"Mama bercanda ya? Aku gak mau ah dijodoh-jodohin begitu," protes Kanara. Sesaat setelah ia menerima telepon dari sang ibu yang mengatakan akan menjodohkannya, Kanara langsung pergi menemui ibunya untuk meminta penjelasan.
Lina yang sedang sibuk memilih dress untuk acara makan nanti malam tersenyum. "Serius, Kana. Mama mana pernah bercanda coba? Ini buktinya Mama lagi milih dress yang cocok buat dipakai nanti malam."Kanara menjerit frustasi, ia mengacak-acak rambutnya kasar sembari berjongkok. "Tapi ini terlalu tiba-tiba, Ma. Bahkan Kana aja baru putus hari ini lho, masa udah main jodoh-jodohin aja? Lagian Kana juga gak mau ah, Kana masih terlalu muda untuk nikah, Kana masih mau ngejar karir dulu. Gak mau pokoknya gak mau!"Lina menghela napasnya. Ia menjeda kegiatannya yang sibuk memilah-milah baju, lalu menarik tangan Kanara untuk bangkit dari posisi berjongkoknya. "Dengerin Mama dulu deh. Sebenarnya ini tuh gak tiba-tiba banget lho, Mama sama Papa memang udah berencana jodohin kamu, udah diomongin juga dari lama sama orang tuanya calon kamu. Tapi karna kamu terlalu buta sama pacar kamu—""Udah mantan, Ma," koreksi Kanara."Iya! Karna kamu terlalu buta sama mantan pacar kamu yang namanya Randi itu, jadi ya Mama biarin aja. Toh ujung-ujungnya kamu sadar juga kan kalau Randi itu cuma manfaatin kamu doang? Terus masalah karir, ya ampun kamu itu masih bisa berkarir walaupun udah menikah, Kanara. Calon suami kamu itu orang kaya, menikah gak akan bikin hidup kamu berubah drastis. Kamu tetap bisa berleha-leha dan gak mengerjakan pekerjaan rumah karna Mama yakin calon suami kamu sudah menyediakan asisten rumah tangga untuk kalian. Jadi kamu tenang aja, oke?"Kanara menghela napasnya mendengar penjelasan panjang Lina. Ia mendudukkan dirinya di ujung kasur yang ada di kamar orang tuanya. Wajahnya cemberut, masih tak menerima alasan yang diberikan oleh sang ibu padanya."Ya walaupun gak beda drastis, tetep aja nanti kalau udah nikah aku harus liat muka dia setiap hari. Ini posisinya aku gak kenal sama dia lho, Ma. Masa Mama tega biarin aku tinggal berdua sama orang asing?" ujar Kanara dengan ekspresi nyalang. Ia benar-benar tak terima dengan keputusan yang diambil oleh kedua orang tuanya.Baginya perjodohan itu sangat konyol."Kan malam ini kalian kenalan, jadi gak bakal asing lagi dong, Sayang. Mama yakin kamu bakal jatuh cinta sama dia dengan sekali lihat, soalnya calon mantu Mama itu cakep banget, Kana." Lina berucap dengan ekspresi wajah berbunga-bunga, membuat Kanara yang melihat itu memutar bola matanya malas."Alah, Mama pasti cuma melebih-lebihkan aja. Paling juga orangnya tua kan, Ma?" balas Kanara sebal."Bukan tua, tapi dewasa, Kanara. Umurnya baru tiga puluh tahun, cocok sama kamu yang baru dua puluh tiga tahun," ucap Lina dengan senyum menghiasi wajahnya.Kanara melotot mendengar itu. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya sebagai bentuk penolakan. "Mama gila ya?! Tiga puluh tiga tahun? Ya ampun, Mah, itu bedanya tujuh tahun lho sama Kana, jauh bangettt. Kana tuh pengennya empat tahun aja bedanya, bukannya tujuh tahun!""Ih, masih untung lho tujuh tahun, kalau sepuluh tahun gimana? Lagian kamu ini banyak protes, enak tau beda tujuh tahun tuh, kamu bisa manja-manja sama dia."Kanara bersungut-sungut, "Ah tau deh, Kana pusing, mau tidur siang dulu!""Ya udah sana, jangan lupa persiapkan buat nanti malam, kamu harus tampil cantik dan membahana ya, Sayang."•••"Lo serius nerima perjodohannya gitu aja?" tanya Araya, ia memandang kembarannya dengan raut tak habis pikir. Tak percaya bahwa Arayi bisa menerima perjodohan begitu saja.Arayi menganggukkan kepalanya. "Yah, gak enak juga kalau harus melajang terlalu lama. Umur gue udah tiga puluh tahun, udah saatnya buat berumah tangga."Araya mendengkus kasar mendengar itu, "Gue juga tiga puluh tahun kalau lo lupa, kita kembar Arayi.""Gue ingat kok, mungkin habis ini lo yang bakal dijodohin," kata Arayi yang sontak mengundang delikan dari sang kembaran."Gue bakal nolak, gak mau gue lempeng-lempeng aja dan nurut kalau dijodohin. Gue lebih berprinsip daripada lo yang cuma iya-iya aja waktu diminta nyokap buat nikah. Gak berpendirian sama sekali," sindir Araya."Ya mau gimana lagi. Cuma cara ini yang bisa gue lakuin buat Bunda. Gue gak bisa apa-apa selain ngelakuin ini." Arayi berujar pelan, ia menghembuskan napasnya pelan. Kepalanya menunduk dengan air muka yang sulit dibaca."Gak bisa apa-apa gimana sih, Anj*ng! Lo pengusaha, lo bisa bisnis, kurang apa lagi lo di mata Bunda?" ujar Araya bersungut-sungut, merasa bahwa kembarannya terlalu merendah."Pencapaian gue masih kurang cukup buat bikin Bunda bahagia. Baik gue ataupun lo tau maunya Bunda tuh apa, gue gak bisa terus-terusan buta akan itu kan?" balas Arayi.Araya menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia mengusap wajahnya kasar, tak mengerti dengan pola pikir Arayi yang kelewat rumit untuk dipahami."Cucu maksud lo? Lo pikir setelah lo nikah lo langsung bisa ngasih cucu? Gitu?" ujar Araya judes."Yah, setidaknya satu langkah udah dilakuin kan?"Araya lagi-lagi mendengkus kasar. "Lo beneran yakin? Seriusan? Dia umurnya baru dua puluh tiga tahun, lho. Masih terlalu bocil buat nikah, apalagi kalau harus bersanding sama lo, gap umur kalian lumayan jauh, bisa jadi dia keras kepala karena masih kecil."Arayi mendengkuskan tawanya mendengar penuturan sang adik kembar. "Dua puluh tiga tahun itu bukan bocil lagi, Araya. Itu udah termasuk dewasa, dan gue yakin dia gak sekeras kepala itu.""Ya ya ya, terserah lo aja dah. Yang penting lo memang berniat berkomitmen sama dia."Arayi bergumam mengiyakan.Ada jeda dari pembicaraan mereka selama beberapa detik, sebelum Araya kembali bertanya."Lo cinta sama calon lo itu?"Arayi mendengkus geli. "Gimana bisa gue cinta sedangkan ketemu aja belum?""Maksud gue, lo berniat mencintai dia?" tanya Araya lagi dan anggukan dari Arayi yang ia dapat."Tentu, pernikahan tanpa dilandaskan cinta itu bisa bikin hambar kan? Gue bakal memperlakukan dia sebaik yang gue bisa," ucap Arayi yakin."Terlepas dari lo yang masih belum move on dari Andriana?"Arayi tersentak saat mendapat pertanyaan seperti itu. Ia berusaha menetralkan ekspresinya yang mendadak kaku. "Gue udah move on kok dari dia."Araya memggeleng, "Lo belum move on. Gue tau perasaan lo, Arayi. Insting kembaran itu kuat, jadi gak usah sok-sokan nyembunyiin sesuatu dari gue."Arayi menghela napasnya, "Ya.""Ini yang bikin gue nyuruh lo buat pertimbangin lagi masalah perjodohan itu, Arayi. Lo mau menikah dengan orang lain di saat lo belum selesai sama masa lalu? Serius?" kata Araya, lagi-lagi menyindir."Gue udah selesai sama Andriana," balas Arayi"Tapi perasaannya yang masih tersisa, gitu kan?" Araya menghembuskan napasnya kasar, mengusap wajahnya dengan tampang frustasi yang tampak jelas."Gue gak peduli tentang perasaan lo sama Andriana, ataupun cewek yang namanya Kanara itu. Tapi yang perlu lo ingat, lo gak boleh terlibat lagi sama Andriana saat Kanara udah jadi istri lo nanti, Arayi," ujar Araya sebelum memilih pergi meninggalkan sang kembaran yang tertegun.•••Kanara sukses terperangah saat pertama kali melihat pria yang akan dijodohkan dengannya. Ia mengerjap pelan, berusaha menyadarkan dirinya akan keterpanaan yang tiada ujungnya.Kanara mendekatkan kepalanya pada Lina. "Mama gak bercanda kan jodohin aku sama dia?" tanya Kanara berbisik.Lina menoleh dengan kerut pelan, "Bercanda gimana? Ini calonnya udah ada di depan kamu lho, Kanara.""Ini terlalu ganteng, Ma. Kanara kayanya gak sanggup," ucap Kanara lebay.Lina mendengkus pelan, berusaha mati-matian menahan tawa agar tak menimbulkan tatapan dari yang lain. "Dibilang juga apa, kamu sih protes terus. Dijamin ini lebih segala-galanya daripada si Randi itu."Kanara menghembuskan napasnya. Ia menjauhkan badannya dari sang ibu, lalu tersenyum manis pada pria berumur tiga puluh tahun yang duduk di depannya.Arayi balas tersenyum. Ia sempat mengangguk sebelum fokus pada apa yang diucapkan sang ayah."Jadi bagaimana, Kanara? Suka tidak dengan anak saya?" tanya Arman yang merupakan ayah dari Ara
Seperti permintaan Kanara kemarin, hari ini ia dan Arayi benar-benar melakukan kencan di bioskop setelah keduanya pulang kerja. Film yang mereka tonton tentunya genre kesukaan Kanara yang tak lain dan tak bukan adalah romance comedy.Keduanya keluar dari bioskop setelah film yang mereka tonton selesai. Tampak ekspresi ceria Kanara yang berbanding terbalik dengan wajah lesu Arayi."Gimana, Mas? Bagus gak filmnya?" tanya Kanara semangat.Arayi menganggukkan kepalanya, "Bagus," jawabnya seadanya.Rupanya jawaban yang diberikan Arayi tak mampu membuat Kanara percaya begitu saja sehingga ia kembali brtanya dengan nada ragu, "Masa sih? Kok Mas Arayi keliatan lesu gitu? Film yang aku rekomendadikan gak sesuai ya sama ekspektasi Mas Arayi?"Arayi menghela napasnya, ia memberikan senyum pada Kanara, "Bagus kok, cuma mungkin saya masih belum terbiasa sama genre itu."Kanara mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti mendengar itu. "Tuhkan, apa aku bilang, genre kita itu beda banget. Kalau kaya gin
"Gue dijodohin, kemungkinan bakal nikah dalam waktu dua sampai tiga bulan ke depan," ucap Kanara.Perempuan di depannya melotot kaget, ia berusaha meneguk airnya di mulutnya dengan susah payah. Merasa tak percaya dengan apa yang diucapkan oleh sahabatnya. "Jangan bohong lo! Masa tiba-tiba banget sih?"Kanara menghela napasnya, "Gue gak bohong. Semuanya memang tiba-tiba, bahkan gue sama dia baru kenal semingguan ini.""Dan lo mau aja?! Lo baru putus dari Randi lho, apa gak trauma buat menjalin hubungan sama orang baru? Apalagi ini pernikahan, bayangin lo harus hidup sama dia seumur hidup, Ra! Bayangin!" seru Alea kesal."Gue tau," jawab Kanara seadanya.Alea makin tak habis pikir dibuatnya, ia memukul meja pelan, bermaksud menyadarkan Kanara tentang pilihannya. "Lo serius nerima perjodohan itu? Sama orang asing, Ra, bayangin lo nikah sama orang asing!""Dia bukan orang asing lagi di mata gue, Al. Namanya Mas Arayi, dia baik, ganteng, perhatian, dan gue rasa gue udah mulai naksir sama
"Kok gak ada foto Andriana lagi di sini? Lo pindahin apa gimana?" tanya Araya. Hari ini lelaki itu memang sedang berkunjung ke rumah kembarannya untuk sekedar memberitahukan pesan ayahnya pada Arayi.Arayi yang baru saja keluar dari kamar mandi menoleh, ia menghela napasnya pelan. "Dibuang sama Mama," jawabnya lesu.Araya mengangkat sebelah alisnya, "Mama ke sini kemarin?"Sang kembaran mengangguk. "Bersihin kamar gue, katanya kamar gue kotor banget."Terdengar kekehan dari mulut Araya, ia menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa yang ada di kamar Arayi. "Mama tuh lagi sarkas, dia tau anak pertamanya belum move on sama masa lalu, makanya sengaja buang foto kalian biar lo gak terus-terusan ingat sama dia.""Tapi itu foto terakhir gue sama Andriana.""Ya terus kenapa? Lo mau terus-terusan gagal move on sama orang yang udah ninggalin lo itu? Sadar aja sih, lo ditinggalin sama dia. Ah, lebih tepatnya, lo dicampakkan," ujar Araya. Ada nada geram kala ia mengucapkan itu, teringat kembali a
Setelah saling mengenal dalam kurun waktu yang lumayan singkat, Arayi dan Kanara akhirnya menikah. Akad nikah sudah diselenggarakan, begitupun dengan resepsi yang mengundang banyak kenalan baik dari pihak orang tua Arayi maupun orang tua Kanara.Kini, Kanara tengah beristirahat sambil menghapus make up di wajahnya dengan dibantu oleh MUA. Badannya terasa pegal karena seharian harus menghabiskan waktu untuk menghadapi para tamu yang kelewat banyak itu."Gue gak nyangka lo sekarang udah jadi bini orang, Ra!" Ucapan Alea berhasil membuat Kanara terkekeh geli, ia memandang sang sahabat dari cermin dengan senyum simpul."Gue juga gak nyangka kali," balas Kanara."Yah, jadi gak bisa sering-sering ngajak main lagi dong gue?" Alea berucap sembari memasang raut sedih. Mengingat temannya selama ini hanyalah Kanara."Makanya nikah juga dong, biar punya temen hidup, biar nanti kita bisa double date juga." "Gue masih lama kali, masih dua tiga ini, masih mau nikmatin hidup. Lagian apaan banget lo,
"Mas?" Panggilan Kanara yang baru saja terbangun dari tidurnya setelah pergelutan panas mereka berhasil membuat Arayi menoleh. Lelaki itu menatap Kanara yang berada di pelukannya. Keduanya masih berada di balik selimut dengan badan yang tak memakai sehelai kain apapun."Ya?" respon Arayi dengan suara serak khas bangun tidurnya. Jam telah menunjukkan pukul 5 subuh ketika keduanya bangun.Kanara tampak berdehem sesaat sebelum mengatakan, "Aku .... suka yang kemarin."Arayi mengerutkan keningnya dengan senyum samar yang menghiasi wajah tampannya. "Walaupun kamu nangis-nangis sampe minta berhenti?" Kanara mendengkus kasar, ia menutup wajahnya yang memerah akibat malu. "Jangan dibahas yang itu .... intinya setelah itu aku suka," ujarnya.Arayi tersenyum, ia semakin mengeratkan pelukannya pada sang istri. Tangannya mengusap punggung polos Kanara, lalu memberikan kecupan pada pucuk kepala sang wanita. "Mau lagi?"Kanara kontan memukul lengan atas Arayi pelan, "Mas! Jangan terlalu terang-ter
"Pagi Mas Arayiiiii," sapa Kanara dengan mata berbinar. Ia menyengir pada Arayi yang membuat suaminya kontan terkekeh geli.Sebuah cubitan mendarat di pipi mulus Kanara, "Pagi juga Kanara cantik."Senyum Kanara semakin mengembang. Ia membalik telur ceplok yang ia buat, lalu mengangkatnya setelah matang.Sementara Arayi duduk di meja makan seraya menikmati teh yang dibuat oleh asisten rumah tangga mereka.Kanara meletakkan piring berisi toast dengan telur ceplok serta alpukat ke depan Arayi. "Ini sarapannya ya, Mas.""Kamu seharusnya gak perlu repot-repot begini, biar Bi Ani yang ngurus urusan rumah," kata Arayi.Kanara duduk di depan Arayi, "Terus aku ngapain dong kalau Bi Ani yang ngurus?" tanya Kanara balik."Rebahan, mungkin?" balas Arayi yang kontan mengundang tawa dari Kanara."Rebahan kadang juga bikin capek lho, Mas. Aku gak mau badanku jompo di usia yang masih muda gara-gara jarang gerak," ujar Kanara.
"Siapa sih Jessica itu? Gue sih gak masalah ya kalau dia biasa aja sama gue. Tapi, Al, masalahnya tuh dia natap gue kaya seakan menilai gitu. Kaya lo ngerti gak sih? Dia mungkin ngerasa gue gak cocok kali ya sama Mas Arayi?" gerutu Kanina sembari memeriksa pesan yang masuk melalui emailnya."Pernah pacaran kali sama Mas Arayi. Siapa tahu dia belom move on, makanya natap lo kaya gak suka gitu," balas Alea di seberang sana. Perempuan itu tengah berada di kubikelnya sembari mengerjakan kerjaan kantor.Kanara menghela napasnya, merasa tak sepemikiran dengan Alea. "Masa sih? Kok gue ragu ya?""Ragu kenapa? Menurut gue sih begitu, kan Mas Arayi juga bilang kalau mereka temen kuliah kan? Itu artinya mereka udah kenal lama," ujar Alea."Ya iya sih." Kanara menggigiti jari-jari tangannya seraya berpikir. "Gue ngerasanya dia tuh cuma gak suka karna gue gak sesuai ekspektasi dia? Tatapan dia ke Mas Arayi juga bukan yang tatapan cinta gitu. Mungkin
ByurrArayi menceburkan badannya pada kolam renang. Lelaki itu muncul ke permukaan setelah menenggelamkan diri selama setengah menit.Tatapannya jatuh pada Kanara yang memakai cardigan berwarna biru seraya memeluk dirinya sendiri. Tampaknya perempuan itu sedang kedinginan."Gak mau ikut berenang juga?" Arayi sadar, pertanyaan itu hanya sebagai pemecah keheningan di antara mereka. Karena sudah dipastikan Kanara tidak akan mau ikut menceburkan badannya ke dalam kolam di malam hari.Kanara menggeleng, ia duduk di kursi santai sambil masih melirik Arayi yang berenang sangat cepat. Perempuan itu menggigil beberapa kali karna suhu yang kelewat dingin. Kebetulan, tadi baru saja hujan."Gak dingin kamu, Mas? Masa berenang pas lagi kaya gini, aku mending selimutan di kasur," ucap Kanara.Arayi kembali memunculkan kepalanya, "Dingin, tapi seru," jawabnya."Kamu emang sering berenang malam gini ya, Mas?" Kanara bertanya, ia berjala
Arayi melirik takjub berbagai macam makanan yang terhidang di meja makan. Ini masih pagi, namun Kanara sudah memasak banyak makanan yang membuat Arayi keheranan."Kamu ngapain masak makanan sebanyak ini?" tanya Arayi dengan alis berkerut. Ia memandang Kanara yang berdiri di depannya seraya memangku Mocca.Kanara mengendikkan bahunya, "Pengen aja, sih."Arayi semakin keheranan dibuatnya. Masalahnya, makanan yang dimasak Kanara bukan porsi yang sedikit, belum lagi tidak hanya ada satu jenis makanan di sini. Arayi bahkan sampai tak habis pikir, kenapa istrinya ini selalu memberikan kejutan-kejutan tak terduga?"Ini .... terlalu banyak, Kanara," ucap Arayi.Kanara mengangguk, membenarkan perkataan Arayi. Ia menggaruk kepalanya yang tak gatal seraya memandang Arayi dengan cengiran khas. "Bahan masakan udah pada mau layu, Mas. Jadi daripada dibuang, mending dibikin makanan aja. Sekalian aku belajar masak yang lain dan gak itu-itu aja."
Tatapan Kanara kini tertuju pada Arayi. Matanya menatap tajam sang suami selagi berujar, "Jelasin sekarang!"Arayi menganggukkan kepalanya, "Mau ku jelasin dari mana?""Dari awal, semuanya!" jawab Kanara.Arayi lagi-lagi mengangguk, "Oke.""Jadi .... aku menikah sama kamu memang karena putus dari Andriana. Kamu udah tahu kan sebelumnya bahwa Araya lah yang seharusnya menikah sama kamu, tapi karna Araya belum siap dan bertepatan aku yang baru putus, jadi aku yang mengajukan diri buat menggantikan Araya menikahi kamu," ucap Arayi memulai ceritanya.Baru awal, Kanara sudah memelotot tak terima, ia hendak melayangkan protes jika saja Arayi tak lebih dulu bersuara."Jangan protes dulu, oke? Aku jelasin semuanya." Arayi mengusap-usap punggung Kanara sembari lanjut menjelaskan. "Aku sama Andriana putus karena Andriana dijodohkan orang tuanya dengan Aryan. Andriana gak bisa menolak, jadi dia menerima perjodohan itu dan meninggalkan aku. Kebetulan hubungan kami waktu itu memang tidak direstui
"Emang lo tuh gobl*k banget masalah cewek, gak bisa mikir, otak lo ditaruh di mana sih? Di dengkul?!" serang Araya begitu kembarannya menyelesaikan ceritanya mengenai permasalahannya dengan Kanara.Arayi mengusap wajahnya putus asa, ia kelewat lelah dengan semuanya. Permasalahan Andriana dan Kanara belum juga kunjung surut, malah sekarang jadi semakin parah. Arayi tak bisa menyelesaikannya sendiri, itulah alasan kenapa ia sekarang berada di apartemen sang kembaran yang kebetulan baru saja pulang bekerja.Bayangkan saja, posisi Araya sekarang tengah kelelahan karena baru saja menangani banyak pasien seharian ini. Lelaki itu hanya ingin istirahat, namun kedatangan sang kakak kembaran justru membuatnya harus menunda istirahatnya."Terus gue harus gimana? Kanara marah banget sama gue," ucap Arayi frustasi, jas kerja masih melekat di badannya. Lelaki itu tak sempat untuk sekedar melepas jas kerjanya akibat terlalu kalut."Lo tuh!" Araya meremas rambutn
"Bahkan meski aku bilang aku akan memaafkan Mas Arayi pun, Mas tetap diam. Itu artinya benar ya, Mas? Apa yang dikatakan Andriana itu benar?"Kembali, setetes air mata keluar dari sudut matanya yang lain. Kanara berusaha menahan tangisnya dengan menutup mulutnya. Rasa sesak itu bertambah berkali-kali lipat sakitnya.Kanara menggelengkan kepalanya tak percaya, napasnya tercekat, ia hendak pergi dari ruang kerja Arayi tatkala suaminya itu berucap."Kanara .... Mas minta maaf.""Aku gak butuh permintaan maaf Mas Arayi! Aku butuh penjelasan dan Mas Arayi gak menjelaskan apapun!" seru Kanara tanpa berbalik menghadap Arayi."Aku gak nyangka bahwa Mas Arayi berani menikah di saat perasaan Mas Arayi masih untuk wanita lain! Aku gak nyangka kalau selama ini aku gak begitu berharga sampai dijadikan sebagai pelarian. Aku sakit hati banget, Mas, asal kamu tau aja."Kala itu Arayi tak bisa mengatakan apapun, bahkan sesederhana kalimat penenan
Kanara mendengkus kasar, ia menghempaskan tangan Arayi dengan ekspresi dingin. "Oke, tinggal lihat nanti Mas bisa buktiin ucapan Mas atau enggak." Arayi menghela napasnya. "Mas mencintai kamu Kanara," ucapnya tiba-tiba. Kanara berdecak kesal. Ia memandang sang suami dengan mata menyipit. "Setengah mencintai aku! Setengahnya lagi mungkin buat orang lain. Asal Mas Arayi tahu, aku gak bakal maafin Mas hanya dengan Mas Arayi bilang begitu!" Kanara benar-benar pergi setelahnya, meninggalkan Arayi yang frustasi di tempatnya. Membujuk Kanara ternyata lebih sulit dari apa yang ia kira. Kanara terlanjur marah besar padanya. Semoga setelah ini tak ada lagi masalah yang menghampirinya. ••• "Gue gak nyangka kalau hubungan Mas Arayi sama Andriana itu lebih dari sekedar mantan pacar," ucap Kanara pada Alea di seberang sana. Perempuan itu menempelkan telepin genggamnya pada telinga untuk mendengar balasan dari sang sahabat.
"Untuk apa lagi kamu menemui aku gini, Na?" tanya Arayi begitu ia duduk di depan Andriana.Andriana menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Harapan aku satu-satunya cuma kamu, Ar. Tolongin aku, aku gak bisa terus-terusan terjebak sama Aryan. Dia mukul aku lagi tadi, dia gak mau memutuskan hubungan kami."Arayi mengusap wajahnya. Kemarahan Kanara sudah cukup membuatnya frustasi, ia tidak ingin Andriana semakin menambahinya. "Kamu bisa minta tolong Jessica, Liam, atau Kevin. Kenapa harus aku?" tanya Arayi. "Karna aku pengennya sama kamu!" ucap Andriana dengan tangis yang telah menghiasi pipinya.Arayi mengacak rambutnya. Tangannya terkepal kencang, napasnya memberat karena rasa kesal yang mendominasi."Bukannya aku udah bilang kalau aku gak bisa? Jangan nyari penyakit, Na, cukup sampai sini kamu memohon sama aku seperti ini."Andriana menggelengkan kepalanya. Keinginannya masih tetap sama, ia tak akan menyerah selagi Arayi masi
Andriana tak menggubris pertanyaan Kanara. Ia mencoba mengintip dari balik badan Kanara dengan maksud mencari Arayi."Arayi ada?" tanya Andriana dengan raut yang tampak menyebalkan di mata Kanara."Ngapain nyari suami saya? Mbak ada urusan apa ke sini?" tanya Kanara dengan wajah dongkol. Ia telah kehilangan respect dengan perempuan di depannya ini setelah segala sikap menyebalkan Andriana padanya.Kanara lebih dari paham cara menjaga Arayi agar tidak terlalu dekat dengan Andriana. Terlebih dengan status mereka yang adalah mantan kekasih. Tentunya Kanara semakin hati-hati dan tidak ingin hal buruk terjadi, seperti cinta yang bersemi kembali contohnya.Meskipun Kanara sangat percaya pada Arayi, namun Andriana belum tentu bisa dipercaya kan? Kanara tidak ingin Arayi digoda oleh perempuan ini. Pokoknya, Andriana tidak boleh menyentuh Arayi seujung jari pun."Saya ada urusan, kamu gak perlu tau, gak penting juga buat kamu. Ini menyangkut hubun
"Aku mau memutuskan pertunangannya sama Aryan." Andriana langsung berucap tanpa aba-aba. Hal itu berhasil membuat kedua orang tuanya melotot kaget."Ngomong apa kamu ini?! Gak ada yang boleh membatalkan pertunangan kalian!" ucap Sarah, ibu dari Andriana."Kalian akan menikah tahun depan, memutuskan pertunangan kalian hanya akan merusak hubungan keluarga kita dengan keluarga Aryan!" tambah Aditya selaku ayahnya.Sudah Andriana duga bahwa reaksi orang tuanya akan seperti ini. Andriana sudah tak heran lagi."Aku gak mencintai Aryan," ungkap Andriana yang mengundang dengkusan dari sang ibu."Cinta bisa datang seiring berjalannya waktu. Pernikahan tetap bisa dilaksanakan tanpa berlandaskan cinta, seperti apa yang Mami dan Papi lakukan."Andriana menggelengkan kepalanya. "Aku gak akan bisa mencintai Aryan, aku mencintai Arayi!" Andriana menekankan suaranya di akhir kalimat. Ia merasa terlalu lelah menjelaskan pada kedua orang tuanya ba