Melinda menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya di tengah hiruk-pikuk aktivitas yang mengelilinginya. Meskipun pikirannya terus melayang pada Adam, dia memilih untuk menahan emosinya dan fokus pada tugas yang harus diselesaikan.
Duduk di meja kerjanya, Melinda membuka laptopnya dan mulai merapikan rencana bisnis untuk hari ini. Dia tidak bisa membiarkan dirinya terjebak dalam angan-angan dan kerinduan yang tidak pasti. Ada pekerjaan yang harus diselesaikan, tanggung jawab yang harus dipertahankan.
Afgan saja bisa dia lupakan, apalah artinya seorang Adam? Duda yang tidak jelas? monolog Melinda dalam hati.
Namun, raut wajahnya kembali berubah sendu saat mengingat hubungannya dengan Afgan. Pernikahan yang tidak dia hadiri.
Sejak awal, pria itu memang bukan miliknya. Namun, apa salahnya dia menginginkan kehidupan yang lebih baik? Afgan sangat tampan dan kekayaan keluarganya bahkan tidak akan habis walau tujuh turunan.
Sementara Adelia, w
Melinda terdiam sejenak, matanya memancarkan kejutan dan kebingungan yang sulit disembunyikan. Dia menatap Adam, mencoba memproses kedatangan mendadaknya. Pikirannya berkecamuk dengan pertanyaan, mencoba mencari jawaban atas misteri yang mengelilingi kepergiannya dan kini kembalinya.Sementara itu, Adam terus maju dengan langkah pasti, senyumnya memancarkan kehangatan yang mencoba meredakan ketegangan yang terasa di ruangan itu.Dengan lembut, dia menawarkan bungkusan makanan dan buket bunga kepada Melinda, sebagai tanda kedatangannya yang tidak terduga.Melinda masih terpaku pada kejutan tersebut. Tidak pernah terbayangkan dalam benaknya bahwa Adam akan muncul begitu tiba-tiba seperti ini.Dia merasakan getaran aneh di dalam dadanya pada saat menerima buket yang sangat indah dan terkesan mewah. Teringat olehnya bagaimana hatinya bergetar di masa lalu saat menerima buket dari Afgan.Kedua matanya berkaca-kaca, perasaannya tidak terucapkan saat ini,
"Bagaimana bila kita pergi berbelanja sesudah ini? Saya ingin sekali memanjakanmu," ucap Adam setelah mereka hampir menyelesaikan acara makan mereka."Hum, ide yang bagus, saya suka berbelanja," jawab Melinda dengan hati berbunga-bunga.Semua terjadi seperti sebuah ulangan saat-saat dia muda dulu, saat bersama dengan Afgan. Pria di hadapannya ini tidak kalah ketampanan dan juga dari sisi mana pun.Adam Offel juga berkuasa dan termasuk dari sepuluh besar orang terkaya di dunia. Sebuah pilihan yang sepadan dengan dirinya. Sama-sama menginginkan sebuah kesempatan kedua.Sesaat kemudian, di dalam pusat perbelanjaan yang mewah, Melinda merasakan kehangatan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Setiap gerakan Adam terasa penuh perhatian, setiap senyumannya menghangatkan hatinya. Meskipun awalnya terasa canggung, Melinda semakin menikmati waktu yang mereka habiskan bersama."Bagaimana dengan ini?" tanya Adam, sambil mengangkat seutas kalung mutiara yang berkilauan dari rak perhiasan.Mel
Adam merasa sedikit kecewa oleh reaksi Melinda yang dingin. Namun, dia tidak menunjukkan kekecewaannya dan mencoba untuk tetap tenang."Tentu saja, Melinda," jawab Adam dengan suara yang tenang. "Kita bisa pulang sekarang jika kamu ingin istirahat.""Aku akan mengantarmu sampai ke hotel," lanjutnya.Mereka berdua bergegas keluar dari pusat perbelanjaan mewah itu, meninggalkan suasana yang tegang di belakang mereka.Saat mereka berjalan menuju mobil, Melinda merasakan tekanan di dadanya. Dia merasa tidak nyaman dengan situasi yang terjadi di antara mereka. Semua yang dia harapkan dari pertemuan ini terasa begitu jauh dari kenyataan.Ketika mereka tiba di mobil, Melinda duduk di kursi penumpang dengan pandangan kosong. Adam memandanginya dengan penuh perhatian, mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di dalam pikiran wanita itu."Apakah semuanya baik-baik saja, Melinda?" tanyanya dengan suara lembut.Melinda menarik napas dalam
Adelia terlelap dalam tidurnya yang nyenyak setelah dibuat lelah oleh suaminya.Afgan menatap wajah istrinya yang sangat disukai. Mengelus pipinya yang mulus dan putih. "Aku akan melakukan segala hal untuk berperang melawan Melinda, kalau pun dia akan memanfaatkan kekuasaan yang dimiliki keluarga Offel," bisiknya dengan suara kecil setengah bergumam.Afgan tidak bisa tidur, dia memutuskan untuk menghubungi Achmed, ayahnya dan bertanya mengenai apa yang mungkin sedang direncanakan oleh Melinda."Ayah tidak paham, dia merebut sebagian kekuasaan kita di Dubai. Saya sudah memberitahukan kepada Adam Offel mengenai kelicikannya, tapi di luar prediksi Ayah, pria itu malah menjadi kekasih Melinda," sahut Achmed dengan nada kesal."Apakah ini juga sebuah kesempatan bagi keluarga Offel untuk lebih berkembang atau tidak? Ayah sungguh tidak bisa menebak dengan pasti."Perkataan sang ayah membuat Afgan semakin bingung. "Baiklah, saya akan mengutus orang untuk menyelidikinya," ucapnya sesaat kemudi
Adam tersenyum lembut saat masuk dan mendektai Melinda. "Selamat ulang tahun, Melinda," ucapnya dengan lembut.Melinda terdiam sejenak, matanya memancarkan kekaguman dan kebahagiaan yang tak terkatakan. "Terima kasih, Adam. Aku... aku benar-benar tidak mengira kalau kamu akan menyelenggarakan ini.""A-aku bahkan melupakan hari ulang tahunku sendiri," ucapnya dengan perasaan haru yang tertahan.Adam mendekatinya dan menawarkan tangannya. "Ayo, mari kita berdansa bersama."Mereka berdansa di tengah-tengah ruangan yang dipenuhi dengan kegembiraan dan tawa. Melihat balon-balon yang melayang di langit-langit, Melinda merasa hangat di dalam hatinya. Meskipun awalnya terkejut karena lupa tentang ulang tahunnya sendiri, dia merasa sangat bersyukur atas kejutan indah ini.Pada akhirnya, hari itu tidak hanya menjadi ulang tahun yang istimewa bagi Melinda, tetapi juga momen yang akan selalu diingat sebagai bukti kasih sayang dan perhatian dari Adam."M
Malamnya, Melinda tidak sanggup memejamkan mata karena masih terbayang dan terpesona dengan apa yang Adam lakukan untuknya. "Melinda i-care," gumamnya berulang, membayangkan sebuah yayasan sosial bagi anak-anak panti asuhan yang sungguh didambakan olehnya selama ini.Tiba-tiba, teleponnya berdering, menarik perhatian Melinda dari lamunannya. Dia tersenyum saat melihat nama Adam muncul di layar."Halo, Adam," sapa Melinda dengan suara lembut."Halo, sayang. Aku hanya ingin mengucapkan selamat malam dan berharap kamu tidur dengan nyenyak," ucap Adam dengan penuh perasaan.Terharu oleh kehangatan dalam suaranya, Melinda menjawab, "Terima kasih, Adam. Aku benar-benar terkesan dengan hari ini. Terima kasih atas semua yang telah kau lakukan untukku.""Kamu pantas mendapat yang terbaik, Melinda. Aku berharap ulang tahunmu menjadi yang tak terlupakan," kata Adam dengan lembut."Aku tidak akan pernah melupakan hari ini. Dan... terima kasih atas semua
"Apa katamu? Tidak ada hal seperti itu!"Adam diam sejenak seolah-olah sedang berpikir."Tidak bisa! Aku tidak akan menyentuh proyek itu lagi! Biarkan Achmed sendiri yang menanggung akibatnya! Aku akan melindungi Melinda bagaimana pun juga!""Itu saja yang perlu kamu tahu! Segera percepat pembangunan Melinda i-care agar aku bisa memiliki kunci untuk melamarnya! Aku tidak akan memberi perhatian khusus untuk proyek murahan milik Achmed Al-Futtaim!""Dengan menikahi Melinda, maka aku akan mengangkat status wanita yang kucintai sehingga dia bisa berdiri di depan keluarga Al-Futtaim yang sudah menghinanya!"Perkataan demi perkataan yang diucapkan Adam membuat hati Melinda berdesir hebat. Merasa sudah cukup mendengar, Melinda segera berlari kecil ke kamar mandi untuk mengatur detak jantungnya yang tidak teratur lagi.Adam tersenyum lebar mengetahui semua itu. Dia tahu bagaimana Melinda pasti sudah tertipu dengan baik oleh keahliannya memerankan se
"Silvia, maafkan Mom, jika aku tidak pernah menyadari betapa pentingnya hal itu bagimu," kata Melinda dengan suara penuh penyesalan, mencoba menahan air matanya yang ingin tumpah."Aku ingin sekali bisa memberikanmu segalanya, termasuk kehangatan dan kasih sayang seorang ayah, meskipun aku tahu bahwa tidak ada yang bisa menggantikan peran seorang ayah."Silvia mengangkat wajahnya dan menatap Melinda dengan mata yang dipenuhi dengan kepedihan. "Tidak, Mom, ini bukan salah Anda," ujarnya dengan suara lirih, suara gemetar karena emosi yang tak terbendung. Silvia segera menyeka air mata yang tumpah tanpa bisa dicegahnya lagi."Saya hanya merasa begitu... begitu kesepian tanpa sosok ayah di samping saya."Melinda merangkul Silvia dengan erat, mencoba menenangkan gadis itu yang hancur oleh kesedihan."Kamu tidak sendiri, Silvia. Aku di sini untukmu, selalu. Aku akan melakukan segalanya untuk membuatmu merasa dicintai dan diterima.""Aku akan menja
"Selamat ulang tahun, Sayang," ucap Afgan seraya mengecup mesra kening istrinya. Adelia terlihat cantik dalam gaun berwarna merah muda, memancarkan pesona yang memikat semua orang yang hadir. Senyumnya yang menawan membuat suasana semakin hangat dan penuh kebahagiaan.Taman yang indah menjadi latar belakang acara tersebut, dihiasi dengan dekorasi menarik yang dipenuhi balon berwarna-warni. Meja-meja penuh dengan hidangan lokal yang menggugah selera.Afgan sengaja mempersiapkan semua makanan khas lokal Indonesia supaya dapat mencerminkan kekayaan budaya dan rasa yang istimewa. Semua tamu yang diundang tampak menikmati setiap momen, tertawa dan berbincang dalam suasana yang meriah.Afgan sengaja memilih suasana taman ini untuk memberikan kesan alami dan romantis. Cahaya lampu hias yang tergantung di antara pepohonan menambah kehangatan malam itu, menciptakan suasana yang sempurna untuk merayakan ulang tahun Adelia."Tempat ini benar-benar indah, Afgan," kat
Nama itu terdengar seperti melodi yang manis di telinganya, dan wajahnya muncul di dalam bayangan gelap di hadapannya.Lima tahun yang lalu, mereka bertemu dalam sebuah acara pesta, di mana keponakannya, Edward, membawa Adelia sebagai pasangan dansa.Adam masih ingat betapa terpesonanya dia saat itu oleh kehadiran Adelia. Wajah dan penampilan wanita itu sangat mirip dengan mendiang istrinya, membuatnya tercengang dan tak bisa berkedip.Adelia, dengan senyum manisnya dan gerakannya yang anggun, menyihirnya dalam sekejap.Dalam kilatan lampu pesta, Adam melihat bayangan istrinya yang telah tiada, dan dia merasakan hatinya tergetar oleh gelombang nostalgia dan kesedihan yang mendalam.Ketika mereka memiliki kesempatan untuk berdansa sebagai pasangan, Adam merasa seperti dia berada di alam semesta yang sama sekali berbeda, di mana waktu berhenti berputar dan kehilangan tidak lagi terasa menyakitkan.Tetapi, seiring malam berakhir, kenyataan kemb
Adam membalas senyuman wanita itu dengan senyuman manis. "Maka aku akan menjadi milikmu."Sekali lagi mereka berciuman dengan penuh gairah. Sarah terhanyut dan merasa tidak berdaya, tetapi dalam ruang kecil hatinya yang tersisa, dia tahu dengan pasti bahwa Adam bukanlah tipe pria yang akan dengan mudah jatuh hati padanya.Dia menyadari bahwa perasaan Adam padanya hanyalah alat yang dimanfaatkannya untuk menyakiti Melinda lebih dalam lagi. Tetapi, meskipun dia sadar akan ini, dia terus menekan perasaannya sendiri, membiarkan dirinya larut dalam penipuan terhadap hatinya.Setiap hari, Sarah merasa semakin terjebak dalam permainan Adam. Dia memberi dirinya alasan bahwa ini adalah cara untuk menjaga Melinda tetap aman, meskipun di lubuk hatinya, dia tahu bahwa ini hanya sebuah pembenaran dari nafsu dan ketakutan akan kehilangan Adam.Saat malam tiba, Adam mengajaknya keluar untuk makan malam romantis, dan Sarah setuju tanpa ragu.Meskipun dia menyadari
Melinda menggelengkan kepala, matanya kosong memandang ke dalam ruangan. "Aku tidak tahu," ucapnya pelan. "Aku merasa seperti semua impianku hancur, seperti tidak ada lagi yang bisa kuinginkan."Sarah merangkulnya lebih erat. "Tetapi, Melinda, kamu masih punya banyak hal di depanmu. Kehidupanmu tidak berakhir di sini."Melinda menatap sahabatnya dengan pandangan yang penuh keraguan. "Tapi bagaimana aku bisa melupakan semua ini? Bagaimana aku bisa mempercayai seseorang lagi setelah ini?""Bagaimana membuktikan kebenaran bahwa aku hanya difitnah oleh Adam? Semua ini adalah jebakannya."Sarah tersenyum lembut. "Kamu mempunyai hak untuk didampingi seorang pengacara hukum, aku akan mengurusnya dan percayalah, tidak semua pria seperti Adam. Semua ini mungkin hanya salah paham."Melinda mengernyitkan alisnya perlahan, mencoba menyerap kata-kata yang diucapkan oleh Sarah. Namun, perjalanan untuk pulih dari luka ini masih terasa sangat jauh baginya dan kebe
Adam tersenyum dengan licik lalu melanjutkan kalimatnya di depan microphone yang sedang dipegang."Yayasan Melinda i-care sudah menipu publik dengan penjualan tiket konser di acara pertandingan baseball ini. Seharusnya saya mendapatkan applause untuk keberhasilan menjebak pelaku yang sudah menipu tiket kalian, bukan?"Perkataan Adam mendapat seru riuh dari para penonton. Mereka merasa keadilan sudah ditegakkan untuk mereka.Dua orang polisi wanita segera menarik dan memasangkan borgol ke tangan Melinda yang disatukan di belakang punggungnya."I-ini tidak benar! Kamu jahat sekali!" seru Melinda sambil berusaha meronta, tetapi dua orang yang memegangnya sangat kuat."Kamu juga melakukan hal yang sama terhadap keluarga Al-Futtaim, Sayang. Adelia adalah seorang wanita yang baik. Bila saya arus memilih, maka saya akan memilih Adelia menjadi istri yang layak menggantikan mendiang istriku karena wanita itu memiliki semua yang tidak kamu miliki."Me
Melinda merenggangkan lehernya, mencoba untuk melihat lebih jelas ke arah panggung yang sedang disiapkan di tengah lapangan.Ia merasa detak jantungnya semakin kencang seiring dengan lama menunggu. Hari ini adalah hari yang ia tunggu-tunggu dengan penuh harap.Adam Offel, telah memberinya petunjuk bahwa hari ini akan menjadi salah satu yang tak terlupakan. Dia ingin memberikan kesempatan kedua kepada pria itu.Dengan gaun pengantin yang indah melilit tubuhnya, Melinda merasa seperti sang ratu yang siap menerima mahkota kebahagiaan. Tetapi, di tengah kerumunan, ia tidak melihat bayangan Adam yang diharapkannya. Ketidakpastian mulai merayap di dalam pikirannya.Melinda duduk di kursi yang sudah disediakan khusus untuknya. Menyaksikan pertandingan dengan perasaan tidak menentu.Tiba-tiba, lampu-lampu sorot mulai menyala, dan kerumunan berbisik-bisik dengan kegembiraan yang menggelora. Melinda merasakan kegelisahan memenuhi dadanya ketika seseorang mel
Setelah sampai di sana, Melinda langsung berpura-pura bertanya, mencari informasi, namun tidak ada yang mengetahui acara lain selain acara baseball yang memang setiap akhir pekan dilaksanakan di sana."Besok yang bertanding adalah group banteng dengan group singa. Apakah Anda ingin membeli tiket?" tanya petugas tanpa mencurigai apa pun.Wajah dan reaksinya datar, bahkan dia malas untuk melihat ke arah orang yang menanyakan tiket."Baik, terima kasih, aku sudah punya tiket masuk," sahut Melinda lalu bergerak keluar meninggalkan gedung.Malam harinya, wanita itu tidak bisa tidur. Sama sekali tidak bisa memberi istirahat kepada matanya yang sudah lelah.Sesekali dia mematut dirinya di depan cermin dengan memegang gaun yang indah.Keesokan harinya, Melinda terbangun dengan mata yang terasa berat di bawah kelopaknya. Goresan-goresan hitam di sekitar matanya menandakan betapa dalamnya tidur yang dia alami."Mama?" Silvia masuk ke kama
Bel pintu berbunyi, membuyarkan lamunannya yang dalam. Melinda menghela napas dalam-dalam, merenggangkan otot-ototnya yang tegang, lalu beranjak menuju pintu dengan langkah gontai. Dia menghirup udara dalam-dalam, mencoba menenangkan diri sebelum membuka pintu."Siapa ya yang datang sekarang?" gumamnya pelan.Dengan ragu, ia membuka pintu dan dihadapkan pada seorang pria pengantar paket yang tersenyum ramah di depannya. Paket besar berwarna cokelat muda tergeletak di depan kakinya."Maaf mengganggu, Ma'am. Ini paket untuk Anda," kata pria itu sambil menyodorkan sebuah formulir pengiriman.Melinda mengangguk, mengambil formulir tersebut, dan menandatangani dengan cepat. Pikirannya masih melayang-layang antara rasa penasaran dan kekhawatiran.Pria pengantar itu kemudian menyerahkan paket tersebut kepadanya dengan senyuman hangat sebelum bergegas pergi. Melinda menutup pintu dan kembali ke dalam rumah dengan paket besar yang terasa begitu misterius di tangannya.Dengan hati-hati, ia memb
"Maaf, Nyonya Melinda. Kami hendak memberitahukan bahwa bahan material bangunan yang dipesan atas nama Melinda i-care sudah jatuh tempo. Sejumlah satu Milyar!"Hatinya berdegup kencang. Bagaimana mungkin dia berutang sebanyak itu atas sebuah proyek bangunan?"S-saya tidak pernah memesan apa pun," sahut Melinda dengan suara terputus-putus.Melinda berusaha memeriksa ingatannya, mencari-cari jejak apa pun yang bisa menjelaskan situasi ini, tetapi tidak ada yang muncul. Rasanya seperti terjatuh ke dalam jurang tanpa dasar."Maaf, saya tidak yakin tentang hutang ini," ucap Melinda dengan suara gemetar, mencoba menutupi kepanikannya."Seseorang bernama Tuan Adam yang mengurus semuanya," sahut penagih hutang dengan nada tajam. "Dan dia menyatakan bahwa Anda bertanggung jawab atas pembayarannya. Bukankah semua material itu dikirim kepada Melinda i-care?"Melinda menelan salivanya yang terasa pahit, merasa seakan-akan dunianya runtuh sek