Keesokan paginya, sinar matahari menyusup lembut melalui jendela kamar, membangunkan Melinda dari tidurnya.
Saat dia membuka matanya, pandangannya langsung tertuju pada sosok tampan yang berbaring di sampingnya. Adam terlihat begitu damai dalam tidurnya, seperti seorang pangeran dalam dongeng yang sedang tertidur.
Melinda tidak bisa menahan senyum bahagia melihat keindahan yang ada di depan matanya.
Mereka terlihat begitu sempurna bersama, seperti pasangan yang baru menikah dan tengah menikmati malam pertama mereka dengan penuh cinta. Melinda merasa hatinya penuh dengan kebahagiaan, diselingi dengan kekaguman pada Adam yang begitu mencintainya.
Dengan lembut, Melinda mengelus pipi Adam yang tenang. Namun, tiba-tiba, kedua mata Adam terbuka dan dia menatap Melinda dengan senyum nakal.
"Sudah puas menatapku semalaman?" ucap Adam dengan nada yang penuh pesona.
Melinda terkejut sejenak sebelum dia tertawa lembut. "Tentu saja, Adam. Kau adalah pe
"Papa?" Silvia mengulang perkataan Adam tanpa sadar.Adam merasa dadanya terasa sesak mendengar kata-kata itu. Dia menatap Melinda, mencari dukungan dalam matanya. Melinda tersenyum lembut, tangannya menyentuh lengan Adam dengan lembut sebagai tanda dukungan."Silvia, Sayang, kamu tahu Adam dan aku sudah bertunangan," ujar Melinda dengan suara lembut, mencoba menjelaskan dengan penuh pengertian."Ya, kita sudah menjadi sebuah keluarga," imbuh Adam.Silvia mengangguk, matanya mulai berkaca-kaca. "Ya, tapi kadang-kadang aku merindukan Papa," ucapnya dengan suara yang terputus-putus.Adam merasa getaran emosi yang mendalam di hatinya. Dia memeluk Silvia lebih erat, mencoba menyampaikan kehangatan dan kebersamaan yang mereka miliki."Kamu tidak sendirian, Nak. Meskipun mungkin aku tidak bisa melakukan sebaik yang bisa dilakukan Afgan, kita akan selalu memiliki satu sama lain," ucap Adam dengan suara yang penuh kasih, mencoba menenangkan Silvia y
Melinda merasa gelisah saat dia duduk sendirian di ruang tamu, menunggu dengan harapan bahwa Adam akan segera pulang. Waktu terus berlalu, tetapi Adam masih belum juga muncul. Rasa cemasnya semakin membesar.Makanan sudah mulai dingin. Melinda segera memerintahkan agar makanan diantar kepada Silvia di kamarnya. Dia tidak ingin putrinya sakit karena terlambat makanan."Sudah berapa lama dia pergi?" gumam Melinda dalam hatinya, mencoba menenangkan dirinya sendiri.Perutnya sendiri mulai terasa lapar.Silvia juga mulai merasakan kegelisahan. Selesai makan, dia keluar untuk mengecek keadaan."Papa Adam belum pulang juga," gumamnya dengan suara kecil.Dia melihat ibunya yang gelisah dan mencoba menghibur dengan lembut. "Mungkin Papa Adam harus bekerja lembur, Mom. Dia pasti akan pulang segera."Namun, ketenangan itu tidak mampu meredakan kekhawatiran Melinda. Pikirannya dipenuhi dengan pertanyaan dan spekulasi tentang keberadaan Adam. Apak
"Melinda?" Adam langsung menyapa dengan merangkul pinggang wanita itu dan memberikan kecupan kecil di keningnya."Bagaimana kamu bisa berada di sini?" tanyanya dengan wajah lugu."Aku mengkhawatirkanmu, Sayang. Aku sudah mendengar semuanya dan bersikeras membantumu."Adam tersenyum puas melihat reaksi Melinda. Dia merasa bangga melihat Melinda bersikap begitu berani dan percaya diri dalam menghadapi situasi yang rumit ini. Dia tahu bahwa Melinda akan menyerah kepadanya, siap untuk menghadapi setiap tantangan yang muncul di depan mereka."A-apa maksudmu? Tapi bukankah ini bertentangan dengan keinginanmu?" tanya Adam. Pria itu bersikap sangat khawatir saat ini."Jangaan, Mel ... ini tidak sesuai dengan kehendakmu," lanjut Adam sambil memijit keningnya."Tidak apa-apa, aku tidak ingin melihat orang yang kucintai terlibat dalam keadaan sulit, aku membutuhkanmu supaya tetap kuat dan menjadi pelindung bagi keluarga kami," ucap Melinda dengan mata
Melinda dan Silvia masih berada di rumah, menunggu dengan penuh harap kedatangan Adam untuk makan malam bersama.Mereka berdua telah berdandan dengan cantik, memakai gaun yang elegan, dan duduk di ruang tamu.Namun, jam terus berlalu dan Adam tidak kunjung muncul. Ketika Melinda melihat jam di dinding menunjukkan pukul delapan, dia mulai merasa cemas.Sudah terlambat satu jam dari janji mereka dan Adam masih belum juga muncul. Melinda mencoba menghubungi ponsel Adam, namun tidak ada jawaban. Rasa kesal mulai menyelimuti hatinya."Sudah pukul delapan, Silvia. Sepertinya kita harus membatalkan makan malam ini," ucap Melinda dengan suara yang terdengar kecewa.Silvia mengangguk paham, namun wajahnya tampak kecewa. "Tapi, Mama, aku sudah sangat berharap untuk makan malam bersama Papa Adam," keluh Silvia dengan suara kecil.Melihat ekspresi kecewa Silvia, Melinda merasa semakin kesal. Dia tidak bisa memahami mengapa Adam tidak memberi tahu
Sementara di dalam kantornya, Adam sudah selesai bekerja, dengan jarinya yang panjang dan terlihat indah, pria itu melihat foto-foto kebersamaan dia dengan Melinda dan Silvia.Satu persatu foto tersebut dihapus dengan senyuman yang licik di balik wajahnya yang tampan.Tiba-tiba sebuah pesan masuk dari nomor yang tidak dikenal.[Mengapa kamu tidak datang? Apakah kamu sedang mempermainkanku?]Adam mengernyitkan alisnya, menatap tajam ke arah ponsel yang masih juga menerima beberapa pesan dari nomor yang sama.Adam menebak bahwa Melinda sedang melakukan 'spam' dengan menggunakan nomor lain.[Adam, mengapa kamu memblokir nomorku?][Adam, apakah yang kita alami selama ini hanya sebuah ilusi?][Balaslah pesanku, Adam. Hubungi aku!]Belum sempat Adam bereaksi, nomor tersebut sudah memanggil kembali. Layar ponsel yang berkedip membuat Adam mengernyitkan alisnya."Wanita gila!" serunya lalu mematikan daya listrik pada ponselnya secara total.Adam mendengkus lalu merebahkan kepalanya ke sandara
Melinda mulai sadar bahwa Adam sudah menipu dan memanfaatkan dirinya. Segala kenangan indah yang pernah mereka bagikan terasa seperti sebuah sandiwara yang direkayasa. Hatinya terasa hancur, dipenuhi oleh rasa sakit dan amarah yang mendalam.Dengan langkah gemetar, Melinda memasuki rumahnya. Setiap sudut ruangan mengingatkannya pada saat-saat bahagia yang kini terasa palsu. Foto-foto mereka bersama, bunga-bunga yang pernah Adam berikan, semua itu terasa seperti sebuah pertunjukan yang direkam untuk tujuan yang tidak jelas."Berani sekali dia mempermainkanku." Suara Melinda terdengar parau dan bergetar. Dia menahan tangisan karena merasa dirinya harus tetap kuat.Baru saja dia mencoba duduk di sofa, bel pintu berbunyi. Melinda buru-buru bangkit berdiri dan membuka pintu dengan semangat, mengharapkan ada Adam di balik pintu, namun ternyata beberapa pria yang bertampang sangar."Siapa ya?" tanya Melinda dengan heran, tetapi salah seorang pria sudah langsung
"Maaf, Nyonya Melinda. Kami hendak memberitahukan bahwa bahan material bangunan yang dipesan atas nama Melinda i-care sudah jatuh tempo. Sejumlah satu Milyar!"Hatinya berdegup kencang. Bagaimana mungkin dia berutang sebanyak itu atas sebuah proyek bangunan?"S-saya tidak pernah memesan apa pun," sahut Melinda dengan suara terputus-putus.Melinda berusaha memeriksa ingatannya, mencari-cari jejak apa pun yang bisa menjelaskan situasi ini, tetapi tidak ada yang muncul. Rasanya seperti terjatuh ke dalam jurang tanpa dasar."Maaf, saya tidak yakin tentang hutang ini," ucap Melinda dengan suara gemetar, mencoba menutupi kepanikannya."Seseorang bernama Tuan Adam yang mengurus semuanya," sahut penagih hutang dengan nada tajam. "Dan dia menyatakan bahwa Anda bertanggung jawab atas pembayarannya. Bukankah semua material itu dikirim kepada Melinda i-care?"Melinda menelan salivanya yang terasa pahit, merasa seakan-akan dunianya runtuh sek
Bel pintu berbunyi, membuyarkan lamunannya yang dalam. Melinda menghela napas dalam-dalam, merenggangkan otot-ototnya yang tegang, lalu beranjak menuju pintu dengan langkah gontai. Dia menghirup udara dalam-dalam, mencoba menenangkan diri sebelum membuka pintu."Siapa ya yang datang sekarang?" gumamnya pelan.Dengan ragu, ia membuka pintu dan dihadapkan pada seorang pria pengantar paket yang tersenyum ramah di depannya. Paket besar berwarna cokelat muda tergeletak di depan kakinya."Maaf mengganggu, Ma'am. Ini paket untuk Anda," kata pria itu sambil menyodorkan sebuah formulir pengiriman.Melinda mengangguk, mengambil formulir tersebut, dan menandatangani dengan cepat. Pikirannya masih melayang-layang antara rasa penasaran dan kekhawatiran.Pria pengantar itu kemudian menyerahkan paket tersebut kepadanya dengan senyuman hangat sebelum bergegas pergi. Melinda menutup pintu dan kembali ke dalam rumah dengan paket besar yang terasa begitu misterius di tangannya.Dengan hati-hati, ia memb
"Selamat ulang tahun, Sayang," ucap Afgan seraya mengecup mesra kening istrinya. Adelia terlihat cantik dalam gaun berwarna merah muda, memancarkan pesona yang memikat semua orang yang hadir. Senyumnya yang menawan membuat suasana semakin hangat dan penuh kebahagiaan.Taman yang indah menjadi latar belakang acara tersebut, dihiasi dengan dekorasi menarik yang dipenuhi balon berwarna-warni. Meja-meja penuh dengan hidangan lokal yang menggugah selera.Afgan sengaja mempersiapkan semua makanan khas lokal Indonesia supaya dapat mencerminkan kekayaan budaya dan rasa yang istimewa. Semua tamu yang diundang tampak menikmati setiap momen, tertawa dan berbincang dalam suasana yang meriah.Afgan sengaja memilih suasana taman ini untuk memberikan kesan alami dan romantis. Cahaya lampu hias yang tergantung di antara pepohonan menambah kehangatan malam itu, menciptakan suasana yang sempurna untuk merayakan ulang tahun Adelia."Tempat ini benar-benar indah, Afgan," kat
Nama itu terdengar seperti melodi yang manis di telinganya, dan wajahnya muncul di dalam bayangan gelap di hadapannya.Lima tahun yang lalu, mereka bertemu dalam sebuah acara pesta, di mana keponakannya, Edward, membawa Adelia sebagai pasangan dansa.Adam masih ingat betapa terpesonanya dia saat itu oleh kehadiran Adelia. Wajah dan penampilan wanita itu sangat mirip dengan mendiang istrinya, membuatnya tercengang dan tak bisa berkedip.Adelia, dengan senyum manisnya dan gerakannya yang anggun, menyihirnya dalam sekejap.Dalam kilatan lampu pesta, Adam melihat bayangan istrinya yang telah tiada, dan dia merasakan hatinya tergetar oleh gelombang nostalgia dan kesedihan yang mendalam.Ketika mereka memiliki kesempatan untuk berdansa sebagai pasangan, Adam merasa seperti dia berada di alam semesta yang sama sekali berbeda, di mana waktu berhenti berputar dan kehilangan tidak lagi terasa menyakitkan.Tetapi, seiring malam berakhir, kenyataan kemb
Adam membalas senyuman wanita itu dengan senyuman manis. "Maka aku akan menjadi milikmu."Sekali lagi mereka berciuman dengan penuh gairah. Sarah terhanyut dan merasa tidak berdaya, tetapi dalam ruang kecil hatinya yang tersisa, dia tahu dengan pasti bahwa Adam bukanlah tipe pria yang akan dengan mudah jatuh hati padanya.Dia menyadari bahwa perasaan Adam padanya hanyalah alat yang dimanfaatkannya untuk menyakiti Melinda lebih dalam lagi. Tetapi, meskipun dia sadar akan ini, dia terus menekan perasaannya sendiri, membiarkan dirinya larut dalam penipuan terhadap hatinya.Setiap hari, Sarah merasa semakin terjebak dalam permainan Adam. Dia memberi dirinya alasan bahwa ini adalah cara untuk menjaga Melinda tetap aman, meskipun di lubuk hatinya, dia tahu bahwa ini hanya sebuah pembenaran dari nafsu dan ketakutan akan kehilangan Adam.Saat malam tiba, Adam mengajaknya keluar untuk makan malam romantis, dan Sarah setuju tanpa ragu.Meskipun dia menyadari
Melinda menggelengkan kepala, matanya kosong memandang ke dalam ruangan. "Aku tidak tahu," ucapnya pelan. "Aku merasa seperti semua impianku hancur, seperti tidak ada lagi yang bisa kuinginkan."Sarah merangkulnya lebih erat. "Tetapi, Melinda, kamu masih punya banyak hal di depanmu. Kehidupanmu tidak berakhir di sini."Melinda menatap sahabatnya dengan pandangan yang penuh keraguan. "Tapi bagaimana aku bisa melupakan semua ini? Bagaimana aku bisa mempercayai seseorang lagi setelah ini?""Bagaimana membuktikan kebenaran bahwa aku hanya difitnah oleh Adam? Semua ini adalah jebakannya."Sarah tersenyum lembut. "Kamu mempunyai hak untuk didampingi seorang pengacara hukum, aku akan mengurusnya dan percayalah, tidak semua pria seperti Adam. Semua ini mungkin hanya salah paham."Melinda mengernyitkan alisnya perlahan, mencoba menyerap kata-kata yang diucapkan oleh Sarah. Namun, perjalanan untuk pulih dari luka ini masih terasa sangat jauh baginya dan kebe
Adam tersenyum dengan licik lalu melanjutkan kalimatnya di depan microphone yang sedang dipegang."Yayasan Melinda i-care sudah menipu publik dengan penjualan tiket konser di acara pertandingan baseball ini. Seharusnya saya mendapatkan applause untuk keberhasilan menjebak pelaku yang sudah menipu tiket kalian, bukan?"Perkataan Adam mendapat seru riuh dari para penonton. Mereka merasa keadilan sudah ditegakkan untuk mereka.Dua orang polisi wanita segera menarik dan memasangkan borgol ke tangan Melinda yang disatukan di belakang punggungnya."I-ini tidak benar! Kamu jahat sekali!" seru Melinda sambil berusaha meronta, tetapi dua orang yang memegangnya sangat kuat."Kamu juga melakukan hal yang sama terhadap keluarga Al-Futtaim, Sayang. Adelia adalah seorang wanita yang baik. Bila saya arus memilih, maka saya akan memilih Adelia menjadi istri yang layak menggantikan mendiang istriku karena wanita itu memiliki semua yang tidak kamu miliki."Me
Melinda merenggangkan lehernya, mencoba untuk melihat lebih jelas ke arah panggung yang sedang disiapkan di tengah lapangan.Ia merasa detak jantungnya semakin kencang seiring dengan lama menunggu. Hari ini adalah hari yang ia tunggu-tunggu dengan penuh harap.Adam Offel, telah memberinya petunjuk bahwa hari ini akan menjadi salah satu yang tak terlupakan. Dia ingin memberikan kesempatan kedua kepada pria itu.Dengan gaun pengantin yang indah melilit tubuhnya, Melinda merasa seperti sang ratu yang siap menerima mahkota kebahagiaan. Tetapi, di tengah kerumunan, ia tidak melihat bayangan Adam yang diharapkannya. Ketidakpastian mulai merayap di dalam pikirannya.Melinda duduk di kursi yang sudah disediakan khusus untuknya. Menyaksikan pertandingan dengan perasaan tidak menentu.Tiba-tiba, lampu-lampu sorot mulai menyala, dan kerumunan berbisik-bisik dengan kegembiraan yang menggelora. Melinda merasakan kegelisahan memenuhi dadanya ketika seseorang mel
Setelah sampai di sana, Melinda langsung berpura-pura bertanya, mencari informasi, namun tidak ada yang mengetahui acara lain selain acara baseball yang memang setiap akhir pekan dilaksanakan di sana."Besok yang bertanding adalah group banteng dengan group singa. Apakah Anda ingin membeli tiket?" tanya petugas tanpa mencurigai apa pun.Wajah dan reaksinya datar, bahkan dia malas untuk melihat ke arah orang yang menanyakan tiket."Baik, terima kasih, aku sudah punya tiket masuk," sahut Melinda lalu bergerak keluar meninggalkan gedung.Malam harinya, wanita itu tidak bisa tidur. Sama sekali tidak bisa memberi istirahat kepada matanya yang sudah lelah.Sesekali dia mematut dirinya di depan cermin dengan memegang gaun yang indah.Keesokan harinya, Melinda terbangun dengan mata yang terasa berat di bawah kelopaknya. Goresan-goresan hitam di sekitar matanya menandakan betapa dalamnya tidur yang dia alami."Mama?" Silvia masuk ke kama
Bel pintu berbunyi, membuyarkan lamunannya yang dalam. Melinda menghela napas dalam-dalam, merenggangkan otot-ototnya yang tegang, lalu beranjak menuju pintu dengan langkah gontai. Dia menghirup udara dalam-dalam, mencoba menenangkan diri sebelum membuka pintu."Siapa ya yang datang sekarang?" gumamnya pelan.Dengan ragu, ia membuka pintu dan dihadapkan pada seorang pria pengantar paket yang tersenyum ramah di depannya. Paket besar berwarna cokelat muda tergeletak di depan kakinya."Maaf mengganggu, Ma'am. Ini paket untuk Anda," kata pria itu sambil menyodorkan sebuah formulir pengiriman.Melinda mengangguk, mengambil formulir tersebut, dan menandatangani dengan cepat. Pikirannya masih melayang-layang antara rasa penasaran dan kekhawatiran.Pria pengantar itu kemudian menyerahkan paket tersebut kepadanya dengan senyuman hangat sebelum bergegas pergi. Melinda menutup pintu dan kembali ke dalam rumah dengan paket besar yang terasa begitu misterius di tangannya.Dengan hati-hati, ia memb
"Maaf, Nyonya Melinda. Kami hendak memberitahukan bahwa bahan material bangunan yang dipesan atas nama Melinda i-care sudah jatuh tempo. Sejumlah satu Milyar!"Hatinya berdegup kencang. Bagaimana mungkin dia berutang sebanyak itu atas sebuah proyek bangunan?"S-saya tidak pernah memesan apa pun," sahut Melinda dengan suara terputus-putus.Melinda berusaha memeriksa ingatannya, mencari-cari jejak apa pun yang bisa menjelaskan situasi ini, tetapi tidak ada yang muncul. Rasanya seperti terjatuh ke dalam jurang tanpa dasar."Maaf, saya tidak yakin tentang hutang ini," ucap Melinda dengan suara gemetar, mencoba menutupi kepanikannya."Seseorang bernama Tuan Adam yang mengurus semuanya," sahut penagih hutang dengan nada tajam. "Dan dia menyatakan bahwa Anda bertanggung jawab atas pembayarannya. Bukankah semua material itu dikirim kepada Melinda i-care?"Melinda menelan salivanya yang terasa pahit, merasa seakan-akan dunianya runtuh sek