“Belinda Belinda, kamu itu satu-satunya anak muda yang belum menikah lho. Masa kamu mau jomblo terus seumur hidupmu?” Seharusnya acara keluarga diselimuti suasana hangat, Belinda merasakan tubuhnya kaku mendengar kalimat ejekan itu yang sudah diucapkan sekian banyak kali. Muak rasanya diadopsi oleh keluarga mapan, tetapi banyak tuntutannya. Karena ia tidak terlalu menyukai keluarganya, ia lebih menyukai hidup dengan gayanya sendiri. Namun, mau sampai kapan terus diejek seperti ini? Semua saudara sepupu sudah menikah dan memiliki anak, sedangkan dirinya sendiri bahkan belum pernah berpacaran, bagaimana ia bisa menikah? Belinda mengepalkan tangannya sambil menggenggam gelas kaca dengan erat. “Duh, kenapa sih keluarga gua demen amat lihat anaknya nikah!” “Mau dijodohin sama cowok mapan dan tampan tapi kamu tetap tidak mau. Sebenarnya mau kamu itu apa sih, Belinda?!” bentak sang ayah angkat membuat tensi darah Belinda semakin meningkat. Belinda melipat kedua tangan di dada. “Mau co
Baru hari pertama masuk kuliah, suasana sedikit canggung. Sepanjang perjalanan menuju ruang dosen, Belinda tidak henti-hentinya terus mendesah. Sudah pasti, karena pertama kali dipanggil ke ruang dosen dengan nada bicara dosen yang ingin menerkamnya, terutama sudah berbuat onar di pertemuan pertama mereka. Brandon mengganti lokasi pertemuan di tangga darurat. Entah kenapa Belinda merasakan temperatur udara cukup dingin walaupun tidak ada pendingin ruangan, akibat melihat wajah dosen ini yang awalnya masih menampakkan senyuman manis, kini menjadi dosen killer sedingin kulkas sungguhan. “Gimana rasanya pas tau saya adalah dosen yang mengajarmu?” tanya Brandon dengan nada mulai judes. “Anu … tentu saja saya sedikit terkejut karena pertama kali diajar dosen masih muda.” “Bukan kaget karena kamu ketemu pemuda yang bertengkar denganmu di parkiran, kemudian kamu baru tau aku adalah dosen?” Nada bicara Brandon semakin meninggi membuat Belinda merasakan kakinya semakin gemetar. “Itu–”
Bu Yenny sudah menduga jika putranya dan Belinda bertemu pasti akan berakhir seperti ini, setelah mendengar curahan hati kedua orang ini yang serupa. Hanya saja hingga sekarang Bu Yenny masih bersikap tidak tahu apa-apa. Reaksi Belinda dan Brandon masih saling melempar pandangan syok dan mengulurkan jari telunjuk satu sama lain. Keduanya masih penasaran dengan pertemuan aneh ini di luar jam kuliah, apakah mereka sungguh ditakdirkan bertemu terus? “Saya putranya Bu Yenny, makanya saya datang ke sini,” ucap Brandon dengan nada sedikit angkuh. “Lalu, kenapa kamu bisa ada di sini?” “Selama ini saya yang merawat Bu Yenny setiap bapak tidak berkunjung.” Bu Yenny menepuk tangan untuk menghilangkan suasana canggung. “Oh, jadi kalian sudah saling kenal. Jadinya ibu tidak perlu cape-cape memperkenalkan kalian lagi.” Sejenak Brandon menaruh sebuah paper bag berisi kotak-kotak bekal di meja samping ranjang. “Ibu kenapa ga bilang ke aku sih dari awal kalo Belinda yang rawat ibu selama ini?”
Benar-benar ingin gila rasanya. Bahkan Belinda tidak memiliki tenaga ingin berbuat onar lagi. Insiden kemarin mereka bertengkar hanya karena permasalahan kecil, sedangkan sekarang diajak menikah tiba-tiba. Sebenarnya dosen killer ini waras atau tidak sih. Belinda masih belum mengetahui apa yang terjadi sebenarnya hingga membuat Brandon berubah pikiran, yang pasti pertanyaan itu sudah membuat darahnya mendidih. “Bapak bercanda? Bapak mau menikahi saya tiba-tiba? Kenapa?” Tentunya Brandon tidak bisa menjawab alasan kenapa ingin menikahi mahasiswinya tiba-tiba. Apalagi mustahil berkata bahwa dirinya ingin menikah demi bisa menghindari wanita gila itu. Tangan kanannya terus menggenggam setiran dengan erat sambil menunduk. Belinda memutar bola mata sambil tertawa remeh. “Bapak menyukai saya sebenarnya sampai mau menikahi saya?” “Belinda, soal itu–” “Saya tidak menyangka bapak juga tipe dosen yang suka mempermainkan mahasiswinya. Apa perlu saya lapor ke dekan?” Belinda menepuk jidat.
Brandon cukup terkejut mendengar jawaban diberikan Belinda di luar dugaannya. Terutama jelas-jelas mengingat adegan terakhir mereka lakukan saat di mobil adalah mereka bertengkar dahsyat karena lamaran dadakan itu. Namun, melihat ekspresi wajah Belinda sangat percaya diri, mulai penasaran hal apa yang berhasil mengubah pikiran Belinda tiba-tiba. Dosen killer ini menampakkan lengkungan bibir manis sambil melipat kedua tangan di dada. “Bukankah sekarang ini kamu juga berhadapan dengan neraka?” Belinda memalingkan mata. “Neraka juga sih, tapi saya yakin bapak bisa menjaga saya.” “Memangnya kenapa saya harus jadi pangeranmu? Brandon tertawa kecil. “Pola pikirmu masih seperti anak kecil.” Sudah tidak bisa menahan kesabarannya, Belinda menendang kaki lawan bicaranya dengan tatapan melotot. “Memang bapak tidak bisa dipercaya. Masih baik saya menerima lamaran bapak. Apa perlu saya berubah pikiran dan menolak lamaran bapak?!” Awalnya Brandon ingin bersikap manis, kini ia kembali memasang
Langit sudah menampakkan warna jingga, Belinda bersama teman-temannya berjalan menuju lobby kampus. Apalagi terlihat Daniel sangat bahagia berjalan bersebelahan dengan Belinda sudah seperti kekasih sungguhan yang berhasil membuat Yena menjadi obat nyamuk, meskipun sudah tahu Daniel tidak akan bisa menikahi Belinda. “Bel, lu mau makan bareng gua ga?” tanya Daniel dengan antusias. Mendengar ajakan Daniel hanya untuk Belinda, Yena memanyunkan bibir. “Kok lu ga ajak gua sih? Gua kecewa nih!” Belinda menampakkan senyuman anggun. “Gua–” Ting… Tiba-tiba muncul sebuah notifikasi pesan singkat di layar ponsel. Belinda menghentikan langkahnya sejenak kemudian membaca pesan singkat itu dari sang tunangan killer. “Habis pulang, ingat harus temui saya!” Belinda tertawa kesal sambil menggerakkan bibirnya kanan kiri. “Emangnya dia bosku? Seenak jidat ngatur orang!” Daniel bingung melihat sikap sahabatnya berubah drastis tiba-tiba hingga matanya menyipit. “Lu kenapa, Bel?” Harus bagaimana
Pertanyaan macam apa ini? Bisa-bisanya seorang dosen menanyakan mahasiswinya terkait urusan asmara. Tentunya Belinda terkejut mendengarnya sekaligus ingin protes. “Kenapa bapak tiba-tiba nanya?” tanya Belinda mengangkat kepala angkuh. “Saya harus tau dulu dong sebenarnya kamu sudah punya pacar atau belum!” balas Brandon dengan nada judes. Mendengar nada bicara sang dosen tampan seperti terbakar api cemburu, Belinda memiliki ide usil. Jari jemarinya mengelus pipi lembut di hadapannya dan menampakkan senyuman manja. “Emangnya kenapa kalo saya sudah punya pacar?” Brandon memasang tatapan melotot. “Jadi kamu beneran sudah pacaran?!” Belinda mengerang kesal sambil mendorong tubuh tunangannya sekuat tenaga. “Bapak ini kenapa sih? Bapak dengar gosip dari mana kalo saya punya pacar!” Sebenarnya Brandon ingin berkata sejujurnya apa yang dilihatnya saat di kampus. Jelas-jelas mengintip di pintu kelas menyaksikan adegan tunangannya bermesraan dengan mahasiswa tampan. Ditambah gosip teman
Butiran air mata membendung di bawah kelopak mata. Sebenarnya sudah sering Belinda disiksa keluarga tirinya seperti ini, tetapi kali ini disiksa lebih parah dari biasanya. Isi kamar tidurnya yang terlihat sederhana padahal keluarga tirinya merupakan keluarga kalangan atas. Sudah pasti keluarga tirinya tidak menyayanginya selama ini dan menganggapnya sebagai anak buangan saja. Hatinya terasa perih ketika disuruh renungkan apa yang dilakukannya. Padahal sudah melakukan hal yang benar, apa lagi yang salah sekarang? “Renungkan perbuatanmu! Ayah akan minta mba Lina memberimu makan seperti biasa, tapi kamu tidak boleh keluar rumah sampai kamu sadar!” “Tapi aku–” Natasha tertawa jahat sambil melipat kedua tangan di dada. “Rasakan akibat lu menikahi orang yang salah! Memang kami minta lu cepetan nikah, tapi bukan berarti nikah sama Brandon!” “Tapi gua memang mau nikah sama Brandon, Kak! Lalu, Brandon setuju nikah sama gua.” Belinda merengek-rengek sambil menarik lengan kemeja Natasha.
Saat tiba di villa, Belinda dan Brandon tidak menemukan keberadaan sosok Bu Yenny. Kondisi villa terlihat tenang seolah-olah tidak terjadi apa pun di sini. Dengan panik mereka mencari di segala ruangan dalam villa lantai satu, termasuk taman. Anehnya sang ibu tidak meninggalkan jejak apa pun membuat Brandon mulai menggila. “Ibu di mana … ibu … jangan takuti aku!” jerit Brandon sambil mencoba menghubungi ibunya dengan ponsel, tetapi tidak ada satu pun respons. Terutama Belinda juga menggila hingga napasnya sesak. Berusaha membuat panggilan telepon dengan Bu Yenny, tetapi jawabannya sama seperti Brandon. Tangisannya semakin pecah dan tangannya gemetar saat menggenggam ponselnya. “Ini semua salahku … seharusnya aku ga ungkit mau masak udang goreng.”“Jangan menyalahkan dirimu, Belinda!” tegur Brandon. Belinda terus menggeleng sambil berlari keluar dari villa. “Aku akan cari ibu di luar villa.”“Tunggu aku, Belinda!” Brandon juga berlarian keluar dari villa. Belinda menangis tersedu-
Walaupun mereka pergi berlibur, tetapi aktivitas yang mereka lakukan tidak terlalu banyak, mengingat kondisi kaki Bu Yenny yang tidak bisa berjalan seperti orang normal lagi. Namun, Brandon dan Belinda masih mengajak Bu Yenny bermain di pantai seperti yang dijanjikan mereka sebelumnya saat berbulan madu. Menjelang sore hari, Brandon dan Belinda mengajak Bu Yenny berjalan-jalan di pantai lagi untuk menikmati pemandangan matahari terbenam. Udara di sore hari semakin dingin, Belinda berinisiatif menyelimuti tubuh sang ibu mertua dengan kain tipis. Netra Bu Yenny berbinar-binar menatap langit mulai menampakkan warna jingga di tengah laut biru. “Indah sekali.”Belinda tersenyum girang sambil menggandeng tangan Brandon. “Untungnya cuaca hari ini sangat cerah. Aku juga suka melihat matahari terbenam bersama ibu dan suamiku.”“Ibu kalau mau melihat matahari terbenam di pantai setiap hari, aku bisa belikan rumah untuk kita bertiga tinggal bersama,” ujar Brandon dengan tatapan lesu. Sebenarny
Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Brandon dan Belinda sengaja berangkat pagi-pagi sekali ke rumah sakit untuk menjemput ibunya. Matahari belum menampakkan batang hidung sepenuhnya, diam-diam Brandon mengeluarkan ibunya dari rumah sakit dengan penampilan tertutup. Meskipun aksi dilakukannya diam-diam di pagi hari, ada seseorang mengikuti mereka diam-diam. Orang itu adalah Celine yang masih belum menyerah menjalankan tugas kriminal dari seseorang. Seketika Brandon sudah meninggalkan rumah sakit, giliran Celine melakukan aksi sandiwaranya. Memasuki rumah sakit berpura-pura menjadi relawan menyumbangkan beberapa sembako untuk para lansia. Menatap salah satu lansia yang biasanya kenal dekat dengan Bu Yenny, langsung mendatangi lansia itu. “Tante … tante!” panggilnya berpura-pura girang. Seorang wanita paruh baya menyambut kedatangan Celine dengan senyuman hangat. “Ada apa kamu ke sini pagi-pagi begini?”“Omong-omong, tante hari ini sib
Di sisi lain, Celine baru dibebaskan dari polisi, langsung bertemu dengan seseorang di bar. Walaupun sudah dipecat dari perusahaan, ia masih melanjutkan aksi kriminalnya. Lagi-lagi pria yang ditemuinya itu menampakkan wajah ditutupi masker. Celine mengeluarkan sebuah amplop cokelat kemudian menyerahkannya untuk pria itu. “Terima kasih sudah membebaskan saya.”“Jadi, gimana hasil penyelidikannya?” tanya pria misterius itu sambil menuangkan segelas whisky untuk Celine. “Bu Yenny adalah ibu kandung Brandon. Dia sudah berada di rumah sakit itu sejak insiden kecelakaan maut terjadi sepuluh tahun lalu. Brandon yang mendaftarkan ibunya sendiri ke rumah sakit itu. Yang selama ini merawat Bu Yenny adalah Belinda.”Pria itu tertawa jahat setelah mendengarkan laporan dari Celine. “Jadi, selama ini Brandon sengaja menyembunyikan ibunya, sangat kebetulan kedengarannya. Belinda merawat Bu Yenny yang sudah seperti ibunya sendiri padahal dia sendiri tidak ingat
Kira-kira, apakah manusia licik ini akan mengaku di hadapan sang direktur? Tidak ada rasa bersalah sama sekali, justru Celine masih menampakkan senyuman licik sambil menyilangkan kedua kaki dengan angkuh. “Natasha? Dia tidak pernah menyuruh saya melakukan hal seperti itu.”Brandon tersenyum sinis melipat kedua tangan di dada. “Bagaimana hubunganmu dengan Natasha? Kenapa saat saya menuduh Natasha menyuruhmu, kamu langsung menjawab seolah-olah kenal dia?”“Natasha itu teman saya.”“Oh, hanya teman! Bukan karena bos dan mata-mata.”“Saya tegaskan sekali lagi, Pak Brandon! Tujuan saya melakukan hal ini karena saya sangat iri melihat hubungan Pak Brandon dan Belinda. Makanya itu, saya berencana mau menghancurkan hubungan kalian.”“Lalu, setelah berhasil, apa yang mau kamu lakukan?”Celine mengangguk sedikit gugup. Sebenarnya juga bingung ingin menjawab seperti apa. “Ya, tentu saja saya bisa mendekati Pak Brandon sepuasnya.”
Sesuai permintaan Brandon sebelumnya, Belinda menuruti keinginannya hari ini masuk kerja demi bisa menangkap Celine. Sudah menyusun skenario terbaiknya dan mendiskusikan hal ini lebih awal agar rencana mereka tidak gagal. Hari ini Belinda dan teman-temannya masuk kerja dengan alasan bahwa mereka dipanggil Isabella tiba-tiba untuk menyelesaikan tugas penting. Celine masih belum menunjukkan reaksi mencurigakan dan tetap fokus menyelesaikan banyak pekerjaan yang diberikan Isabella. Soal banyak pekerjaan diberikan juga merupakan salah satu skenario dibuat Isabella.“Ish kak Isabella benar-benar bikin kita keteteran! Kasih tugas tiba-tiba dan harus dikumpulkan hari ini juga!” keluh Daniel mendengkus kesal. Belinda langsung membungkam mulut Daniel dengan rapat sambil menatap sekeliling penuh waspada. “Bisa ga kalo ngomong difilter dulu? Kalo sampai didengar kak Isabella gimana?”Yena langsung memukul lengan Daniel sedikit bertenaga. “Bisa ga lu diem d
Tidak ada kata besok pagi bagi William. Setelah mendapatkan informasi dari hacker langsung mengunjungi stasiun kereta bawah tanah. Bermaksud ingin memantau rekaman CCTV di seluruh stasiun, sangat penasaran siapa pelaku yang memerintahkan hacker itu menyebarkan berita hoax di forum mahasiswa. Untungnya rekaman CCTV di seluruh stasiun kereta bawah tanah masih aman, sehingga masih bisa melihat rekaman CCTV selama dua hari belakangan. William memerintahkan petugas keamanan memperlihatkan rekaman CCTV di area loker, tempat di mana hacker itu dan pelakunya melakukan transaksi gelap. Sudah memantau rekaman CCTV selama beberapa menit, terlihat seorang pria berpenampilan tertutup sedang membawa sebuah tas hitam besar, kemudian memasukkan tas itu ke dalam loker. Sangat disayangkan wajah pria itu ditutupi masker, tetapi William tidak akan melewatkan kesempatan menyimpan rekaman CCTV ini sebagai salah satu bukti penyelidikannya. William kembali mengendarai mobilnya menuju kediamannya. Saat men
Tentu saja kabar baik ini langsung diberitahukan kepada Brandon. Awalnya Brandon ingin dinner romantis bersama pujaan hatinya, terpaksa menundanya agar semua masalah cepat terselesaikan. Brandon langsung menancapkan gas menuju alamat yang diberitahukan William. Setibanya di sebuah bangunan apartemen tua, Brandon memarkirkan mobil SUV bersebelahan dengan mobil sedan milik William. Secara kebetulan mereka tiba di lokasi serentak. “Wah, lu memang bisa diandalkan, Wil! Cepat juga lu geraknya!” sorak Brandon merangkul pundak sahabatnya sekilas. William mengangkat rambut dengan gaya angkuh. “Iya dong, demi mantan adik ipar gua bisa hidup bebas. gua ga tega lihat dia nangis terus gara-gara permasalahan ini.”Sorot mata Brandon terfokus pada suasana apartemen tua ini yang cukup gelap membuat tubuhnya sedikit merinding sebenarnya. Namun, berusaha terlihat berani agar tidak ditertawakan temannya sendiri. Seperti biasa setiap bepergian ke tempat menyeramkan, jiwa penakut langsung membara.“Om
Brandon tidak akan membiarkan istrinya terus ditindas selama di kampus. Saat jam makan siang berpisah dari istrinya dan memilih makan siang bersama William dan Isabella. William juga turut prihatin pada Belinda yang ditindas oleh mahasiswa satu kampus hanya karena berita hoax. “Wil, kalo ga salah lu punya anggota tim yang bisa melacak IP user anonim kan?” tanya Brandon. “Ada sih. Gua nanti coba bujuk dia dengan cara traktiran. Pasti dia langsung mau.”Isabella terus memainkan kuku menari-nari di atas meja. Kebiasaannya setiap berpikir kritis pasti melakukan hal seperti ini. “Sebenarnya gua agak ragu Celine ini adalah pelakunya.”“Gua curiganya David itu pelakunya,” sanggah William. Brandon mengangguk-angguk. “Apalagi forum mahasiswa itu kan setau gua ga bisa sembarangan orang akses.”Isabella menghembuskan napas dengan kesal. “Tapi, lu pada mau sembarangan nuduh dia dulu?” Brandon dan William menggeleng serentak. “Yang pasti gua mesti buruan minta teman gua lacak IP itu deh. Gua