Bola mata Cassandra seketika membola setelah mendengar celetukan dari sang suami. Lagi-lagi wanita itu harus memutar otak agar Alfian tak curiga dengan permainanya dan Randa.
"Kan Mas sendiri yang buat itu, kok malah tanya ke aku sih?" Wanita itu berusaha bersikap sesantai mungkin agar Alfian tak semakin curiga.Alfian terdiam sejenak, bahkan mata lelaki itu memincing. Jari telunjuknya menari-nari menelusuri noda merah di dada sang istri hingga membuat Cassandra memejamkan mata karena sensasi geli yang dibuat oleh sang suami."Aku seperti tak merasa jika sydah membuat sebanyak ini semalam, tapi sudahlah. Kamu memang terlalu menggoda sampai membuatku lupa daratan."Cassandra tersenyum lega mendengar ucapan sang suami yang selalu mempercayai setiap dusta yang terlontar dari bibir tipis miliknya. Alfian langsung menenggelamkan wajahnya di dua buah melon kembar milik sang istri. Menikmatinya seperti seorang bayi yang tengah kelaparan. Cassandra menggigit bibir bawahnya, menikmati setiap rasa yang diberikan oleh sang suami yang saat ini sedang mengungkungnya dengan kenikmatan. Permainan panas keduanya baru berakhir ketika pagi menjelang, Alfian dan Cassandra berpelukan dengan tubuh polos yang hanya ditutupi oleh selimut.Pagi telah kembali menyapa bersama hawa dingin yang menusuk kulit dan sinar mentari yang mulai menggeser pekatnya malam. Suara kicau burung di luar jendela mengusik indera pendengaran Cassandra dan memaksa sepasang mata indah miliknya untuk segera terbuka. Tubuhnya begitu lelah akibat pertempuran panas semalam, rasanya ingin sekali wanita itu kembali terlelap. Namun, Cassandra tetap bangkit. Kamar mandi adalah tujuan utamanya untuk membersihkan diri sebelum turun ke lantai bawah.Setelah selesai memoles wajahnya dengan make up tipis, wanita itu mulai mendekat ke arah sang suami yang masih terbuai dalam mimpi indahnya."Mas, bangun. Sudah pagi," bisik mesra Cassandra di telinga Alfian.Melihat sang suami yang sama sekali tak bergeming, wanita itu mulai menciumi seluruh wajah Alfian dengan penuh rasa sayang. Otak jahil Cassandra membuatnya menghentikan kecupannya tepat di bibir Alfian dan menggigitnya kecil hingga si empunya membuka mata. Cassandra hendak menjauhkan wajah, namun Alfian malah lebih dulu meraih tengkuknya hingga mereka kembali berciuman dan saling bertukar saliva satu sama lain. Alfian baru melepaskan ciuman sang istri setelah merasa mulai kehabisan napas."Maass, lihat nih lipstik aku jadi berantakan begini?" protes Cassandra sembari mengerucutkan bibir, membuat sang suami semakin gemas dibuatnya."Lha kan kamu sendiri yang mulai nakal tadi," ucap Alfian kemudian terkekeh."Ya udah, Mas mandi gih. Aku mau bantuin ibu masak buat sarapan." Wanita itu keluar dari kamar setelah merapikan kembali lipstiknya yang sempat berantakan, meninggalkan Alfian yang masih terkekeh melihat tingkah lucu sang istri.Cassandra mulai menuruni anak tangga, menghampiri Bu Yuni yang sudah berkutat di dapur sedari tadi. Sejenak wanita itu terdiam, memperhatikan punggung ibu mertuanya. Wanita yang menyayangi dirinya selayaknya anak kandung sejak pertama bertemu beberapa bulan yang lalu. Cassandra berharap, kebahagiaanya saat ini tak akan pernah berakhir apalagi sampai dihancurkan oleh Randa."Sayang, kamu sudah bangun, Nak? Kenapa melamun di situ?" Suara lembut Bu Yuni berhasil membuyarkan lamunan Cassandra, wanita muda itu tersenyum dan mendekat ke arah sang ibu mertua."Tadi Cassandra mau bantuin Ibu masak, eh malah udah mateng semua ternyata. Kalau gitu Cassandra bantu tata di meja makan aja deh." Cassandra segera membawa masakan ibu mertuanya ke meja makan, diikuti oleh Bu Yuni yang langsung menghenyak di salah satu kursi.Keduanya mengobrol sembari menunggu Alfian yang baru turun sepuluh menit kemudian."Wah harum banget baunya, sarapan apa kita pagi ini?" celetuk Alfian yang baru saja menghenyak di samping sang istri."Nasi goreng ikan asin sama telur mata sapi, kesukaan kamu tuh," balas Cassandra menggoda sang suami.Seperti biasa, keluarga itu selalu makan dengan diiringi canda tawa. Usai sarapan, ketiganya memilih untuk bersantai sembari mengobrol di meja makan. Namun, obrolan itu terhenti kala ponsel Cassandra berdering. Alfian dengan sigap mengambil ponsel sang istri yang berada di atas meja. Kedua alisnya bertaut kala photo profil w******p Randa terpampang pada panggilan dari nomor tanpa nama itu."Siapa yang telepon, Mas?" tanya Cassandra pada sang suami yang masih memegangi benda pipih miliknya."Ini nggak ada namanya, tapi dari photo profilnya kok mirip sama Om Randa ya." Ucapan Alfian hampir saja membuat Cassandra gelagapan, namun wanita itu berusaha untuk bersikap biasa saja."Oh ya, sini aku lihat." Cassandra meraih handphone yang berada di tangan sang suami dan sengaja menerima telepon itu tanpa menjauh dari sana agar tak membuat suami dan mertuanya curiga."Halo Pak Randa," sapa Cassandra dengan lembut."Cassandra, aku ingin bertemu denganmu besok." Terdengar suara dingin Randa di ujung telepon."Aduh, Pak maaf. Saya nggak bisa mutusin sendiri, kan sekarang saya sudah punya suami.""Aku tidak mau tahu, pokoknya besok kamu harus bertemu denganku di caffe Florida jam satu siang," tegas Randa tak mau dibantah."Baik, Pak. Saya akan bicara sama suami saya dulu." Cassandra terus menyunggingkan senyum agar kecemasan yang ia rasakan saat ini tak terlihat. Wanita itu bisa bernapas lega kala Randa langsung mematikan panggilan teleponnya secara sepihak seperti biasa."Sial, dia neror aku nggak kenal waktu," batin Cassandra dalam hati kemudian meletakan kembali handphonenya ke atas meja."Randa? Bukankah itu ayahnya Dira?" tanya Bu Yuni dengan kedua alis yang saling bertaut."Iya, Bu. Pak Randa itu mantan atasan Cassandra, dulu Cassandra kerja jadi sekretaris pribadinya." Lagi-lagi Cassandra harus menebar kebohongan untuk menutupi kisah masa lalunya."Ada apa, Sayang? Kok dia telepon kamu?" sahut Alfian yang sedari tadi sudah merasa penasaran mengapa Randa sampai menelepon istrinya.Cassandra menghela napasnya dalam, otaknya kembali berputar. Mencari-cari alasan agar bisa menemui Randa esok hari. Jika tidak, bisa dipastikan lelaki tua itu akan benar-benar menghancurkan kehidupannya."Itu lho, Mas. Sekertarisnya tiba-tiba resign karena hamil muda dan harus bed rest, jadi dia minta aku untuk menggantikan posisi itu. Kalau nggak bisa selamanya ya minimal sampai dia menemukan sekertaris yang baru.""Terus?""Dia minta aku temui dia di caffe Florida besok siang, tapi aku bilang kalau aku harus minta izin dulu sama kamu karena sekarang aku udah punya suami. Gimana? Apa kamu izinkan?" Cassandra berpura-pura untuk meminta pendapat sang suami."Memangnya kamu masih pengen bekerja setelah jadi istriku?" Alfian membalikan pertanyaan dari sang istri, sedangkan Bu Yuni hanya diam menyimak pembicaraan mereka. Wanita paruh baya itu tak mau ikut campur dalam rumah tangga putranya."Pengen sih, Mas. Jujur, aku juga bosan kalau cuma di rumah aja. Kalau kerja kan aku tetap bisa produktif, ya sekalian nambahin tabungan buat biaya pendidikan anak kita nanti," ucap Cassandra yang selalu berhasil untuk meluluhkan hati sang suami."Tapi kalau nanti kamu hamil gimana? Aku juga nggak mau kalau sampai kamu dan calon anak kita kenapa-kenapa lho."Ya Tuhan, mendengar Alfian membahas kehamilan membuat Cassandra semakin merasa bersalah pada suaminya. Bagaimana jika ia kembali mengandung anak Randa, mengingat kemarin mereka melakukan hal terlarang itu tanpa pengaman dan Randa menyemburkan benihnya di dalam rahim Cassandra."Nanti kalau hamil kan aku bisa resign juga, Mas? Boleh ya, kalau boleh besok siang aku akan temui Pak Randa." Cassandra menangkupkan kedua tanganya di depan dada sebagai tanda memohon.Alfian mendengus kemudian menatap ke arah sang ibu, berniat untuk meminta pendapat wanita paruh baya yang sedari tadi hanya diam menyimak."Gimana menurut, Ibu? Apa Alfian harus izinkan menantu Ibu ini untuk kembali bekerja?" tanya Alfian pada wanita yang telah melahirkannya.Bu Yuni terdiam sejenak, menatap anak dan menantunya secara bergantian kemudian menyunggingkan sebuah senyuman teduh."Menurut Ibu, boleh saja Cassandra bekerja. Toh orang hamil itu bukan penyakit, kalaupun dia hamil dan kondisi kandunganya baik-baik saja. Dia tetap bisa bekerja, nanti setelah mendekati hari lahiran baru cuti atau resign." Ucapan Bu Yuni membuat Cassandra langsung menhambur ke dalam pelukanya.Cassandra memang beruntung memiliki mertua seperti Bu Yuni, bukan hanya baik. Tapi pemikiranya juga cukup terbuka."Makasih ya, Bu. Ibu memang paling bisa mengerti Cassandra, aku beruntung sekali memiliki mertua seperti Ibu," ucap Cassandra setelah mengurai pelukan itu."Baiklah, aku izinkan kamu bekerja. Tapi kamu harus janji, kalau nanti kamu hamil dan kondisi kamu nggak memungkinkan. Kamu harus resign, aku nggak mau kandungan kamu kenapa-kenapa," tegas Alfian menatap dalam manik mata sang istri yang langsung menganggukan kepalanya.Keesokan harinya, Cassandra sudah bersiap untuk menemui Randa di tempat yang sudah disebutkan lelaki itu, kemarin. Sengaja Cassandra memilih memakai pakaian formal agar sang suami tak menaruh curiga pada dirinya, kemeja kerja lengan pendek warna cream dan rok span berwarna hitam selutut yang dipadukan dengan sepatu hak tinggi berwarna hitam menjadi pilihan Cassandra. Sejenak Alfian kembali dibuat terpesona dengan penampilan sang istri yang selalu terlihat sempurna di matanya. Lelaki itu merasa semakin jatuh cinta pada sang istri setiap harinya."Sayang, kamu mau bawa mobil sendiri nggak?" tawar Alfian pada sang istri."Nggak, Mas. Aku mau naik taksi online aja, panas banget di luar. Pasti jalanan juga macet, malas banget kalau harus nyetir sendiri," jawab Cassandra bersamaan dengan sebuah mobil taksi online yang sudah berhenti di depan pagar rumah Alfian. Wanita itu langsung mencium punggung tangan suami dan ibu mertuanya sebagai tanda pamit kemudian melenggang pergi dan segera masuk
Tanpa basa-basi, Randa langsung menindih tubuh Cassandra dan mengikat kedua tangan wanita cantik itu ke sisi ranjang."Mas, apa yang akan kamu lakukan padaku?" pekik Cassandra, wajahnya mulai pias karena panik.Randa tersenyum miring setelah berhasil mengikat kedua tangan Cassandra. Mata tajamnya seolah sedang menelanjangi tubuh wanita yang menjadi tawanannya saat ini."Mau apa? Tentu saja aku mau manikmati waktu bersamamu. Karena kamu adalah tawanan cintaku!" Suara Randa terdengar dingin dan mengerikan, jari telunjuknya menari-nari di wajah Cassandra, memberikan sensasi aneh pada diri wanita itu.Sedangkan Cassandra mulai pustus asa, ia tak ingin kejadian di mall terulang lagi. Pasti Alfian dan Bu Yuni akan curiga jika tiba-tiba ia pulang dengan pakaian yang berbeda."Mas, aku mohon jangan rusak bajuku. Nanti suami dan mertuaku akan curiga. Setelah itu pasti mereka tak akan mengizinkan aku untuk bekerja di kantormu. Apa kamu mau terus kesulitan untuk menemuiku," rayu Cassandra dengan
Randa sedikit berjingkat kala mendengar suara pekikan Cassandra yang kembali masuk ke dalam kamar. Dahi lelaki itu mengernyit, menatap wanita yang tengah berdiri di depan pintu sembari bertolak pinggang."Cassandra, mau apa lagi? Apa kamu masih mau main lagi?" sindir Randa dengan tatapan remeh."Bukan, Mas. Kok kamu bisa lupa sih, uang saku buat aku mana?" Cassandra menadahkan telapak tangannya pada lelaki paruh baya itu.Randa mendesah kesal melihat tingkah wanita pujaanya itu. Uang saja yang di pikirannya. Tapi apa boleh buat, Randa benar-benar tak bisa melepaskan Cassandra."Duit, duit, duit terus! Lihatlah m-bankingmu, aku udah transfer dua puluh lima juta ke rekeningmu!"Seketika mulut Cassandra menganga setelah mendengar kalimat yang terlontar dari bibir Randa, dengan buru-buru wanita itu merogoh benda pipih yang berada di dalam tas. Jemari tangannya menari-nari, membuka aplikasi m-banking yang ada di sana. Senyumnya seketika mengembang kala melihat nominal yang disebutkan Randa
Tentu saja Cassandra langsung menurut, wanita itu segera masuk ke dalam ruangan yang lebih mirip disebut dengan sebuah kamar. Ruangan itu memang biasa dipakai Randa untuk beristirahat kala pekerjaan kantor tengah menumpuk dan lelaki itu malas menyetir mobil untuk pulang ke rumah. Pandangan mata wanita cantik nan seksi itu menelisik ke seluruh sudut ruangan kemudian tertuju pada sebuah baju yang tergeletak di atas ranjang empuk.Langkah kaki Cassandra terus terayun semakin mendekat ke arah ranjang, mata wanita itu seketika membelalak sempurna kala melihat pakaian kerja yang telah disiapkan oleh Randa untuknya. Sebuah lingerie kostum ala anak SMA yang roknya sangat pendek dan atasan super ketat yang sengaja dibuat berlubang pada bagian puncak kedua buah melon kembar miliknya, lengkap dengan sebuah G-string renda tipis yang sebenarnya sama sekali tak akan berfungsi untuk menutupi area intinya. Namun, hanya berfungsi sebagai pemanis yang akan membuat penampilannya nampak semakin menggoda
Cassandra seketika melebarkan mata karena panik, bagaimana jika tiba-tiba orang yang berdiri di depan pintu masuk ke dalam dan melihat keadaan mereka yang saat ini tengah polos sembari bermain kuda-kudaan. Dengan terpaksa Randa harus kembali mencabut benda pusaka yang sudah hampir masuk setengahnya. Terlihat raut kekesalan luar biasa di wajah tampan yang muali terdapat sedikit kerutan meski sama sekali tak mengurangi kesempurnaan parasnya.Dengan buru-buru Randa memakai pakaian celananya kembali. Sedangkan Cassandra memilih berlari untuk bersembunyi di bawah kolong meja kerja milik Randa. Lelaki itu duduk di kursi kebesarannya dengan wajah kesal karena gairah yang harus ia tunda, sedang pintu ruangannya juga belum berhenti diketuk."Masuk!" perintah Randa dengan suara dingin, menyuruh orang yang berdiri di depan pintu untuk segera masuk ke dalam dan menyelesaikan urusannya agar bisa segera kembali bermain dengan wanita pujaannya."Maaf, Pak. Tapi pintunya dikunci dari dalam." Suara it
Hari telah beranjak sore, mengantarkan indah gurat rona senja untuk melukis langit jingga. Pertanda jika sinar sang bagaskara akan segera berganti bersama terang bulan dan ribuan gemintang. Dengan sebuah senyum yang mengembang di bibir, Alfian mulai memacu mobilnya menuju kantor Randa, tenpat di mana sang istri bekerja. Meskipun sejujurnya, kata-kata Dira tadi siang terus terngiang di telinga dan memercikan sebuah rasa penasaran yang mengundang curiga di hati Alfian. Namun, lelaki itu tak mau gegabah untuk menanyakan semuanya dan malah membuat Cassandra tersinggung. Rasanya juga tak masuk akal jika ia langsung percaya pada Dira dan menuduh Cassandra begitu saja tanpa adanya bukti yang kuat. Apalagi Cassandra yang ia kenal adalah wanita polos dan juga menantu yang sangat baik untuk Bu Yuni.Lelaki itu kembali menyungingkan senyum manis kala melihat sang istri yang sudah berdiri di depan lobby kantor untuk menunggu kedatangan dirinya. Wanita itu langsung masuk dan mengecup punggung tang
Mata Alfian memincing penuh selidik kala melihat kehadiran Randa yang tiba-tiba muncul begitu saja. Lelaki itu mulai merasakan kejanggalan, jalan ini tak searah dengan rumah Randa. Namun, bagaimana bisa pria paruh baya itu tiba-tiba ada di sini? Mungkinkah Randa sengaja mengikuti mereka, sedangkan Cassandra hanya diam. Wanita itu tak kalah terkejutnya dengan sang suami. Jantung Cassandra berdetak tak beraturan, takut jikalau sang suami akan semakin menaruh curiga padanya.Lelaki gagah itu membuka kacamata yang dipakaianya. Membuat sang polisi tersenyum sungkan. Tentu saja Randa bukan orang asing di mata polisi berpangkat rendah seperti polantas yang tengah menahan Alfian dan Cassandra. Kekayaan dan koneksi bisnis Randa membuatnya dikenal akrab oleh orang dari berbagai kalangan."Ada apa ini, Pak? Kenapa anda menahan karyawan saya?" Suara dingin dan penuh wibawa milik Randa membuat pria berseragam cokelat itu menunduk sungkan."Mereka berhenti di area yang dilarang parkir, Pak. Selain
Dira hampir saja menekan tombol send ke nomor handphone Alfian ketika akal sehatnya kembali berfungsi. Gadis itu mengurungkan niatnya, mengingat Cassandra bisa saja menyangkal keaslian video panas itu dengan mengatakan jika semuanya adalah editan, dan membuat Dira semakin terpuruk karena Alfian pasti akan membencinya. Bahkan, kemungkinan besar akan menuduhnya sebagai pengganggu rumah tangganya. Ia juga yakin jika sahabatnya pasti akan langsung menelan mentah-mentah kebohongan sang istri karena sebuah kata cinta. Dira kembali memutar otak, memikirkan bagaimana cara untuk menghancurkan Randa dan Cassandra."Sepertinya Alfian harus melihat sendiri semua kenyataannya, baru ia bisa mempercayai video ini. Aku harus cari cara lain agar dia menyadari kebusukan istri sialannya itu," gumam Dira kemudian merebahkan tubuhnya dengan mata nanar menatap ke arah langit-langit kamar. Pikirannya melayang, mengingat semua kelakuan biadap Randa dan wanita simpanannya sampai membuat sang mama meregang nya
Mata Alfian membulat sempurna kala menatap layar laptop milik Dira yang berisi foto-foto Cassandra tengah berpose mesra dengan lelaki. Bukan hanya dengan Randa, tapi juga dengan Dion yang merupakan mantan kekasih Dira."Cassandra juga melakukan hal yang sama bersama Dion?" Alfian mencoba memastikan dugaanya seraya menahan gejolak emosi yang bergemuruh di dalam dada."Apa kamu akan percaya jika aku menceritakan semuanya?" Suara Dira terdengar sedikit ragu.Alfian mengangguk mantap, ia ingin segera mengetahui semua tentang Cassandra.Dira mulai menceritakan semuanya, ingatan gadis itu terlempar ke masa lalu di mana Cassandra memporak-porandakan hidup dan kebahagiaanya.Malam itu, Dira tengah bersiap untuk datang ke rumah Dion, sang kekasih yang tengah berulang tahun. Sebuah kado istimewa juga telah disiapkan oleh Dira. Sebelumnya, Dira sengaja menelepon Dion dan mengatakan bahwa ia tak bisa datang karena ada urusan pekerjaan di luar kota.Dira baru saja turun dari mobil, ia berniat untu
Alfian segera mencekal tangan Bu Yuni sebelum wanita paruh baya itu keluar dari kamar."Jangan, Bu!" Suara Alfian membuat mata sang ibu mendelik dengan alis bertaut.Wanita paruh baya itu menatap sang putra dengan pandangan penuh tanya."Kenapa, Alfian? Ibu sudah menyayangi dia selayaknya anak kandung, tapi dia malah dengan tega meyakitimu kamu. Ibu nggak terima!" Gurat kemarahan dan kekecewaan tergambar jelas di wajah Bu Yuni yang biasanya selalu terlihat teduh.Alfian menghembuskan napas berat, ia mengajak sang ibu untuk kembali duduk di atas ranjang dan berbicara dengan kepala dingin."Bu, Alfian baru saja mengetahui kebobrokan Cassandra dari Dira. Dan dia bilang Alfian nggak boleh gegabah, Alfian harus punya bukti perselingkuhan mereka terlebih dahulu. Jadi sementara kita pura-pura nggak tahu apa-apa aja dulu, Bu. Besok Alfian akan temui Dira, dia janji akan menceritakan semua rahasia Cassandra," jelas Alfian panjang lebar.Bu Yuni terdiam sejenak sebelum menganggukan kepala."Jad
Kening Alfian berkerut tajam, perasaanya campur aduk antara bingung dan marah setelah membaca pesan dari sang sahabat. Tanda tanya besar muncul di benak lelaki itu, mengapa Dira seolah malah merasa bahagia dengan gugurnya janin yang dikandung oleh Cassandra. Alfian tahu dati awal jika Dira sama sekali tak menyukai Cassandra, tetapi tak sepantasnya ia merasa bahagia atas duka yang dialami oleh Casandra. Apalagi Alfian juga ikut merasakan duka itu."Mas, kamu kenapa sih? Kok kayaknya lagi mikirin sesuatu?" tanya Cassandra setelah keduanya sampai di dalam kamar, ia melihat wajah Alfian berubah murung."Aku nggak apa-apa kok, kamu istirahat dulu ya. Aku harus telepon Dira karena ada hal penting yang harus aku bicarakan sama dia." Alfian sengaja berbohong karena tak ingin Cassandra murka dan semakin bersedih jika mengetahui apa yang baru saja Dira katakan tentang dirinya."Memangya penting banget ya, kamu 'kan sudah izin untuk nggak masuk kantor hari ini." Tampak jelas jika Cassandra tak s
Cassandra tergagap setelah mendengar pernyataan dari sang suami, ia merutuki kebodohannya. Harusnya ia tak gegabah dalam mengarang cerita."Cassandra, kamu baik-baik saja?" Suara Alfian menyadarkan Cassandra dari lamunan, wanita iti tersenyum kikuk untuk menutupi kegugupanya."Eh nggak apa-apa, Mas. Pak Randa memang nggak tahu kalau aku sempat jatuh, karena aku jatuh kepleset di kamar mandi. Makanya dia bilang ke kamu kalau aku kecapekan aja." Cassandra berusaha berkelit agar Alfian tak curiga.Alfian hanya bisa manggut-manggut tanda mengerti, ia tak ingin bertanya lebih jauh karena saat ini kondisi Cassandra belum stabil.Sementara Bu Yuni hanya diam, ada sesuatu hal yang terasa mengganjal di hati. Ia merasa, duka yang dialami Cassandra saat ini hanyalah sebuah kepalsuan."Alfian, Cassandra sekarang sudah sadar. Biar Ibu yang jaga, kamu makan saja dulu," titah Bu Yuni kepada sang putra."Alfian nggak lapar, Bu." Alfian menolak dengan halus, ia tak tega jika harus meninggalkan sang is
Mobil milik Alfian telah sampai di parkiran rumah sakit. Lelaki itu segera berlari menyusuri koridor rumah sakit untuk menuju ruang UGD, di mana sang istri tengah ditangani oleh dokter.Dari kejauhan, Alfian melihat Randa yang tengah mondar-mandir dengan wajah tak kalah panik. Lelaki itu segera melebarkan langkah untuk menghampiri atasan istrinya."Om, apa yang terjadi kepada istri saya sebenarnya? Kenapa dia sampai pendarahan begini?" cecar Alfian setelah sampai di hadapan Randa."Eh, maaf, Alfian. Saya sama sekali tidak tahu kalau Cassandra sedang hamil, ia juga tak bilang. Tadi, Cassandra pendarahan setelah selesai rapat dengan client, mungkin dia kelelahan. Sekali lagi, maafkan saya yang tak bisa me jaga istri kamu," jelas Randa dengan penuh kebohongan."Argh, padahal saya sudah menyuruhnya untuk istirahat." Wajah tampan Alfian dipenuhi penyesalan.Kedua lelaki itu terus mondar-mandir sampai pintu ruang UGD dibuka dari dalam. Sesosok wanita dengan jas putih dan stetoskop mengalung
Cassandra masih bergeming, ia tahu jika pilihan yang akan diberikan oleh Randa pasti bukanlah sesuatu yang baik. Lelaki itu tak mungkin membuat pilihan yang tak menguntungkan dirinya."Bagaimana? Apa kamu tak mau tahu, pilihan apa yang akan aku berikan untukmu?" Randa mengulang kalimatnya.Mau tak mau, Cassandra harus menjawab. Ia tak ingin rumah tangga yang ia bina bersama Alfian hancur begitu saja, apalagi wanita itu yakin jika benih yang ada di rahimnya saat ini adalah buah cintanya bersama sang suami."Pi-pilihan apa, Mas?" Suara Cassandra rasanya tercekat di tenggorokan.Randa mendekati wanitanya hingga tak berjarak, membelai lembut daun telinga Cassandra dengan ujung lidahnya, membuat wanita itu menggelinjang merasakan sapuan dari daging lembab di kulitnya."Kamu harus tetap menjadi pemuas ranjangku, atau aku akan membongkar permainan rahasia kita di depan Alfian dan mengatakan kepada lelaki bodoh itu jika bayi yang ada dalam kandunganmu adalah milikku!" Ancaman Randa terdengar
Mentari telah bersinar, cuitan suara burung-burung mengiringi seorang wanita yang baru saja turun dari mobil milik sang suami. Matanya nanar, menatap ke arah sebuah gedung perkantoran yang menjulang tinggi. Tak seperti biasanya, kini Cassandra merasa enggan untuk masuk ke dalam sana. Apalagi mengingat Randa yang sudah tentu menunggunya untuk berganti kostum dengan pakaian seksi dan bermain bersama mengejar nikmat surgawi dunia.Tangan Cassandra mengelus perut yang masih rata, memutar otak, mencari cara agar bisa menghindar dari godaan nafsu dan rupiah yang diberikan oleh lelaki paruh baya yang kini tengah menunggu di ruang durektur. Wanita cantik itu menarik napas panjang dan menghembuskan secara perlahan. Mulai melangkah memasuki lobby kantor setelah menemukan sebuah alasan agar tak perlu melayani pria paruh baya berhidung belang itu.Dengan langkah gontai, Cassandra keluar dari dalam lift kemudian masuk ke dalam ruangan Randa dengan wajah masam. Benar saja, Randa langsung menyongson
Suara Cassandra yang begitu memekakan telinga membuat Alfian terbangun dari tidurnya karena kaget. Lelaki itu berdecak kesal mengingat sang istri sudah mulai berdrama sepagi ini. Namun, Alfian berusaha untuk meredam emosinya. Bagaimanapun juga ia tetap menyadari jika saat ini sang istri tengah mengandung calon anak mereka. Apalagi semalam Bu Yuni sudah memberikan nasihat untuknya."Ada apa sih, Sayang? Kenapa teriak-teriak begitu?" tanya Alfian setelah emosinya mereda.Cassandra memonyongkan bibirnya, wanita itu mendekat dan menghenyak di samping sang suami, "Semalam kan aku minta nasi banting dan sate telur puyuh, Mas.""Iya, terus waktu aku pulang kamu kan udah tidur?" Alfian mengingatkan sang istri tentang kejadian semalam."Kok kamu nggak bangunin aku? Terus nasi bantingnya mana?" Wanita itu menadahkan tangan di depan wajah sang suami.Alfian memutar bola matanya malas, untung semalam ia mengikuti saran Bu Yuni. Terlepas makanan itu sudah basi atau tidak."Aku simpan di dapur, tap
Fokus pandangan mata Alfian langsung tertuju ke arah sisi ranjang yang kosong. Lelaki itu langsung bangkit dari posisinya, kepalanya celingukan mencari sosok sang istri yang tak lagi berada di sampingnya. Entah ke mana perginya wanita cantik itu."Cassandra, kamu di mana, Sayang?" Alfian setengah berteriak memanggil nama sang istri. Namun, sama sekali tak ada jawaban. Hanya sayup-sayup terdengar suara tangisan, Alfian mulai mengayun langkah kaki untuk mencari sumber suara itu, hingga menemukan sosok Cassandra yang tengah menangis di balkon kamar sembari memeluk lutut. Sama persis seperti kejadian tadi ketika wanita cantik itu menangis karena ingin memakan mi ayam yang sebelumnya ia lihat di media sosial.Alfian menggaruk tengkuk yang sebenarnya tak terasa gatal, menatap sang istri yang masih meyembunyikan wajah di antara kedua lutut, "Kok perasaanku jadi nggak enak begini, jangan-jangan akan ada drama ngidam lagi ini."Tanpa diduga, ternyata Cassandra mendengar suara sang suami yang t