Arayi menghela napasnya kasar. Ia mengacak-acak rambutnya yang telah berantakan. Ucapan Jessica siang tadi masih memenuhi isi kepalanya, yang membuat dirinya sekarang jadi sedikit kacau.
Mobil yang dikendarai Arayi perlahan memasuki garasi rumah. Kanara telah pulang sejak sore tadi, sementara Arayi masih ada kerjaan yang mengharuskannya pulang larut malam.Lampu rumah sudah padam. Tampaknya Kanara telah tidur. Arayi memasuki rumahnya tatkala menemukan Kanara yang terduduk di atas sofa ruang tengah sembari menyemil keripik kentang. Televisi di depannya menyala, menayangkan sebuah kartun pinguin kecil.Perhatian Kanara beralih, ia melempar senyum pada Arayi seraya beranjak dari posisinya. Wanita itu berjalan menghampiri sang suami yang masih terdiam di tempat."Hai, Mas," sapa Kanara sambil mengecup singkat bibir Arayi. Ia mengambil jas serta tas kerja Arayi untuk dibawa ke kamar.Arayi mengekor dengan alis yang masih menyatu keheranan. "KaJam makan siang ini Kanara pergi makan di luar sekaligus bertemu dengan Alea. Mereka memutuskan untuk bertemu di sebuah rumah makan yang berada di tengah-tengah antara kantor Kanara dan Alea."Gue heran, kenapa Mas Arayi tuh manis banget ya, Al?" Kanara berucap dengan wajah cengengesan.Alea berdecak mendengar pertanyaan itu. Ia menyandarkan badannya pada sandaran kursi sembari memandang Kanara sebal. "Yeuu, dasar pengantin baru! Udah bucin aja lo," cibir Alea."Mas Arayi tuh ya, Al, orangnya tuh perhatian banget. Dia juga sering muji gue, selalu mengapresiasi apa yang gue lakuin. Duh, gue jadi klepek-klepek sama dia." Kanara mesem-mesem sendiri mengucapkan hal itu.Alea menggeleng-gelengkan kepalanya pelan, ia mengelus dadanya agar tak kaget melihat sahabatnya yang berubah drastis setelah menikah."Lo ngomong gitu kaya udah cinta aja."Mendengar hal itu, Kanara jadi berpikir. Kunyahannya terhenti, sendok dan garpu yang ia gengga
Hari ini Wina pergi ke rumah Arayi dan Kanara untuk berkunjung. Bermaksud memastikan bahwa hubungan Arayi dan Kanara baik-baik saja. Kanara yang kala itu baru saja pulang bekerja menyambut Wina dengan ramah. Ia izin mandi sebentar dan meminta Bi Ani selaku asisten rumah tangga untuk menemani Wina. Setelah selesai mandi, Kanara turun menghampiri Wina yang tengah mengobrol dengan Bi Ani sembari menonton film. Kanara duduk di samping Wina yang kini telah mengalihkan perhatiannya pada sang menantu. Bi Ani setelahnya pamit untuk melanjutkan pekerjaannya memasak makan malam. “Gimana?” tanya Wina antusias, tontonan televisi di depannya sudah tak lagi ia pedulikan. Kanara mengernyit, “Gimana apanya, Ma?” tanya Kanara keheranan. “Itu lho, Arayi gimana sikapnya? Baik aja kan sama kamu? Kamu gak dimacam-macamin kan sama dia?” tanya Wina penasaran. Mengingat bahwa Arayi dan Kanara menikah karena perjodohan. Ia merasa khawatir jika saja
Hari Minggu adalah hari yang tepat digunakan untuk bersantai. Seperti yang dilakukan oleh kedua suami istri yang usia pernikahannya baru saja menginjak dua minggu ini. Dibanding keluar rumah untuk jalan-jalan, Arayi dan Kanara lebih memilih untuk menonton film di ruang tengah yang ada di rumah mereka. Kanara menyandarkan punggungnya pada dada bidang Arayi dengan mata yang fokus pada layer di depan sana. Tangannya memegang kedua tangan Arayi yang melingkar di perutnya. “Mas suka filmnya?” tanya Kanara, ia menoleh pada Arayi yang menaruh dagu di bahunya dengan pandangan bertanya. Tanpa pikir panjang, Arayi langsung menggeleng. “Gak suka sama sekali.” Kanara mendengkus kesal, ia memukul tangan Arayi yang masih bertengger di perutnya. “Terus kenapa nonton?” “Supaya kamu ada temennya,” jawab Arayi. Ia mengeratkan pelukannya sembari menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher Kanara. “Kalau boleh jujur, aku lebih seneng peluk kamu kaya gini dibanding h
“Mbak, mau rujak gak?” Seorang siswi magang menengok ke dalam kubikel Kanara untuk menawari rujak buah padanya. Kanara yang sejak tadi fokus pada pekerjaannya kontan menoleh, ia memberi senyum pada siswi magang itu sembari mengangguk. “Mau, ngambilnya di mana, Syif?” tanya Kanara pada Syifa selaku siswi yang magang di kantornya. “Di Mbak Anin, mau aku ambilin aja gak, Mbak?” tawar Syifa yang langsung ditolak oleh Kanara. “Gak usah, kamu fokus aja sama apa yang lagi kamu kerjain, nanti saya ambil sendiri,” ujar Kanara. “Abisnya lagi gak ada yang dikerjain nih, Mbak. Biar saya ambilin aja ya?” Melihat Syifa yang bersikeras mengambilkan rujak buah untuknya, mau tak mau Kanara mengangguk. “Ya sudah kalau kamu gak keberatan, makasih ya, Syifa.” “Sama-sama, Mbak. Aku ambilin bentar ya.” Sesaat setelahnya, Syifa pergi mengambilkan rujak buah untuk Kanara. Sementara Kanara kembali sibuk dengan pekerjaannya. Tak lama, Syif
“Sebaiknya jaga mulut kamu sebelum saya laporin kamu ke polisi atas tuduhan pemerkosaan. Saya tahu semua tindak kriminal kamu. Kalau kamu masih mau aman, berhenti mengganggu istri saya!” Randi mengumpat, lalu setelahnya sambungan terputus. Kanara membelalakkan matanya pada apa yang baru saja diucapkan Arayi. “Tindakan kriminal? Randi ngelakuin apa aja , Mas?” Arayi memblokir nomor Randi. Ia menatap Kanara sebelum membeberkan fakta yang membuat Kanara hamper tak percaya. “Waktu masih sama kamu, dia memerkosa beberapa wanita kenalannya. Selain itu, dia juga melakukan kekerasan sama adik tirinya dan memakai narkoba.” Kanara mengerjapkan matanya, ia memegang dadanya yang berpacu lebih cepat. Selama ini …. Kanara tak pernah mengira bahwa ia sempat menjalin hubungan dengan orang berbahaya. Ia tak sadar bahwa bahaya itu sangat dekat dengannya. “Syukurnya dia gak melakukan apapun ke kamu. Kamu beruntung karena sekarang udah terbeba
“Mas merasa terbebani gak sih dengan permintaan orang-orang buat menjaga aku?” tanya Kanara pelan. Jam telah menunjukkan pukul 11 malam. Kanara berbaring di atas Arayi sembari memeluk leher sang suami. Matanya memperhatikan bulu mata Arayi yang lentik, tangannya tergerak untuk menyentuh bulu mata itu tatkala si empunya telah lebih dulu membuka mata. Kedua tangannya melingkar pada pinggang kecil Kanara. Matanya menatap lekat wajah cantik di depannya. Arayi menggeleng, “Gak sama sekali.” “Kalau aku yang dikasih tanggung jawab begitu, aku bakal terbebani banget!” ucap Kanara. Arayi kontan terkekeh mendengar itu, ia menyingkirkan anak-anak rambut yang menutupi sisi wajah Kanara. “Kenapa gitu?” “Ribet aja. Jaga diri sendiri aja belum tentu bisa, apalagi harus jaga orang lain juga. Rasanya terlalu capek. Belum lagi kalau semisal orang yang aku jaga kenapa-napa, pasti aku yang disalahin.” “Itulah resikonya menikah. Makanya kadang
Rasa Lelah akibat pekerjaan tak menyurutkan semangat Kanara untuk jalan-jalan ke mall Bersama Alea. Sahabatnya itu mengajaknya untuk berbelanja sekaligus bermain timezone. Keduanya keluar dari area timezone setelah puas bermain. Kanara melihat-lihat toko pakaian yang mereka lalui. “Mau masuk ke sana gak, Al?” tanya Kanara sembari menunjuk store brand ternama. “Lo mau beli? Kalau mau gue temenin,” ujar Alea. “Mau lihat-lihat dulu sih. Kalau lo mau beli nggak?” tanya Kanara balik. Alea kontan menggelengkan kepalanya. “Gak dulu deh, uang gajian gue udah mau abis, gak bisa beli-beli yang begituan.” Kanara menganggukkan kepalanya mengerti. “Ya udah kalau gitu, yuk jalan lagi.” “Lah? Lo gak jadi masuk? Katanya mau lihat-lihat dulu?” Kanara menggeleng. “Gak jadi deh, gue lagi gak ada yang pengen dibeli juga sih ini.” Alea mencibir, “Padahal laki lo berduit noh, apa salahnya beli baju yang banyak? Toh
“Nana ….” Kanara mengucek matanya, ia terbangun akibat mendengar gumaman Arayi yang terdengar jelas di telinganya. Kanara melihat jam di dinding yang masih menunjukkan pukul 4 pagi. Perhatiannya lantas terjatuh pada Arayi yang masih mengigau. “Siapa Nana?” ucap Kanara pelan. Ia hendak kembali menutup mata kala gumaman Arayi semakin kencang. “Nana …. Jangan tinggalin aku ….” “Aku gak bisa kalau gak ada kamu, Na ….” “Jangan pergi ….” Cukup sudah, Kanara tak tahan mendengarnya. Ia bangkit dari tidurnya, lalu terduduk sembari menatap Arayi yang masih menutup mata. Kanara membelalak kaget saat melihat Arayi meneteskan air mata. Kanara menghapus air mata yang membasahi pipi sang suami. Ia mengusap dahi Arayi yang berkeringat, lalu mencium pipinya lembut. “Nana ….” Arayi tersentak, ia terbangun dengan jantung yang berdegup kencang. Arayi menarik napasnya, lalu menghembuskannya, begitu seterusnya sampa
ByurrArayi menceburkan badannya pada kolam renang. Lelaki itu muncul ke permukaan setelah menenggelamkan diri selama setengah menit.Tatapannya jatuh pada Kanara yang memakai cardigan berwarna biru seraya memeluk dirinya sendiri. Tampaknya perempuan itu sedang kedinginan."Gak mau ikut berenang juga?" Arayi sadar, pertanyaan itu hanya sebagai pemecah keheningan di antara mereka. Karena sudah dipastikan Kanara tidak akan mau ikut menceburkan badannya ke dalam kolam di malam hari.Kanara menggeleng, ia duduk di kursi santai sambil masih melirik Arayi yang berenang sangat cepat. Perempuan itu menggigil beberapa kali karna suhu yang kelewat dingin. Kebetulan, tadi baru saja hujan."Gak dingin kamu, Mas? Masa berenang pas lagi kaya gini, aku mending selimutan di kasur," ucap Kanara.Arayi kembali memunculkan kepalanya, "Dingin, tapi seru," jawabnya."Kamu emang sering berenang malam gini ya, Mas?" Kanara bertanya, ia berjala
Arayi melirik takjub berbagai macam makanan yang terhidang di meja makan. Ini masih pagi, namun Kanara sudah memasak banyak makanan yang membuat Arayi keheranan."Kamu ngapain masak makanan sebanyak ini?" tanya Arayi dengan alis berkerut. Ia memandang Kanara yang berdiri di depannya seraya memangku Mocca.Kanara mengendikkan bahunya, "Pengen aja, sih."Arayi semakin keheranan dibuatnya. Masalahnya, makanan yang dimasak Kanara bukan porsi yang sedikit, belum lagi tidak hanya ada satu jenis makanan di sini. Arayi bahkan sampai tak habis pikir, kenapa istrinya ini selalu memberikan kejutan-kejutan tak terduga?"Ini .... terlalu banyak, Kanara," ucap Arayi.Kanara mengangguk, membenarkan perkataan Arayi. Ia menggaruk kepalanya yang tak gatal seraya memandang Arayi dengan cengiran khas. "Bahan masakan udah pada mau layu, Mas. Jadi daripada dibuang, mending dibikin makanan aja. Sekalian aku belajar masak yang lain dan gak itu-itu aja."
Tatapan Kanara kini tertuju pada Arayi. Matanya menatap tajam sang suami selagi berujar, "Jelasin sekarang!"Arayi menganggukkan kepalanya, "Mau ku jelasin dari mana?""Dari awal, semuanya!" jawab Kanara.Arayi lagi-lagi mengangguk, "Oke.""Jadi .... aku menikah sama kamu memang karena putus dari Andriana. Kamu udah tahu kan sebelumnya bahwa Araya lah yang seharusnya menikah sama kamu, tapi karna Araya belum siap dan bertepatan aku yang baru putus, jadi aku yang mengajukan diri buat menggantikan Araya menikahi kamu," ucap Arayi memulai ceritanya.Baru awal, Kanara sudah memelotot tak terima, ia hendak melayangkan protes jika saja Arayi tak lebih dulu bersuara."Jangan protes dulu, oke? Aku jelasin semuanya." Arayi mengusap-usap punggung Kanara sembari lanjut menjelaskan. "Aku sama Andriana putus karena Andriana dijodohkan orang tuanya dengan Aryan. Andriana gak bisa menolak, jadi dia menerima perjodohan itu dan meninggalkan aku. Kebetulan hubungan kami waktu itu memang tidak direstui
"Emang lo tuh gobl*k banget masalah cewek, gak bisa mikir, otak lo ditaruh di mana sih? Di dengkul?!" serang Araya begitu kembarannya menyelesaikan ceritanya mengenai permasalahannya dengan Kanara.Arayi mengusap wajahnya putus asa, ia kelewat lelah dengan semuanya. Permasalahan Andriana dan Kanara belum juga kunjung surut, malah sekarang jadi semakin parah. Arayi tak bisa menyelesaikannya sendiri, itulah alasan kenapa ia sekarang berada di apartemen sang kembaran yang kebetulan baru saja pulang bekerja.Bayangkan saja, posisi Araya sekarang tengah kelelahan karena baru saja menangani banyak pasien seharian ini. Lelaki itu hanya ingin istirahat, namun kedatangan sang kakak kembaran justru membuatnya harus menunda istirahatnya."Terus gue harus gimana? Kanara marah banget sama gue," ucap Arayi frustasi, jas kerja masih melekat di badannya. Lelaki itu tak sempat untuk sekedar melepas jas kerjanya akibat terlalu kalut."Lo tuh!" Araya meremas rambutn
"Bahkan meski aku bilang aku akan memaafkan Mas Arayi pun, Mas tetap diam. Itu artinya benar ya, Mas? Apa yang dikatakan Andriana itu benar?"Kembali, setetes air mata keluar dari sudut matanya yang lain. Kanara berusaha menahan tangisnya dengan menutup mulutnya. Rasa sesak itu bertambah berkali-kali lipat sakitnya.Kanara menggelengkan kepalanya tak percaya, napasnya tercekat, ia hendak pergi dari ruang kerja Arayi tatkala suaminya itu berucap."Kanara .... Mas minta maaf.""Aku gak butuh permintaan maaf Mas Arayi! Aku butuh penjelasan dan Mas Arayi gak menjelaskan apapun!" seru Kanara tanpa berbalik menghadap Arayi."Aku gak nyangka bahwa Mas Arayi berani menikah di saat perasaan Mas Arayi masih untuk wanita lain! Aku gak nyangka kalau selama ini aku gak begitu berharga sampai dijadikan sebagai pelarian. Aku sakit hati banget, Mas, asal kamu tau aja."Kala itu Arayi tak bisa mengatakan apapun, bahkan sesederhana kalimat penenan
Kanara mendengkus kasar, ia menghempaskan tangan Arayi dengan ekspresi dingin. "Oke, tinggal lihat nanti Mas bisa buktiin ucapan Mas atau enggak." Arayi menghela napasnya. "Mas mencintai kamu Kanara," ucapnya tiba-tiba. Kanara berdecak kesal. Ia memandang sang suami dengan mata menyipit. "Setengah mencintai aku! Setengahnya lagi mungkin buat orang lain. Asal Mas Arayi tahu, aku gak bakal maafin Mas hanya dengan Mas Arayi bilang begitu!" Kanara benar-benar pergi setelahnya, meninggalkan Arayi yang frustasi di tempatnya. Membujuk Kanara ternyata lebih sulit dari apa yang ia kira. Kanara terlanjur marah besar padanya. Semoga setelah ini tak ada lagi masalah yang menghampirinya. ••• "Gue gak nyangka kalau hubungan Mas Arayi sama Andriana itu lebih dari sekedar mantan pacar," ucap Kanara pada Alea di seberang sana. Perempuan itu menempelkan telepin genggamnya pada telinga untuk mendengar balasan dari sang sahabat.
"Untuk apa lagi kamu menemui aku gini, Na?" tanya Arayi begitu ia duduk di depan Andriana.Andriana menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Harapan aku satu-satunya cuma kamu, Ar. Tolongin aku, aku gak bisa terus-terusan terjebak sama Aryan. Dia mukul aku lagi tadi, dia gak mau memutuskan hubungan kami."Arayi mengusap wajahnya. Kemarahan Kanara sudah cukup membuatnya frustasi, ia tidak ingin Andriana semakin menambahinya. "Kamu bisa minta tolong Jessica, Liam, atau Kevin. Kenapa harus aku?" tanya Arayi. "Karna aku pengennya sama kamu!" ucap Andriana dengan tangis yang telah menghiasi pipinya.Arayi mengacak rambutnya. Tangannya terkepal kencang, napasnya memberat karena rasa kesal yang mendominasi."Bukannya aku udah bilang kalau aku gak bisa? Jangan nyari penyakit, Na, cukup sampai sini kamu memohon sama aku seperti ini."Andriana menggelengkan kepalanya. Keinginannya masih tetap sama, ia tak akan menyerah selagi Arayi masi
Andriana tak menggubris pertanyaan Kanara. Ia mencoba mengintip dari balik badan Kanara dengan maksud mencari Arayi."Arayi ada?" tanya Andriana dengan raut yang tampak menyebalkan di mata Kanara."Ngapain nyari suami saya? Mbak ada urusan apa ke sini?" tanya Kanara dengan wajah dongkol. Ia telah kehilangan respect dengan perempuan di depannya ini setelah segala sikap menyebalkan Andriana padanya.Kanara lebih dari paham cara menjaga Arayi agar tidak terlalu dekat dengan Andriana. Terlebih dengan status mereka yang adalah mantan kekasih. Tentunya Kanara semakin hati-hati dan tidak ingin hal buruk terjadi, seperti cinta yang bersemi kembali contohnya.Meskipun Kanara sangat percaya pada Arayi, namun Andriana belum tentu bisa dipercaya kan? Kanara tidak ingin Arayi digoda oleh perempuan ini. Pokoknya, Andriana tidak boleh menyentuh Arayi seujung jari pun."Saya ada urusan, kamu gak perlu tau, gak penting juga buat kamu. Ini menyangkut hubun
"Aku mau memutuskan pertunangannya sama Aryan." Andriana langsung berucap tanpa aba-aba. Hal itu berhasil membuat kedua orang tuanya melotot kaget."Ngomong apa kamu ini?! Gak ada yang boleh membatalkan pertunangan kalian!" ucap Sarah, ibu dari Andriana."Kalian akan menikah tahun depan, memutuskan pertunangan kalian hanya akan merusak hubungan keluarga kita dengan keluarga Aryan!" tambah Aditya selaku ayahnya.Sudah Andriana duga bahwa reaksi orang tuanya akan seperti ini. Andriana sudah tak heran lagi."Aku gak mencintai Aryan," ungkap Andriana yang mengundang dengkusan dari sang ibu."Cinta bisa datang seiring berjalannya waktu. Pernikahan tetap bisa dilaksanakan tanpa berlandaskan cinta, seperti apa yang Mami dan Papi lakukan."Andriana menggelengkan kepalanya. "Aku gak akan bisa mencintai Aryan, aku mencintai Arayi!" Andriana menekankan suaranya di akhir kalimat. Ia merasa terlalu lelah menjelaskan pada kedua orang tuanya ba