Tiba di markas, Hafens membuka jasnya dan meletakkannya di kursi. Dave yang berjalan masuk setelah mengurus beberapa hal memperhatikan majikannya itu dengan tatapan heran. "Bukankah kita akan keluar kota, Tuan? Kenapa anda kembali membuka jas?" tanyanya heran membuat Hafens menghela napas dan duduk di kursi kebesarannya."Buka aplikasi zoom meeting dan kita akan melakukannya di sini saja. Aku tidak mau meninggalkan kota ini karena nanti malam kami akan melakukan dinner sekeluarga di salah satu restoran Asia. Christa walaupun tidak mengatakannya tapi tetap saja telah sedih karena aku harus pergi ke sana ke sini dan sedikit tidak memperhatikannya selama beberapa tahun terakhir. Aku sibuk dengan urusan dan pekerjaan-pekerjaanku, sementara anak-anak sudah mulai masuk sekolah dan tidak bisa menghabiskan waktu dengannya. Selain pelayan tidak ada temannya sama sekali di rumah jadi untuk dinner malam ini aku juga tidak akan mengecewakannya." Hafens berkata membuat Dave mengangguk paham. Dia
Christa mendengar suara mobil Setelah dia selesai mandi di jam lima sore. Anak-anaknya juga sedang ada di kamar mereka dan mandi karena dia mengatakan akan segera berangkat walau belum yakin apakah suaminya bisa pulang dengan cepat atau tidak.Secara tidak langsung dia kadang merasa terlalu cepat mengambil keputusan dan bisa membuat anaknya merasa kecewa, tapi anaknya juga terkadang sangat memperhatikan dan peduli padanya makanya dia bisa mengatakan kata-kata yang membuat mereka percaya, contohnya adalah tentang ayah mereka yang bekerja dan tidak bisa untuk pulang lebih cepat. Maka yang bisa mereka lakukan adalah makan dengan tenang dan tidak mau membuatnya mereka merasa sedih karena hal yang sama."Nyonya, Tuan Besar pulang.""Hah?"Christa tak percaya makanya dia langsung berjalan sekarang ruang ganti untuk mengambil pakaian dan memakainya. Dia memang tidak tahu ke kota mana suaminya pergi tapi untuk ukuran kota manapun yang ada di luar dari Klan ini, menggunakan pesawat masing-masi
Christa memakan makanannya dengan lahap bersama anak-anak dan suaminya. Dia pernah mendengar kabar Kalau makanan Asia memang tidak pernah gagal dan itu jelas saja membuatnya merasa penasaran dan baru bisa memakannya sekarang.Wanita itu terlihat begitu lahap, membuat Hafens tersenyum dan mengambilkan beberapa lauk lagi dan meletakkannya di piring Christa. Wanita itu tersenyum, menatapnya dengan wajah penuh terima kasih tetapi tak bisa dia katakan karena dia sedang makan. Dia sedang makan jadi tidak bisa mengatakan apapun."Makanan disini sangat enak," ucap Cherry setelah menyelesaikan makanannya. "Semuanya enak! Aku menyukai semuanya!"Christa tersenyum mendengar ucapan anaknya, seraya menelan potongan buah yang menjadi cuci mulut."Ibu sudah katakan kalau makanan disini enak, maka sudah pasti enak." Christa berkata seraya mengusap tangannya dengan tissue. "Dulu Ibu sudah pernah makan di restoran Asia. Waktu Ibu dulu kuliah di luar negeri ada banyak jenis restoran. Semuanya memiliki r
Hafens menatap dokter itu dengan tatapan serius. Bagaimana bisa putranya terkena racun? Dimana?Melihat wajah gelap dari majikannya itu, dokter yang tadi bicara langsung menjelaskan. "Tadi sepertinya ada makanan yang agak berbeda didalam perutnya. Bisa jadi ada yang sudah menargetkan Tuan Muda. Karena orang-orang yang sudah anda buat tak bisa berkutik itu, pasti masih mencari masalah dan kesempatan untuk bisa menghancurkan Anda, Tuan. Mereka diam selama beberapa tahun ini tapi bukan berarti mereka kalah. Ketika Anda merasa lengah maka mereka sengaja menyerang titik lemah. Sepertinya sudah bekerja sama dengan para pelayan restoran, makanya hanya Tuan Muda yang terkena racun itu sebab hanya dia juga yang kelak akan menggantikan Anda." Dokter itu berkata membuat Hafens menghela napas dingin dan menatap wajah Dave.Pria itu langsung menunduk lalu berkata. "Saya akan segera mengurus semuanya, saya akan cek ke restoran Asia tadi dan takkan menimbulkan kerusuhan. Ini masalah pelik, jadi kit
Pagi harinya, Hafens bangun lebih dulu daripada istrinya dan menatap wajah wanitanya itu dengan lembut. Diusapnya bawah mata istrinya yang agak sembab lalu menghela napas dan mengecup puncak kepalanya.Christa bergerak pelan, dia terbangun karena pergerakan yang dilakukan oleh Hafens. Matanya tampak agak lelah tapi karena dia tahu pagi sudah datang jadi dia tetap membuka mata yang lebih lebar dan melihat wajah Hafens yang sudah tersenyum."Sudah pagi, ayo mandi. Setelah itu kita akan melihat keadaan Hansen," ajaknya membuat Christa mengangguk.Dia membuka selimut, sementara Hafens bergerak duduk. Diusapnya kepala Christa yang masih ada di dekapannya dan menatap wajah istrinya itu dengan tatapan lembut."Sudah lebih baik? Tidurmu nyenyak?" Hafens berkata dengan lembut menatap wajah Christa yang berusaha tersenyum."Aku tidak mimpi aneh-aneh lagi jadinya tidurku nyenyak," ucapnya membuat Hafens tersenyum dan mengecup dahinya."Anak kita pasti baik-baik saja," ucapnya membuat Christa men
Hafens menarik kursi dan duduk di sebelah ranjang putranya, Dia terlihat menata putranya itu dengan lembut karena dia tahu kalau saat ini dia sedang bicara dengan benar usahanya di masa depan jadi dia tidak melarang bersikap tegas musuh bisnis."Apakah sudah tau apa yang terjadi padamu? Kenapa tiba-tiba pingsan dan kenapa tiba-tiba muntah? Ada sesuatu hal yang tidak nyaman denganku jangan takkan jua api. "Aku tidak tahu sama sekali apa yang sudah terjadi padaku, Ayah. Aku tiba-tiba saja merasa mual lalu berlari ke arah kamar mandi untuk memintakan isi perutku. Seperti lambungku sakit dan dadaku juga terasa sedikit panas jadi aku mau beristirahat di ranjang, tapi kembali lagi aku mengalami muntah sampai Aku lemas sekali lalu pingsan tidak sadarkan diri. Sampai sekarang masih bisa merasakan efek panas di tubuhku itu karena gejala katanya." Hansen berkata dengan serius membuat Hafens menghela napas."Kau diracun oleh musuh bisnisku, sekarang sedang tahapan pencarian dan penyelamatan. Ka
Christa menyuapkan makanan ke mulut Hansen, dia membuatkan putranya itu sup ayam dengan nasi hangat. Agar keringat Hansen semakin banyak yang keluar dan dia bisa lebih cepat sehat."Ayah pergi, Bu?"Christa tersenyum dan mengangguk. "Ayah ada urusan katanya, nanti siang juga pulang. Mungkin mau sekalian melaporkan izin sakit kamu ke sekolah. Bagaimanapun juga kamu tidak dalam keadaan pulih, jadi sebaiknya tidak usah terlalu banyak memikirkan apa-apa dan fokus dulu untuk sehat. Setelah ini nanti, Ibu akan merevisi jadwal pelajaran dan juga kegiatanmu. Ibu tidak mau kau kelelahan lagi," ucap Christa seraya menyuapkan makanannya lagi.Hansen diam tak mampu bicara, dia sudah berjanji pada ayahnya kalau tidak akan mengatakan tentang apa sebenarnya sakit yang sedang dia alami. Dia tidak mungkin mengatakan itu karena ibunya memang seseorang mudah merasa cemas dan dia meninggalkan dirinya sendiri. Hansen berarti bagaimana ibunya jadi dia tidak mau ibunya ini sampai memikirkan banyak orang dan
Hafens tersenyum mendengar apa yang dikatakan istrinya. Dia tampak memeluk tubuh istrinya itu dengan perlahan, lalu meletakkan dagunya di bahu sang istri."Aku tidak sejahat itu, Sayang. Aku masih punya hati kok," ucapnya membuat Christa tersenyum dan mengusap punggung kekar suaminya itu. "Tadi aku hanya sedang memperhatikan jalan pekerjaan dan juga banyaknya barang masuk. Tidak ada hubungannya sama sekali dengan apa yang terjadi tadi malam."Hafens sengaja mengatakan itu, membuat Christa menarik napas pelan dan tersenyum."Aku tahu, tapi wajar jika aku khawatir. Tetapi tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena Hansen juga sudah mulai membaik dan kau juga pulang dalam keadaan baik-baik saja." Christa menghela napas lega. "Setidaknya tidak ada yang hilang dariku dan aku benar-benar masih memiliki kalian semua." Hafens tersenyum, memberi jarak diantara mereka lalu mengecup bibir Christa dengan lembut dan menatapnya dalam."Tidak akan ada yang bisa memisahkan kita kecuali kematian. Aku
Setelah pulang dari menjenguk Albene dan Alex, Christa merasa kehidupannya sudah sangat lengkap dan tidak ada lagi yang harus dia khawatirkan. Ayah angkatnya yang selama ini dia pikirkan dalam diam nyatanya hidup dengan baik walau harus menjadi petani anggur dan bisa dikatakan juga menjadi anak buah dari Hafens."Mau makan apa malam ini? Aku akan buatkan."Hafens menatap wajah Christa yang sedang bertanya padanya sambil membantu melepaskan jas yang dia pakai. Hari ini pelayan semua cuti dan memang sedang memasuki sebuah hari perayaan, dalam satu tahun memang biasanya Hafens akan memberikan para pelayan untuk libur, jadi sekarang yang akan memasak adalah Christa sampai dua hari lagi pelayan akan kembali ke rumah mereka untuk bekerja."Aku sudah meminta anak buah untuk membawa beberapa bahan makanan. Hari ini kita bakar-bakar daging dan beberapa makanan di luar nanti, ini malam pergantian tahun jadi akan sangat bagus kalau berbaquean, Sayang," ucap Hafens membuat Christa tersenyum."Bai
Hafens berhenti melangkah dan menunjuk arah sebuah tempat di mana mereka bisa melihat dua orang pria sedang asyik berkebun. Keduanya terlihat seperti ayah dan anak yang begitu akrab, di bawah pohon anggur keduanya sedang memetik hasil panen dan tertawa satu sama lain seperti membicarakan sesuatu hal yang lucu."Itu mereka? Ayah dan Alex?" tanya Christa tak percaya membuat Hafens bergumam sebagai jawaban.Christa masih tercengang tak percaya Karena ayahnya dan Alex benar-benar mendapatkan perlakuan yang baik dan bahkan menjadi petani anggur di sebuah lahan yang besar. Ada sebuah rumah tadinya yang sepertinya adalah tempat tinggal ayahnya dan Alex, lalu kini dia malah melihat ayahnya dan Alex yang sedang memetik anggur dan bercanda satu sama lain.Dia sempat mengira kalau Ayahnya mungkin berada di sebuah kurungan yang merupakan pembalasan dari Hafens. Tetapi nyatanya ayahnya hidup dengan begitu baik dan bahkan jauh lebih baik dibanding yang dia kira, karena malah menjadi petani anggur wa
Mendengar Hafens mengatakan semua itu, Christa merasa sangat senang. Dia langsung memeluk tubuh suaminya dan mencium rahang tegas Hafens dengan lembut."Terima kasih, aku senang sekali kau mau menuruti permintaan ini dan mau membawaku ke sana. Setidaknya walaupun hanya sekali kau mengizinkannya aku sangat berharap bisa melihat keadaannya. Dia adalah musuh dan kau membencinya, tapi dia tetap orang yang memiliki jasa padaku karena telah membesarkanku. Jadi sedikit banyak aku tidak bisa melupakan tentang hutang budi ini dan aku merasa harus terus mengingatnya karena dia menyayangiku selama bertahun-tahun seperti anakmu sendiri." Christa berkata seraya menatap Hafens dengan tatapan berkaca-kaca karena terharu.Hafens tersenyum pelan dan mengecup bibir Christa dengan lembut sebelum melumatnya penuh perasaan tanpa ada tuntutan sama sekali. Setelahnya dia kembali memeluk tubuh wanita itu dan mengejamkan matanya karena sebenarnya dia mengantuk, tapi dia tidak mungkin meninggalkan Christa dan
"Sudah semuanya?"Christa mengangguk, meringis melihat banyaknya paper bag yang bersusun di depan dan sedang diangkat oleh pelayan toko pakaian, anak buah dan juga security mall."Sepertinya belanja hari ini terlalu banyak dan aku sedikit kalap karena sudah lama tidak belanja. Beberapa hari ini aku melihat pakaian Cherry sedikit banyak sudah mulai sempit karena dia semakin bertumbuh besar. Dia tidak pernah menuntutku untuk membelikannya pakaian baru karena dia selalu berkata kalau masih bisa digunakan maka dia akan selalu menggunakannya. Apakah aku sudah membuat anak-anak terlalu sederhana, Hafens?" tanya Christa membuat Hafens tersenyum dan mengecup pipinya lagi."Itu sangat penting untuk mereka. Mereka harus tetap menggunakan kesederhanaan walau mereka adalah anak-anak kita yang ke depannya sulit kemungkinan mereka akan hidup susah karena aku sudah membuat deposito yang begitu panjang dan bahkan bisa mempunyai hidup mereka sampai mereka tua. Itu untuk mengontrol sikap dan emosi supa
"Tuan Besar Barack, selamat datang."Langsung pemilik universitasnya yang menyangkut kedatangan Hafens, Christa dan Hansen. Cherry sudah masuk sekolah setelah libur dua minggu lebih jadi dia tidak bisa ikut datang melihat universitas kakaknya. Hafens hanya mengangguk dan menatap putranya. Hansen sudah tersenyum dan mencium tangan ibu dan ayahnya, sengaja melakukan semua itu untuk meminta restu belajar. Beberapa mahasiswi memperhatikannya seraya berbisik-bisik, mereka tak pernah bertemu dengan Hansen secara umum karena pria ini jarang keluar dan hanya di rumah saja setiap hari setelah pulang sekolah, makanya sekarang dia yang muncul di hadapan mereka semua membuat para mahasiswi memperhatikannya dengan kagum.Walau tidak semua orang kenal dengan Hansen karena pria itu selalu menyembunyikan dirinya, tapi dari mulut ke mulut mereka bisa menemukan fakta dan juga beberapa ciri-ciri tentang yang merupakan anak mafia dan juga penguasa terbesar di Klan ini. Bukan sebuah rahasia, karena bagaim
Hari kelulusan tiba dan Hasan berhasil mendapatkan nilai yang baik. Dia libur selama beberapa hari sebelum akhirnya masuk ke dalam universitas, tak ada lagi yang bisa mengganggu seperti dia berada di sekolah menengah ke atas, karena Claudia juga sudah semakin diam dan tidak banyak mengganggu sejak dia terakhir kali mengancamnya. "Kalau nanti sudah di universitas, kau akan sangat sibuk. Tetap yakin mau pulang pergi dan tidak menginap di asrama?" tanya Christa seraya menemani putranya itu memakan potongan buah."Ya, Bu. Aku akan tetap pulang pergi. Ayah sudah memberikan aku satu mobil jadi aku akan menggunakan itu dan tidak mau menginap di asrama. Menginap di asrama terlalu jauh dan juga lama, aku tetap mau pulang melihat Ayah, Ibu dan adik. Bagaimana tidak begitu jauh jaraknya dari rumah kita dan aku akan tetap bisa pulang setiap selesai pembelajaran." Handphone berkata sambil menggeser tabletnya dan belajar kecil-kecil.Christa tersenyum pelan mendengarnya. "Kalau kau punya teman dan
Hafens melihat halaman belakang dimana istrinya sedang duduk di atas matras dan melakukan senam yoga. Dia mengakui Christa pasti akan selalu melakukan kegiatan dan gaya hidup sehat yang biasa dilakukan oleh wanita yang menginginkan bentuk tubuhnya bagus dan sempurna.Christa juga biasa gym dan melakukan kegiatan-kegiatan untuk kesehatan tubuhnya, membuat Hafens kadang suka memperhatikannya dari jauh."Wanita yang dulu hampir putus asa itu, sudah bisa melihat dan menyaksikan masa depannya yang dulu suram. Aku berharap bisa terus menjadi bagian dari masa depanmu, Christa."Ini bukan hanya soal kisah dendam antara mafia, juga ada kisah cinta dan pelajaran hidup. Semuanya lengkap dan Hafens merasa semua yang dia rasakan lebih baik dan tidak ada yang harus diubah. Wanita itu dengan segala macam hal yang dia punya membuat Hafens merasa jatuh cinta tanpa paksaan, hingga tak terasa nyatanya sudah hampir delapan belas tahun mereka bersama."Tuan butuh sesuatu?"Hafens menatap pelayan itu dan me
Hafens menatap putranya yang baru kembali, hingga dia menaikkan alisnya dan mengajak Hansen duduk di kursi sebelah taman dan agak menjauh dari rumah."Kau baru dari satu tempat?"Hansen mengangguk dan menatap ayahnya. "Menemui pria tua bangka yang tidak pernah mau mati itu. Aku kesal karena anak perempuannya suka mengganggu Cherry dan terang-terangan melakukan aksi pengejaran karena dia suka padaku. Hanya dengan melihat dia mati maka keluarga itu akan berhenti untuk melakukan hal yang menyebalkan," ujarnya datar membuat Hafens tersenyum kecil."Ayah sudah mendengar apa yang dikatakan oleh Cherry tadi, dia mengadukan hal itu pada ibu kalian. Sepertinya keputusan Ayah untuk memindahkannya sekalian adalah hal yang baik, tapi kemudian Ayah berpikir untuk memindahkan anak itu saja kalau misalnya tidak memungkinkan. Bagaimanapun satu tahun lagi Cherry akan segera lulus dan dia membutuhkan tempat yang sama untuk mendapatkan nilai yang baik sesuai dengan harapannya. Kalau pindah sekolah maka
Beberapa tahun kemudian ...Hansen menatap wajah adiknya yang tampak merah padam dengan tatapan kesal."Bisa-bisanya Claudia mengatakan semua itu! Aku kesal padanya, dia sudah keterlaluan!"Hansen tersenyum pelan, mengacak rambut adiknya itu dengan gemas. "Sudah kukatakan abaikan saja dia," ucapnya santai. "Kita akan segera lulus dari sekolah ini, kenapa harus peduli dengannya? Aku dan kau akan pergi ke universitas yang tidak semua orang bisa memasukinya. Kau dan dia tidak akan pernah bertemu lagi."Cherry menarik napasnya beberapa kali dengan tak beraturan hingga membuat Hansen tersenyum dan membawanya ke arah kantin. Dia tahu apa yang terjadi pada Cherry makanya tidak mengatakan banyak hal. "Makanlah, aku akan membayarnya." Hansen berkata seraya mendudukkan diri dihadapan adiknya yang sudah duduk di kursi seberang. "Kau mau makan apa, katakan saja."Cherry menghela napas, merasa lebih baik karena kakaknya selalu tahu kalau dia marah maka akan memberikannya makanan yang banyak untuk