“Aku sama Kak Oliv dan Kak Junia begitu kenal langsung akrab. Nggak perlu sampai harus menjilat.”Samuel terdiam sejenak, lalu berkata, “Karena kamu sudah kembali, kebetulan juga kita papasan, gimana kalau aku temani kamu jalan-jalan santai di luar? Sekalian kita bicarakan masalah kita. Besok aku nggak ke sini lagi. Aku juga sibuk kerja.”Setelah berpikir sejenak, lebih baik mereka bicarakan saja malam ini. Sebenarnya, mereka tidak perlu bicara pun dia sudah tahu jawaban Samuel. Tadi malam Samuel sudah menjelaskan padanya. Namun saat itu, Katarina tidak bilang dia akan menyerah. Mau tidak mau Samuel harus mengajaknya bicara.“Oke, kalau begitu maaf sudah merepotkan Pak Samuel temani aku jalan-jalan. Bagaimana kalau habis jalan-jalan, aku merasa lapar lagi? Habis olahraga, energi terpakai, perut pasti lapar lagi.”“Aku akhirnya mengerti kenapa kamu bisa akrab dengan kakak iparku dan Junia,” kata Samuel.Karena mereka sama-sama tukang makan. Samuel tidak tahu kalau Katarina sangat suka m
“Di sekitar sini ada taman, nggak? Bawa aku ke taman saja.”Samuel terdiam, lalu berkata, “Jalan sekitar sepuluh menit, nanti sampai di taman. Tamannya nggak terlalu besar, tapi bisa jalan-jalan di sana. Pemandangannya juga cukup bagus. Kalau kamu nggak takut capek, ayo jalan ke sana.”“Nggak takut. Kalau aku nggak sanggup jalan, kamu bisa gendong aku.”“Aku bisa panggil taksi. Gendong kamu pulang? Memangnya aku nggak capek?” tukas Samuel.“Kamu sama sekali nggak bisa perlakukan perempuan dengan baik. Bagaimanapun juga, aku calon istri pilihan nenekmu. Kalau bukan karena kamu mendua, aku sudah jadi calon menantu keempat keluarga Adhitama. Orang bilang pria keluarga Adhitama sangat sayang istri. Jangan-jangan kamu ingin rusak tradisi keluargamu dan jadi pria yang nggak sayang istri. Istri itu bijaksana. Pria yang sayang istri pasti banyak rezeki”Samuel tersenyum tipis, “Yang ada penuh pikiran macam-macam. Aku mau tegaskan satu hal, aku nggak mendua. Kamu memang pilihan nenekku, tapi ki
Samuel merutuk dalam hatinya. Mengapa neneknya dan Katarina sama-sama menyuruhnya untuk tidak menyesal di kemudian hari? Apa yang akan dia sesali? Memangnya dia tidak tahu siapa yang dia sukai dan apa yang dia inginkan? Lagi pula dia bukan anak berusia tiga tahun lagi. Usianya sudah hampir 30, sudah dewasa. Dia tidak akan melakukan apa pun yang akan dia sesali.Apa yang Katarina katakan mirip dengan apa yang dikatakan neneknya. Pantas saja neneknya menyukai Katarina.“Bu Katarina, aku nggak pernah lakukan hal yang buat aku menyesal. Sekalipun keputusan yang aku ambil nggak bagus, aku juga akan hadapi dengan tenang. Nggak akan menyesal.”Katarina tersenyum. “Oke, aku mengerti. Karena kamu benar-benar nggak bisa jatuh cinta padaku, aku juga nggak akan memaksa. Toh, aku bukan nggak ada yang mau. Untuk apa terus ganggu kamu dan jatuhkan harga diriku.”Katarina dibesarkan oleh orang tuanya dengan penuh kasih sayang. Dia adalah harta berharga di mata keluarganya. Bukannya tidak ada yang meng
Cuaca di Mambera pada bulan Oktober masih sangat panas. Orang-orang hanya bisa merasakan sedikit kesejukan di pagi dan malam hari.Olivia Hermanus bangun pagi-pagi sekali, membuatkan sarapan untuk satu keluarga kakaknya yang beranggotakan tiga orang, lalu mengambil Kartu Keluarga dan pergi diam-diam.“Mulai sekarang, semua biaya patungan. Mau itu biaya hidup, cicilan KPR, cicilan mobil, semuanya patungan! Adikmu tinggal di rumah kita. Minta dia bayar setengah. Apa gunanya memberi kita 4 juta sebulan? Apa bedanya itu dengan makan dan tidur gratis?”Inilah kata-kata yang Olivia dengar keluar dari mulut kakak iparnya ketika kakaknya dan kakak iparnya bertengkar tadi malam.Dia harus keluar dari rumah kakaknya.Namun, kalau dia tidak ingin membuat kakaknya mengkhawatirkannya, hanya ada satu jalan, yaitu menikah.Dia ingin menikah dalam waktu singkat, tapi dia bahkan tidak punya pacar. Jadi, dia memutuskan untuk menyetujui permintaan Nenek Sarah, wanita tua yang pernah dia tolong sebelumnya
“Aku sudah menyetujuinya, jadi aku nggak akan menarik balik kata-kataku.”Olivia juga sudah memikirkannya selama beberapa hari sebelum mengambil keputusan ini. Jadi, dia tidak akan mundur.Mendengar perkataan Olivia, Stefan juga tidak berusaha membujuknya lagi. Pria itu mengeluarkan kartu identitasnya dan meletakkannya di depan staf Kantor Urusan Agama.Olivia juga melakukan hal yang sama.Keduanya dengan cepat menyelesaikan proses pembuatan buku nikah, yang memakan waktu kurang dari sepuluh menit.Setelah menerima buku nikah dari staf, Stefan mengeluarkan satu set kunci yang telah dia siapkan sebelumnya dari saku celananya. Dia kemudian menyerahkannya kepada Olivia dan berkata, “Rumah yang aku beli ada di Lotus Residence. Kata Nenek, kamu membuka sebuah toko buku di depan SMP Negeri Kota Mambera. Rumahku nggak jauh dari sana. Kalau naik bus, kamu bisa sampai ke sana dalam sepuluh menit.”“Kamu punya SIM, nggak? Kalau punya, beli satu mobil saja. Aku bisa membantumu membayar DP, lalu k
“Nek, tentu.” Olivia menanggapi dengan santai.Meski Nenek Sarah memperlakukannya dengan sangat baik, Stefan adalah cucunya sendiri, sedangkan dirinya hanya seorang cucu menantu. Kalau mereka bertengkah, memangnya keluarga Adhitama akan memihak padanya?Olivia tidak percaya.Sama seperti mertua kakaknya.Sebelum menikah, mereka begitu baik kepada kakaknya. Saking baiknya, putri kandung mereka sampai cemburu.Setelah menikah, mertua kakaknya berubah. Setiap kali kakaknya dan suaminya bertengkar, ibu mertua kakaknya pasti akan bilang bahwa kakaknya bukan istri yang baik.Jadi, anak adalah keluarga sendiri, sedangkan menantu adalah orang luar.“Kamu mau pergi kerja, ‘kan? Kalau begitu Nenek nggak ganggu lagi, deh. Nenek akan menyuruh Stefan untuk menjemputmu dan makan malam bersamamu nanti.”“Nek, tokoku tutupnya malam. Aku mungkin nggak bisa pulang untuk makan. Gimana kalau di akhir pekan?”Sekolah libur di akhir pekan. Bagi toko buku seperti miliknya yang bergantung pada murid sekolah u
“Kak, Kakak sendiri yang bilang, itu properti yang dimilikinya sebelum menikah. Aku nggak membayar sepeser pun. Nggak masuk akal dong kalau memintanya menambahkan namaku di dalam sertifikat rumah. Hal ini nggak usah dibahas lagi.”Begitu mereka selesai mengurus buku nikah, Stefan langsung memberi Olivia kunci rumahnya. Olivia bisa langsung pindah dan tinggal di sana. Ini sudah membantunya dalam masalah tempat tinggal. Sudah sangat bagus.Dia tidak akan meminta Stefan untuk menambahkan namanya ke sertifikat rumah. Namun, kalau Stefan yang berinisiatif sendiri untuk menambahkan namanya, dia tidak akan menolak, karena mereka adalah suami istri, dan mereka akan hidup bersama seumur hidup.Odelina sebenarnya juga hanya bilang saja. Dia tahu adiknya orangnya mandiri dan tidak rakus akan uang. Jadi, dia juga tidak mempermasalahkan hal ini lebih lanjut.Setelah diinterogasi dengan banyak pertanyaan, Olivia akhirnya bisa keluar dari rumah kakaknya.Kakaknya ingin mengantarnya ke Lotus Residence
Stefan berkata dengan acuh tak acuh, “Lanjutkan rapatnya.”Orang yang duduk paling dekat dengannya adalah adik sepupunya, yaitu cucu kedua dari keluarga Adhitama yang bernama Calvin Adhitama.Calvin mencondongkan badan dan bertanya dengan suara rendah, “Bro, aku mendengar apa yang Nenek katakan padamu. Apa kamu benar-benar sudah menikahi wanita bernama Olivia itu?”Stefan memberinya tatapan tajam.Calvin menyentuh hidungnya, duduk tegak, dan tidak berani bertanya lagi.Namun, dia sangat simpati pada kakak sepupunya ini.Meskipun cucu-cucu dari keluarga Adhitama tidak perlu menikah dengan keluarga kaya lain untuk memperkuat pengaruh mereka, istri kakak sepupunya ini tidak berasal dari latar belakang yang sama dengan mereka. Itu semua hanya karena nenek mereka menyukai wanita bernama Olivia itu, lalu menyuruh Kak Stefan untuk menikahi wanita itu. Kak Stefan benar-benar kasihan.Calvin lagi-lagi menatap kakak sepupunya itu dengan prihatin.Untungnya, dia bukan cucu pertama. Kalau tidak, d
Samuel merutuk dalam hatinya. Mengapa neneknya dan Katarina sama-sama menyuruhnya untuk tidak menyesal di kemudian hari? Apa yang akan dia sesali? Memangnya dia tidak tahu siapa yang dia sukai dan apa yang dia inginkan? Lagi pula dia bukan anak berusia tiga tahun lagi. Usianya sudah hampir 30, sudah dewasa. Dia tidak akan melakukan apa pun yang akan dia sesali.Apa yang Katarina katakan mirip dengan apa yang dikatakan neneknya. Pantas saja neneknya menyukai Katarina.“Bu Katarina, aku nggak pernah lakukan hal yang buat aku menyesal. Sekalipun keputusan yang aku ambil nggak bagus, aku juga akan hadapi dengan tenang. Nggak akan menyesal.”Katarina tersenyum. “Oke, aku mengerti. Karena kamu benar-benar nggak bisa jatuh cinta padaku, aku juga nggak akan memaksa. Toh, aku bukan nggak ada yang mau. Untuk apa terus ganggu kamu dan jatuhkan harga diriku.”Katarina dibesarkan oleh orang tuanya dengan penuh kasih sayang. Dia adalah harta berharga di mata keluarganya. Bukannya tidak ada yang meng
“Di sekitar sini ada taman, nggak? Bawa aku ke taman saja.”Samuel terdiam, lalu berkata, “Jalan sekitar sepuluh menit, nanti sampai di taman. Tamannya nggak terlalu besar, tapi bisa jalan-jalan di sana. Pemandangannya juga cukup bagus. Kalau kamu nggak takut capek, ayo jalan ke sana.”“Nggak takut. Kalau aku nggak sanggup jalan, kamu bisa gendong aku.”“Aku bisa panggil taksi. Gendong kamu pulang? Memangnya aku nggak capek?” tukas Samuel.“Kamu sama sekali nggak bisa perlakukan perempuan dengan baik. Bagaimanapun juga, aku calon istri pilihan nenekmu. Kalau bukan karena kamu mendua, aku sudah jadi calon menantu keempat keluarga Adhitama. Orang bilang pria keluarga Adhitama sangat sayang istri. Jangan-jangan kamu ingin rusak tradisi keluargamu dan jadi pria yang nggak sayang istri. Istri itu bijaksana. Pria yang sayang istri pasti banyak rezeki”Samuel tersenyum tipis, “Yang ada penuh pikiran macam-macam. Aku mau tegaskan satu hal, aku nggak mendua. Kamu memang pilihan nenekku, tapi ki
“Aku sama Kak Oliv dan Kak Junia begitu kenal langsung akrab. Nggak perlu sampai harus menjilat.”Samuel terdiam sejenak, lalu berkata, “Karena kamu sudah kembali, kebetulan juga kita papasan, gimana kalau aku temani kamu jalan-jalan santai di luar? Sekalian kita bicarakan masalah kita. Besok aku nggak ke sini lagi. Aku juga sibuk kerja.”Setelah berpikir sejenak, lebih baik mereka bicarakan saja malam ini. Sebenarnya, mereka tidak perlu bicara pun dia sudah tahu jawaban Samuel. Tadi malam Samuel sudah menjelaskan padanya. Namun saat itu, Katarina tidak bilang dia akan menyerah. Mau tidak mau Samuel harus mengajaknya bicara.“Oke, kalau begitu maaf sudah merepotkan Pak Samuel temani aku jalan-jalan. Bagaimana kalau habis jalan-jalan, aku merasa lapar lagi? Habis olahraga, energi terpakai, perut pasti lapar lagi.”“Aku akhirnya mengerti kenapa kamu bisa akrab dengan kakak iparku dan Junia,” kata Samuel.Karena mereka sama-sama tukang makan. Samuel tidak tahu kalau Katarina sangat suka m
Bisnis suami Shella masih lumayan, bisa bertahan. Shella pasti tidak kekurangan uang. Tidak masalah Shella membawa keluarganya makan di luar tanpa mengajak orang tuanya. Selesai makan, dia malah minta ibunya mentransfer uang kepadanya. Justru aneh kalau Roni tidak marah.“Papa mengerti, Russel. Tunggu Papa sempat, Papa juga bawa Russel pergi makan hot pot, ya. Papa mau bawa mobil dulu. Nggak ngobrol dulu sama Russel. Russel harus dengarkan Tante Oliv, ya.”“Aku sangat patuh, Pa. Papa kerja saja.”Russel sudah selesai mengadu. Dia segera mengakhiri telepon dengan ayahnya. Olivia mendengarkan dari awal sampai akhir. Setelah Russel mengembalikan ponsel kepadanya, dia menyentil kening Russel dengan pelan.“Bocah kecil sudah belajar mengadu, ya,” kata Olivia.Akan tetapi, Shella benar-benar sudah keterlaluan. Hanya saja, itu tidak ada hubungannya dengan Olivia. Olivia tidak ingin ikut campur. Russel mau mengadu. Itu urusan keluarga Pamungkas sendiri.Jika Olivia yang memberitahu Roni, Roni
“Papa sudah makan?” tanya Russel.“Papa belum makan. Masih belum lapar. Habis antar dua penumpang lagi, Papa baru pergi makan,” jawab Russel dengan lembut. “Russel sudah makan, kan?”“Sudah. Tante Oliv dan Tante Junia bawa aku pergi makan hot pot. Tadi di tempat makan hot pot, aku bertemu Tante Shella. Kak Aiden panggil aku, tapi Tante Shella tutup mulutnya. Nggak tahu kenapa. Ada kakek dan neneknya Kak Aiden. Mereka ramai sekali. Kalau aku hanya ada Tante Oliv dan Tante Junia, sama Kak Katarina. Kami berempat.”Pada awalnya, Roni tidak terlalu memperhatikan. Dia tersenyum dan berkata, “Russel juga bertemu Tante, ya. Ada salam dengan Tante, nggak?”“Nggak.”Russel menjawab dengan jujur, “Kak Aiden panggil aku, tapi Tante tutup mulut Kak Aiden. Pa, kenapa Tante tutup mulut Kak Aiden, ya?”“Tantemu ... nggak usah pedulikan dia.” Akhirnya Roni sadar. Saat Shella melihat Russel, Shella tidak membiarkan Aiden menyapa pasti karena takut Russel ikut makan. Mereka telah bersaudara selama puluh
“Jangan percaya apa pun omongannya. Dia orang yang paling pandai ambil keuntungan dari orang lain,” kata Junia dengan sinis.Karena jarak mereka tidak terlalu jauh, Olivia bisa mendengar percakapan Shella dan ibunya. “Ma, aku bawa anak-anak pergi makan. Mereka bilang sudah lama nggak makan yang enak-enak. Jadi aku bawa mereka keluar. Sudah selesai makan, tapi uangku nggak cukup untuk bayar. Ma, rekening Mama ada saldo, nggak? Transfer ke aku empat juta dulu, ya.”Shella telah pergi. Olivia dan yang lainnya sudah tidak bisa mendengar jelas apa yang dia katakan lagi.“Kalau aku punya anak seperti Shella yang hanya tahu ambil keuntungan dari keluarganya, begitu lahir aku langsung cekik mati saja,” kata Junia kepada Katarina.“Saat lahir kamu juga nggak akan tahu dia akan jadi orang seperti apa,” kata Katarina.“Kalau begitu putuskan hubungan dengannya. Anggap saja nggak pernah lahirkan dia. Katarina, kamu nggak tahu. Dia tante kandungnya Russel. Paling suka ambil keuntungan dari orang lai
“Masuk akal, masuk akal. Tapi sebelum Samuel buat keputusan, lebih baik kamu tetap perjuangkan dulu,” kata Olivia.Katarina tersenyum. “Kak Oliv, Kak Junia, kita lagi makan hot pot. Nggak usah bicarakan soal pria. Suami kalian pria baik, masih bolehlah dibicarakan. Rasanya sangat bahagia. Tapi pria yang aku sukai itu nggak suka aku. Bicarakan dia akan pengaruhi nafsu makanku. Russel bilang makanan adalah hal terpenting bagi manusia. Kita makan hot pot saja.”Olivia dan Junia pun berhenti menggoda Katarina. Dalam hal perasaan, mereka juga tidak bisa mengatur-atur Samuel.“Kak Oliv, Kak Junia, kedatanganku ke sini kali ini sebenarnya nggak sia-sia. Aku dapat dua kakak. Nggak peduli aku dan Samuel bisa berakhir bahagia atau nggak, kita tetap jadi teman, jadi saudara. Kalian jangan jauhi aku, loh. Pokoknya aku pegang erat-erat kalian. Jangan coba tinggalkan aku sendirian.”Olivia spontan tertawa. Junia juga ikut tertawa. “Kamu bahkan sudah panggil aku kakak. Mana mungkin kami tinggalkan ad
“Yang tadi itu Shella sekeluarga, ya?” Setelah duduk, Junia bertanya kepada Olivia.“Seharusnya itu dia. Ternyata hidupnya masih enak, bisa dandan begitu.”Sebelum Odelina bercerai, Shella dan ibunya sering pergi ke toko buku untuk mengadu kepada Olivia. Junia pernah bertemu dengan mereka beberapa kali. Junia tidak ingin mengingatnya pun tidak bisa.“Iya, itu dia.” Olivia berkata dengan nada acuh tak acuh, “Aiden panggil Russel, dia cepat-cepat tutup mulut Aiden. Takut kita pergi nebeng makan. Dulu setiap minggu dia ke rumah kakakku untuk nebeng makan. Nggak mau bantu apa-apa lagi. Masih saja ngomong ini itu, cari masalah dengan kakakku.”Tidak peduli seberapa banyak mereka berubah, keluarga Pamungkas tetaplah keluarga Pamungkas. Seketika Olivia merasa Kota Mambera terlalu kecil. Selalu saja bisa bertemu sekali dua kali dengan orang yang tidak disukai.Katarina tidak tahu kejadian di masa lalu, tapi dia pun tidak bertanya. Dia hanya diam dan menyimak saja.“Benar-benar keluarga aneh. S
Mulan membelai kepala Liam dan berkata, “Anak yang baik bisa tahu kesalahannya sendiri dan mau berubah.”Liam mengangguk cepat. Dia akan berubah. Selama dia melakukan kesalahan dan orang dewasa memberitahunya mana yang salah, Liam pasti akan memperbaikinya.Mulan berdiri dan berkata lembut, “Kamu main sendiri dulu, ya.”“Audrey mana, Ma?” tanya Liam. “Aku mau main sama Audrey.”Sekarang Liam hanya punya satu adik perempuan, dia paling peduli dengan adik perempuannya. Walau adik laki-laki yang lain juga sangat menggemaskan.“Dibawa neneknya pergi main. Archie lagi sama Bibi. Kamu mau main sama Archie, nggak?”Liam berpikir sejenak, lalu berkata, “Aku pergi cari Audrey saja. Archie ada Bibi yang temani, nggak butuh aku lagi.”Archie dan Tiano sama saja, sama-sama cengeng. Sedangkan kedua adik sepupu yang lain memang sudah beberapa bulan lebih tua dari Archie, tapi justru lebih sulit dijaga. Asalkan mereka tidur, Liam baru merasa mereka menggemaskan. Sedangkan Audrey tetap menggemaskan ti