Beberapa waktu sebelumnya ....Dua hari sebelum acara meeting besar selesai, seluruh pegawai dihebohkan dengan berita tidak menyenangkan tentang Roni dan Siska. Tidak ada yang tahu awal mula berita itu menyebar, yang pasti berita itu sudah menjangkiti siapapun seperti wabah penyakit.Roni menoleh ketika seseorang menyentuh bahunya sebelum kakinya memasuki dapur. Ternyata kedua orang tuanya dan juga Ririn.“Ayah baru tahu istri kamu wanita seperti itu,” kata ayah Roni dengan wajah prihatin.“Seperti itu ... apa maksudnya?” tanya Roni bingung. “Kami tahu sekarang bagaimana selama ini dia memandang kamu sebagai suaminya,” timpal ibu Roni.“Ayah dan ibu ngomongin Siska?” tanya Roni lagi sementara Ririn lebih memilih diam sebagai bentuk jaga image di hadapan mertua. “Dia memang wanita independen dari dulu kan?”“Bukan!” sergah ibu Roni. “Ternyata selama ini Siska ... sudah membuat berita viral tentang kamu! Gara-gara itu, mau taruh di mana muka kita sekeluarga?”“Apa?! Ayah dan ibu jangan
“Apa yang terjadi sih sebenarnya, Sis?” tanya Kavita setengah mendesak. “Kelihatannya kamu bingung sekali.”Siska menyeka kedua matanya sebelum akhirnya menceritakan apa yang didengarnya di atap gedung perkantoran Roni tadi.“Apa, jadi mereka bikin berita viral?” seru Kavita terkejut. “Tidak nyangka.”“Sudahlah Vit, tidak apa-apa. Aku harap kamu sama Roni tetap jaga hubungan baik kalau suatu saat bertemu di jalan,” ujar Siska dengan senyum yang dipaksakan. “Mereka berdua cuma bermasalah sama aku, jadi kamu tidak perlu memihak.”Kavita mengulurkan tangan dan menepuk bahu Siska.“Kamu masih punya aku Sis,” katanya sambil tersenyum. “Aku mana bisa tidak memihak, nasib kita sama. Diduakan suami cuma karena dia merasa mampu secara finansial, sedangkan dia tidak mikir bagaimana perasaan istri mereka yang selama ini menemani langkahnya dari nol sampai bisa sukses seperti sekarang.”“Iya Vit, kamu juga tidak kalah menderita daripada aku.” Siska menimpali. “Tidak perlu sedih-sedih, semua posti
Wajah Roni langsung merah padam dan meminta sekretaris untuk mengantarkan tamunya ke ruangan rapat.“Anda jangan sok polos seperti anak sekolah,” sela Saga dengan berani. “Apa maksud foto di postingan grup media sosial? Anda itu bukan ibu aku! Ngapain Ayah bawa dia ke kantor?”Roni tertegun sebentar, tapi dia tetap berusaha tenang saat menghadapi kemarahan salah satu anak kandungnya ini.Selama Roni diam, Saga masih menatap tajam dengan sudut matanya. Satu tangannya tetap terjulur di atas bahu Saga yang tinggi dan lebar.“Kamu tidak perlu berlebihan,” kata Roni meminta Saga untuk masuk ke ruangan. “Itu cuma postingan random saja, tidak lebih.”“Postingan random dengan mengungkapkan fakta kalau Ayah ternyata mengkhianati Ibu?” Saga menggelengkan kepalanya. “Aku nggak bodoh Yah, nggak mungkin nggak terjadi apa-apa sama kalian berdua ...”“Saga, sopan sedikit.” Roni menegur. “Kalau kamu tidak percaya, kamu bisa tanya ibu kamu sendiri.”Saga yang sedang dikuasai amarahnya langsung melayan
“Enggak, jangan sampai kami terganggu gara-gara perbuatan ayah!” komentarnya. “Aku nggak menyangka ayah bertindak terlalu jauh ...”“Makanya kamu tidak perlu memikirkan masalah orang lain lagi,” ucap Siska sambil memperhatikan buku yang sedang dibaca Saga. “Kamu belajar saja yang rajin, ya?”“Iya,” jawab Saga. “Aku harus lulus dengan nilai yang maksimal.”Siska mengambil buku pelajaran Saga dan mengajaknya tanya jawab agar materi yang dipelajarinya bisa meresap dalam kepalanya. Alih-alih berkonsentrasi menjawab pertanyaan yang diberikan, Saga malah memikirkan wajah Ririn yang menyebalkan itu.Malam itu untuk kesekian kalinya Siska tidur di kamarnya yang lama. Dia tergolek lemas setelah selesai membersihkan seluruh ruangan yang kotor karena lama tidak ditinggali. Siska memejamkan mata dan berharap agar dirinya lekas terlelap sampai esok pagi, tapi bayangan Roni langsung hadir dan mengganggunya. Terbayang kembali di ingatannya saat mereka tinggal bersama, bagaimana Roni mencurahkan per
“Karena yang aku cari adalah istri tangguh yang setia,” sahut Roni tidak kalah angkuh. “Bukan istri yang setiap hari ganti pose di depan kamera ponsel terus menerus.”Ririn belum sempat menjawab karena saat itu pintu lift terbuka dan Roni tanpa membuang waktu lagi segera memasukinya.“Itu tadi istri kedua Roni kan?” tanya Pasha ketika dia dan Siska duduk di kursi yang sudah disediakan penanggung jawab acara.“Kamu betul,” jawab Siska. “Dialah orang yang paling ingin aku tendang dari kehidupan ini.”Pasha mengangguk paham.“Jadi dia yang membuat Roni berpaling sama kamu,” komentarnya.“Entahlah, aku masih tidak tahu pasti alasan Roni menduakan aku.” Siska mengangkat bahunya. “Kamu lihat sendiri aku bisa kasih dia tiga anak, karir dia meroket tinggi ... Aku kurang apa sih?”Pasha tersenyum kecil.“Kamu kurang beruntung, Sis.” Dia berkomentar sambil membetulkan posisi duduknya. Siska hanya mengangguk dan tidak mengatakan apa-apa, dia masih cukup terkejut dengan kehadiran Roni dan istri k
“Entah,” geleng Roni tetap tenang. “Aku cuma memberi tahu alasan kenapa aku lebih suka Siska jadi pegawai daripada pebisnis. Setidaknya aku bisa tetap mampu bersaing secara sehat dan unggul tanpa perlu menjatuhkan istriku sendiri.”“Ngerti apa aku soal persaingan?” hardik Ririn. “Aku baru saja mengenal dunia bisnis, itupun kamu kurang fokus karena masih memikirkan urusan Siska. Jadi jangan menghakimi aku untuk sesuatu yang tidak kamu ketahui!”Setelah selesai menyembur Roni dengan kemarahan, Ririn beranjak pergi untuk menyambut temannya yang sudah dalam perjalanan menuju rumah.“Kelakuan seperti itu kok ngaku-ngaku bisa jadi istri yang lebih baik dari Siska?” gumam Roni sambil geleng-geleng kepala. “Wanita jaman sekarang ....”Siang itu Siska menyempatkan diri untuk mengobrol dengan Kavita di mejanya setelah jam makan usai.“Vit, apa aku boleh mengetahui data penjualan kita beberapa bulan ini?” tanya Siska ragu-ragu.Kavita mengangkat wajahnya dan memandang Siska dengan saksama.“Tapi
Siska mengangkat bahu sambil tersenyum simpul.“Entahlah, aku cuma tidak mau konsumen memilih produk lain!” katanya bersemangat. “Dan aku kaget saat Pak Ezra memberikan bonus karena penjualannya meningkat.”“Oh ya?” sahut Pasha. “Pasti mereka memutuskan untuk beli di tempat kakakku karena terpesona sama kamu, Sis.”“Pasha! Jangan bilang begitu!” sergah Siska dengan wajah malu. “Aku cuma berusaha bersikap profesional dalam bekerja.”Pasha tertawa kecil.“Kamu memang memesona, Sis. Dari dulu sampai sekarang,” ucapnya sungguh-sungguh. “Oh ya, akhir minggu ini kita jalan-jalan ke pasar malam yuk? Mau tidak?”“Boleh, boleh!” angguk Siska antusias. “Sudah lama aku tidak pernah ke pasar malam lagi.”“Oke, ajak juga anak-anak kamu ya?” ujar Pasha sambil menghentikan salah seorang pelayan yang kebetulan lewat untuk memesan sesuatu.Selagi menunggu, Siska membaca pesan yang dikirimkan Roni untuknya dengan kening berkerut. Dia sudah telanjur membuat janji untuk pergi bersama Pasha dan tidak mung
Siska dan Pasha hanya tersenyum simpul saat melihat anak-anak remaja itu begitu gembira.“Ayo kita jalan sekarang,” ajak Pasha kemudian, Siska mengangguk dan membiarkan anak-anaknya berpencar dalam pengawasan Saga.Berhubung sedang weekend, pasar malam itu begitu penuh sesak dengan lautan manusia dari berbagai umur dan gender. Banyak orang yang mendirikan stan jualan seperti pernak-pernik, pakaian, sepatu dan hiburan mulai dari rumah hantu, kereta hias untuk mengelilingi area pasar malam, dan masih banyak lagi.“Mau jajan apa, Sis?” tanya Pasha. “Harum manis? Atau ... itu ada burger mini, mirip di sekolah kita dulu.”Pasha menunjuk penjual yang sedang membuat beberapa pesanan burger yang mengantre di depannya.“Boleh, aku beli itu aja.” Siska mengangguk setuju. “Kamu sendiri?”“Ya samalah,” sahut Pasha. “Yuk, kita ke sana.”Siska berjalan di samping Kalandra dan ikut mengantre sementara Pasha sudah memesan empat kue leker besar kepada penjualnya.“Aku yang pesan minum ya, Sha?” ujar S
Pasha mengangguk kuat-kuat, dia sendiri tidak habis pikir apa motif Ririn melakukan itu. Disuruh Roni kah? “Apa? Jadi Ririn adalah salah satu pelaku?” Siska terbelalak lebar ketika Pasha menyampaikan apa yang dilihatnya tadi. Pasha mengangguk. “Benar-benar keterlaluan, dia sudah bikin aku dan sahabatku malu luar biasa. Aku harus telepon Roni sekarang!” “Buat apa, mau bikin keributan?” “Istrinya yang kurang kerjaan, masa suaminya sampai tidak tahu?” Pasha juga sama herannya, dia tidak kuasa menahan Siska yang terlihat memendam emosi tak tertahankan. Sementara itu, Roni sedang berada di jalan ketika ponselnya berdering nyaring. “Siska ... Halo?” “Ron, kamu tuh bisa mendidik istri kamu atau tidak sebenarnya?” Siska langsung menyembur telinga Roni dengan api kemarahan. “Maksud kamu apa?” “Aku yang seharusnya tanya, maksud Ririn apa pakai ngumbar-ngumbar masa lalu aku di akun berita online?” “Aku tidak paham, ini aku juga baru saja dihubungi polisi karena Ririn ada di sana!” “B
Pasha memeluk bahu Siska dengan penuh kehangatan. “Aku janji akan menyelesaikan ini semua, aku juga resah sama pemberitaan itu.” “Maaf ....” “Jangan minta maaf, bukan salahmu.” Siska membalas pelukan Pasha dengan erat, dia bertekad ingin menatap langsung wajah pelaku yang telah mengganggu ketenangan hidupnya itu. “Pokoknya siapapun dia, aku mau dia dihukum berat.” “Pasti, biar dijadikan pelajaran oleh siapa pun untuk tidak menggali masa lalu seseorang seenak jidat.” Setelah pembicaraan mereka berakhir, Siska memutuskan untuk tidur karena dia ingin berangkat lebih awal ke kantor. “Gimana, Mas?” Di kediaman Roni, Ririn sedang menghidangkan secangkir teh hangat dan roti selai. “Aku dapat beberapa kontrak dari klien baru,” kata Roni memberi tahu. “Apakah klien itu dari mereka-mereka yang membatalkan kerja sama dengan perusahaan saingan kamu?” “Aku tidak tahu, karena aku tidak pernah tanya-tanya soal itu. Menurutku tidak bagus kalau kita terlalu menunjukkan kesenangan kita atas b
“Tapi aku belum punya bukti untuk menguatkan kecurigaan aku,” ujar Pasha menyesalkan. “Aku juga tidak mau kalau Cuma asal tuduh saja, semua kasus di dunia ini membutuhkan bukti.” “Kamu suruh orang saja untuk memata-matai Roni, cari yang profesional.” Ezra mengusulkan. “Oke, tapi aku juga harus tanya pendapat Siska dulu. Jangan sampai apa yang aku lakukan justru menimbulkan masalah baru.”Ezra memandang Pasha dengan sangat serius.“Kamu bertindak terlalu hati-hati ternyata.”“Bukankah harus? Keselamatan istri dan anak-anak sambungku juga harus dipikirkan,” kilah Pasha.“Aku setuju kalau yang kita bicarakan ini adalah tentang Shadan atau Monic yang agak-agak psikopat, tapi Roni? Aku bahkan tidak tahu menahu latar belakangnya selain dia adalah mantan suami Siska.”Pasha terdiam.“Dia pernah mendapat kontrak kerja di edisi sebelumnya,” katanya mengingatkan.“Ya, dua poin itu.”Setelah mempertimbangkan baik buruknya, pasha akhirnya setuju untuk mengintai Roni diam-diam.Beber
“Aku tahu Vit, kamu tidak perlu khawatir. Pasha tidak tinggal diam, aku yakin Pak Ezra juga akan berbuat sesuatu untuk pelaku yang sudah menyebarkan masa lalu kita ke orang banyak.” “Ezra juga mulai mengusut masalah ini, Sis. Biasanya dia kerja sama dengan suami kamu dalam segala hal kan?” Siska mengangguk. “Aku penasaran siapa pelakunya.” “Apa mungkin ... pelakunya adalah Yura?” Siska menatap Kavita dengan sangat lekat. “Tapi aku tidak ada urusan apa-apa sama Yura, Vit. Kalau betul dia pelakunya, maka sama saja dia sudah mengibarkan bendera perang terhadapku.” Kavita diam sambil berpikir. “Betul juga, kalau sama aku sih wajar. Yura tidak punya motif apa-apa untuk menjatuhkan kamu atau perusahaan Pak Pasha.” Sepasang sahabat itu sibuk berpikir dengan logika masing-masing. “Otakku buntu, aku tidak punya tersangka yang bisa aku curigai.” Siska akhirnya menyerah. “Kalau begitu biarkan suami-suami kita yang menyelidikinya.” “Betul, kamu juga jangan terlalu kepikiran. Masa lalu b
“Maksud kamu? Dih, aku nggak sebodoh yang kamu pikirkan! Kalau orang sudah nggak percaya, tentu mereka akan beralih untuk mencari perusahaan baru kan? Nah, situasi ini bisa kamu manfaatkan, Mas!”Roni terdiam, betul juga apa yang Ririn katakan. Namanya persaingan bisnis, sah-sah saja kan jika dia mengambil kesempatan dalam situasi seperti apa pun?***Untuk pertama kalinya sejak berita tentang masa lalu itu terbongkar luas di platform digital, Siska dan Kavita bertemu di kafe untuk minum kopi bersama.Kalau biasanya mereka memilih kafe standar masyarakat umum, khusus untuk pertemuan kali ini mereka memilih kafe ekslusif demi kenyamanan privasi masing-masing.“Vit, bagaimana kabar kamu?” tanya Siska begitu mereka duduk berhadapan.Wajah Kavita tampak sayu seperti orang yang kekurangan waktu tidur yang berkualitas.“Aku? Baik, Sis.”Suasana sedikit canggung, sehingga Siska bingung bagaimana cara untuk mencairkannya.“Kita ... sudah lama tidak bertemu, ya? Jujur aku kangen ngopi-
“Jadi ... kita diam saja, Sha?”“Untuk sementara, nanti kalau mereka sudah tahu dan bergerak, baru kita ikut bantu.”Siska terpaksa setuju, dia geram sekali dengan si pembuat berita yang mengumbar masa lalunya.Bahkan Kavita juga ikut dikulik habis-habisan.Sesuai dengan rencana Pasha, Siska tidak berani menghubungi Kavita sejak berita tentang masa lalu mereka beredar. Bukan apa-apa, dia merasa tidak enak hati sendiri jika harus pertama kali membahas topik itu.Meskipun jauh di sudut hatinya, Siska juga sangat penasaran mengenai kebenaran pernikahan kontrak yang terjadi antara Kavita dan Ezra, bos mereka sendiri.“Sha, Pak Ezra bagaimana?” tanya Siska setelah berdiam diri selama beberapa hari tanpa mengontak Kavita. “Setiap aku bertemu sama dia, sikapnya tidak ada yang aneh ....”“Mustahil berita itu belum sampai ke telinga Pak Ezra!” bisik Siska dramatis. “Kecepatan informasi di jaman ini kan benar-benar gila, Sha. Aku khawatir seandainya tanpa sepengetahuan kita, Pak Ezra d
“Besok ayah traktir sepuasnya, ayah baru saja dapat kontrak kerja ....”“Yes!”“Makan-makan!”Siska dan Pasha tertawa lebar bersama anak-anak mereka.Ketika kebahagiaan mewarnai keluarga baru Siska, hal yang berbeda justru tengah dirasakan Roni dan istrinya.Semangat Roni yang tadinya menggebu-gebu kini seolah tidak lagi ada, seluruh harapan yang semula dia pikul di pundak seketika luruh tanpa sisa.“Apa mungkin kamu bikin kesalahan yang bikin pemilik kontrak kerja itu nggak mau pilih perusahaan kamu, Mas?” tanya Ririn sok tahu.“Maksud kamu apa sih?”“Nggak mungkin kan kalau perusahaan kamu baik-baik saja, tapi kalah sama perusahaan suami Siska?”Roni melirik Ririn, ingin sekali dia mengomel karena ketidakpekaan istrinya. “Kamu tidak bisa baca situasi ya?”“Maksud kamu?”“Seharusnya kamu bisa lihat kan, apa yang aku rasakan sekarang ini?”Ririn melongo. “Kok jadi kamu yang terbawa perasaan sih, Mas? Aku kan tanya baik-baik ....”“Terserah,” potong Roni, dia berdiri dar
“Aku tidak bermaksud apa-apa, Rin. Takutnya kalau kamu berisik terus, aku tidak bisa dengar apa yang dikatakan pembawa acara.”Ririn semakin sewot mendengar alasan Roni yang menurutnya konyol sekali, memangnya suara dia sekeras apa coba?“Rin, lihat! Sebentar lagi akan diumumkan perusahaan siapa yang berhasil mendapatkan kontrak!” bisik Roni antusias.Mendengar ucapan Roni, kini giliran Ririn yang mengerutkan keningnya.Tadi katanya nggak boleh ribut, gimana sih. Perempuan itu membatin kesal.Di kursi lainnya, Siska dan Kavita tidak kalah tegang menunggu pengumuman pemenang kontrak. “Ezra atau Pak Pasha?” Kavita menoleh ke arah Siska.“Pak Ezra atau Pasha, bebas!”Kavita mengangguk, sebelah tangannya meremas jemari Siska untuk menyalurkan ketegangan yang terasa.“... akan ada dua perusahaan yang mendapatkan kontrak kerja ini, sehingga kolaborasi keduanya diharapkan bisa meningkatkan daya beli konsumen dan menjaga persaingan sehat di masa-masa yang akan datang.”Siska dan Ka
Ririn menganggukkan kepalanya seraya memahami layar laptop Roni yang menyala. “Dyaksa Company, itu perusahaan Siska?” celetuk Ririn. “Bukan, itu perusahaan pesaing aku. Siska kerja di situ sudah lama, sejak aku masih merintis dari nol.” “Oh ya? Terus kenapa dia masih jadi pegawai di sana setelah kamu sukses?” Roni menarik napas, dia berusaha mengingat kembali momen ketika Siska tidak ingin berhenti kerja dari Dyaksa Company. “Katanya dia merasa sayang sama pencapaian dia di perusahaan itu,” ucap Roni lambat-lambat. “Siska nyaman bekerja di sana, jadi dia mempekerjakan beberapa asisten rumah tangga demi pekerjaannya di Dyaksa Company. Padahal aku sudah bilang sama dia kalau aku sanggup memenuhi semua kebutuhan rumah tangga, tapi dia tidak mau melepaskan pekerjaannya.” Ririn bahkan sampai melongo mendengar penjelasan Roni tentang alasan Siska. Kok bodoh banget ya Siska itu, pikir Ririn. Punya suami sukses, disuruh berhenti kerja malah nggak mau. Kan enak tinggal ongkang-ongkang ka