***Setelah pulang dari rumah sakit. Naima dan keluarga memasuki rumah dengan rasa lelah mereka. Perjalanan yang mereka tempuh semalam, cukup jauh dan memakan banyak waktu. Setelah mendengar Helmi akan baik-baik saja, mereka bisa lega dan beraktivitas seperti biasa lagi. "Ma, Pa, Bang … aku mau nemenin Bang Vano selama di rumah sakit, boleh?"Mendengar ucapan Naima, Rinjani dan Radit yang sudah berada di tangga berbalik. Sakti yang ada di belakang Naima langsung merangkul adiknya."Kamu yakin, Nai?" tanya Sakti pada sang adik."Iya … karena Bang Helmi udah berkorban. Sudah seharusnya aku menjaganya, aku masih istrinya, kan? Paling tidak hanya ini yang bisa lakukan sebelum kami resmi bercerai." Naima memandangi satu persatu keluarganya.Tak diragukan lagi, Naima memang selalu peduli dengan apa yang ada di sekelilingnya. Hatinya begitu baik, mau melakukan tanggung jawab sebagai istri, walau mereka sudah akan berpisah."Silakan, Sayang. Kiran dan Arthur biar Mama yang urus." Rinjani ber
***Setelah Helmi sadar, Bara dan Andita pun bisa sedikit tenang. Naima meminta mereka untuk pulang terlebih dahulu. Kedua orang tua Helmi tampak sangat kelelahan, Naima kasihan melihat mereka harus menunggu di sini. Mau istirahat juga tak akan bisa nyaman. Beristirahat di rumah akan lebih baik.Naima sedang sibuk merapikan pakaian yang dia bawa dari rumah. Memasukkan ke dalam lemari kecil yang tersedia. Ada beberapa pakaiannya dan milik Helmi yang masih disimpan di rumah mamanya. Tatapan mata Helmi tak lepas dari Naima. Hatinya sedikit sakit, mereka berinteraksi tak seperti dulu. Naima lebih sering menghindari tatapan matanya."Naima." Panggil Helmi."Emm, kenapa, Bang?" jawabnya sambil tangannya masih sibuk bekerja. "Terima kasih."Naima menoleh. "Kenapa berterima kasih, Bang?" Lalu menutup pintu lemari itu dan mendekat pada Naima."Karena mau menjaga abang di sini," jawab Helmi kemudian. "Tidak perlu beterima kasih. Aku merasa bertanggung jawab untuk ini. Abang telah bertaruh nya
***Setelah tertangkapnya Liany dan para komplotannya. Kelegaan dirasakan oleh semua orang. Kini tak ada lagi musuh yang ingin membalas dendam. Kebencian yang diberikan untuk orang yang tidak tepat. Naima dan keluarganya adalah korban yang seharusnya tidak perlu menerima semua kesulitan ini. Sakti beserta keluarganya tak perlu lagi khawatir. Mereka sudah bisa menjalani hari yang tenang dan nyaman. Dan juga bisa lebih leluasa melakukan pekerjaan dan mengurus urusan pribadinya. Hari ini, setelah urusannya di kantor polisi selesai. Sakti sengaja mampir ke Naima Boutique untuk menemui sang kekasih yang telah lama tak bertemu. Kesibukannya sangat menyita waktu. Kali ini dia menggunakan kesempatan ini.Sakti ingin memberi Nara kejutan. Untuk itu dia datang secara diam-diam. Sebuket bunga mawar merah telah siap di genggaman tangan, disembunyikan di belakang tubuhnya. Sakti pun masuk ke dalam butik dan mencari keberadaan Nara. Saat di dalam,Sakti melihat Nara sedang merapikan beberapa pakai
***Mengharapkan sesuatu yang sulit digapai itu bukannya tidak mungkin. Tetapi, seberapa besar keinginan seseorang yang akan membuat itu jadi mudah. Seberapa banyak ia berusaha untuk meraih apa yang diinginkan, bonus yang bisa dimiliki juga akan tak terduga. Sore itu, Alfian sedang merenung di kantornya. Menyadarkan tubuh di sandaran kursi kerjanya. Menumpukan kepala dengan kedua tangannya dan menghadap langit-langit. Banyak yang dia pikirkan, tentang seseorang yang sangat dirindukan, seseorang yang ingin dia dapatkan. Walau dia tau itu tak akan mudah, Alfian ingin terus mencoba. Mengharapkan milik orang lain itu memang tidak baik. Namun, saat dia tau hak milik itu akan segera lepas. Disanalah Alfian mempunyai harapan untuk memperjuangkan agar menjadi hak miliknya. Mengenal Naima merupakan suatu keberuntungan baginya. Dia yang semula sangat sulit untuk mengenal apa itu cinta. Saat pertama kali bertemu dengan wanita itu, membuat pikiran Alfian langsung terbuka.Sebagai seorang dokter
***Malam itu, Alfian pulang dengan perasaan senang. Setelah bertemu dengan Sakti dan Nara tadi, memberinya sedikit harapan. Secara tidak langsung Sakti membantunya untuk mengejar cinta Naima. Dan bisa dilihat, jika dia berhasil, Sakti tentu akan memberikan restunya dengan mudah.Wajah sang Dokter itu tak henti-hentinya melukiskan senyuman. Dia sudah mengantongi alamat tempat Naima berada, dengan mendapat bantuan ini, berharap jalannya akan mulus. Semua usaha bagaimana dia bisa menarik perhatian Nama dan berharap membuatnya diterima dalam hidup wanita itu. Jika diikutkan hatinya, Alfian ingin pergi ke tempat Naima sekarang juga. Namun, mengingat hari sudah malam, dan jam besuk juga akan segera habis, Alfian memutuskan untuk pergi besok saja.Di sisi lain, di dalam mobil Sakti, Nara seperti sedang memikirkan sesuatu. Dia teringat akan perkataan tadi yang dia ucapkan pada Alfian. Sebenarnya dia tidak begitu yakin, apakah Naima benar-benar suka pada pria itu, atau hanya sekedar senang de
***Wanita mana yang tidak suka diperlakukan dengan baik. Diperhatikan, ditanyai kabar walaupun sudah tau dia baik-baik saja. Alfian mangembuatnya nyaman. Bisa memahami dirinya, mengerti apa yang dia rasakan. Tetapi, Naima hanya menganggap Alfian sebagai temannya. Setidaknya hanya itu yang bisa wanita itu berikan pada hubungan mereka.Bunga pemberian Alfian diterimanya. "Apa ini?"Alfian memiringkan kepalanya. "Kamu tanya jumlahnya? Karena cuma satu? Tapi aku memang sengaja, Nona." Wanita itu tersenyum kecil. "Bukan gitu. Kenapa kamu ngasih bunga?" Naima mengulang pertanyaan."Apa maksudku masih belum jelas? Nona Naima, aku sedang mengejarmu. Dan bunga ini mewakili setiap harimu, aku akan mengirimkannya tiap hari," ucap Alfian menyunggingkan senyuman.Naima menghela napasnya. "Fian …." "Tidak. Kamu jangan menolakku sekarang. Aku tau apa jawabanmu. Jadi kuputuskan untuk melakukannya dengan perlahan.""Tapi, ini." "Kamu udah janji nggak akan menolak ajakanku, kan? Anggap aja bunga in
***PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder) atau gangguan stres pasca trauma adalah kondisi kesehatan jiwa yang dipicu oleh peristiwa yang traumatis, baik dengan mengalaminya maupun menyaksikannya. Naima mengalami sendiri kejadian buruk itu, membuatnya sekarang merasakan trauma ini. Yang memicu dirinya mengalami serangan panik, tanpa tau kapan waktunya. Sepertinya serangan panik ini baru pertama kali muncul pada Naima. Hal inilah yang selalu membuat Alfian waspada. Sebelunnya dia juga telah memperingatkan pada semua keluarga Naima untuk menjaga keadaan di persekitaran. Memastikan Naima untuk terhindar dari tempat yang terlihat mirip dengan kejadian penculikan itu. Untuk itulah, keadaan di dalam rumah Sanjaya seluruh terang benderang. Tidak ada satupun lampu yang boleh dimatikan. Siang maupun malam hari. Agar bisa terhindar dari gangguan trauma ini. Mimpi buruknya memang telah hilang. Namun, siapa sangka akan terjadi hal seperti ini. Lift tiba-tiba rusak dan Naima harus merasakan kemba
***Di sebuah apartemen yang sederhana di kota Surabaya. Seorang wanita tengah duduk bersandar di sebuah sofa panjang rumah tamu. Sudah lebih dari satu bulan dia tinggal di apartemen yang tidak terlalu besar itu. Si wanita tengah menatap layar ponselnya dan memainkan sosial media.Wanita itu adalah Sherra, yang kini telah tinggal bersama sang kekasih. Setelah melarikan diri dari Helmi, dia benar-benar menjadi seorang yang bebas. Tak ada satupun pekerjaan yang dia lakukan. Rumah itu terlihat tak terawat. Wanita itu hanya sibuk mengurus dirinya sendiri. Sherra sudah tak mau tau dengan kehidupan yang telah dia tinggalkan. Bahkan setelah mengetahui kabar bahwa orang tuanya berada di penjara, Sherra tak ada keinginan untuk membesuk mereka. Bagaimanapun juga, dalam kejahatan yang orang tuanya lakukan, Sherra juga terlibat. Jika dia muncul di depan mereka semua, maka dia pun akan ikut terseret. Sebenarnya, dia merasa sangat sakit hati dengan Liany dan juga Kedua orang tua angkatnya. Kehidu
*** "Kamu meragukan dirimu sekarang, Fian? Apakah tekadmu hanya akan sampai di sini?" Naima bertanya melengkungkan alisnya. Tatapannya mengharapkan jawaban yang tak ingin ada keraguan. Bukankah hatinya kini bisa terbuka karena kegigihan pria dihadapannya."Tidak, bukan begitu, Ima. Apa aku tidak terlalu jahat jika nantinya memisahkan kebersamaan ayah dan anak? Aku tidak akan mundur, aku sungguh ingin hubungan kita berhasil, dan kamu akan aku jadikan wanita paling bahagia di dunia ini." Alfian tak ingin Naima salah sangka dengan perkataannya.Naima tersenyum simpul menanggapi hal ini. "Dokter Alfian, kamu meragukan keberhasilan hubungan kita karena Helmi?""Aku memikirkan anak-anak, Sayang." Dia mengungkapkan isi hatinya.Naima menghela napasnya sejenak, dia mengerti jalan pikiran kekasihnya saat ini. "Fian, nggak ada yang perlu kamu khawatirkan. Anak-anak tidak akan kekurangan kasih sayang dari ayahnya. Malahan mereka akan sangat beruntung mendapatkan kasih sayang yang melimpah dari s
***Sementara itu di rumah sakit.Bara dan Andita masih berusaha mayakinkan Helmi untuk mendapatkan pengobatan secara intensif. Setelah dokter menyampaikan hasil tes hari ini. Helmi menjadi keras kepala. Dokter mengatakan bahwa Helmi terlalu banyak mengkonsumsi alkohol, ditambah lagi dengan pola makannya yang tidak teratur dan istirahat yang sangat sedikit. Sehingga kini dia mengalamai perlemakan pada hati. Helmi masih harus melakukan beberapa tes lagi setelah ini, untuk mendeteksi apakah ada gejala lain lagi pada hatinya. Perlemakan pada hati akan semakin parah jika tidak mendapatkan penanganan yang benar. Andita juga meminta Helmi untuk tinggal lagi bersamanya. Tinggal sendirian di rumah itu hanya akan memperparah kondisi Helmi. Tidak ada yang memperhatikannya secara intens."Helmi baik-baik saja, Ma. Ayolah ... Helmi hanya mau tinggal sendiri saja." Pria itu memohon lagi. Wanita kesayangannya itu masih memaksanya untuk pindah kembali ke rumah utama."Setelah apa yang terjadi sama
***Kembali dari rumah sakit Naima langsung bersih-bersih dan merebahkan diri di kasur. Efek lelah karena begadang semalaman, Naima ingin istirahat dengan tenang. Setelah kondisi Helmi dia sampaikan kepada keluarganya, mereka pun ikut lega mendengar hal itu . Sepuluh menit setelah berbaring, ponselnya berbunyi. Benda itu lupa dia bawa kemarin. Tentu banyak panggilan yang masuk.Semalam ketika Mamanya memberitahu bahwa Helmi berada di UGD, mereka semua bergegas ke rumah sakit. Hingga Naima lupa memberitahu Alfian tentang hal ini. Dia merasa bersalah kepada kekasihnya itu.Permukaan kasur dirabanya. Benar saja, ponsel Naima berbunyi karena panggilan masuk dari Alfian."Halo." Terdengar helaan napas dari pria itu. "Akhirnya kamu jawab juga, Sayang."Naima paham kenapa Alfian berkata seperti itu, dia pun langsung menjelaskan. "Fian? Maaf semalam aku di rumah sakit, lupa bawa ponsel. Aku juga minta maaf lupa kasih tau mama untuk ngabarin kamu." "Iya, aku udah tau kok. Semalam waktu aku
***Beberapa hari kemudian.Ketika jam makan siang, Rafka--sekretaris Helmi merasa sedikit khawatir, melihat sang bos tampak tidak sehat. Meskipun tau sedang tidak baik-baik saja, Helmi tetap memaksakan dirinya untuk pergi rapat dengan klien. Sore harinya, Andita ditelepon oleh sekretaris Rafka untuk mengabarkan tentang kondisi sang putra. Helmi menolak dibawa ke rumah sakit, sehingga sang sekretaris pun terpaksa mengantar pulang ke rumah. Andita dan Bara pun bergegas ke rumah Helmi untuk memastikan keadaannya.Saat masuk ke dalam rumah, Andita di sambut oleh ART. “Helmi udah pulang kan, Bi?”“Iya, Nyonya, Tuan Helmi udah naik ke kamarnya, baru lima belas menit yang lalu,” jawab sang ART menjelaskan. “Tuan Helmi kelihatannya tidak sehat, Nyonya. Tapi saat saya tanya, katanya nggak apa-apa.”“Iya udah, saya langsung naik aja.”“Baik, Nyonya, Tuan.”Pintu kamar Helmi langsung dibuka. Sang putra terlihat tengah berbaring di tempat tidur. Andita dan Bara langsung menghampiri. Saat mereka
Hari ini hari pertama Naima dan Alfian sebagai sepasang kekasih. Berita bahagia ini tak ingin disimpan lebih lama, Alfian bermaksud untuk mengatakan secara langsung kepada kedua orang tua Naima. Alfian pun mengantar Naima pulang kerja, sekalian bertemu dengan orangtua kekasihnya itu.Sebenarnya Naima masih mau merahasiakan ini dulu. Tetapi Alfian membujuknya untuk segera mempublikasikan kepada orang terdekat. Alfian ingin segera membagi kebahagiaannya dengan semua, yang pada akhirnya Naima pun menyetujui. Ketika Naima memasuki rumah, semua orang sedang berkumpul di ruangan keluarga. Mama, Papa, serta anak-anaknya ada di sana. Sedangkan Sakti dan Nara masih belum pulang dari bulan madu. Naima merasa sedikit gugup saat harus mengatakannya secara langsung. Begitupun Alfian, dia juga merasa sedikit gugup. "Naima, ada Alfian di sini, kenapa nggak kamu suruh duduk? Malah berdiri dua-duanya?" tanya Rinjani."Ini, Ma, Pa … Alfian mau ngomong sesuatu." Mata Naima beralih pada Kiran dan Arthu
"Kalau kamu tidak dengar, ya sudah? Bukan aku yang rugi." Naima memanyunkan bibirnya. Mengalihkan pandangannya ke arah lain. Wajahnya telah memerah, sedikit merasa malu dengan ucapannya sendiri."Aku dengar, aku dengar. Kamu nggak usah ulangi. Akhirnya, kamu menyukaiku? Kamu benar-benar menyukaiku?" tanya Alfian penuh semangat, dan menarik Naima hingga berhadapan dengannya. Mereka pun saling pandang, menatap dalam mata masing-masing. Debaran jantung mereka saling berpacu, terbawa suasana hati yang sangat tak bisa dikendalikan. Terukir senyuman bahagia dari wajah mereka. Entah kenapa Naima tiba-tiba mengatakan hal itu. Dia sudah berpikir lama tentang perasaannya. Awalnya Naima tak mau lagi memikirkan kehidupan percintaan. Gagal satu kali sudah cukup, dia tak akan mengulanginya lagi. Namun, seiring berjalannya waktu. Perhatian yang Alfian tunjukkan semakin membuatnya berpikir, kenapa dia tidak mencobanya saja. Perasaan sukanya pada Alfian adalah nyata. Jika Naima menolak, bukannya aka
***Tiga bulan kemudian ….Keadaan pun semakin membaik. Setelah semua hari yang buruk, saat bahagia pun akan datang. Tak selamanya manusia akan tenggelam dalam keterpurukan. Satu waktu ada saatnya dia untuk bangkit dan menjalani hari yang baru. Kehidupan akan terus berjalan dan berputar. Ada kalanya seseorang berada di atas, dan ada kalanya berada di bawah. Biarbagaimanapun tidak ada yang akan baik-baik saja tentang sebuah perpisahan, itu adalah perasaan sedihnya. Yang terpenting bagaimana kita memulai dari awal dan kemudian mengakhirinya ditempat yang sama.Naima, telah melewati banyak hal dalam beberapa bulan ini. Beruntung dia sangat kuat dan tegar. Beruntung dia mempunyai keluarga yang sangat menyayangi dirinya. Beruntung dia mempunyai dua buah hati yang menjadi sumber kekuatannya. Dan dia juga sangat beruntung memiliki orang yang sangat mencintainya. Saat ini ….Di kediaman Sanjaya. Sedang berlangsung perhelatan besar. Di depan rumah terpasang tenda tinggi dari pagar hingga ke
***Dini hari itu, setelah Sherra ditemukan di pinggiran sungai, kehebohan tiba-tiba terjadi di rumah sakit. Wanita itu dibawa tanpa identitas, pihak rumah sakit tak tau harus menghubungi keluarganya kemana. Warga yang membawa wanita itu pun tak tau apa-apa. Rumah sakit pun memutuskan untuk melaporkan ke kantor polisi. Karena mereka menduga pasien itu merupakan korban sebuah tindakan kejahatan.Pihak kepolisian segera turun tangan dan mengusut kasus ini. Wanita itu terbaring lemah di ranjang dengan selang infus, oksigen serta alat pendeteksi detak jantung yang menempel di tubuhnya. Hingga pagi harinya, Bawahan Bara datang dan mengatakan bahwa dia adalah orang yang mereka cari. Sehingga berita itu langsung mereka sampaikan ke atasan mereka. Banyak sekali bekas luka di pergelangan tangan Sherra, sekujur tubuhnya juga dipenuhi luka. Hal itu pun menjadi perbincangan para perawat. Meraka sangat prihatin melihat kondisi wanita itu. "Maya … kira-kira kenapa tubuh pasien wanita di kamar itu
***Pukul 01.00 dini hari, di area gudang tempat Sherra disekap. Tiba-tiba terdengar suara yang sangat keras, seperti ada benda menabrak sesuatu yang keras. Sherra yang berada di dalam kamar, terbangun karena terkejut. Entah keributan apa yang terjadi di luar sana. Tiba-tiba ada seseorang yang menerobos masuk. Sherra berteriak, seorang pria dengan pakaian serba hitam berdiri di hadapannya.Pria itu berdiri tanpa melakukan apa pun. Dia terus menatap pada Sherra yang telah ketakutan. Mata wanita itu melihat pada pintu yang terbuka lebar. Dia pun mengambil kesempatan untuk kabur. Namun, ketika dia berada tepat di depan pintu, satu orang pria lain, menyergap dirinya. Mulut Sherra dibekap dengan tangan kekar pria itu. "Ermmm … ermmm …." Sherra terbelalak, meronta minta dilepaskan. Sesaat kemudian, tubuhnya tiba-tiba diangkat, dia terus berteriak dan meronta. Sherra dibawa pergi dari pintu belakang. Menuju ke sebuah mobil yang telah menunggu mereka. Kemudian dia dilemparkan masuk kedalam