Dewi berkata, "Nasib anak itu sangat malang, dia nggak akan mendapatkan cobaan yang sangat kejam.”Meski menantunya tidak memiliki latar belakang keluarga yang ternama, setidaknya Olivia sehat. Perempuan itu juga terus mengalami kemajuan. Sebelumnya Dewi memang sedikit tidak puas dengan Olivia. Akan tetapi jika dibandingkan dengan Rosalina, dia juga sudah tidak keberatan lagi.Selain itu, mereka sudah bersama dalam waktu yang cukup lama. Kedua menantu dan mertua itu sudah memiliki hubungan yang erat." Dia sedang menyusun rencana besar. Kalian anak-anak muda pergi bermain saja, nggak perlu menemani kami yang sudah tua ini," kata Nenek sambil mengusir cucu-cucunya untuk bermain.Stefan membawa Olivia keluar untuk mencari Russel. Sedangkan Odelina yang tidak ingin bertemu dengan Daniel memutuskan untuk tinggal di rumah bersama dengan para orang tua dan mendengarkan percakapan mereka. Meski dia tidak bisa ikut dalam perbincangan tersebut, dia tidak merasa minder.Odelina tahu bahwa dia be
Sarah tersenyum dan berkata, “Nenek sudah tahu dari dulu, awalnya Daniel nggak mau mengakui bahwa dia menyukaimu. Dia beranggapan bahwa dia menyukai Russel, dan bersikap baik padamu karena kamu adalah ibunya Russel. Mungkin awalnya dia memang menyukai anak ini, tetapi secara perlahan-lahan dia mulai menyukaimu.”Wajah Odelina memerah dan dia berkata, “Nenek, aku nggak ada perasaan apa pun pada Pak Daniel. Dia mengungkapkan perasaannya padaku, tapi aku menolaknya dengan halus.”“Alasannya karena ibunya? Sebenarnya dia bukan orang yang jahat, tetapi penganut pasangan yang harus dari latar belakang yang sama. Sejujurnya, pernikahan dengan latar belakang yang sama merupakan pilihan terbaik. Kita juga nggak boleh menyalahkan dia karena mempertahankan prinsip tersebut,” ujar Sarah.“Aku juga beranggapan bahwa pernikahan yang sederajat adalah pilihan yang baik. Aku dan Pak Daniel sangat berbeda dan aku nggak pernah memikirkan akan ada hubungan apa pun dengan dia. Aku hanya seorang penyewa bia
Sarah menghela napas dan tidak membicarakan hal baik tentang Daniel lagi. Dia juga tidak bisa menjamin apakah lelaki itu akan baik pada Odelina selama-lamanya.“Roni dan keluarganya masih mengganggumu?” tanya Sarah mencoba mengalihkan topik pembicaraan.“Olivia meminta kakek dan nenek kami untung datang dan menyewakan tempat tinggal di lantai yang sama dengan tempat tinggal keluarganya Roni. Setiap mereka keluar, pasti akan melewati rumah kakek dan nenek kami. Dengan adanya mereka, sekarang mantan mertuaku juga jarang sekali muncul di hadapanku.”Sarah terkekeh dan berkata, “Ini salah satu cara yang bagus juga. Meski hubunganmu dengan kakek dan nenekmu nggak baik, setidaknya kamu tetap cucu kandung mereka. Perselisihan mereka dengan keluarga Roni tentu saja merupakan sebuah bantuan bagimu.”“Olivia menyerahkan uang sewa rumah yang diberikan oleh Om kami pada Kakek dan Nenek. Bahkan dia memberikan tempat tinggal dan uang bulanan. Tentu saja mereka akan membantuku,” kata Odelina.Dia pri
“Om Daniel,” panggil Russel sambil menarik layangan dan berjalan ke hadapan Daniel. Lelaki itu tersenyum sambil membawa bocah itu ke dalam pelukannya. Dia mengulurkan tangan dan menerima tali layangan sambil bertanya, “Senang nggak?”“Senang. Kata Om Sandy, nanti dia mau menemaniku ke taman bermain.”Russel sudah kedua kalinya datang ke Vila Permai. Dia ingat bahwa rumah Om-nya terdapat sebuah taman bermain yang sangat luas dan menyenangkan. Dengan sorot penuh sayang Daniel berkata, “Om Daniel juga bisa menemani Russel ke taman bermain.”“Om orang dewasa, sedangkan Om Sandy bukan. Om Sandy yang menemani Russel saja.”Orang dewasa tidak sama seperti anak kecil yang gemar bermain. Daniel hanya mengelus kepala Russel dengan lembut sambil terkekeh dan menjawab, “Russel mau buang Om Daniel setelah ada Om Sandy?”“Om Daniel hanya bisa main lego,” ujar Russel.Daniel hanya terdiam mendengar ucapan bocah itu. Dia menyukai Russel, tetapi lelaki itu tidak cukup mahir mengambil hati bocah itu. Se
“Kamu jangan kasih tekanan terlalu besar untuk dirimu sendiri. Nenek memang sudah bilang padamu, tetapi pada aktualnya kamu akan mengurus ini semua sekitar beberapa tahun kemudian. Sepintar dan sehebat apa pun, mereka akan menghabiskan waktu beberapa tahun baru bisa menguasai semuanya.”“Kalau kamu ada waktu, lebih banyak baca pembukuan ini. Biar tahu dulu keluarga kita ada usaha di mana saja dan bidang usahanya apa saja. Yang lainnya boleh perlahan-lahan baru diketahui.”Olivia mengangguk dan berkata, “Mama juga bilang seperti itu. Minimal butuh waktu dua hingga tiga tahun untuk menguasai semuanya.”“Semua toko dan properti bisa dikembangkan menjadi begitu banyak juga berkat setiap tuan rumah perempuan yang sudah pernah memegang kendali. Uang yang dihasilkan menjadi berlipat ganda, mereka membeli toko baru dan juga rumah. Selain itu juga bisa diinvestasikan ke dalam produk keuangan lainnya yang bisa menghasilkan uang lagi.”“Dengar ucapanmu justru membuatku semakin tertekan. Aku nggak
Olivia menjauh dari bahu lelaki itu dan menatapnya ingin tahu sambil bertanya, “Apa kata Ahli Spiritual? Apakah Bram bisa diobati? Atau dia hanya berbohong saja?”“Dari apa yang Ardian cari tahu, Bram nggak bohong dan nggak mungkin berani berbohong tentang hal itu. Sehebat apa pun Bram, yang menjadi pengendali di keluarga Ardaba masih papanya. Papanya nggak lepas tangan secara penuh dan Bram nggak akan bisa lari dari genggaman papanya.”“Dia beneran sakit mental?”Stefan mengangguk saja. Hal itu diketahui karena lelaki itu terus menanyakannya pada Sarah hingga pada akhirnya Sarah memberi tahu Stefan.“Lalu apa kata Ahli Spiritual?”Bram merupakan lelaki yang hebat, tetapi dia justru terkena penyakit mental. Orang seperti itu hanya akan sembuh jika ditakdirkan untuk sembuh. Dengan begitu dia baru bisa mengakhiri masa lajangnya dan hidup normal. Sekarang Bram terlihat sangat normal, dia hanya tidak akan merespons pada perempuan saja.“Katanya dia akan bertemu dengan orang yang berjodoh,
Olivia mengingat tugas utamanya saat ini adalah mengetahui seluruh usaha keluarga suaminya sebagai persiapan untuk menjadi calon tuan rumah perempuan. Perhatiannya terbagi, sehingga dia tidak lagi memikirkan perihal hamil atau tidak.Stefan memeluknya lagi dengan erat sambil berbisik pelan di telinganya. Wajah perempuan itu langsung memerah malu. Dia mencubit paha lelaki itu dengan pelan dan dibalas dengan rintihan kesakitan Stefan, “Sayang, kamu ingin membunuh suamimu sendiri, ya?”“Nggak perlu berlebihan, aku bahkan nggak mengeluarkan tenaga. Teriakanmu sudah seperti aku membunuhmu.”Stefan terbahak mendengar respons perempuan itu.Di waktu yang sama, Yuna tengah dibawa masuk oleh kepala pelayannya bersama dengan seorang lelaki asing. Melihat pemandangan itu membuat Amelia yang sedang bersiap-siap untuk pergi keluar melemparkan tasnya ke sofa, kemudian menghampiri ibunya dengan cepat sembari bertanya dengan cemas, "Mama, apa yang terjadi?”Seingatnya ibunya hanya bilang mau pergi jal
Selama perjalanan pulang, dia terus mengucapkan terima kasih pada lelaki itu.Yogi terkekeh dan berkata, “Hanya bantuan sederhana. Kita bisa dibilang keluarga jauh, kamu jangan sungkan.”Di depan pintu masuk, Yogi berhenti dan menatap Amelia sambil mengeluarkan sebuah kartu nama untuk diberikan pada perempuan itu.“Ini kartu namaku.”Amelia menerimanya dan membaca kartu nama tersebut. Ternyata lelaki itu menjabat sebagai wakil CEO di Aksari Group. Yang menjadi CEO nya adalah kakak kandungnya sendiri. Amelia menerima kartu nama tersebut dan berkata,“Terima kasih sudah mengantarkan mamaku pulang. Kalau Pak Yogi ada waktu, biar aku yang traktir makan.”Yogi terkekeh dan berkata, “Baik, aku pergi dulu.”Amelia mengantarkan lelaki itu dan melambaikan tangannya sebagai tanda perpisahan. Dia menunggu hingga mobil Yogi menghilang. Pemandangan tersebut tidak luput dari tatapan Jonas. Liburan kali ini lelaki itu tidak kembali ke Vila Ferda. Dia bilang pada keluarganya bahwa dirinya baru membeli
Sarah pun tidak marah. Dia justru berkata, “Sekarang transportasi sudah mudah. Ada pesawat terbang, kereta cepat, mau ke mana-mana gampang. Pagi di Kota Mambera, siang sudah di luar negeri. Takut apa jauh? Yang penting orangnya baik, cocok untuk anak-anak. Kalian harusnya senang, malah bilang orang yang aku pilihkan kejauhan. Kalau suruh kalian yang urus, rambut kalian pasti akan semakin cepat beruban. Mana bisa santai seperti sekarang.”Sarah menyentuh rambut putihnya dan berkata lagi, “Rambutku putih semua karena mengkhawatirkan pernikahan mereka.”Dewi melihat rambut putih ibu mertuanya dan bercanda, “Mama bisa saja cat rambut Mama jadi hitam. Mama rawat diri dengan baik, kelihatan seperti baru usia awal enam puluhan. Kalau rambut Mama dicat hitam, pasti kelihatan lebih muda.”“Nggak mau. Harus berani hadapi kenyataan kalau aku sudah tua.”Orang yang datang adalah Rosalina. Baru saja masuk ke ruangan, dia mendengar percakapan santai antara ibu mertua dan menantunya.“Nenek, Tante.”
Setelah Olivia dan yang lainnya pergi, Dewi baru menelepon Yuna. Yuna pun segera mengangkat telepon.“Oliv sudah berangkat?” tanya Yuna.“Baru saja berangkat. Aku lihat dia dan Russel naik ke helikopter, sampai helikopternya terbang jauh, aku baru berani telepon kamu. Dia nggak akan bisa dengar percakapan kita, kecuali dia punya pendengaran super.”“Oke, terima kasih sudah kasih kabar.”“Sama saudara sendiri nggak perlu sungkan-sungkan. Toh, tujuan kita sama,” kata Dewi.“Kamu juga sungkan sama aku. Setelah semuanya selesai, ayo kita makan bareng. Aku yang traktir.”Keduanya adalah perempuan paling terhormat di Kota Mambera, tapi mereka tidak pernah makan bersama di luar. Karena Olivia menjadi menantu keluarga Adhitama, keduanya baru menjadi sadara. Namun, keduanya belum pernah membuat janji makan bersama.Mereka juga tidak sedekat Dewi dengan ibunya Bram dan ibunya Daniel. Namun, keluarga Ardaba dan keluarga Lumanto memang sangat dekat dengan keluarga Adhitama. Wajar saja Dewi dekat d
“Aku dan Tante akan pulang sebelum Tahun Baru. Om Stefan bilang habis dari luar kota, dia akan pergi ke sana jemput aku dan Tante.”Dewi tersenyum. “Kalau begitu kita nggak akan bisa bertemu selama belasan hari.”Dewi menarik Russel ke dekatnya lagi dan memeluknya sebentar. Kemudian, dia mencium pipi Russel dan berkata, “Selamat bersenang-senang di sana. Nanti ceritkan pada Nenek kamu dan Liam main apa saja, pergi ke mana, makan apa, terus bawa oleh-oleh dari sana buat kami.”Seandainya bukan karena khawatir Olivia akan mengetahui bahwa semua orang menyembunyikan situasi di Kota Cianter darinya, Dewi pasti tidak akan membiarkan Russel pergi ke Vila Ferda secepat ini.Di hari biasa, Russel harus masuk sekolah. Akhir pekan belum tentu anak itu datang. Hanya sesekali, itu pun untuk satu atau dua hari saja. Semua orang merindukan anak itu. Sekarang Russel sedang libur panjang, tapi dia malah merengek ingin pergi bertemu teman sepermainannya.“Oliv, karena kalian pergi main, bersenang-senan
“Kami nggak pilih kasih. Russel satu-satunya cucu keluarga Pamungkas. Kami juga sangat sayang Russel. Dulu, dulu ... karena kami yang asuh Aiden, jadi lebih dekat dengan Aiden. Otomatis juga jadi pilih kasih, lebih sayang Aiden. Sekarang nggak akan seperti itu lagi,” janji Rita.Rita tahu kalau Roni kesal terhadap mereka. Dia juga menyadari kalau ini salah mereka, karena mereka selalu lebih mengutamakan Shella.Terutama karena terakhir kali, ketika Shella mengajak mertuanya makan di restoran. Shella ingin menipu Olivia dan membuatnya bayar tagihan, tapi tentu saja dia gagal. Tidak disangka, Shella malah menelepon Rita dan minta Rita yang bayar. Rita tidak tahu Shella sedang menipunya, dia pun mentransfer uang ke rekening Shella.Russel yang mengungkapkan hal itu. Saat Roni tahu, dia marah besar kepada mereka, bilang kalau mereka lebih sayang Shella. Kalau begitu, mereka pindah saja ke rumah Shella. Roni tidak akan memberikan biaya hidup kepada mereka lagi.Sekarang Roni menjadi sopir t
Seumur hidupnya, Roni hanya memiliki satu anak, yaitu Russel. Baginya, yang penting Russel masih mau mengakuinya sebagai ayah. Meskipun tidak dekat, setidaknya anaknya tidak menjauh. Itu sudah termasuk penghiburan bagi Roni.Setelah mengakhiri panggilan telepon, Russel mengembalikan ponsel ke Olivia dan berkata, “Papa mau jemput aku dan suruh aku menginap di rumahnya selama beberapa hari. Aku bilang nggak mau. Besok kita mau pergi cari Liam. Aku nggak mau ke sana dan main sama Kak Aiden. Kak Aiden selalu ganggu aku. Tapi sekarang aku sudah nggak takut dengan Kak Aiden lagi. Aku sudah belajar ilmu bela diri.”Meskipun Russel tidak memiliki banyak bakat dalam seni bela diri, setelah menjalani latihan dalam waktu lama, tubuhnya menjadi lebih kuat dan bertenaga. Pelatih bilang kalau dia terus berlatih, Russel akan memiliki kemampuan untuk melindungi dirinya sendiri. Russel tidak serakah. Dia hanya ingin memiliki kemampuan seperti Olivia.“Iya, kalau kamu nggak mau pulang ke sana ya nggak u
“Angkat saja.”Pada akhirnya Russel mengangkat telepon dari ayahnya. Olivia menyerahkan ponselnya kepada Russel dan menyuruhnya mengangkat telepon. Selama bisa tidak bicara dengan Roni, Olivia tidak akan bicara dengan pria itu.“Papa,” panggil Russel.Roni menjawab dan bertanya sambil tertawa pelan, “Russel belum tidur?”“Ini sudah mau tidur. Tiba-tiba Papa telepon. Papa sudah pulang kerja? Ribut sekali di sana.”“Papa belum pulang kerja. Tapi kalau Papa mau pulang kerja juga nggak apa-apa. Tantemu ada di sana, nggak?” tanya Roni.“Ada. Papa cari Tante?”“Russel, kamu mau ke sini selama beberapa hari, nggak? Kamu lagi libur, kan. Bagaimana kalau kamu ke sini? Kakek dan nenekmu kangen sama kamu.”Roni menelepon untuk berdiskusi dengan Olivia. Dia ingin menjemput Russel ke rumahnya dan tinggal di sana selama beberapa hari. Toh, anak sekolah sedang libur. Apalagi orang tuanya juga rindu dengan cucu mereka.Shella mengantar Aiden ke sana. Kalau hanya ada Aiden, rasanya terlalu bosan. Jadi
Ingatan anak sebelum usia tiga tahun biasanya akan hilang seiring bertambahnya usia. Namun, kejadian itu meninggalkan luka yang terlalu dalam bagi Russel, sehingga dia tidak dapat melupakannya.Setelah kejadian itu, Russel mengalami mimpi buruk untuk waktu yang lama. Dia juga selalu ingat adegan di mana ibunya terluka dan berlumuran darah ketika menyelamatkannya.“Aku hanya percaya Mama, Tante, Om Stefan, Om Daniel dan yang lainnya.” Russel berkata dengan serius, “Aku nggak berani percaya papaku dan yang lainnya.”Russel mengerti segalanya. Olivia mengelus wajah mungil keponakannya dan menatapnya dengan lembut.“Kamu segalanya bagi mamamu. Apa pun yang terjadi, Tante nggak akan biarkan kalian terpisah. Russel, mamamu sudah melewati banyak masa-masa sulit. Setelah dewasa, kamu harus berbakti pada mamamu.”“Pasti, Tante. Kalau aku sudah besar, aku akan cari banyak uang untuk beli rumah besar dan mobil baru untuk Mama. Biar Mama nggak perlu capek-capek kerja lagi. Aku juga akan belikan ru
Pukul sembilan malam, Kota Mambera.Setelah melakukan panggilan video dengan kakaknya, Olivia berkata kepada Russel, “Kamu sudah selesai kemas barangmu, belum? Jangan lupa bawa hadiah untuk Liam.”“Sudah. Aku hanya bawa beberapa mainan dan hadiah untuk Liam,” jawab Russel. “Biar aku yang ketinggalan, hadiah untuk Liam juga nggak akan ketinggalan.”Olivia tertawa pelan. “Kalau kamu ketinggalan, siapa yang kasihkan hadiah untuk Liam?”Russel tersipu malu. Olivia menggendongnya, lalu mendudukkannya di tempat tidur. “Om Stefan lagi ke luar kota. Malam ini kamu tidur sama Tante. Besok pagi habis sarapan, kita langsung pergi ke rumah Om Yose. Suruh kamu pergi bareng kakek-kakek itu, kamu nggak mau. Padahal mereka suka banget sama kamu. Mereka akan jaga kamu dengan baik.”Russel baring di tempat tidur, tapi dia menyandarkan kepalanya di paha Olivia dan berkata, “Mereka sangat suka sama aku. Tapi aku nggak terlalu kenal mereka. Tante dan Mama sering bilang jangan mau pergi dengan orang lain se
Kepala pelayan hanya bisa menghela napas dalam hati. Bahkan Cakra saja tidak memiliki kebebasan seperti ini, padahal dia adalah suami dari Patricia. Namun, perempuan itu lebih memercayai Dikta. Dia adalah asisten setia yang telah menemani Patricia sepanjang hidupnya. Sementara itu, sejak skandal perselingkuhannya, Cakra sudah tidak memiliki posisi apa pun di hati Patricia. Jika bukan karena mereka memiliki anak, demi mempertimbangkan masa depan anak dan cucunya, mungkin mereka sudah lama bercerai. Setelah naik ke lantai atas, Dikta langsung menuju ruang kerja. Dia mengetuk pintu beberapa kali. Setelah mendapatkan izin dari Patricia, barulah lelaki itu masuk. Di dalam, Patricia sedang berlatih kaligrafi. Dikta berjalan mendekat dan mengamati tulisan yang dibuatnya. "Bagaimana menurutmu?" Patricia bertanya. "Tulisan tanganku ini." "Hati Bu Patricia sedang gelisah. Tulisan tangan pun ikut gelisah. Lebih baik berhenti saja, jangan buang-buang tinta dan kertas." Dikta adalah satu-sa