitamnya juga mata kamera. Asha melongo, seperti tak percaya.Harris, dengan sengaja menyewa seorang photograper profesional untuk mengabadikan momen berharga mereka. Tanpa kata, Asha mengernyitkan dahinya. Meminta penjelasan pada Harris lewat matanya. "Buat kenang-kenangan, Sha. Kita gak pernah punya foto prewedding kan? Anggap saja kita sedang pemotretan untuk itu." terang Harris menaik-naikan kedua alisnya, berhasil membuat Asha tak bisa berkata-kata. Asha terlalu bahagia. "Mas Harris... Aku gak nyangka deh, kamu benar-benar menyiapkan semua ini. Aku bahagia... Banget malam ini." aku Asha mencubit gemas pipi Harris.Tanpa mempedulikan photographer yang terus memotret mereka secara natural. Asha berjinjit,
Harris mematut diri di depan cermin. Menyisir rambut ikalnya yang lebat ke belakang dengan sedikit bantuan pomade. Minyak rambut yang hanya sesekali di pakai Harris itu beraroma jeruk menyengarkan, membuat rambut Harris tertata rapi dan nampak lebih berkilau. Merapikan kancing lengan kemeja putih yang akan di balut tuksedo hitam dengan dasi kupu-kupu yang membuat penampilan Harris semakin menawan. Pantofelnya pun tak kalah mengkilat, sebab di semir dengan hati-hati oleh empunya.Sementara Asha, di tempat yang berbeda, hampir selesai dengan kegiatan membersihkan diri di kamar mandi. Apalagi ketika berkali-kali Harris memanggilnya untuk segera beranjak dari sana. Asha semakin tergesa menarik diri lalu lekas duduk di depan meja riasnya. Berperang dengan berbagai jenis peralatan khusus perempuan agar paras cantiknya semakin memukau. Meski sebenarnya, tak banyak yang Asha lakukan sebab Harris memintanya agar ber-make up minimal saja. Menurut Harris, Asha terlih
"Harusnya kita emang gak usah bicara saja, Sha." keluh Harris. "Saya jadi makin merasa bersalah." tambahnya melempar pandangan jauh ke dasar samudera."Mbak Suci itu kayak apa sih, Mas?" tanpa memperdulikan ucapan Harris, Asha, dengan santainya membuka topik tak biasa. Harris lekas menatap Asha, meninggalkan pandangannya pada samudera yang indah. Bukan karena suara Asha, lebih kepada pertanyaan yang di lempar Asha.Di sela-sela suara renyahnya keripik singkong di mulut. Asha meralat pertanyaannya. "Sebagai sesama perempuan, aku kasian aja Mas sama Mbak Suci, kayaknya hidupnya penuh beban." "Kamu mau bilang kalau hidup Suci gak bahagia gara-gara saya?" sambar Harris dengan nada suara kesal tertahan. Asha berdecak. "Gak gitu juga, Mas --" jawab Asha tak tuntas. Sebab Harris sudah menyambarnya dengan menaikan telapak tangannya yang besar di udara. "Sudahlah Sha, saya gak mau membahas Suci lagi." sahut Harris ketus, bangkit dan bergerak me
Kehancurkan Harris di tandai dengan dirinya yang menjadi semakin tertutup dengan wanita manapun. Pemikiran tentang pernikahan pun semakin jauh tak tergapai. Harris semakin menekan dirinya sendiri untuk tidak menikah dengan siapapun. Memilih menjadi bujangan seumur hidup. Kehilangan cinta hanya karena tuntutan akan ikatan menempa Harris menjadi sosok yang semakin kaku, dingin dan tertutup.Sementara di waktu yang sama, Suci memilih untuk menerima laki-laki pilihan orang tuanya. Perjodohan yang sempat di tolak Suci saat masih menggantungkan harap pada Harris.Hingga saat itu, keduanya benar-benar saling melepaskan diri, menghilang tanpa saling berkomunikasi."Mas Harris jahat banget sih!" ujar Asha. Kalimat pertama yang menohok keliar dari mulut Asha, sesaat setelah Harris selesai bercerita.Harris terperangah. Dia baru saja berhasil menelan ludah saat tenggorokannya kering, Asha sudah meny
Harris pikir, Asha akan segera keluar dari tempat persembunyiannya. Nyatanya, Asha baru menampakan diri setelah empat puluh menit kemudian. Hal itu di pastikan Harris saat ia melirik arlogi yang melingkar di tangan ketika suara pintu terbuka mengusap telinganya. "Dia itu ngapain sebenarnya di kamar mandi sampai empat puluh menit?!" gumam Harris bertanya-tanya sendiri. Dia heran dengan Asha yang selalu betah bersembunyi di kamar mandi setelah mereka berargumentasi. "Apa enaknya berdiam diri di kamar mandi?" batin Harris kembali bersuara. Bola mata Harris terus bergerak, ke kiri dan ke kanan, berputar, mengikuti setiap gerakan Asha dari belakang. Selepas bersembunyi di kamar mandi, Asha memang tidak lekas diam. Dia membuka kulkas mini untuk mengambil air mineral dingin dan menghabiskan isinya, pergi membuka lemari untuk mengambil satu tas khusus dari kopernya. Tak cukup sampai di situ, Asha bergerak menuju meja rias di samping tempat tidur berukuran king size.
Asha dan Harris tidak bisa menolak keindahan tanpa celah yang di suguhkan alam. Menikmati matahari pagi yang tersenyum cerah di atas teras kamar hotel bertipe bungalow. Di temani beberapa potong roti bakar dan secangkir kopi hitam tanpa gula milik Harris, juga teh hijau pahit untuk Asha, menyempurnakan keindahan alam yang tak bisa di deskripsikan dengan kata-kata.Kemarin, Asha dan Harris tak sempat bermanja dengan alam sebab mereka sudah terlalu lelah dengan perjalanan panjangnya. Lagi pula malam sudah terlebih dahulu menyambut mereka saat menginjakan kaki di Pulau Maratua.Namun pagi itu, rasa lelah mereka sudah raib entah kemana. Di suguhi pemandangan menenangkan jiwa dan raga membuat keduanya tak ingin tergesa beranjak. Rasa dunia milik berdua pun baru saja mereka cecap."Mas, jalan yuk, mataharinya udah mulai panas." ajak Asha menyipitkan kedua matanya yang mulai sakit tersapu teriknya sinar mataha
Setelah menimbang-nimbang dengan sengit antara Maluku dan Nusa Tenggara Barat, yang keduanya merupakan target utama Asha dalam merencanakan liburan, pada akhirnya, Asha memutuskan untuk ke Kabupaten Berau di Kalimantan Timur.Ke bimbangan Asha dalam memilih lokasi berlibur mereka membuat Harris geleng-geleng kepala sebab butuh tiga malam tidak tidur nyenyak untuk akhirnya mengambil keputusan pasti. Harris memang membebaskan Asha untuk memilih, hal ini lah yang membuat Asha semakin pusing sendiri. Dan hal tersebut di lakukan Harris sebagai rencana tersembunyinya untuk mengalihkan perhatian Asha dari bayang-bayang kejadian tiga tahun silam.Waktu itu malam, tepat pukul setengah sepuluh saat Asha tengah sibuk melakukan ritual perawatan wajah, di depan meja rias di kamar mereka saat Harris berkata, "Tiket pesawat sama hotel sudah saya pesan." ujar Harris datar, tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar gawai di tangan. "Saya juga sudah pesan mak
Sudah tiga puluh menit berlalu, Asha masih belum puas membanjiri kemeja kerja Harris dengan airmata yang deras mengalir menganak sungai. Dia juga luput kalau Harris masih belum sempat makan malam selepas bekerja, sampai suara 'kruukuk' dari perut Harris menginterupsi. "Mas Harris lapar?" tanya Asha singkat. Asha menarik kepala ke atas agar bersitatap dengan Harris, menghapus sisa airmata di pipinya dengan asal-asalan. Harris refleks sedikit menunduk saat Asha menatapnya. "Kamu udah selesai nangisnya?" tanya Harris tak lekas menjawab pertanyaan Asha tentang kabar cacing-cacing dalam perutnya. Asha melerai pelukannya, mengambil langkah mundur dari Harris. "Ya udah, makan dulu yuk!" ajak Asha kemudian. Harris mengangkat satu alisnya memastikan jika Asha benar-benar sudah bersikap normal padanya. "Beli makan apa untuk makan malam?" tanya Asha tak mengindahkan tatapan skeptis Harris. "Sate padang, soto betawi sama nasi goreng." sahut Harris lurus-lurus. "Banyak banget!" celetuk Asha. Har