Rika Arahan atau yang biasa dikenal dengan Riko Arahan merupakan seorang perempuan dan hal itu bukanlah sebuah rahasia lagi bagi keluarga Adhitama. Lagi pula, tidak ada orang luar yang hadir dalam acara makan siang ini, jadi Nenek juga bisa dengan bebas mengatakan kalau Riko atau Rika Arahan adalah seorang perempuan. “Tante! Tante!” tangis Russel dari lantai atas yang langsung membuat orang-orang sadar tentang ketiadaan Russel di ruang makan ini. “Ya ampun, aku melupakan Russel,” ujar Olivia panik. Dia buru-buru berdiri seraya berkata, “Aku ke atas untuk membangunkan Stefan, tapi aku lupa untuk membangunkan Russel.”Russel mengikuti Stefan untuk tidur tadi pagi. Pada awalnya, mereka tidur bersama, tapi Stefan memindahkan Russel ke kamar lainnya setelah Russel tertidur lelap. Stefan takut tidurnya terlalu lelap sampai menindih tubuh Russel kalau dia tidak memindahkan Russel ke kamar lain. Stefan mengikuti Olivia ke lantai atas setelah mendengar tangisan Russel. Russel sudah berjalan
Olivia mengikuti Russel keluar bangunan rumah lalu berteriak, “Russel, jangan lari cepat-cepat. Nanti kamu jatuh.”“Tante, aku nggak akan jatuh, kok. Aku kan cuma mau main,” balas Russel santai lalu berlari sambil membawa tas di tangannya bersama anak-anak lainnya. Olivia menatap ke arah Stefan yang mengikutinya keluar rumah lalu berkata, “Anak itu mudah akrab dengan orang, jadi dia bisa dengan mudah bermain dengan siapa pun.”“Bagus dong kalau begitu? Justru kita yang akan pusing kalau sampai dia hanya bisa bergaul dengan orang-orang dewasa seperti kita,” balas Stefan. Kemudian dia tersenyum dan kembali berkata, “Menjadi manusia itu nggak mudah, begitu pun jadi anak kecil. Mereka akan dibilang nakal kalau aktif dan akan dibilang membosankan kalau pendiam. Orang dewasa selalu saja menemukan celah untuk mengkritik mereka.”Olivia langsung terdiam setelah mendengar perkataan Stefan. Karena apa yang dikatakan Stefan memang benar adanya. Sulit untuk hidup menjadi manusia.“Apa kamu masih
Gadis itu memiliki kemampuan yang cukup cakap. Sampai akhirnya, Kenny muncul yang membuat orang-orang berpikir laki-laki itu akan menjadi CEO Krama Group. “Stefan, kamu baca berita ini, deh,” ujar Olivia sambil menyerahkan ponsel kepada suaminya. “Panggil aku sayang. Bulu kudukku langsung merinding setiap kali kamu memanggilku Stefan. Aku takut kamu ingin mengajariku sesuatu karena aku sudah melakukan kesalahan,” ujar Stefan lalu mengambil ponsel Olivia. “Memangnya ada berita apa?” tanya Stefan lagi. Stefan dengan cepat mengembalikan ponsel Olivia setelah sempat membaca sekilas tentang berita itu dan wajahnya tiba-tiba berubah sedikit lebih cerah lalu dia berkata, “Memang apa bagusnya berita tentang perempuan itu, sih? Aku sudah bilang sejak awal kalau orang yang bisa mengendalikannya hanya ayahnya. Kita nggak perlu mengambil tindakan apa pun dan biarkan ayahnya yang mengurusnya.”Krama Group pastinya akan mendapatkan dampak negatif kalau sampai Stefan yang bertindak untuk memberik
Stefan tersenyum konyol lalu berkata, “Tenang saja, Suamimu ini nggak akan melakukan tindak pelanggaran hukum. Bisnis yang dilakukan keluarga Adhitama adalah bisnis legal dan halal. Musuh yang aku punya adalah musuh dalam bidang bisnis dan aku akan melawannya dengan cara bisnis. Aku akan memastikan kalau lawanku itu tidak akan menang melawanku.”“Tapi, terkadang aku juga nggak bisa mengalahkan musuhku, sekalipun aku sudah berusaha selama bertahun-tahun. Contohnya saja, sepupumu itu. Aku dan sepupumu adalah musuh bebuyutan. Kami sudah bersaing selama bertahun-tahun, tapi aku tetap saja nggak bisa mengalahkan sepupumu dan sepupumu juga nggak bisa mengalahkanku. Aku nggak punya kemampuan untuk membuat musuhku bangkrut dalam sekejap mata.”Stefan mengakui kalau dirinya tidaklah sekuat tokoh utama pria yang ada di dalam novel. Biasanya, tokoh-tokoh itu bisa membuat sebuah perusahaan bangkrut dalam hitungan menit. Namun, Stefan masih membutuhkan proses untuk melakukannya.“Aku nggak peduli,
Ricky menyodorkan bunga yang ada di tangannya kepada Rika seraya berkata, “Nenekku bilang aku sangat bawel dan pandai bicara, sedangkan kamu pendiam. Makanya, Nenek menjodohkanku denganmu. Dengan begitu, kamu pasti nggak akan kesepian karena ada aku.”“Inilah yang disebut saling melengkapi satu sama lain. Keluarga kita pasti akan menjadi keluarga hambar yang membosankan kalau sampai kita berdua adalah orang yang pendiam.”“Oh iya, aku suka sekali deh dengan gaun yang dikenakan Kak Olivia. Menurutmu gaun Kak Olivia dan Kak Rosalina bagus, nggak? Apa kamu mau mencobanya? Aku akan membelikanmu beberapa gaun cantik yang cocok untukmu kalau kamu mau.”Ricky seharusnya sudah merasa puas karena Rika pernah mengenakan pakaian perempuan sekali hanya di hadapannya. Namun, hati manusia itu memang serakah. Dia sangat terpesona ketika melihat Rika mengenakan pakaian perempuan dan ingin sekali bisa melihat pemandangan seperti itu setiap harinya. Oleh karena itu, Ricky terus mengikuti Rika keluar da
Rika berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Ricky lalu berkata, “Aku nggak perlu apa pun. Jadi, kamu nggak perlu kasih aku hadiah.”Hadiah yang diberikan Ricky adalah hadiah-hadiah yang diinginkan oleh para gadis. Namun, Rika tidak menyukai semua itu, sekalipun dia adalah seorang gadis.“Aku nggak akan memberikanmu hadiah apa pun, atau mungkin kamu saja yang memberikanku hadiah. Rika, aku jarang sekali menerima hadiah darimu,” balas Ricky penuh percaya diri. Kemudian dia berkata kembali sambil mengejar Rika, “Aku akan menyukai semua hadiah yang kamu berikan padaku. Apa pun itu, aku akan menyukainya.”Namun, Rika tidak ingin memedulikan Ricky. Jadi, dia terus saja berjalan tanpa menghiraukan laki-laki cerewet yang terus mengikutinya itu. “Mereka kelihatan penuh semangat, ya,” ujar Olivia sambil memperhatikan pasangan itu dari gazebo bersama Stefan. “Ricky itu cerewet, sedangkan Riko pendiam. Mereka saling melengkapi kekurangan masing-masing ketika mereka bersama.”Nenek memilih
“Sekarang sudah jam 8, tapi Kak Tiara belum turun untuk sarapan. Makanya, aku ke atas untuk melihat keadaan Kakak. Apa Kakak baik-baik saja?” tanya Amelia setelah Tiara membuka pintu kamarnya. Tiara memegangi perut buncitnya lalu berkata, “Aku baik-baik saja, kok. Aku cuma lelah karena kurang tidur beberapa malam terakhir. Makanya, aku memilih untuk tetap beristirahat di tempat tidur. Aku sudah bangun ketika Aksa bangun, tapi aku nggak mau bangun dari tempat tidur. Kamu belum berangkat kerja?”“Aku akan berangkat sebentar lagi. Lagi pula, nggak ada urusan penting di kantor, jadi aku juga lebih sering pergi ke toko buku untuk melihat-lihat dan mengobrol dengan Junia setelah aku selesai memeriksa keadaan kantor. Olivia masih berada dalam masa bulan madu, jadi dia nggak akan bekerja di bulan ini,” jawab Amelia. Olivia dan Stefan memutuskan untuk tidak pergi bekerja setelah mereka melaksanakan resepsi pernikahan mereka, sekalipun mereka tidak pergi berbulan madu. Mereka berdua akan tingg
Tiara kembali mengerutkan keningnya lalu dia memeluk perutnya seraya berkata, “Amelia, sepertinya aku harus melahirkan lebih awal. Rasa sakitnya semakin jelas.”“Ayo, kita harus segera ke rumah sakit. Aku akan membawamu ke sana,” balas Amelia semakin panik. Ketika Amelia hendak membantu Tiara berdiri tiba-tiba saja Tiara berkata, “Kamu siapkan dulu perlengkapan melahirkanku yang ada di lemari. Selain itu, tolong ambilkan berkas rekam kehamilanku yang ada di laci lemari.”“Oke, Kakak duduk saja dulu. Aku akan menyiapkan semuanya. Kakak tenang, ya. Jangan panik, aku akan mengurusnya dengan cepat,” ujar Amelia berusaha menenangkan Tiara. Amelia dengan cepat mengambil barang-barang yang diminta kakaknya. Kemudian dia bergegas ke lantai bawah tanpa berkata apa-apa lagi kepada Tiara. Tiara terus menunggu adik iparnya membereskan barang-barang yang diperlukannya untuk persalinan. Namun, dia tidak menyangka kalau Amelia akan langsung berlari ke lantai bawah tanpa membawanya setelah dia sele
"Nggak ada, sangat baik." Keluarga suaminya menunjukkan tingkat perhatian yang berlebihan terhadapnya, tetapi itu juga menandakan betapa mereka peduli padanya dan tentu saja pada bayi kecil yang ada di dalam perutnya. "Bagus kalau begitu. Mama sekarang paling takut mendengar kabar bahwa kamu mengalami sesuatu." Dewi akhirnya merasa lega, lalu berkata, "Ada seorang teman Mama, menantunya juga lagi hamil lima bulan. Tapi dua hari yang lalu, bayinya nggak berkembang lagi. Dia menangis sampai seperti kehilangan akal. Bayinya laki-laki dan sudah terbentuk, tapi entah bagaimana kejadiannya, tiba-tiba janinnya nggak berkembang." "Ah, Cih! Olivia sehat, dan bayi kita juga sangat sehat." Kekhawatiran Dewi terhadap Olivia memang dipicu oleh kejadian yang menimpa menantu temannya itu. "Hamil lima bulan masih bisa mengalami janin nggak berkembang?" Dewi menggandeng tangan menantunya dengan hangat. Keduanya masuk ke dalam rumah dengan akrab layaknya ibu dan anak kandung. Sedangkan Stefan? Di
Olivia berkata, "Aku hanya mau bilang, kamu sekarang sudah setegang ini, nanti saat aku melahirkan, apakah kamu akan seperti Amelia, langsung mengemudi sendiri ke rumah sakit?" Stefan menjawab dengan serius, "Jangan bandingkan aku dengan Amelia. Aku nggak akan seperti itu. Memang aku pasti akan tegang, tapi nggak sampai lupa padamu. Aku akan menemanimu masuk ke ruang bersalin." "Kamu mau masuk ke ruang bersalin bersamaku?" "Iya, aku akan menemanimu. Nggak peduli kapan dan apa yang terjadi, aku harus ada di sisimu." Olivia tersenyum, senyumnya begitu manis. "Stefan, terima kasih. Terima kasih karena sangat mencintaiku dan memperlakukanku dengan begitu baik!"Stefan kembali mengoreksinya, "Panggil aku "Sayang". Aku suka mendengar kamu memanggilku begitu. Seharusnya aku yang berterima kasih sama kamu karena mau melahirkan anak untukku. Kamu adalah pahlawan besar di keluarga kita." "Kita nggak perlu saling berterima kasih terus." Olivia tertawa kecil sambil menyandarkan dirinya ke p
Terutama sejak Olivia hamil, Stefan berharap bisa menemani istrinya selama 24 jam sehari. Namun, Olivia tidak mengizinkannya untuk terus menempel padanya. “Aku masih harus kerja,” katanya sambil tersenyum. Melihat istrinya yang sedang hamil tetap bekerja, Stefan merasa tidak enak jika dirinya sendiri bermalas-malasan. “Harus kerja juga, cari uang buat beli susu bayi,” katanya sambil bercanda. Russel bilang, bayinya nanti laki-laki. Kalau benar anak laki-laki, Stefan mulai berpikir tentang masa depannya. “Harus cari uang buat beli rumah, mobil, dan biaya menikah. Itu semua butuh banyak uang.” Namun, kemudian dia tersenyum lega. Sebagai pewaris keluarga Adhitama, dia memiliki kekayaan melimpah. “Bisa dibilang, aku kekurangan segalanya kecuali uang. Uangku cukup untuk anakku hidup nyaman seumur hidup. Kelak ada cucu dan cicit, harus tetap menjaga keluarga Adhitama sebagai keluarga terkaya di Mambera, dari generasi ke generasi.” “Nicho mulai kerja tahun depan, ya?” Olivia merasa s
"Olivia, mari kita kembali ke rumah lama sebentar dan beri tahu Nenek. Dia pasti ingin bertemu dengan para tetua itu," kata Stefan. Mereka adalah orang-orang dari masa yang sama. Di zamannya, Nenek adalah sosok yang cukup terkenal di Mambera. Kemungkinan besar, para tetua itu juga mengenal neneknya. Namun, memikirkan bahwa Olivia sudah bangun pagi-pagi, Stefan mengubah keputusannya. Dia berkata, "Kamu pulang saja untuk istirahat. Aku sendiri yang akan pergi ke rumah lama. Kalau Nenek ingin datang, aku akan mengantarnya ke sini." Olivia menjawab, "Aku nggak lelah. Aku akan menemanimu pergi." "Sudah lama kita nggak pulang ke sana. Akhir pekan ini, kita bawa Russel untuk menginap dua hari. Sekalian beri tahu keluarga, setelah libur musim dingin minggu depan, aku mau bawa Russel ke Kota Aldimo untuk bermain beberapa hari." Stefan dengan perhatian bertanya, "Apa kamu nggak akan merasa terlalu capek? Kalau lelah, sebaiknya istirahat saja, jangan memaksakan diri." Olivia menepuk ringan
Yuna mengangguk."Sore nanti ajak Russel bersama ke sini." Setelah berpikir sejenak, Yuna menambahkan, "Dokter Panca bilang, waktu Kakek Setya nggak banyak lagi. Biarkan dia bertemu dengan anak-anak satu per satu." Semua orang saling memandang. Olivia dengan cemas bertanya, "Penyakit apa yang diderita Kakek Setya?" "Mungkin karena luka lama yang meninggalkan efek samping, ditambah usia lanjut. Orang tua pasti punya penyakit kecil di sana-sini," jawab Yuna sambil menghela napas, dia tidak melanjutkan lebih jauh. Dokter Panca sudah menyuruh mereka bersiap secara mental. "Sore nanti, aku akan menjemput Russel, lalu kita akan datang bersama." Olivia juga memahami bahwa usia Setya yang sudah sangat tua, ditambah keinginannya yang sudah terpenuhi, mungkin tidak akan bertahan lama lagi. "Apakah perlu memberi tahu Kak Odelina agar pulang?" "Untuk sementara nggak perlu. Kakek Setya belum menyerahkan bukti-buktinya ke aku, jadi dalam waktu dekat sepertinya nggak akan ada apa-apa. Saat dia
Wajah Yuna berubah drastis. “Dokter Panca, apakah nggak ada cara agar Om Setya bisa hidup beberapa tahun lagi?” Dokter Panca berkata, “Saya dan murid-murid saya sudah pakai semua obat terbaik yang kami tanam untuknya. Kami sudah melakukan yang terbaik. Dia bisa bertahan sampai sejauh ini, pertama karena kami membantu memulihkan tubuhnya, dan kedua karena obsesi yang ada di hatinya.” “Meski dendam besar mamamu belum terbalaskan, melihat kalian hidup dengan baik, memiliki kekuatan dan dukungan, Om Setya merasa lebih tenang. Dia percaya bahwa balas dendam untuk ibumu bisa diserahkan sama kalian, jadi dia bisa pergi menemui majikannya dengan hati lega.” “Begitu obsesi itu hilang, seperti yang saya katakan sebelumnya, semangatnya akan turun. Ketika itu terjadi, dia nggak akan bertahan lama lagi. Apalagi, usianya sudah hampir seratus tahun. Bahkan kalua hari itu tiba, kalian harus menerimanya dengan tenang.” Hidup hingga seratus tahun, meski sering diucapkan, berapa banyak orang yang be
Sama seperti para lelaki di keluarga menantunya. Tidak heran kedua keluarga itu bisa memiliki hubungan yang erat. Mereka adalah orang-orang yang sejenis. “Dokter Panca,” sapa Stefan dengan hormat. Lelaki tua itu mengangguk lagi. Kemudian, dia memperkenalkan beberapa teman lamanya kepada pasangan itu. Terakhir, dia menunjuk Setya dan berkata kepada Olivia, “Bu Olivia, kakakku ini adalah orang yang selama ini kalian cari. Tantemu memanggilnya Om Setya.” “Dokter Panca, panggil aku Olivia saja,” kata Olivia dengan sopan. Dia menoleh ke Setya dan menyapanya, “Kakek Setya.” Sebagai generasi muda, Olivia belum pernah bertemu dengan asisten tua itu, dan begitu pula sebaliknya. Karena itu, baik Olivia maupun Setya, tidak memiliki perasaan emosional yang sama seperti Yuna. Setya tersenyum dan mengangguk, lalu berkata, “Kamu pasti Olivia, 'kan?” Bu Yuna benar, Olivia tidak begitu mirip dengan Reni. Sekilas terlihat sedikit mirip, tapi kalau diperhatikan lebih saksama, ternyata nggak. Keli
“Om Setya, putri sulung Reni sudah pergi ke Cianter untuk berkarier. Anda untuk sementara nggak bisa bertemu dengannya,” kata Yuna dengan suara lembut.Dia tahu alasan Setya sering memandang Amelia. Mungkin lelaki itu khawatir bahwa keluarga ibunya tidak ada yang mampu mengambil alih keluarga Gatara. Setya sangat setia, dan menganggap keluarga Gatara itu adalah milik keturunan majikannya.Meskipun Patricia telah duduk di posisi kepala keluarga selama lebih dari 40 tahun, Setya tetap tidak mengakui kedudukan Patricia yang sah. Perempuan itu tidak ingin Setya hidup, karena selama dia masih hidup, Patricia selalu merasa posisinya tidak kokoh. Tanpa Setya, dengan semua saudaranya ang telah tiada, mengambil alih keluarga Gatara menjadi hal yang wajar baginya, sehingga dia akan merasa lebih percaya diri. “Olivia sedang dalam perjalanan. Sebentar lagi Anda bisa bertemu dengannya,” “Olivia lebih mirip ayahnya, sedangkan Odelina lebih mirip Reni. Anak laki-laki Odelina, Russel, sangat mirip
Yuna menangis sejadi-jadinya di depan nisan adiknya. Namun, tidak peduli seberapa keras tangisnya, dia tidak dapat menghidupkan kembali adiknya. Satu hal yang bisa dia lakukan hanyalah menjadi sosok ibu bagi kedua keponakannya dan memberikan mereka lebih banyak kasih sayang.Yuna dan adiknya mengalami masa kecil yang tragis. Kemudian, keduanya dipisahkan oleh dua alam yang berbeda. Setelah mengetahui penyebab kematian orang tuanya, Yuna sangat membenci Patricia.“Kalau nggak ingin orang tahu apa yang kamu lakukan, lebih baik nggak usah lakukan. Dia akan membayar harga atas semua perbuatannya,” ujar Setya dengan penuh kebencian.“Benar, Om. Dia akan bayar harga atas semua yang telah dia lakukan.”“Aku yang nggak berguna. Aku nggak punya banyak bukti. Hanya ada sedikit. Karena orang-orang yang tahu masalah ini sudah mati semua, jadi sulit untuk memberatkannya dengan bukti yang sedikit ini.” Usai berkata, Setya kembali menyalahkan dirinya sendiri dan menangis.“Aku nggak peduli ada bukti