"Lihat ini, ini adalah bukti bahwa Alena ternyata bukanlah putri Jefri dan Nilam. Dia bukan anak kandung mereka," ujar Hendro menyerahkan berkas surat adopsi Alena. "Itu artinya kita tidak perlu membagi warisan? Perusahaan itu sepenuhnya milik kita? Akhhhh!" Marta berteriak keras seraya berjingkrak tertawa penuh kemenangan."Benar Pah, berarti perusahaan Kakek sepenuhnya adalah milik kita dan akulah yang nantinya akan menjadi CEO selanjutnya," imbuh Nara tersenyum senang membayangkan jika dirinya akan menjadi CEO di perusahaan yang diwarisi sang kakek.Iya, Hendro akhirnya mengetahui jika ternyata Alena hanyalah anak adopsi dari sebuah panti asuhan. Jefri dan Nilam pindah ke Surabaya setelah dua bulan menikah. Mereka memutuskan tinggal di Surabaya untuk menghindari Hendro dan Marta yang selalu saja meributkan harta warisan. Keduanya memang tidak akur dan kerap kali berselisih. Hendro yang begitu tamak selalu meminta haknya untuk segera dibagikan. Sementara, Jefri selalu menolak pemb
Melihat Mbok Nani berlari sontak saja Azam tercengang. Pria itupun langsung menghampiri Mbok Nani. "Ada apa Mbok? Apa yang terjadi?" tanya Azam dengan wajah khawatirnya."Mbok coba ceritakan ada apa sampai Mbok bisa sepanik ini?" Zen berucap seraya memegang tangan Mbok Nani. Melihat Mbok Nani mencoba menenangkan wanita paruh baya itu yang terlihat begitu linglung dan bingung. "Begini Tuan Azam, Mas Zen, tadi si Mbok pergi menebus obat Non Alena di apotik rumah sakit. Si mbok pergi sekitar 15 menitan tapi tadi saat si mbok kembali Non Alena sudah tidak ada Tuan, Mas Zen," terang Mbok Nani dengan raut wajah penuh kesedihan. Wanita paruh baya itu benar-benar tidak menyangka jika Alena yang hanya ia tinggalkan selama 15 menit kini menghilang entah kemana. Mendengar cerita Mbok Nani, Azzam langsung bergegas ke ruangan tempat di mana Alena dirawat. Azam menatap nanar pada ranjang pasien, pria itu pun memeriksa setiap sudut ruangan. Tak ada tanda-tanda kekerasan seperti penculikan disana
Alena mulai tersadar dari pingsannya. Wanita itu terkejut, ketika mendapati tubuhnya terikat dengan mata dan mulut yang tertutup. Alena perlahan mencoba menggerakkan tubuhnya. Akan tetapi nihil, tangan dan kakinya tidak bisa bergerak. Bahkan untuk membuka mata dan membuka mulutnya pun ia tak mampu. Sementara, senyum penuh kemenangan tersungging di bibir wanita paruh baya yang telah menculik Alena, ketika melihat Alena terikat tak berdaya. Sorot mata penuh kebencian begitu terlihat jelas dimatanya. Wanita paruh baya itu kemudian melangkah mendekat kearah Alena."Kau menghancurkan kebahagiaan putraku, beraninya kau lakukan itu Alena!" teriknya seraya menjambak rambut Alena kuat. "Uumm!" Alena seketika menjerit tertahan karena merasakan sakit. Mulut yang masih tersumpal membuatnya tak bisa mengeluarkan jeritan kerasnya. "Aku akan menyingkirkanmu selamanya Alena, aku akan membuatmu lenyap dari dunia ini! Lebih baik kau tiada dari pada Jonatan harus melihatmu bersama Azam!" ucap Nyonya R
Sorot mata Azam begitu tajam menatap Karen dan Nyonya Reina. Keduanya terdiam tak percaya jika Azam mampu menemukan mereka secepat ini. Karen terlihat begitu ketakutan, wajahnya bahkan terlihat memucat. Berbeda dengan Nyonya Reina yang nampak tenang dan biasa saja. Tak ada rasa takut dalam diri wanita paruh baya itu. Sebab Nyonya Reina yakin putra tirinya itu tidak akan berani berbuat apapun padanya. Mengingat dirinya pasti akan mendapatkan pembelaan sepenuhnya dari Tuan Abraham sang suami tercinta. "Zen urus mereka! Aku akan bawa Alena pulang," ucap Azam memerintahkan Zen sang asisten untuk mengurus Karen dan Nyonya Reina."Baik Tuan." Zen menjawab patuh kemudian melangkah mendekat pada kedua wanita beda generasi itu. Alena terdiam namun, wanita itu sepertinya tengah menunggu Azam menghukum kedua wanita yang sudah berniat untuk membunuhnya. Alena seketika merasakan kehangatan ketika Azam rupanya mencari dan menyematkannya. "Nyonya Reina, Nona Karen silahkan pergi dari tempat ini
Keesokan harinya Azam pergi menemui Jonatan. Mereka janjian bertemu disebuah privat room restoran. Azam yang kala itu datang terlebih dahulu, tersenyum penuh kemenangan. Ketika melihat sosok Jonatan yang akhirnya mau datang menemuinya.Pria itu sudah mempersiapkan berbagai bukti tentang kejahatan sang mamah tiri. Azam benar-benar tak sabar melihat bagaiman reaksi Jonatan. Melihat aksi sang mamah tercinta yang hampir saja membunuh wanita yang ia cintai."Bagaiman kabarmu Jo?" ucap Azam tersenyum miring menyapa Jonatan yang baru saja datang. "Langsung saja aku tidak punya banyak waktu!" Jonatan menjawab dengan nada dingin seraya mendudukan dirinya di kursi tepat dihadapan Azam."Hahaha, kau terburu-buru sekali Jo, bukankah kita sudah lama tidak ngobrol?" "Aku tidak ingin berbasa-basi jika tidak ada yang penting maka, aku akan pergi sekarang." Jonatan berkata dengan malas seraya bangkit dan melangkah pergi. "Nyonya Reina kemarin hampir membunuh istriku!" ucap Azam seketika menghentika
Alena kembali terbaring lemah dengan selang infus yang kembali terpasang di tangannya. Keadaan Alena kemabli drop akibat luka-lukanya. Ditambah lagi suntikan cairan kalium klorida yang sempat masuk kedalam tubuhnya. Membuat keadaan Alena memburuk. Azam terus menunggu Alena di ruang rawat wanita itu. Azam bahkan tertidur di sofa saking lelahnya. Hingga dering ponselnya membangunkan pria itu dari tidur lelapnya. "Hallo ada apa?" tanya Azam menjawab telponnya tanpa melihat siapa si penelpon. "Anak durhaka! Kembali ke rumah sekarang juga!" Tuan Abraham dengan marah berteriak membentak sang putra. Sontak saja Azam terkejut dan langsung tersadar. "Azam pulang sekarang papah ingin bicara! Tiga puluh menit, papah tunggu di rumah!" tegasnya lagi kembali memerintahkan sang putra untuk segera pulang. Telpon pun ditutup secara sepihak oleh tuan Abraham.Azam hanya menghembuskan nafas panjangnya. Pria itu memang sudah menduga jika sang papah pasti akan menyuruhnya untuk pulang. Azam juga sudah
Azam membuka pintu kamar Alena dengan tergesa-gesa. Setelah salah satu bodyguard yang menjaga Alena memberitahukan jika ada dokter yang masih melakukan pemeriksaan. Padahal jam sudah menunjukan pukul 21.30, dan itu sangat tidak masuk akal.Sontak saja pria itu sudah bisa menebak siapa dokter yang ada di dalam. Azam kemudian melangkah cepat kearah Jonatan. Tanpa aba-aba pria itu langsung melayangkan pukulan ke wajah Jonatan."Akhhhh!" erang Jonatan ketika pukulan kuat Azam mengenai wajahnya. Darah segar pun mengalir di sudut bibirnya akibat luka sobek pada bagian itu."Brengsek! Beraninya kau menyusup!" Azam langsung menyeret Jonatan keluar dari ruang rawat Alena. Tak ingin jika sampai perkelahiannya dengan Jonatan mengganggu Alena yang masih belum sadarkan diri."Beraninya kau masuk dan menyentuh istriku!" ucap Azam seraya kembali melayangkan pukulannya ke perut Jonatan."Akhhh!" Jonatan kemabali mengerang kesakitan, memegangi perutnya yang terasa sangat nyeri.Sungguh Azam begitu mar
Keesokan harinya Alena diperbolehkan pulang. Wanita berparas cantik itu kini sudah terlihat lebih segar. Wajah pucatnya kini sudah terlihat merona. Azam terus menjaga Alena sepanjang malam. Azam bahkan bahkan dengan telaten mengupas buah untuk Alena. Meski pun begitu, pria itu tetap memasang wajah datarnya. Sikap Azam yang begitu hangat malam tadi, justru membuat Alena tak enak hati. Satu sisi ia merasa begitu hangat namun, disatu sisi hatinya merasakan kegundahan. Alena merasa takut jika apa yang Azam lakukan saat ini hanyalah kebohongan. Alena takut jika nantinya yang dilakukan Azam hanyalah sebuah kamuflase untuk mengelabui dirinya. Alena tentu tidak ingin cepat menjatuhan hatinya. Meski tak bisa dipungkiri jika ada rasa yang lain yang menjalar ketika dirinya mendapat perlakuan manis dari suaminya itu. "Hati-hati." Azam berucap lembut pada Alena ketika memindahkan sang istri dari kursi roda ke dalam mobilnya. "Terima kasih," ucap Alena pelan dengan wajah tertunduk. Azam kem
Hari berganti hari, kini sudah dua bulan Alena bekerja di perusahaan sang suami. Banyak karyawan yang menyukai Alena disana. Bagiamana tidak, wanita ramah dengan paras cantik serta penuh sopan santun. Jelas membuat banyak karyawan suka pada sosok Alena. Apalagi Alena juga termasuk karyawan yang cerdas. Terbukti saat ia diminta membuat rancangan untuk prodak terbaru Galaxy grup. Alena mampu mempersembahkan maha karya yang begitu apik. Dan itu jelas semakin membuat para karyawan terpesona pada sosok Alena. Namun, tak sedikit pula yang membenci Alena. Itu karena mereka sudah terhasut oleh kata-kata Mery. Iya Mery dan Nara semakin kesal ketika Nara yang rencananya akan kembali ke Galaxy grup dengan bantuan Nyonya Reina. Nyatanya gagal total, karena Azam menolak mentah-mentah usulan itu. Alhasil kini, Zen lah yang merangkap sebagai sekertaris Azam.Hal itu membuat Mery dan Nara mengubah rencana mereka. Mereka berdua kini justru memanfaatkan interaksi Alena dengan Azam yang kini semakin
Alena melangkah mantap menuju ruangan Azam. Bumil itu sebenarnya masih malas berhadapan dengan Azam, sang suami. Namun, apa boleh buat. Ia harus profesional karena ini adalah panggilan kerja. Alena langsung mengetuk pintu ruangan Azam. Akan tetapi, pintu tak kunjung dibuka. Alena menghembuskan nafas beratnya, mulai merasakan kekesalan di hatinya. "Dasar kekanak-kanakan!" gerutu Alena langsung membuka pintu ruangan Azam. "Akhhh!" Alena sontak berteriak ketika tiba-tiba saja, tangannya ditarik dari belakang. Rupanya Azam sengaja tidak membuka pintu dan membiarkan Alena membukanya sendiri. Sementara, pria itu bersembunyi di balik pintu. "Pak tolong lepaskan say—eummm!" protes Alena langsung dibungkam dengan ciuman oleh Azam. Pria itu mencium begitu bringas namun, masih dengan kelembutan. Ciuman Azam begitu panas, seolah pria itu tengah menegaskan sesuatu. Merasakan ada sesuatu yang lain dari suaminya. Alena yang tadinya berontak kini mulai mengalungkan tanganya. Membalas ciuman Azam
Nara langsung mengadu pada Nyonya Reina. Gadis licik itu tak mau begitu saja pergi dari Galaxy group. Rencananya bahkan belum sepenuhnya ia jalankan. "Kamu tenang saja, aku akan membuat Azam menerimamu kemabli. Tapi, ingat jangan pernah berbuat gegabah lagi! Dan mulai sekarang aku yang akan mengendalikan dan menyusun rencana. Jangan pernah berbuat diluar perintahku mengerti!" ucap Nyonya Reina geram. Wanita paruh baya itu begitu kesal dengan sikap Nara yang terlalu gegabah. "Baik Nyonya kali ini aku berjanji tidak akan bertindak gegabah lagi." Nara berkata seraya tertunduk menyesali tindakannya yang terlalu cepat. Nara begitu Pedenya berpikir jika Azam pasti akan tergoda padanya. Karena bagaimana pun, Nara sedang berperan sebagai wanita masa lalunya. Sementara, dilain tempat, Azam tengah gelisah. Pria itu terus menatap jam dinding yang terpampang di ruangannya. Azam begitu menantikan saat-saat jam pulang kantor. Pria itu ingin secepatnya bertemu dan berbicara menjelaskan kesalahpah
Keesokan harinya Alena Kembali masuk ke kantor. Insiden kemarin yang mengakibatkan Mery sang manajer dihukum akibat ulahnya pada Alena. Ternyata membuat Mery justru tambah membenci Alena. Apalagi kemarin sore setelah pulang dari kantor. Nara yang sempat menggantikan tugas Alena karena suruhan Zen. Memutuskan untuk bertemu dengan Mery. Dalam pertemuan itu, Nara rupanya langsung mengajak Mery bekerja sama. Nara nyalin betul jika Mery pasti membenci Alena. Apalagi ketika Zen juga ikut memarahinya. Mery rupanya adalah salah satu karyawan yang mengagumi bahkan menaruh rasa pada Zen. Wanita itu begitu sakit hati ketika Zen, dengan terang-terangan memarahinya hanya karena seorang Alena. Dan karena itulah Mery semakin membenci Alena.Hingga wanita itu langsung mengiyakan begitu Nara mengajaknya bekerjasama. Sedangkan Nara, wanita itu tersenyum penuh kemenangan. Mendengar Mery yang mau bekerjasama dengannya. Karena itu artinya Nara tidak perlu menggunakan tangannya untuk mengerjai Alena."Z
Azam berjalan cepat menuju departemen design produksi. Pria berparas tampan. itu benar-benar emosi. Pagi ini moodnya dibuat kacau tidak karuan. Mendapati Nara, wanita masa kecilnya yang mati-matian ia hindari demi Alena. Kini justru berada dekat dengannya. Niat hati ingin melihat sang istri dari kejauhan untuk meredakan kekesalan hatinya. Azam justru dibuat begitu emosi. Ketika melihat sang istri harus repot-repot membuat belasan minuman untuk karyawannya. "Mery!" teriak Azam langsung masuk ke dalam ruangan Mery manager design produksi. "Tuan Azam." Mery begitu terkejut melihat kedatangan Azam yang begitu tiba-tiba. "Apa di Galaxy group kekurangan OB! Apa aku perlu menambah OB untuk membuat minuman untuk para karyawan!" bentak Azam seraya menggebrak meja kerja Mery membuat wanita berusia 35 tahun itu tersentak kaget. "Ma-maaf Tuan Azam apa maksud Anda?" Mery bertanya dengan gagap, maksud kemarahan Azam sesungguhnya. "Maksud ku? Kau tanya maksudku! Kau menyuruh anak magang untuk
Nara masuk ke ruangan Azam dengan langkah gemulainya. Wanita itu begitu percaya diri menatap Azam yang terlihat terkejut. Iya, Nara rupanya dipersiapkan oleh Nyonya Reina untuk menjadi sekertaris Azam. Sementara, sekertaris Azam sendiri, sudah disuap dengan sejumlah uang untuk mengundurkan diri. Nyonya Reina benar-benar tak segan menghabiskan uang untuk memuluskan jalannya. Wanita paruh baya itu benar-benar ingin menghancurkan Azam dan Alena. "Selamat pagi Pak Azam, perkenalkan saya Anara Hendropriyono. Saya adalah mahasiswi magang, tapi saya ditempatkan untuk menjadi sekertaris Bapak," ujar Nara memperkenalkan diri. Azam terdiam menatap Nara apalagi ternyata wanita itu tegah memakai kalung berliontin separuh hati. Tentu saja pria itu terpaku, pasalnya ia tahu betul makna dari liontin itu sendiri. Meski detektif suruhnya sudah memberitahu siapa wanita masa kecilnya sekaligus pemilik liontin itu. Namun, entah mengapa hari pria itu sama sekali tak tersentuh. Azam ingin melupakan ten
Hari yang ditunggu-tunggu oleh Alena pun akhirnya tiba. Dimana hari ini adalah hari pertamanya sebagai mahasiswa magang. Alena berdandan begitu cantik dengan setelan formalnya. Meski kandungannya sudah menginjak usia 5 bulan. Namun, Alena masih terlihat begitu cantik. Perutnya yang sedikit membuncit tak mengurangi keindahan tubuh Alena. Justru wanita itu semakin terlihat seksi. "Sayang, kau yakin akan ke kantor?" tanya Azam seraya memeluk Alena dari belakang. Alena tersenyum, wanita yang tengah mematut dirinya di depan cermin, akhirnya membalikan tubunya menghadap ke arah sang suami. "Iya Mas, bukankah sudah dari satu minggu lalu aku melamar dan kau juga kan yang menyetujuinya." Alena menangkap wajah sang suami yang terlihat sendu. Entah kenapa satu minggu ini Azam menjadi pria yang begitu maja. Bak anak kecil, Azam kadang tak segan merengek minta dimanja. "Tapi kalau kamu cantik begini, apa aku bisa rela. Lagi pula kenapa status harus disembunyikan si sayang," rengek Azam lagi-la
Tiga hari setelah pertemuannya dengan ayah dan mamah tirinya. Azam terlihat semakin posesif. Tentu saja kejadian beberapa bulan lalu, ketika Alena diculik oleh Nyonya Reina dan Karen. Membuat Azam begitu posesif kali ini. Bagaimana pun pria itu tahu betul bagaimana sikap Karen dan mamah tirinya itu. Azam tentu tidak ingin ambil resiko. Apalagi saat ini Alena tengah mengandung buah cintanya. "Mas, bukankah magangku empat hari lagi, tapi kenapa sekarang aku sudah harus itu kamu ke kantor?" tanya Alena pada Azam. Kini mereka tengah berada dalam mobil yang hendak ke kantor Galaxy group. "Sayang, bukankah kau harus mengenal lebih dekat perusahaan yang akan kau singgahi." Azam menjawab pertanyaan Alena tanpa mengalihkan pandangannya ke layar laptop. "Baiklah, bararti aku langsung ke kampus setelah makan siang ya Mas," ujar Alena seraya memakan sandwich sisa sarapannya yang ia bawa. "Siapa yang menyuruhmu pergi ke kampus?" "Maksud Mas?" "Kau akan di kantor menemani ku sampai jam pulang
Pernyataan Tuan Abraham sontak membuat Azam dan Alena terkejut. Bagiamana tidak, sang ayah begitu entengnya meminta dirinya untuk menikahi wanita lain. Padahal saat ini jelas-jelas Alena ada di sampinya. Ditambah lagi, istrinya itu kini tengah mengandung. Namun, Tuan Abraham seolah tak perduli dan tak menganggap Alena sama sekali. Alena benar-benar tak ada harganya di mata kedua orang tua itu. "Apa Ayah sadar dengan permintaan Ayah barusan? Tidak kah Ayah lihat aku sedang bersama siapa? Bahkan istriku sedang hamil Yah, dan Ayah dengan entengnya memintaku untuk menikahi wanita itu!" Azam benar-benar geram, sambil menunjuk Karen. Pria itu meluapkan emosinya yang membuncah. "Persetan dengan pernihakan mu! Aku tidak merestuinya Azam! Pokoknya kau harus menikahi Keren secepatnya!" hardik Tuan Abraham tak berperasaan. "Heh, persetan dengan pernikahan ku? Kalau begitu aku pun sama, persetan dengan permintaan mu Ayah! Sampai kapanpun aku tidak akan menikahi wanita itu!" Azam membantah den