Beranda / Romansa / Pernikahan Dini : Brittle / 7. Si Bayi Butuh Pakaian

Share

7. Si Bayi Butuh Pakaian

Penulis: Chanie1001
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

       Biya menjilat bibirnya gugup, tidak ada siapa - siapa di kamar ini. Bukan karena takut, dia bahkan sudah biasa sendirian. Biya hanya malu sendiri dengan apa yang di lakukan Brian pada bibirnya.

Demi apapun, ciuman pertamanya di ambil Brian saat itu dan yang kedua lalu ketiga, rasanya Biya bisa gila di peluk malu dan sedih. Sedihnya karena Biya merasa tidak ada bedanya dengan Yuna CS. Apakah setelah bibir lalu turun ke_

Biya menggelengkan kepalanya cepat, mencoba menepis semua pemikiran anehnya. Biya kembali gelisah, banyak sekali yang memberatkan pikirannya.

“Kenapa belum siap - siap?”

Biya tersentak kaget di duduknya. Nafasnya terasa tersedot tiba - tiba. Biya kembali menundukan kepalanya.

“Kenapa?” Brian berdiri menjulang tinggi di depan Biya yang terduduk itu, di usapnya kepala mungil yang sering berpikir dan gampang di tebak itu.

“Em.. Anu..” Biya meremas lengan jaket yang kepanjangan itu. Jelas kepanjangan karena itu jaket milik Brian.

Brian mengamati pakaian Biya, hanya memakai jaketnya yang kebesaran.“Kemana gaun kamu?” mata Brian mengedar liar mencari gaun itu.

“A-anu, jatuh__basah..” cicitnya di akhir.

Brian menghela nafas pendek, dia harusnya lebih peka. Selama tidak ada ibunya ya Biya tidak punya pakaian. Brian tidak mengerti banyak soal perempuan.

Brian menepuk jidatnya, harusnya dia biarkan Amora membawa Biya belanja. Brian benar - benar bodoh semenjak kenal Biya. Dia terlalu hanyut dengan rasa sukanya.

“Aku engga mau di tunda lagi, aku mau ketemu ayah..” suara Biya memang pelan, namun tidak gugup Seperti sebelumnya.

Brian mengamati penampilan Biya, gaun lainnya mungkin di cuci. Tapi masa iya Biya memakai jaketnya saja.

“Beli dulu baju buat kamu, tunggu sebentar..”

Biya dengan berani menahan tangan Brian lalu menggeleng.“Jangan, aku engga mau ngerepotin kamu, aku bisa a-ambil di rumah..” cicitnya di akhir.

Brian membingkai wajah Biya dengan gemas.“Bayiku yang manis, denger ya, kamu engga ngerepotin sama sekali..” senyum tipis kini terbit dari bibir Brian.

Biya sontak merona, wajahnya kian memerah. Biya berdebar dan tidak berani menatap Brian.

Di cubitnya pelan pipi Biya.“Gemes..” gumam Brian pelan lalu membawa langkahnya keluar, dia membeli baju perempuan? Hm semoga saja bisa.

***

Brian memasuki toko khusus pakaian perempuan, tatapannya mengedar dengan bingung. Harus dari mana dia memulai?

"Bisa saya bantu, kak?" pegawai laki - laki itu bertanya dengan ramah, tersenyum dengan penuh kesopanan.

Brian tersenyum tipis sebagai kesopanan."Mau cari pakaian, perempuan_" Brian mengamati pakaian di sekitarnya."yang terbaru dan populer yang mana ya mas?" lanjutnya.

Brian bingung dengan bentuk - bentuk pakaian wanita di depannya. Brian hanya tahu kaos, kemeja, jas.

"Untuk usia remaja SMP di sini, kak_kalau untuk dewasa di sebelah sana.." tunjuk pegawai itu dengan ramah.

Oh ternyata dia berada di tempat pakaian anak SMP, entah kenapa mereka sepertinya seukuran dengan Biya.

Brian mengikuti pegawai itu, mulai memilih beberapa gaun yang menurut Brian bagus untuk Biya.

"Ambil ini__" selanjutnya Brian mencomot asal apapun yang ada di sekitarnya."sudah, mas.." lanjutnya lalu mengekor lagi menuju kasir.

Semoga saja Biya suka dengan apapun yang dia ambil asal itu. Brian sungguh tidak paham dan belum tahu selera Biya seperti apa.

***

“Ini belum di taliin, dasar bayi..” gemas Brian seraya meraih tali pakaian yang ada di belakang tubuh Biya.

Biya kembali merona, rasanya dia belum terbiasa dengan perhatian - perhatian yang di berikan Brian. Biya masih butuh adaptasi.

“Makasih..” kata Biya dengan malu - malu, salah tingkah juga.

Brian mengusap puncak kepala Biya dengan gemas. Di raihnya tangan Biya, di genggam lalu menuntunnya menuju motor.

“Pake motor ya, mobil lagi di bengkel..” kata Brian seraya memasangkan helm pada Biya dengan penuh perhatian.

Bagi Biya, mobil maupun motor sama. Bahkan Biya sudah terbiasa dengan angkutan umum atau lebih parahnya jalan kaki.

“Makasih..” ucap Biya dengan tersenyum tipis.

Brian menatapnya, ikut tersenyum dengan berbinar senang. Brian tidak menyangka dengan kecepatan perasaan yang menerobos hatinya.

“Cantik..” Brian membingkai wajah Biya yang perlahan merona itu.“terus senyum, Bayi..” pintanya.

Biya mengerjap gugup, perlahan mencoba melepas bingkaian tangan Brian di wajahnya.

“Ayah, Brian, aku mau ketemu, ayo..” ajak Biya dengan di akhiri senyum canggung. Biya sungguh sudah tidak sabar ingin bertemu ayahnya.

Wajah Brian perlahan cerah, Biya sudah berani berbicara dengan menatap matanya langsung.

“Ayo..” Brian berseru dengan bahagia, benar - benar di mabuk cinta. Perasaan pertama yang menyapa Brian. Wajar saja dia tidak terkendali.

Brian mengangkat Biya hingga duduk di jok motornya yang tinggi itu. Biya yang masih terkejut, mengusap dadanya kaget dengan tindakan Brian yang tiba - tiba itu.

Sesuai panggilannya. Biya di perlakukan seperti bayi...

***

Brian berdecak tak suka."Ngapain liat segerombolan itu? Mau di godain sama mereka?" nada suaranya jelas terdengar posesif.

Biya mengerjap bingung, memangnya yang dia lihat salah? Biya hanya melirik karena mereka terlihat, tanpa ada maksud lain. Sungguh...

"A-aku engga gitu.." Biya terdengar lirih, lebih tepatnya tidak mengerti kenapa Brian sepertinya marah.

Brian menyalakan mesin motornya, di susul Biya yang kini sudah naik ke atas motornya.

Sebelum berlalu, Brian melirik segerombolan itu dengan tajam. Seolah menegaskan untuk tidak macam - macam pada Biyanya.

Biya memeluk sekeranjang buah itu, bibirnya tersenyum tipis. Dia senang bisa memberi ayahnya buah - buahan walau uangnya dari Brian. Selama ini, Biya hanya bisa merawat ayahnya tanpa bisa memberikan keinginannya yang selalu ingin buah - buahan.

Biya tidak akan marah pada ayahnya, dia tahu kenapa ayahnya berubah begitu. Biya juga sama hancurnya. Biya hanya bisa menyayangi ayahnya karena hanya dia satu - satunya harapan Biya untuk tetap bertahan walau sering di lukai.

"Pegangan!" Brian berujar ketus, dia masih merasa cemburu dengan kejadian tadi.

Biya sontak berpegangan pada pinggang Brian, mulai mengamati sekitar dengan perasaan tenang.

Bisakah dia percaya pada Brian?

Dengan kebaikan yang laki - laki itu lakukan, haruskah dia masih tidak percaya kalau dia tidak akan membullynya?

"Sebentar, beli dulu minum.." Brian butuh air, dia haus karena merasa gerah oleh cuaca dan juga gerah oleh kejadian tadi.

Brian tahu kalau Biya tidak maksud  tapi tetap saja. Brian tidak suka miliknya di pandang dengan begitu penuh ketertarikan seperti itu.

Brian rasanya ingin mencolok semua mata mereka. Untung emosinya bisa dia telan karena dia tidak mau membuat Biya semakin takut padanya.

Brian mengusap kepala yang terbungkus helm itu."Lo bikin gue puyeng, bayi.." lalu di cubitnya pelan hidung mungil itu.

Biya mengerjap, mengekor di belakang Brian yang kini masuk menuju mini market.

"Mau beli apa?" Brian mengusap lagi kepala yang di balut helm itu.

"Engga.." Biya tersenyum tipis, merasa kembali aman saat suara Brian kembali lembut tak seketus beberapa menit yang lalu.

"Biar sekalian, nanti langsung pulang ga keluar lagi.."

Biya terdiam, mencoba memikirkan apa yang mungkin saja ingin dia beli. Tunggu! Apa dia punya uang? Masa harus merepotkan Brian lagi.

"Jangan sungkan, bilang semuanya.." Brian terdengar serius dan mendesak Biya untuk tidak ragu meminta apapun padanya selagi bisa dia berikan.

"Beli pem-pem_"

"Pembalut, sama apa lagi?" potong Brian dengan santainya. Jelas santai, dia sudah biasa di suruh Amora untuk beli ini dan itu.

Bab terkait

  • Pernikahan Dini : Brittle    8. Brian Emosi

    Biya merasa tangan yang di genggam Brian kini berkeringat, karena hanya tinggal beberapa langkah lagi kakinya akan sampai di ruangan yang di tempati ayahnya.“Bri-Brian_” Biya menatap canggung wajah Brian yang tampan bak dewa itu.“a-aku em sebentar_” di tarik tangannya yang berada di tangan Brian itu.Keduanya tengah berdiri di samping pintu yang menjadi ruangan Rudy di rawat. Biya membiarkan kedua tangannya saling meremas gelisah.“Tarik nafas_buang” Brian mengusap bahu Biya, mencoba membuatnya tenang.“_ada aku bayi, tenang_ semua pasti baik - baik aja..” yakinnya.Biya menelan ludah, menatap wajah maskulin Brian dengan gugup. Suara dan wajahnya sungguh berbeda.Tidak akan ada yang percaya kalau wajah tampan namun menakutkan itu memiliki suara yang lembut. Bahkan membuat Biya nyaman.

  • Pernikahan Dini : Brittle    9. Biya Sakit

    Brian meraih helm di tangan Biya, menyimpannya lalu bercermin sesaat sebelum menggandeng Biya menuju ke dalam gedung sekolah.“Brian_” Biya melirik Brian dengan ragu dan canggung.“ki-kita pisah aja sekarang..” dengan pelan Biya berusaha menarik tangannya dari genggaman Brian.“Kenapa? Kelas kamu masih cukup jauh..” Brian berujar acuh.“Itu_” Biya mengedarkan pandangannya dengan tidak nyaman.“aku engga nyaman, lebih baik_”“Diem, ngikut aja jangan banyak berpikir, bayi..” Brian berujar santai tanpa menatap Biya, melainkan menatap sekitar dengan memindai tajam.Tak lama, keduanya sampai di depan kelas Biya. Brian melepaskan genggamannya, membuka jaketnya lalu di pakaikan pada Biya.Brian ingin menegaskan kalau Biya itu miliknya, jangan ada yang berani mengusiknya.“Jaketnya kenap_”“Pake aja, sayang..” Bria

  • Pernikahan Dini : Brittle    10. Perhatian Brian

    Angga, Waldi, Satria sudah berada di ruang inap Biya yang baru di pindahkan pada ruang VVIP itu. Brian terlihat lahap memakan nasi padangnya. Angga memang tahu sekali selera Brian.“Lo gimana sih, masa anak bayi di kasih saos_” setelahnya Angga cekikikan.Waldi mengangguk.“Orang tua macam apa yang nyumpel mulut bayinya pake saos..” sindirnya.Brian mencoba abai.Satria mengamati Biya yang terlelap tanpa terganggu, bahkan tawa menggelegar Waldi tidak membuatnya terusik.Satria menepuk bahu Brian.“Bri, dia masih nafaskan?” tunjuknya pada Biya yang terlelap di atas kasur pasien.Brian mengunyah santai nasinya lalu mengangguk.“Nafaslah bego! Anjing banget pikiran lo!” semprot Brian dengan mulut penuh.

  • Pernikahan Dini : Brittle    11. ILY, Bayi..

    Susilo bersiul, melayangkan tos ria pada Brian yang tengah berkumpul dengan para teman - teman tongkrongannya yang lain itu. Matanya memicing geli, menggoda Brian yang jarang kumpul itu.“Pengantin baru kenapa jarang nongkrong, hm? Ngasik keluar - masuk?”Brian tersenyum kecil, menerima tosan itu.“Dia bukan cewek yang bisa gue masukin, bang__” Susilo pun duduk di samping Brian.“dia cuma bisa bikin gue gemes_” lanjutnya.Angga, Waldi dan Satria sontak bersorak geli paling heboh di antara yang lainnya. Sungguh tidak biasa mereka membahas hal menye - menye di tongkrongan. Biasanya kalau tidak selangkangan ya minuman atau balapan yang di bahas.“Cielah! Anak muda emang beda, dah berumur mana bisa pikirin yang gemes - gemesan__kepuasan sih iyah!” seru Susilo seraya meraih gelas sloki bersih lalu menuangkan minuman beralkohol yang cukup bermerk itu.Brian ha

  • Pernikahan Dini : Brittle    12. Bayi Butuh Brian

    Brian mengendus leher Biya, mengabaikan ketidak nyamanan gadisnya itu. Televisi di depan mereka tidak berhasil menarik perhatian Brian.“Brian__” Biya menahan wajah Brian dengan tangan mungilnya.“geli, berhenti..” pintanya.Brian mengulum senyum.“Iya, Bayiku sayang..” di kecupnya pipi Biya sekilas dengan kedua tangan masih melilit memeluk Biya.Biya tersipu, jantungnya berdebar. Pengalaman pertama baginya bisa sedekat ini dengan laki - laki.“Bayi, di sekolah kita umumin ya..” Brian kembali mendekat, mengendus leher Biya yang selalu manariknya untuk mendekat. Seperti ada magnet.Biya menggeliat, kembali menahan wajah Brian.“Umumin? Umumin apa, Brian?” tanyanya tidak paham.“Kita pacaran__” Brian mengecup hidung mungil Biya dengan gemas.“aku mau semua orang tahu, kamu punya, Brian Adrazi Rulzein..” bangganya.Bi

  • Pernikahan Dini : Brittle    13. Biya Masih Di Bully

    Brian masih saja senyum - senyum sendiri. Siswa yang sering Brian bully pun di biarkan hanya lewat. Padahal siswa itu sudah mempersiapkan diri jika Brian menariknya ke belakang sekolah.Bahkan saat Brian berjalan ada yang menyenggolnya, biasa ngamuk kini acuh dengan senyum masih terbit. Efek dahsyat dari cinta.“Bri, gue merasa dunia yang kita pijak itu beda..” Angga memicingkan matanya, menatap Brian ngeri.Brian tidak terganggu.“Kalian emang engga gini ya? Bawaannya kangen, pengen senyum..” di tatapnya mereka dengan heran.“Gitu sih awalnya, tapi dulu pas SMP__lo sih telat, SMA baru pacaran..” Waldi menyahut.Brian mengangguk paham, dia memang telat. Lebih tepatnya, Tuhan baru mempertemukannya dengan Biya sekarang. Di akhir perjalanan SMA.“Biya mana?” Satria bertanya dengan mulut mengunyah.“Masih di kelas, katanya banyak salin catetan..”“Lo y

  • Pernikahan Dini : Brittle    14. Keputusan

    Seperti niat awal, Brian bermanja - manja pada Biya setelah keduanya sampai di apart Brian. Biya yang awalnya risih dan berdebar pun kini teralihkan dengan hujan di kaca jendela.“Hujan, tapi masih cerah cuacanya..” Biya melirik Brian sekilas.Brian mengamati apa yang sebelumnya Biya lihat lalu mengangguk setuju.“Iyah, ga mendung malah cerah..” herannya, lebih tepatnya baru ngeh. Selama ini Brian mana peka cuaca.“Katanya, mitosnya kalau hujan gini, ada orang meninggal yang belum bisa ikhlas ninggalin orang terdekatnya..”Brian hanya menatap Biya, tidak peduli pada mitos yang di bahasnya. Biya semakin cantik di matanya, sungguh bercahaya.Mungkin inilah alaynya cinta, masa iya wajah Biya bercahaya. Ada lampunya begitu? Brian geli sendiri.“Sayang..” Biya menoleh, membuat Brian menghangat. Biya semakin peka saat Brian memanggilnya sayang.

  • Pernikahan Dini : Brittle    15. Gue + Mereka = sangat bahagia

    Biya meniup pelan bubur panas di sendok yang di pegangnya. Brian hanya menatapnya dengan tersenyum kecil. Biya begitu telaten mengurusnya."Kata dokter, lusa pulang.." Biya tersenyum dengan wajah cerah karena senang dengan kabar akan pulangnya Brian.Brian mengangguk seraya menerima suapan dari Biya."Ga sabar pengen nikahin kamu, bayi.." godanya dengan sesekali mengunyah bubur.Brian heran, kenapa bubur di mulutnya masih bisa di kunyah. Brian melirik mangkuk yang di pangku tangan Biya. Ternyata ada wortel dan beberapa sayur, pantesan."Kamu kok ngebet.." Biya tersipu dengan pura - pura fokus meniup bubur di sendok.Brian mengulum senyum gemas."Pengen cari kebaikan sama kamu bareng - bareng, tiap pagi liat kamu, sebelum tidur bahkan kita bisa olah raga bersama.." kekehnya di akhir.Biya sontak menahan nafas sesaat dengan

Bab terbaru

  • Pernikahan Dini : Brittle    Extra Part

    Glen terlihat diam, semenjak Biya hamil anak yang kedua memang gelagat Glen berubah. Mungkin karena akan memiliki adik."Sebenernya, Glen kenapa ya bun?" Biya menatap Glen dari kejauhan.Zela menyeruput teh jahe buatannya itu."Mungkin karena mau punya adik, dia murung dan takut perhatian kedua orang tuanya beralih ke sang adik." jawabnya."Mendadak baik, mendadak murung dan mendadak marah - marah atau bahkan rewel dan manja." terang Biya dengan sesekali mengusap perutnya yang kini sudah memasuki bulan ke 5."Itu sih jelas, alasannya karena takut perhatian kamu beralih." tebak Zela yang mungkin bisa saja iyah."Sayang."Zela menoleh, menatap Jayden yang semakin tua malah semakin terlihat segar itu."Kenapa?" tanya Zela seraya mengusap telapak tangan keriput Jayden yang bertengger di pundaknya itu."Kita

  • Pernikahan Dini : Brittle    Extra Part

    "Ga mau!" Glen terus meronta di gendongan Junior."Mama sama papa pergi sebentar kok." Junior mengusap punggung Glen yang bergetar karena menangis itu."Ga mau! No-no!" amuknya dengan suara meninggi bahkan hampir serak.Amora mengusap kepala Glen, menenangkannya dengan penuh kelembutan.Zela dan Jayden menuntun kedua cucu kembarnya yang terlihat memandang Glen dengan bingung harus bagaimana."Kita pulang, bawa masuk ke mobil." kata Jayden yang di angguki Junior dan Amora.Sedangkan Biya dan Brian, keduanya tengah berada di perjalanan udara menuju salah satu pantai yang terkenal bagi para pasangan yang akan honeymoon."Kenapa?" Brian merangkul Biya, mengusap puncak kepalanya dengan sayang."Pertama kali ninggalin Glen, rasanya khawatir. Padahal bunda, ayah sama Amora pasti jagain."Brian paham dengan perasaan Biya, dia pun

  • Pernikahan Dini : Brittle    Extra Part

    "Astaga! Itu buat tanaman, bukan makanan." Biya berlari menuju Glen yang hampir saja memakan tanah."Tapi walnanya kayak coklat, mama." Glen melempar sekepal tanah di tangannya dengan sebal.3 tahun usia Glen sekarang, usia yang membuat Biya hampir kewalahan. Untung Brian sudah memutuskan bekerja di rumah.Mungkin ini juga yang menjadi alasan kenapa Tuhan tidak kunjung memberi adik untuk Glen.Glennya sungguh nakal dan ingin banyak tahu. Biya tidak akan sanggup jika harus memiliki bayi sekarang."Kenapa lagi, ma?" Brian datang dengan tenang."Itu Glen, hampir nyobain tanah yang katanya mirip coklat." Biya mencuci jemari Glen dengan telaten."Penasalan, milip soalnya." Glen terlihat tidak suka di sudutkan."Glen pasti mau coklat?" Brian berjongkok di belakang Glen yang masih menyerahkan jemarinya di cuci oleh sang mama."Iy

  • Pernikahan Dini : Brittle    Season II : Akhir Cerita

    Waldi dan Angga sedikit kaget saat melihat Yuna dan Luna datang yang ternyata di undang oleh Brian dan Biya."Ha-hai" Yuna terlihat canggung, sempat ragu juga sebenarnya. Dia hampir saja tidak akan ikut kumpul kalau saja Luna tidak datang."O-oh hai." Angga tersenyum ramah, mereka terlihat berbeda. Mungkin karena zaman dan usia yang berubah."Maaf telat." Luna duduk di samping Yuna yang duduk dekat Waldi.Waldi terlihat gugup di duduknya, pergaulan remaja mereka yang membuatnya jadi ingat saat di mana dia nakal dan bermain dengan Yuna dan Luna."Gimana kabar kalian?" Angga tersenyum ramah, seolah mereka memang baik - baik saja. Melupakan semua tentang kenakalan remaja dulu."Baik." jawab Yuna dan Luna bersamaan."Kabar kalian?" tanya Yuna."aku ga sangka bisa ketemu dan kumpul kayak gini." akunya.

  • Pernikahan Dini : Brittle    Season II : Bertemu sahabat

    Brian terlihat mesem - mesem, melirik dan sesekali mencolek Biya yang tengah mengamati Glen dan satu gadis cantik yang kebetulan sama, tengah berlibur dengan keluarganya."No! Danan (jangan)!" Glen berseru tidak suka, bahkan menepis tangan gadis seusianya itu yang hendak mengambil mainan Glen.Gadis kecil itu hanya cemberut.Biya melirik Brian yang tidak bisa diam itu, terus saja menggodanya."Apa, Brian?" tanyanya dengan lembut, pura - pura tidak paham."Abis dari sini ya, kita program." Brian gelayutan di lengan Biya yang pendeknya jelas lebih pendek darinya."Program apa sih, Bri." kekehnya geli, mengusap pipi sang suami sekilas."Kamu suka pura - pura, aku udah kasih kamu kode tadi, bahkan kamu bales, sayang."Biya mengulum senyum."Iyah, asal kamu bisa atur waktu. Baru aku mau." balasnya."Bisa - bisa, aku usahain pa

  • Pernikahan Dini : Brittle    Season II : Piknik

    Ana menggendong bayi cantik yang bernama Alana Pashania. Bayi yang kini baru berusia 2 bulan itu. Bayi miliknya dan Aldi."Mana Aldi, Na?" tanya Brian."Ada, lagi di belakang, kak." jawab Ana dengan masih menimang Alana yang belum kunjung tidur itu."Al!" panggil Brian seraya celingukan mencari Aldi."Apa?" Aldi berjalan santai melewati Brian."Pinjem tenda dong, lo kan kadang naik gunung." kata Brian seraya mengekori Aldi."Ada, di gudang. Bentar gue ambilin." kata Aldi."mau kemana?" tanyanya.Brian memutuskan untuk mengekor Aldi."Piknik, udah lama ga liburan sama keluarga." jawabnya."Nah gitu dong, jangan telantarin anak istri lo."Brian memukul pundak Aldi."Enak aja! Gue ga pernah nelantarin mereka." semprotnya tidak terima."Terserah.""Nyebelin lo masih aja

  • Pernikahan Dini : Brittle    Season II : Kembali ke semula

    Brian terlihat menatap langit - langit kamar, menunggu Biya yang sepertinya baru selesai mandi. Suara pintu terbuka pun menyadarkan Brian."Kenapa? Kamu kayak lagi ada pikiran." kata Biya seraya berjalan menuju meja rias.Brian menghela nafas panjang."Banyak." jawabnya singkat namun penuh beban."Banyak? Salah satunya? Ceritain biar enak. Siapa tahu aku bisa bantu." Biya memakai cream malam lalu lipbam.Biya melangkah menghampiri Brian yang menyambutnya dengan memeluknya."Kenapa, hm?" Biya mengusap kepala Brian seperti anak kecil, tapi Brian tidak terganggu, malah dia suka."Kamu liat Glen? Dia sering marah, di ajak main ga mau. Apa dia marah karena selama ini aku ga ada saat siang?"Biya tersenyum tipis."Kamu sadar ternyata soal itu, Glen emng sering ngeluh, dia ingin main tapi papa kerja." terangnya.

  • Pernikahan Dini : Brittle    Season II : Brian bimbang

    1 tahun kemudian... Yuna datang berdua dengan Luna. Hari ini mereka ingin berdamai dengan masa lalu. Belum ada kata maaf yang terucap, maka saat inilah waktunya. Setahun mereka urung terus dengan niat baik itu, rasanya mereka tidak bisa menundanya lagi."Om, saya teman Biya dan Brian." kata Yuna pada Rudy.Rudy tersenyum ramah."Silahkan masuk." sambutnya."Makasih, om."Rudy hanya tersenyum, membawa langkahnya ke dapur. Kebetulan Biya sedang di dapur bersama Zela."Biya, ada teman di depan." kata Rudy yang membuat Biya bingung sesaat, siapa?"Iyah, ayah." Biya melepas celemeknya, bergegas ke ruang tamu.Brian yang tengah turun tangga kini mengikuti Biya."Kemana?" tanyanya."Katanya ada temen di depan." Biya terus melangkah di ikuti Brian."Oh mungkin—" Brian tidak melanjutkan lan

  • Pernikahan Dini : Brittle    Season II : Cobaan sesaat.

    Ana terdiam di dalam mobil, pikirannya masih berputar pada pertemuannya bersama Anita."Sayang, bukannya mau beli makanan?" Aldi melirik Ana sekilas.Aldi merasa ada yang aneh, apa karena pertemuan dengan Anita? Aldi sih yakin, pasti soal itu."Anita emang mantan terakhir aku, alasan aku pulang ke sini." Aldi akan mencoba terbuka, toh mereka sudah menikah."Tapi asal kamu tahu, soal perasaan aku ke kamu itu bukan main - main, aku serius jatuh cinta sama kamu." lanjut Aldi dengan masih fokus mengemudi."Hubungan kakak sama kak Anita berapa lama?" tanya Ana dengan masih tidak menatap Aldi."3 tahun.""Lama ya, kok cepet move onnya." Ana terlihat seperti ingin menangis, entah kenapa dia jadi mudah menangis. Mungkin karena kehamilannya."Sayang, bahkan dalam semenit bisa jatuh cinta. Jangan berpikir yang aneh - a

DMCA.com Protection Status