Hubungan Adrian dan Alya makin hari makin dekat, mereka mulai merasakan perasaan yang timbul di hati masing-masing. Malam ini Adrian akan mengajak Alya untuk menonton dan makan di luar. Bisa dibilang ini adalah kencan pertama untuk mereka.
Sepulang dari kursus Alya bingung memilih baju mana yang akan dikenakannya nanti malam. Ia tidak ingin mengecewakan Adrian, jadi ingin tampil secantik mungkin. Sesekali gadis itu menyibak tirai jendela, melihat ke luar langit hari ini sudah diselimuti mendung yang cukup gelap. Semoga saja nanti malam tidak turun hujan, begitu pintanya.
(Jangan lupa dandan yang cantik untuk nanti malam)
Sebuah pesan dari Adrian masuk di ponselnya, gadis itu tersenyum sendiri. Sedari berangkat kerja tadi hampir tiap menit pria itu mengirim pesan untuknya. Entah itu menanyakan apa sudah pulang karena ia tidak bisa menjemput, atau berkali-kali mengingatkan dirinya agar tampil cantik untuk nanti
Terima kasih sudah berkenan membaca kisah Adrian dan Alya.
"Selamat pagi, Sayang." Adrian memeluk Alya dari belakang saat gadis itu tengah sibuk membuat sarapan untuk mereka. Membuat jantung Alya berdegup dengan cepat, apalagi deru napas Adrian terasa hangat di pipinya."Jangan suka bikin kaget orang, nanti kalau aku jantungan gimana?" Alya berpura-pura cemberut karena Adrian berhasil mengejutkannya."Maaf, kamu lagi bikin apa?" Adrian menggeser posisinya dan berdiri di samping Alya, tangan kanannya tetap merangkul pundak gadis itu."Bikin sarapan," jawab Alya sambil melanjutkan kegiatan memasaknya."Kamu ada kursus hari ini?""Iya ada sampai dua atau tiga Minggu ke depan." Alya menata makanan yang diolahnya ke atas meja. Sedang Adrian menarik salah satu kursi makan dan mendudukinya."Apa rencana kamu selanjutnya? Apa kamu masih sering ke tempat Chef itu?""Hmm, sebenarnya aku d
"Maksudnya? Hukuman apa?"Adrian tidak menjawab pertanyaan Alya, pria itu tetap melajukan mobilnya menuju apartemen. Sesekali pria itu melirik ke samping, dan menahan tawa saat mendapati wajah Alya yang kebingungan.Mereka sampai di lantai basement apartemen yang merupakan tempat parkir mobil. Keduanya memasuki lift menuju ke lantai empat, kebetulan saat itu lift sedang kosong dan hanya ada mereka berdua. Adrian lalu meraih pinggang Alya hingga wajah mereka saling berhadapan dan membuat jantung Alya berdetak sangat cepat. Gadis itu bisa merasakan hembusan napas Adrian di hidungnya."Ma-mau apa kamu?"Tanyanya gugup saat melihat Adrian menatapnya dengan intens. Tiba-tiba ia merasakan sentuhan lembut di bi
Udara pagi ini terasa sedikit panas, padahal waktu masih menunjukkan pukul sepuluh pagi. Seperti janjinya saat sarapan tadi, Adrian mengajak Alya menuju suatu tempat. Gadis itu penasaran kejutan apa yang akan diberikan lelaki itu kali ini.Mobil yang mereka tumpangi berhenti di sebuah rumah mewah berlantai dua. Seorang satpam membuka gerbang lalu memberi hormat saat mobil itu lewat lalu menutupnya kembali. Adrian keluar terlebih dahulu dari mobil lalu membukakan pintu untuk Alya."Ini rumah siapa?"Alya memandang takjub rumah besar di hadapannya ini. Bangunannya berdiri kokoh dengan cat berwarna putih gading, ada dua pilar yang menyangga di bagian depan. Saat pintu terbuka pemandangan di dalamnya membuat mulut gadis itu semakin menganga."Rumah kita."Adrian memeluk pinggang Alya, lalu menuntun gadis itu masuk ke dalam untuk melihat-lihat. Tujuan pertama adalah bagian dapur
Adrian dan Alya telah kembali ke tanah air dua hari yang lalu. Hari ini Adrian kembali disibukkan dengan urusan pekerjaan. Sedangkan Alya menuju ke tempat kursusnya untuk mengambil sertifikat kelulusan."Cie yang habis bulan madu."Ledek David pada rekan kerja sekaligus atasannya itu, "tapi di dalam sudah ada yang nungguin kamu."Adrian menghentikan langkahnya dan menatap David dengan kening berkerut, "siapa?""Lihat sendiri saja." Pria itu berlalu begitu saja menuju ke ruangannya, meninggalkan Adrian yang diliputi tanda tanya.Adrian meneruskan langkahnya menuju ke ruangan, ia membuka pintu dan menutupnya perlahan. Saat itulah sosok wanita cantik dengan rambut pirang panjangnya berdiri menyambut kedatangan Adrian."Natasha." Adrian terkejut mengetahui siapa yang menunggu di dalam ruangannya."Hai, Beb. Lama tak jumpa, bagaima
Alya tidak bisa tidur, sudah jam sepuluh malam Adrian masih belum pulang juga. Apalagi ponsel pria itu juga tidak aktif sejak tadi, Alya menunggu sambil sesekali mondar mandir dan mengomel sendiri merutuki Adrian. Terkadang ia mengalihkan kejengkelannya dengan menggulir layar ponselnya, membuka tutup beberapa aplikasinya.Tak jarang ia berdiri lalu melangkah menghentakkan kakinya menuju ke dapur lalu kembali lagi ke ruang tamu. Hingga akhirnya ia merasa lelah lalu merebahkan diri sambil membuka akun sosial medianya.Adrian pulang satu setengah jam kemudian dan mendapati Alya tertidur di sofa. Ia merasa bersalah pada gadis itu karena tidak menepati janjinya. Apalagi beberapa saat setelah keluar kantor tadi ponselnya mati, ia lupa tidak mengisi daya. Akibatnya ia tidak bisa menghubungi Alya, apalagi saat ia keluar kantor Natasha sudah menunggunya di depan ruangan. Jadi mau tidak mau pria itu menuruti permintaan Natasha yang mengajaknya n
Setelah melakukan pertemuan dengan staf perencanaan dan dilanjut dengan pertemuan bilateral dengan calon investor, pria itu bersiap untuk pulang. Ia tidak lupa dengan janjinya kepada Alya untuk mengajaknya makan malam di luar.Adrian melajukan mobilnya membelah jalanan, ia tak menyadari ada mobil sedan berwarna hitam mengikuti di belakangnya. Pengemudinya adalah Natasha, wanita itu merasa aneh dengan sikap Adrian padanya. Untuk itu dia berniat mencari tahu dengan mengikutinya.Mobil yang dikendarai Adrian berhenti sebentar di sebuah toko bunga. Pria itu memesan buket bunga untuk diberikan pada Alya. Atas saran dari si penjual akhirnya Adrian memilih buket bunga Krisan berwarna putih. Bunga Krisan dipercaya sebagai lambang dari cinta dan kasih sayang.Adrian meletakkan buket bunga itu di kursi samping kemudi, pria itu melanjutkan perjalanannya. Alya sudah menyambutnya di pintu depan saat mobil yang dikendarai Adrian
"Aku, aku saudara jauh Bibi Merline ibunya Adrian."Alya terpaksa berbohong dengan mengatakan dirinya adalah saudara jauh dari ibunya Adrian agar wanita di hadapannya ini tidak curiga."Oh, begitu rupanya."Natasha menaikkan sudut bibirnya, ia tahu jika sebenarnya wanita di hadapannya ini sedang berbohong. Ia tahu betul siapa saja keluarga Hadinata, apalagi kemarin dirinya juga melihat kedekatan wanita ini dengan Adrian."Sudah lama Adrian pindah ke tempat ini? Karena seingatku dulu dia tinggal di apartemen," Natasha bertanya sambil memandangi sekeliling ruangan."Baru beberapa hari yang lalu.""Ba
Alya terbangun saat mendengar suara dering ponselnya, tangannya meraba meja yang terletak di sisi ranjang untuk meraih benda pipih itu. Dengan mata mengerjap untuk memulihkan penglihatan ia memeriksa siapa yang menelpon. Tertera nama Kakek Hadinata di layar ponselnya.( Hallo, Kakek)Dengan suara sedikit serak Alya mengangkat panggilan dari Kakek Hadinata.(Apa aku mengganggu kalian?)(Oh, tidak Kakek, tidak apa-apa)(Baiklah, aku hanya ingin bilang, bisakah kalian datang ke rumah hari Minggu besok?)(Oh, bisa Kakek, saya akan beritahu Adrian nanti)
Adrian menatap wajah Alya yang tengah terbaring di brankar rumah sakit, tangannya sedari tadi tak pernah lepas menggenggam tangan Alya. Raut wajahnya terlihat gembira setelah mendengar diagnosis dari dokter tadi. Beberapa saat kemudian tubuh Alya mulai bergerak, mata wanita itu mulai terbuja perlahan. "A-aku dimana?" Wanita itu bingung karena tidak mengenali ruangan tempatnya berbaring saat ini. "Kita di rumah sakit, Sayang," ucap Adrian sambil mencium tangan Alya. Alya kemudian mengingat apa yang terjadi beberapa saat yang lalu. "Kamu hamil, Sayang, kamu hamil. Kita akan segera punya anak." lanjut Adrian sambil tak henti mencium tangan istrinya, setitik air mata luruh di pipinya. Ia tidak dapat lagi menyembunyikan kebahagiaan karena sebentar lagi akan menjadi ayah. "Aku hamil?" tanya Alya lirih, ia juga senang dan tanpa terasa ikut meneteskan air mata. Satu tangannya meraba perutnya yang masih rata, ia tidak menyangka di rahimnya ada janin yang tumbuh hasil buah cinta mereka. "Ak
Adrian dan Natasha, keduanya sama-sama terkejut saat tiba-tiba seseorang membuka pintu. Dengan cepat Natasha melepaskan tangannya dari leher Adrian."Ma-maaf, Pak Adrian, sa-saya hanya mau melapor kalau semuanya sudah siap." Maya, sekretaris Adrian melaporkan kesiapan konferensi pers yang akan dilakukan Adrian, wajahnya tampak terkejut melihat pemandangan di dalam ruangan bosnya itu."Oke, Maya, terima kasih." Adrian bernapas lega, karena kehadiran Maya membantunya lepas dari ulah Natasha."Aku ada urusan, bisa kau pergi sekarang?" Adrian sengaja mengusir Natasha.Wanita itu kembali mendekati Adrian, tetapi lelaki itu telah lebih dahulu berdiri dan sengaja menghindar.
Pukul sepuluh malam Adrian mengajak Alya untuk pulang ke rumah mereka sendiri. Sebenarnya Alya menolak karena kasihan dengan Kakek Hadinata. Namun, melihat suasana hati Adrian yang tidak cukup baik setelah kejadian makan malam tadi, ia akhirnya menyetujui ajakan Adrian."Jadi, kalian memilih meninggalkan kakek sendirian lagi," ucap pria tua itu saat keduanya berpamitan untuk pulang."Aku butuh ketenangan kalau Kakek menginginkan segera punya cucu." ucap Adrian enteng dan mendapat cubitan kecil di pinggangnya dari Alya.Kakek Hadinata memandang dua orang yang tengah berdiri tak jauh darinya itu dengan lekat. Ia tahu cucunya sengaja menghindar dari dirinya."Kalau itu akan membuatmu berhasil dalam waktu dekat, silahkan," ucap pria itu sambil menekan kata berhasil."Tunggu saja." Adrian segera berbalik dan melangkah meninggalkan kakeknya. Sedang Alya yang bingung harus berbuat apa l
Acara gathering sudah berakhir, Adrian melanjutkan pekerjaannya sedangkan Alya menemani Kakek Hadinata pulang ke rumah atas permintaan pria tua itu. Mereka berdua sedang berbincang di halaman belakang."Adrian lahir dan tumbuh di rumah ini, dia anak yang periang dan lincah." Kakek Hadinata memulai percakapan sambil berdiri menghadap tanaman mawar putih. Alya berdiri di samping pria tua itu sambil mendengarkan pria itu bercerita tanpa berniat menyela."Setelah kepergian Ayahnya akibat kecelakaan itu dia jadi berubah, agak susah diatur."Alya bisa membayangkan kehidupan seorang anak, apalagi anak laki-laki saat kehilangan seorang ayah. Mungkin rasanya seperti kehilangan arah, sama dengan dirinya saat ditinggal sang ibu.
Alya menatap pantulan dirinya di cermin, merasa puas dengan penampilannya kali ini. Rok span dengan panjang di bawah lutut berwarna hitam dipadu dengan blouse berwarna emas dengan model balon di lengannya. Ia juga menyapukan riasan tipis di wajah ditambah lipstik warna peach, terlihat segar dan cantik.Di luar kamar Adrian tengah sibuk memberi arahan kepada anak buahnya melalui sambungan telepon. Pria itu juga sudah tampak rapi dengan setelan jas berwarna hitam.Alya keluar dari kamar dan mendekati Adrian, kegugupan tampak jelas di raut wajahnya."Kamu sudah siap?" tanya Adrian saat ia menyadari kehadiran Alya."Sudah, tetapi aku merasa sedikit gugup." Alya berkata sambil menautkan kedua tangannya.Adrian memasukkan ponsel ke dalam saku, lalu melangkah mendekati Alya kemudian memeluknya seolah memberi kekuatan pada wanita itu."Kamu tidak perlu cemas, a
Setelah kepergian Adrian, Natasha tertawa bahagia. Ia merasa usahanya untuk memisahkan Adrian dan Alya akan berhasil."Ada gunanya juga koin ini." Natasha memandangi koin pecahan lima ratus rupiah yang tadi ia letakkan di meja. Ia sengaja menggunakan benda itu untuk membuat tanda merah seperti bekas ciuman di leher dan juga dadanya.💗💗💗Adrian semakin frustasi karena tidak kunjung menemukan Alya, ia menepikan mobilnya di bahu jalan yang sepi. Kepalanya berpikir kira-kira kemana perginya Alya, kepalanya mendongak ke atas menatap bintang-bintang yang berkilauan seolah mengejeknya.Adrian mengedarkan pandangannya ke segala penjuru, yang ia dapati hanya kelap-kelip lampu jalanan. Pria itu segera beranjak saat matanya menatap sebuah gedung di hadapannya, ia baru ingat kalau belum memeriksa bekas apartemen yang ia tinggali sebelumnya.Segera Adrian memacu mobilnya kesana, dan
Alya mematut dirinya di cermin, celana pensil berwarna krem dengan paduan blouse warna putih tampak cantik di badannya. Ia menyapukan bedak tipis-tipis di wajahnya, menambahkan blush on berwarna peach lalu mengoleskan lipstik warna nude. Alya lalu beranjak dari meja riasnya setelah dirasa penampilannya sudah cukup sempurna. Mengambil ponsel yang ditinggalkannya di atas kasur dan mengecek jam, sudah waktunya Adrian pulang kerja.Alya kemudian menunggu suaminya pulang di sofa ruang tamu sambil memainkan handphonenya. Sesekali Alya menengok ke depan, barangkali Adrian sudah pulang dan ia yang tidak mendengar suaranya. Tetapi nihil, garasi masih tetap kosong dan Adrian memang belum pulang.Satu jam, dua jam, bahkan sampai menjelang malam Adrian belum datang juga. Bahkan Alya sengaja melewatkan makan malam agar dia bisa mengajak Adrian makan nasi Padang. Entah kenapa seharian ini Alya begitu ingin makan nasi Padang. Apalagi ketika membayangkan sa
Adrian merasa kepalanya pusing, setelah kepergian Natasha pria itu dihadapkan dengan masalah perusahaan. Dimulai dari investor yang beberapa waktu lalu ia temui ternyata batal untuk menjalin kerjasama dengan perusahaannya. Belum lagi masalah internal di bagian keuangan yang salah menginput data. Bisa dipastikan perusahaan mengalami kekacauan.Untungnya masalah bisa segera diatasi, meski begitu Adrian berencana untuk melakukan evaluasi kerja lebih cepat untuk semua karyawannya.Waktu sudah semakin sore, sudah waktunya untuk pulang kerja. Adrian masih membereskan berkas-berkas di mejanya saat ia mendengar bunyi pintu diketuk lalu kemudian dibuka."Masih lembur, Bos." tanya David sambil memasuki ruangan Adrian."Sebentar lagi mau pulang, ada apa?" Adrian menjawab pertanyaan David sambil tetap melanjutkan aktivitasnya."Hari ini sungguh melelahkan, bagaimana kalau kita mi
"Apa! Hamil?" Alya tak percaya dengan usulan yang diutarakan oleh Adrian. Pria itu sendiri hanya terkekeh melihat reaksi Alya, ia pun meninggalkan wanita itu menuju ke kamar setelah sebelumnya sempat mengacak rambut Alya.Alya berdecak sebal melihat kelakuan Alya, tetapi kemudian dia meraba perutnya. Ia ingat jika sempat memikirkan hal yang serupa beberapa waktu lalu. Dan sekarang Adrian berkata seperti tadi, meski dirinya tahu jika pria itu berkata dengan nada bercanda.Alya melamun hingga beberapa saat sambil tetap memegangi perutnya. Ia tak menyadari jika Adrian sudah berdiri di belakangnya dengan setelan jas yang rapi dan bersiap untuk berangkat kerja. Melihat Alya yang tak segera beranjak dari duduknya, pria itu memeluknya dari belakang."Masih ada waktu untuk membuatmu bisa hamil." Bisik Adrian di telinga Alya yang membuat perempuan itu tersipu."Ish, kamu kira bisa segampang itu. Yang sudah me