Adelia diantar kembali ke hotel setelah Edward selesai berobat. Wanita itu menahan tawa terus karena wajah Edward yang lembam dan terbungkus plester di mana-mana termasuk hidungnya yang mancung.
"Mengapa kamu menertawaiku? Apa yang lucu?" tanya Edward dengan nada tidak senang.
"Aku sedang membayangkan kamu memakai jas pengantin dengan wajah jelek seperti itu!"
Edward terdiam karena Adelia menyinggung tentang pernikahannya dengan Emily. Dia sangat tidak menginginkan hari itu berlangsung.
"Sungguh mengherankan sekali dengan kalian, mengapa memilih hari yang sama untuk menikah. Tapi, bagaimana pun, aku mengucapkan selamat berbahagia dan maaf, aku tidak bisa menghadiri pestamu nanti."
Perkataan Adelia membuat Edward merasa sedih, tetapi dia harus segera pergi agar air matanya tidak turun dan membuat egonya hilang di mata Adelia.
"Aku akan jalan. Jagalah dirimu baik-baik. Jangan lupa untuk makan yang banyak demi anakmu," ucap Edward lalu segera m
"Maaf, aku ngk bisa mengambil shift malam," ujar Adelia. Saat ini dia sedang berdiri di hadapan Mrs. Smith, sang CEO dengan Melinda di meja samping, mengamati dengan penuh arti.Adelia hadir karena dia ingin mengambil gajinya yang terakhir. Niatnya adalah akan memakai gaji itu sebagai tambahan biaya persalinan nanti. Mengecek rutin ke dokter juga butuh biaya yang tidak sedikit.Mrs. Smith menatap Adelia dengan tatapan yang sudah dimengerti oleh Adelia. Wanita yang selama ini menjabat CEO, sekarang malah terintimidasi oleh Melinda. Wanita itu mulai menunjukkan kekuasaannya sebagai Nyonya Muda dan pemilik Hotel Internasional tersebut."Melinda, coba kamu cari tahu, siapa yang bisa menggantikan shift Adelia untuk malam ini," ucap Mrs. Smith dengan kepala tertunduk menatap kakinya yang gendut dan bersembunyi di balik meja mewahnya.Melinda segera berpura-pura mengetik sesuatu di komputernya, rencananya sudah disusun sedemikian rupa, dia tidak ingin Adel
Adelia mengetuk pelan pintu kamar Afgan. Tidak lama kemudian, pria arogan itu membuka pintu.Adelia sangat terkejut karena Afgan langsung menarik tangannya sehingga tubuhnya tertarik sampai masuk ke dalam ruangan."Afgan, apa ! Hmmpt! ini salah ... Hmmpt!" Adelia menolak tubuh Afgan dengan sekuat tenaga.Afgan memaksakan ciuman yang sengaja saat melihat Adelia, dia sangat merindukan ciuman dari wanita yang masih menjadi istrinya itu."Lepaskan!"Plak!Sebuah tamparan dilayangkan oleh Adelia dengan keras mengenai wajah Afgan."Apa yang kau inginkan? Kau gila!" pekik Adelia.Bukannya membiarkan Adelia pergi, Afgan malah mendorong tubuh wanita itu. Dia memeluk Adelia yang sudah terdorong sampai ke dinding di belakang pintu."Diam!" Afgan menghirup aroma Adelia yang membuatnya rindu."Diam sejenak! Aku ... aku sungguh merindukanmu!"Ada getaran halus dalam diri Adelia. Dia juga sama merindukan suami
Adelia terduduk di ranjang dengan kepala yang berat.'Astaga, mengapa aku masih juga tidak dapat menolak pesona dari pria arogan ini!'Adelia membathin lalu segera berdiri dan memungut pakaiannya dan berlari ke kamar mandi untuk memakai seragam kerjanya.Saat keluar dari kamar mandi, Afgan sudah bangun, tetapi tetap berbaring dengan sebelah tangan menopang kepalanya. Adelia menatap pria yang penuh pesona itu dan memberikan senyuman ketus."Kamu menikah dengan hari, ahh ... masa shiftku sudah berakhir. aku juga harus buru-buru.""Tunggu!" Afgan berdiri dan melilitkan handuk di pinggangnya."Aku mencintaimu, Adelia. Setelah menikah, kita akan bersama kembali. Aku akan membagi waktu untukmu, bagaimana?"Sungguh sebuah tawaran yang malah membuat hati Adelia sakit, siapa yang mau berbagi suami dan kasih sayang? Pria arogan yang memeluknya saat ini adalah pria yang tidak bisa menetapkan pilihan dan keputusan dengan tepat. Adelia tidak menyukai pria
Mobil yang ditumpangi Edward dan Adelia langsug berhenti di bandara. Sebuah helikopter ambulance sudah menunggu untuk mengantarkan mereka ke kota XEdward menatap Adelia dengan tatapan penuh kasih. Dia akan membawa Adelia menghilang dari Jakarta.Satu jam kemudian, helikopter mendarat di sebuah Rumah sakit ternama di kota X.Adelia dan Edward segera mendapatkan perawatan di IGD. Semua sudah dikoordinir oleh Emily. Wanita bijak itu sangat menghormati dan memberikan kasih sayangnya kepada seorang Adelia.Di luar ruangan, Emily mengenggam tangan Ibunda Edward dengan gemetar. Dia sangat kasihan melihat Adelia yang harus menderita seperti itu. Dalam kondisi sedang hamil anak kembar milik Afgan. Sesekali, Emily tidak menginginkan pernikahan dengan Edward akan berjalan seperti itu. Oleh karenanya, dengan berbagai alasan, dia mengundur hari pernikahan yang seyogyanya akan dilaksanakan besok.Mereka menunggu cukup lama. Di depan pintu IGD. Wajah Emi penuh k
"A-apa yang terjadi?" ulang Adelia dengan suara serak sambil mengelus perutnya yang sudah cukup besar."Bagaimana tidak besar? Kamu sudah koma selama setengah tahun. Dengan isi dalam dua anak kembar, ukurannya seperti sudah mau meledak." Emily tetap tersenyum dan mengenggam tangan Adelia dengan lembut."Mereka baik-baik saja?" Adelia berfokus pada kandungannya saat ini."Baik, mereka sehat dan tumbuh dengan baik. Anakmu sepasang."Adelia membulatkan kedua matanya, menatap Emily dengan tidak percaya."Sepasang?""Ho-oh, laki-laki dan perempuan."Adelai menutup mulutnya dengan sebelah tangan. "Benarkah."Emily menganggukkan kepala dengan yakin.Kedua mata Adleia langsung berkaca-kaca seketika. Emily memamerkan senyuman dan giginya yang putih bersih kembali."Sepertinya kamu lupa dengan pertanyaanmu tadi?""Hah? Ohh iya, apa yang terjadi, mengapa aku bisa koma selama ini?"Adelia melirik pemandang
Kembali ke lokasi kejadian ...Api berhasil dipadamkan setelah 3 jam kemudian. Afgan memandang semua lokasi yang terbakar dengan tatapan sendu. Tidak ada bayangan Adelia di sana.Dia juga sudah mencari ke rumah Adelia dan dikatakan Ayah Adelia bahwa putrinya belum kembali sama sekali. Tas milik Adelia juga masih berada di laci meja resepsionis."Lihat, susunya masih diminum setengah saja," ucap salah seorang rekan kerja yang menggantikan shift Adelia."Susu?""Susu apa?" tanya Afgan dengan penasaran.Wanita yang ditanyai Afgan itu mengeluarkan tas milik Adelia lalu memberikannya kepada Afgan. Afgan segera membuka tas dan mengeluarkan sebuah kotak kardus kecil dengan tulisan susu untuk Ibu Hamil."Susu untuk Ibu hamil? Dia hamil?" Afgan bertanya kepada wanita itu dengan wajah mulai panik."Seharusnya iya, aku juga tidak tahu. Adelia hanya terlihat pucat dan sering muntah, kupikir dia sakit lambung. Tapi kalau diminum susu sepert
Melinda terbangun setengah jam kemudian dengan tubuh yang terasa berat dan kedinginan. Rasa nyeri menusuk di bagian bawahnya."A-apa yang terjadi?"Dengan kondisi gaun pengantin yang terbuka, dia pelan-pelan menyadari bahwa Bayu sudah melecehkannya."Bayu! Aku ... akan membun*hmu!"Kedua mata Melinda memanas dan sklera pada mata tersebut berubah merah seluruhnya. Tangan Melinda gemetar memegang erat gaun pengantin yang menutupi tubuhnya yang polos."A ... aku ... akan membalas semua ini!"Dengan susah payah, Melinda berdiri dan menuju ke kamar mandi yang terdapat dalam kamar ganti tersebut lalu membersihkan dirinya dan memakai kembali gaun pengantin.Selesai mandi, Melinda duduk di depan cermin, mematut dirinya yang terasa hancur. Walau pun merasa sudah berhasil memenangkan pertarungan, dia tidak merasa bahagia. Tubuhnya merasa penuh dengan kedukaan, terlihat jelas dari kedua matanya yang bengkak dan sembab.Afgan juga belum tampak kembali ke lokasi pesta. Pria itu benar-benar sudah m
Melinda mengepalkan kedua tangannya dengan erat. Tubuhnya bergetar menahan amarah yang sudah menguasai semua isi dalam kepalanya. "Kita harus bertemu!" "Aku meminta penjelasan!" Melinda mengetik pesan-pesan balsan dengan hati penuh amarah dan jari gemetar. Bahkan, napasnya menderu-deru menyeimbangkan dirinya yang sedang terlilit emosi terhadap Bayu. Dia tidak ingin dikuasai oleh Bayu dengan ancamannya, dalam pikirannya, ini adalah saat yang tepat untuk menuntaskan semua rencana awal. Bayu harus dihabisi dan tidak ada lagi toleransi. *** Hari Jumat, pukul 12.00 *** Melinda melangkah dengan lutut gemetaran. Walau dia sudah mengutus beberapa preman untuk mengikutinya, tetapi menemui Bayu adalah sebuah ancaman yang cukup besar baginya. Wanita itu sudah menginstruksikan supaya preman yang dibayarnya itu bersembunyi sebelum dia memberikan informasi untuk bertindak lebih lanjut. "Bayu, ini aku. Bukalah pintunya!" Melinda mengetuk pintu yang kumuh, rumah sewa di mana Bayu tinggal se
"Selamat ulang tahun, Sayang," ucap Afgan seraya mengecup mesra kening istrinya. Adelia terlihat cantik dalam gaun berwarna merah muda, memancarkan pesona yang memikat semua orang yang hadir. Senyumnya yang menawan membuat suasana semakin hangat dan penuh kebahagiaan.Taman yang indah menjadi latar belakang acara tersebut, dihiasi dengan dekorasi menarik yang dipenuhi balon berwarna-warni. Meja-meja penuh dengan hidangan lokal yang menggugah selera.Afgan sengaja mempersiapkan semua makanan khas lokal Indonesia supaya dapat mencerminkan kekayaan budaya dan rasa yang istimewa. Semua tamu yang diundang tampak menikmati setiap momen, tertawa dan berbincang dalam suasana yang meriah.Afgan sengaja memilih suasana taman ini untuk memberikan kesan alami dan romantis. Cahaya lampu hias yang tergantung di antara pepohonan menambah kehangatan malam itu, menciptakan suasana yang sempurna untuk merayakan ulang tahun Adelia."Tempat ini benar-benar indah, Afgan," kat
Nama itu terdengar seperti melodi yang manis di telinganya, dan wajahnya muncul di dalam bayangan gelap di hadapannya.Lima tahun yang lalu, mereka bertemu dalam sebuah acara pesta, di mana keponakannya, Edward, membawa Adelia sebagai pasangan dansa.Adam masih ingat betapa terpesonanya dia saat itu oleh kehadiran Adelia. Wajah dan penampilan wanita itu sangat mirip dengan mendiang istrinya, membuatnya tercengang dan tak bisa berkedip.Adelia, dengan senyum manisnya dan gerakannya yang anggun, menyihirnya dalam sekejap.Dalam kilatan lampu pesta, Adam melihat bayangan istrinya yang telah tiada, dan dia merasakan hatinya tergetar oleh gelombang nostalgia dan kesedihan yang mendalam.Ketika mereka memiliki kesempatan untuk berdansa sebagai pasangan, Adam merasa seperti dia berada di alam semesta yang sama sekali berbeda, di mana waktu berhenti berputar dan kehilangan tidak lagi terasa menyakitkan.Tetapi, seiring malam berakhir, kenyataan kemb
Adam membalas senyuman wanita itu dengan senyuman manis. "Maka aku akan menjadi milikmu."Sekali lagi mereka berciuman dengan penuh gairah. Sarah terhanyut dan merasa tidak berdaya, tetapi dalam ruang kecil hatinya yang tersisa, dia tahu dengan pasti bahwa Adam bukanlah tipe pria yang akan dengan mudah jatuh hati padanya.Dia menyadari bahwa perasaan Adam padanya hanyalah alat yang dimanfaatkannya untuk menyakiti Melinda lebih dalam lagi. Tetapi, meskipun dia sadar akan ini, dia terus menekan perasaannya sendiri, membiarkan dirinya larut dalam penipuan terhadap hatinya.Setiap hari, Sarah merasa semakin terjebak dalam permainan Adam. Dia memberi dirinya alasan bahwa ini adalah cara untuk menjaga Melinda tetap aman, meskipun di lubuk hatinya, dia tahu bahwa ini hanya sebuah pembenaran dari nafsu dan ketakutan akan kehilangan Adam.Saat malam tiba, Adam mengajaknya keluar untuk makan malam romantis, dan Sarah setuju tanpa ragu.Meskipun dia menyadari
Melinda menggelengkan kepala, matanya kosong memandang ke dalam ruangan. "Aku tidak tahu," ucapnya pelan. "Aku merasa seperti semua impianku hancur, seperti tidak ada lagi yang bisa kuinginkan."Sarah merangkulnya lebih erat. "Tetapi, Melinda, kamu masih punya banyak hal di depanmu. Kehidupanmu tidak berakhir di sini."Melinda menatap sahabatnya dengan pandangan yang penuh keraguan. "Tapi bagaimana aku bisa melupakan semua ini? Bagaimana aku bisa mempercayai seseorang lagi setelah ini?""Bagaimana membuktikan kebenaran bahwa aku hanya difitnah oleh Adam? Semua ini adalah jebakannya."Sarah tersenyum lembut. "Kamu mempunyai hak untuk didampingi seorang pengacara hukum, aku akan mengurusnya dan percayalah, tidak semua pria seperti Adam. Semua ini mungkin hanya salah paham."Melinda mengernyitkan alisnya perlahan, mencoba menyerap kata-kata yang diucapkan oleh Sarah. Namun, perjalanan untuk pulih dari luka ini masih terasa sangat jauh baginya dan kebe
Adam tersenyum dengan licik lalu melanjutkan kalimatnya di depan microphone yang sedang dipegang."Yayasan Melinda i-care sudah menipu publik dengan penjualan tiket konser di acara pertandingan baseball ini. Seharusnya saya mendapatkan applause untuk keberhasilan menjebak pelaku yang sudah menipu tiket kalian, bukan?"Perkataan Adam mendapat seru riuh dari para penonton. Mereka merasa keadilan sudah ditegakkan untuk mereka.Dua orang polisi wanita segera menarik dan memasangkan borgol ke tangan Melinda yang disatukan di belakang punggungnya."I-ini tidak benar! Kamu jahat sekali!" seru Melinda sambil berusaha meronta, tetapi dua orang yang memegangnya sangat kuat."Kamu juga melakukan hal yang sama terhadap keluarga Al-Futtaim, Sayang. Adelia adalah seorang wanita yang baik. Bila saya arus memilih, maka saya akan memilih Adelia menjadi istri yang layak menggantikan mendiang istriku karena wanita itu memiliki semua yang tidak kamu miliki."Me
Melinda merenggangkan lehernya, mencoba untuk melihat lebih jelas ke arah panggung yang sedang disiapkan di tengah lapangan.Ia merasa detak jantungnya semakin kencang seiring dengan lama menunggu. Hari ini adalah hari yang ia tunggu-tunggu dengan penuh harap.Adam Offel, telah memberinya petunjuk bahwa hari ini akan menjadi salah satu yang tak terlupakan. Dia ingin memberikan kesempatan kedua kepada pria itu.Dengan gaun pengantin yang indah melilit tubuhnya, Melinda merasa seperti sang ratu yang siap menerima mahkota kebahagiaan. Tetapi, di tengah kerumunan, ia tidak melihat bayangan Adam yang diharapkannya. Ketidakpastian mulai merayap di dalam pikirannya.Melinda duduk di kursi yang sudah disediakan khusus untuknya. Menyaksikan pertandingan dengan perasaan tidak menentu.Tiba-tiba, lampu-lampu sorot mulai menyala, dan kerumunan berbisik-bisik dengan kegembiraan yang menggelora. Melinda merasakan kegelisahan memenuhi dadanya ketika seseorang mel
Setelah sampai di sana, Melinda langsung berpura-pura bertanya, mencari informasi, namun tidak ada yang mengetahui acara lain selain acara baseball yang memang setiap akhir pekan dilaksanakan di sana."Besok yang bertanding adalah group banteng dengan group singa. Apakah Anda ingin membeli tiket?" tanya petugas tanpa mencurigai apa pun.Wajah dan reaksinya datar, bahkan dia malas untuk melihat ke arah orang yang menanyakan tiket."Baik, terima kasih, aku sudah punya tiket masuk," sahut Melinda lalu bergerak keluar meninggalkan gedung.Malam harinya, wanita itu tidak bisa tidur. Sama sekali tidak bisa memberi istirahat kepada matanya yang sudah lelah.Sesekali dia mematut dirinya di depan cermin dengan memegang gaun yang indah.Keesokan harinya, Melinda terbangun dengan mata yang terasa berat di bawah kelopaknya. Goresan-goresan hitam di sekitar matanya menandakan betapa dalamnya tidur yang dia alami."Mama?" Silvia masuk ke kama
Bel pintu berbunyi, membuyarkan lamunannya yang dalam. Melinda menghela napas dalam-dalam, merenggangkan otot-ototnya yang tegang, lalu beranjak menuju pintu dengan langkah gontai. Dia menghirup udara dalam-dalam, mencoba menenangkan diri sebelum membuka pintu."Siapa ya yang datang sekarang?" gumamnya pelan.Dengan ragu, ia membuka pintu dan dihadapkan pada seorang pria pengantar paket yang tersenyum ramah di depannya. Paket besar berwarna cokelat muda tergeletak di depan kakinya."Maaf mengganggu, Ma'am. Ini paket untuk Anda," kata pria itu sambil menyodorkan sebuah formulir pengiriman.Melinda mengangguk, mengambil formulir tersebut, dan menandatangani dengan cepat. Pikirannya masih melayang-layang antara rasa penasaran dan kekhawatiran.Pria pengantar itu kemudian menyerahkan paket tersebut kepadanya dengan senyuman hangat sebelum bergegas pergi. Melinda menutup pintu dan kembali ke dalam rumah dengan paket besar yang terasa begitu misterius di tangannya.Dengan hati-hati, ia memb
"Maaf, Nyonya Melinda. Kami hendak memberitahukan bahwa bahan material bangunan yang dipesan atas nama Melinda i-care sudah jatuh tempo. Sejumlah satu Milyar!"Hatinya berdegup kencang. Bagaimana mungkin dia berutang sebanyak itu atas sebuah proyek bangunan?"S-saya tidak pernah memesan apa pun," sahut Melinda dengan suara terputus-putus.Melinda berusaha memeriksa ingatannya, mencari-cari jejak apa pun yang bisa menjelaskan situasi ini, tetapi tidak ada yang muncul. Rasanya seperti terjatuh ke dalam jurang tanpa dasar."Maaf, saya tidak yakin tentang hutang ini," ucap Melinda dengan suara gemetar, mencoba menutupi kepanikannya."Seseorang bernama Tuan Adam yang mengurus semuanya," sahut penagih hutang dengan nada tajam. "Dan dia menyatakan bahwa Anda bertanggung jawab atas pembayarannya. Bukankah semua material itu dikirim kepada Melinda i-care?"Melinda menelan salivanya yang terasa pahit, merasa seakan-akan dunianya runtuh sek