Nova membisu, meski tahu tuduhan yang Mark layangkan padanya tidak memiliki dasar. Jauh di dalam lubuk hatinya ia mengerang. Sakit hati. โSudah aku duga, kamu menyukai sepupuku.โ Mark menyambung lagi. Raut wajahnya kecut, bahkan ia tak sungkan memalingkan wajahnya ke arah lain. Semakin menggebu menunjukkan kekecewaannya pada Nova.โIni semua tidak seperti apa yang kamu pikirkan, Mark. Dengarkan aku dulu. Bukankah seharusnya saat ini aku yang marah padamu?โ Mark diam. Otot-otot di wajah yang semula menegang kini mengendur. โK-kenapa harus kamu yang marah? Jelas-jelas hari ini kamu kabur dari rumah sakit hanya demi menemui Mario. Sedangkan kamu tahu sebentar lagi kita akan menikah. Anak kita juga menunggu kamu di rumah sakit.โ Sekali lagi, Mark berhasil membuat mental Nova hampir jatuh. Astaga! Apakah pria ini tidak bisa sedikit saja berpikir positif? Baru bertemu selama beberapa menit saja, Mark sudah berhasil membuat Nova geram setengah mati. Sikap posesif Mark tidak bisa diganggu
โAku setuju dengan rencana keuangan yang sudah kau susun. Tapi ku harap kau jangan menulis namaku di surat saham. Aku akan memberikan detailnya padamu lewat email.โ Tubuh tinggi menjulang, beranjak dari kursi kemudian berdiri seiring mulut Mario yang terus mengoceh. Di depannya, Angga bersedekap. Kedua tangannya mengunci area dada bidangnya yang sedikit terekspos karena tiga kancing kemeja bagian atas sengaja dibuka. Bukan, bukan untuk menarik para lawan jenis yang sengaja berlalu lalang di depan meja mereka, melainkan karena suasana rapat internal dengan Mario membuatnya gerah. โBaiklah. Aku tunggu detailnya malam ini. Agar aku bisa menyelesaikannya sesegera mungkin dan kembali ke Indonesia,โ balas Angga. Sebelah alis Mario terangkat, mengejek. โKau yakin akan kembali ke Indonesia?โ โAku harus. Ada seseorang yang akan menuntutku untuk kembali.โ Jawaban Angga terdengar menarik bagi Mario. Niatnya pergi pun urung. Alih-alih meninggalkan Angga sendiri di kafe ini, seperti niatnya
Tepat di depan pintu masuk, dua orang pria bertubuh besar berdiri di sisi kanan dan kiri pintu sambil menatap Aurora penuh selidik. Di pikirannya, tak terlintas situasi apa yang sedang terjadi di butiknya saat ini. โPermisi,โ gumam Aurora sambil melangkah mendekati pintu. Namun, tangan kedua orang itu menghadang jalannya.โApakah anda Nona Aurora? Pemilik butik ini?โ tanya salah satu bodyguard dan diangguki oleh Aurora.โTuan dan nyonya sudah menunggu anda sejak setengah jam lalu. Mohon bersikap profesional di hadapan mereka.โ Aurora menelan ludah berat. Tuan? Nyonya? Siapa mereka?Meski peluh di tubuhnya mengucur deras karena situasi tegang yang ia hadapi saat ini, Aurora mencoba menepis pikiran negatif yang terus berseliweran di kepala. Sambil memupuk keberanian dan sikap profesional, Aurora melangkah masuk ke dalam. Di sana sudah ada empat orang asing yang berdiri mengelilingi butik. Dilihat dari bagaimana cara mereka berinteraksi, Aurora menduga mereka adalah sekelompok keluarg
Wanita mana yang tak sakit hati mendengar sebuah pengakuan dari sosok di luar rumah tangganya? Terlebih lagi, pengakuan itu adalah hal yang tidak mungkin mustahil terjadi mengingat sosok itu pernah menjalin hubungan dengan suami Kania.Baik Kania maupun Bryan terdiam. Pemandangan itu lantas membuat Amanda menyuarakan kemenangannya. Ia berjalan mendekati Bryan, meraih tangan pria itu lalu menaruh tangan Bryan di atas perutnya.โSayang, ini anak kita. Kamu tidak berniat menyapanya?โ tanya Amanda. Senyumnya menyimpan misteri yang terlalu dalam untuk digali. Kania yang duduk di atas brankarnya, menatap tingkah mantan kekasih suaminya ini dengan sorot tak suka dan penuh kebencian. Kedatangan Amanda membuat suasana hati Kania semakin hancur. Sudahlah tubuhnya masih lemah karena pendarahan tadi, kini mentalnya kembali diuji oleh sikap Amanda. Namun, apalah daya. Kania tidak memiliki upaya untuk menghalau Amanda. Apalagi Bryan sama sekali tidak memberikan penyanggahan apapun. โSepertinya a
Nova menatap lekat-lekat wajah putranya. Tidak menyangka bayi mungil itu kini berada dalam dekapannya. Dari wajah, hidung, dan bibir, Nova perlu berbangga diri karena tiga bagian wajah itu merupakan warisan darinya. โMama kasih kamu nama Cerran, abjad depan yang sama dengan putri mama juga. Mama harap kamu menjadi anak yang penyayang dan selalu bahagia.โ โAku sudah memberinya nama Darren, kenapa kamu ubah lagi?โ Terlalu fokus dengan sang buah hati, Nova hampir saja melupakan eksistensi Mark yang ada di sana. Ia menatap Mark yang duduk di sofa, di sudut ruangan tengah menata dua helai terakhir pakaian Nova ke dalam mini koper.โKamu bisa memanggilnya dengan nama itu. Tapi di sini, aku adalah pemegang hak penuh atas Cerran. Jadi aku bebas memberi nama untuk anakku,โ balas Nova acuh. Ia tidak.memungkiri perubahan sikapnya terhadap Mark belakangan ini. Hasrat untuk bercengkrama dengan Mark, ataupun meromantisasi hubungan keduanya tak lagi Nova miliki. โKamu masih marah sama aku?โ Mark
โKondisimu sudah membaik. Kamu diizinkan pulang hari ini, Angga,โ ucap Hye in. Keputusannya mengundang kelegaan di dada Angga setelah dua hari menginap di rumah sakit. Pun menghadapi kenyataan mengejutkan bahwa Hye in adalah dokter spesialis jantung yang mengurus pengobatan Angga beberapa hari ini. โSyukurlah, aku bisa sedikit bernapas lega sekarang,โ balas Angga puas. Ia mengalihkan perhatiannya dari ponsel ke arah Hye in. Wanita itu semakin dekat dengan brankar yang ditempati Angga. Snelli putih dan stetoskop setia menemani Hye In selama perjalanan karirnya. Kenyataan bahwa Hye In adalah bagian dari tim.medis yang menangani Angga cukup membuat pria itu tercengang. Siapa sangka, Hye In yang ia kenal dari kejadian tanpa sengaja juga merupakan kawan lama dari Dar Hyun. โAkhirnya kamu bisa pulang dan bertemu sahabatmu,โ sindir Hye In disusul dengan gelak tawanya yang khas. โApa kau mau ikut pergi menemuinya? Bukankah kau sudah lama tidak bertemu dengan Dae Hyun?โ Angga memberi saran
โPelan-pelan, sayang. Apa posisi dudukmu sudah nyaman?โโSudah. Ayo kita pulang.โ Nova menjawab. Hari ini adalah harinya pulang ke unit apartemen. Kebahagiaannya ditambah dengan kehadiran bayi mungil yang sekarang ada dalam dekapannya. Paras tampan dan lesung pipi dalam membuat Nova tak ingin beralih sedikitpun pada hal lain, selain Cerran. Cerranoa, ya bayi itu hanya memiliki satu nama dari empat suku kata. Salah satu nama unik dan indah dari sekian banyak nama yang Nova siapkan. Pada akhirnya, hatinya jatuh pada nama bermakna prajurit laki-laki yang tenang dan membuat nyaman. Kehadiran NoaโNova memutuskan mengganti nama panggilan putranya-nyatanya mampu memberikan ketenangan batin bagi Nova di tengah banyaknya deburan ombak masalah yang membuat kapal kehidupannya hampir karam. โMark, bisakah kita mampir ke mini market di lantai dasar sebelum pulang? Ada yang perlu aku beli,โ kata Nova. Di atas kursi roda, Mark membawa wanita itu keluar dari ruang inap yang sudah ditempati Nova
โDodi, tolong bantu aku ajukan kasus ini ke proses penyidikan.โ Xavier membuka pintu ruangannya melihat Dodi berkutat dengan laptop langsung melayangkan sebuah map warna biru ke atas meja pria itu. Sederet perintah tak luput keluar dari mulut Xavier hingga Dodi harus menaruh fokus cukup banyak pada atasannya itu. Penasaran, Dodi membuka map itu. Lantas isinya membuat matanya terbelalak. Tak hanya itu, tangannya bergetar ketika lembar demi lembar dokumen itu terbuka. โPak Xavier, ini bukannyaโโ โPastikan berkasnya masuk hari ini juga. Aku harus datang ke persidangan lain nanti siang.โ Xavier menghempaskan tubuhnya di kursi. Di balik meja kerja dimana setiap bendanya tersimpan dengan rapi. Tidak peduli kegelisahan yang sedang dirasakan oleh Dodi. โKamu yakin mau angkat kasus ini, Pak? Kasus ini baru aja naik ke media setelah sekian lama ditutup,โ kata Dodi, menyodorkan tablet pintarnya ke hadapan Xavier. Keluarga aktivis menuntut kasus bunuh diri massal di depan gedung pemerinta
Kamar hotel yang Nova pijaki saat ini terlihat lebih layak untuk dihuni dirinya dan bayi mungil yang kini terlelap di dalam stroller. Ketika memasuki kamar itu, rasanya jauh lebih tenang dibandingkan kamar hotel yang Nova tinggali sebelumnya. Setelah perbincangan panjang yang ia lakukan dengan Angga, pada akhirnya Nova menyetujui ajakan Angga untuk meninggalkan tempat itu. Dua hari Angga memberikan Nova waktu untuk berpikir keputusan mana yang akan ia ambil antara menetap di Korea sendirian atau menerima ajakan Angga untuk kembali ke Indonesia. โIni kamar yang akan kamu tempati selama tiga hari ke depan,โ kata Angga. Pria itu mensejajarkan langkahnya dengan Nova ikut memindai desain interior yang estetik didominasi warna putih dan biru. โBerkas pemindahanmu sedang aku urus. Tiga hari lagi kamu bisa kembali ke Indonesia. Dan jika kamu butuh apapun, kamu bisa panggil aku. Kamarku ada di sebelah,โ ucap Angga lagi. Ia tersenyum canggung pada Nova, dan dibalas dengan hal yang sama. โ
Tidak ada sedikitpun kebohongan di mata Angga ketika Nova mencoba menjelajah titik kejujuran di iris hitam Angga. Pria itu, masih berdiri di posisi yang sama. Sorot matanya cukup mampu membuat nyali Nova menciut. Angga tidak hanya memaparkan sebuah fakta, melainkan juga membujuk Nova untuk mengakui ada sesuatu yang hilang dalam diri wanita itu.Nva berkata lirih, ketika ia sadar situasi tidak berpihak padanya. โKalau kamu tahu aku yang membunuh adikmu, kenapa kamu tidak penjarakan aku saja alih-alih balas dendam?โ tanya Nova.Angga masih menatapnya lamat, dari bagaimana pria itu bersikap Nova tahu Angga tidak memiliki sedikitpun niat untuk menjerumuskan ke dalam bui. โMenyeretmu ke dalam penjara juga butuh bukti dan pengakuan langsung. Aku sempat merencanakan itu sebelumnya tapiโฆโ ucap Angga menjeda. Sesuatu di dadanya mulai mengusik. โRasa cintaku padamu saat ini jauh lebih besar dari dendam yang pernah tertanam di hatiku.โ Setitik euforia kecil bergema di hati Nova. Sebuah alasan y
Hari itu, seharian langit tidak secerah biasanya. Rintih hujan terus membasahi setiap sudut kota dan menyelimutinya dengan aroma romantis. Seorang wanita berjalan di antara lalu lalang orang-orang yang sibuk menghabiskan waktu bersama di akhir pekan. Sedangkan dirinya, sepeninggalannya dari rumah tadi, hanya kekesalan yang berusaha ia kendalikan. Langkah kaki wanita itu terasa berat. Apalagi tiap kali melirik ke ponselnya dan membuka pesan berisi video yang membuat dadanya berkecamuk. Sesampainya di depan sebuah gedung kos, wanita itu melepas sepatu flatnya yang basah. Menggedor pintu kayu di depannya dengan tidak sabar. Tak lama, seorang pria keluar dari kamar itu sambil memamerkan raut wajah bingung. โKamu mau kesini kenapa tidak bilang dulu, sayang?โ tanya pria itu. โKamu harus jelasin sama aku akan satu hal,โ balas wanita didepannya. Sorot mata tajam menghunus langsung ke ulu hati Andre, pria itu. โJelasin apa, Nova? Apa aku buat salah?โ Alih-alih menjawab, Nova malah menero
Sofa biru muda di depan ranjang menjadi tempat Nova singgah sejak beberapa saat lalu. Di depannya sudah tersaji sepiring pasta yang Angga beli dari layanan pesan antar. Pria itu, kini tengah disibukkan dengan teko portable yang mengeluarkan kepulan asap. Aroma kopi menguar memenuhi setiap sudut kamar ini. Pergerakan Angga diam-diam menjadi objek pengamatan Nova. Setiap hal yang pria itu lakukan kini menjadi perhatiannya. โKenapa tidak dimakan? Apakah menunya tidak sesuai seleramu?โ tanya Angga. Ia mengambil posisi duduk di depan Nova. Sambil menaruh secangkir kopi di hadapan wanita itu. โAku kenyang. Kamu saja makan masakan buatanmu,โ jawab Nova ketus. Pandangannya sengaja beralih ke arah lain demi menghindari sesuatu yang terasa menggetarkan dadanya tiap kali menatap Angga. Angga menarik piring pasta dari hadapan Nova. Mengaduk pasta itu perlahan, kemudian menyodorkannya ke hadapan Nova. โBiar aku suapi,โ kata Angga. Nova terlalu lama tenggelam dalam lamunan, hingga ia tidak me
Kata orang, cinta juga bisa datang terlambat. Sama halnya seperti momen ini. Momen dimana sekujur tubuh Nova mematung saat berhadapan dengan sosok yang menghujam hatinya dengan kerinduan mendalam. Otaknya terasa mati karena Nova tidak bisa mendeteksi perintah apapun dari sana. Sedang Nova bergeming, ada sosok yang kini menatapnya penuh harap. Sosok itu berdiri tegak. Setegar karang yang tak jera menghantamnya dengan gelombang. Banyak cara Nova lakoni untuk menghabiskan keberanian Angga agar tak lagi menemuinya. Berharap dengan memupuk benci, hal itu akan membuat jarak diantara mereka semakin panjang. Sayang, yang terjadi justru kebalikannya. Angga lantang menerabas gelombang, hingga sebagian kecil dari dirinya enyah. Tidak lagi Nova lihat sorot angkuh di mata Angga, pun gestur cinta berlebihan terhadap diri sendiri pada pria itu. Berat Nova mencoba untuk menelan ludah, tapi, Angga justru mulai kembali bersuara. โAku tahu ini keterlaluan. Tapi aku mohon, kali ini kita bicarakan dar
Secarik kertas di tangan Angga konsisten membuat pikiran pria itu terus berputar. Di dalam kursi pesawat, pemandangan kota-kota kecil di bawah sana sama sekali tidak menarik minat Angga untuk beralih sedetikpun dari kertas itu. โKau sudah menatap kertas itu hampir satu jam lamanya, Tuan. Apa kau tidak ingin melihat pemandangan indah di luar jendela itu?โ Suara Chris membuat Angga mendongak. Ia menatap sang asisten dengan sorot jengah seraya menghembuskan napas berat. โKapan pesawat akan landing?โ tanya Angga. Responnya sangat jauh dari konteks obrolan yang dibangun oleh Chris. โBukannya ini sudah dua jam?โ โKurang lebih lima menit lagi kita mendarat, Tuan. Bersabarlah, kesabaran akan berbuah manis,โ jawab Chris. Pria itu kembali memandang lurus ke depan. Dimana para pramugari tengah sibuk memberikan peringatan untuk mengencangkan sabuk pengaman. Angga kembali berkutat pada pikirannya. Bayangan ekspresi wajah Nova berubah-ubah di sana sesuai dengan asumsi-asumsi yang Angga ciptakan
Sudah satu minggu lamanya, Mario menetap di hotel yang sama dengan Nova. Menjadi garda terdepan bagi nova tanpa diminta. Sore ini langit cukup cerah namun perlahan beranjak mengabu sebelum matahari benar-benar pamit dari altarnya. Mario bangkit dari sofa, diikuti sang asisten di belakangnya. โKau sudah dapat informasi yang aku minta?โ tanyanya sambil melangkah menuju mini bar di sudut ruang santai. โSudah, Tuan. Saya dihubungkan oleh asisten beliau yang kebetulan sedang berada di Korea saat ini. Menurut informasi, Pak Angga sedang sakit.โ โSakit?โ Mario mengulang. โIya, Pak. Saya sudah coba mencari tahu tentang penyakit beliau, tapi Asisten pribadinya tidak bersedia memberi informasi detail.โ โTapi, kau sudah lakukan apa yang aku minta โkan?โ Sang asisten mengangguk mantap. โSudah, Pak. Beliau bersedia untuk bertemu malam ini jam tujuh.โ Melihat pemandangan di luar jendela besar kamar hotelnya, Mario beralih pada arloji di tangan. โSudah pukul enam. Kita berangkat sekarang saj
Lampu remang-remang di dalam klub malam di tengah kota Seoul ini membatasi pandangan Chris yang masuk ke dalamnya. Muda-mudi berlenggak-lenggok di lantai dansa. Di bawah lampu sorot mengikuti irama musik beat yang menggila. Pandangan Chris mengedar ke segala penjuru. Ia langsung bergegas dari bandara ke sini setelah menghubungi Angga. Kabarnya, pria itu berada di sini, namun sampai sekarang Chris belum menemukan petunjuk tentang keberadaan bosnya. Pergerakan Chris di tengah kerumunan orang-orang yang berdansa, menarik perhatian beberapa wanita di sana. Sesekali terdengar mereka mencoba menggoda Chris dengan panggilan-panggilan nakal. โHai, tampan. Kau sendiri saja?โ Seorang wanita mendekati Chris. Dua bingkai lensa di mata Chris ia koreksi saat berhadapan dengan wanita itu. โKalau kau datang sendiri, aku mau menemani,โ ucap wanita itu lagi. Rambut panjangnya sengaja dikibaskan di depan wajah Chris. Aroma bunga menguar setelahnya. Jelas, wanita itu sedang berusaha untuk menarik perh
โBagaimana bisa Anda membiarkan orang dengan kondisi mental yang terganggu, bepergian sendirian bahkan, mengurus bayi? Apalagi Anda bukan suaminya.โ Seorang pria paruh baya dengan seragam kepolisian menginterogasi Mario dengan segerombol pertanyaan. Ia menghela napas panjang, hendak menyela ucapan sang polisi namun pria itu terus berceloteh, tidak memberikan kesempatan bagi Mario untuk menjelaskan. โAnda tahu โkan? Apa yang Anda lakukan bisa disebut sebagai bentuk kelalaian dan berpotensi menyakiti orang lain.โ โSaya paham, Pak. Itu mengapa saya ada di sini sekarang. Saya akan menebus Nova dan mengikuti prosedur hukum yang berlaku. Tolong beri sedikit keringanan untuk Nova. Bagaimanapun dia masih punya tanggung jawab untuk mengurus anaknya yang masih bayi,โ ucap Mario panjang lebar. Tidak akan ia sia-siakan kesempatan untuk bicara. Tujuannya saat ini adalah membebaskan Nova dari hukuman paling berat. Mario mengikuti semua prosedur hukum yang berlaku atas pelanggaran yang Nova laku