“Ceritakan kepadaku semua hal yang kau ketahui tentang Benjamin Ethan Hart.”Aku sedang bersama Anthony. Kami bertemu dia ruang kerjaku yang baru. Anthony tampak berhati-hati dan sudah mempersiapkan diri untuk pertanyaan itu. “Dia saudara kembar Hugo. Kau tau cerita Three Musketeers? Kurang lebih seperti itulah hubungan si kembar dan Theo. Jika Hugo adalah orang yang penuh dengan orisinalitas, maka Ben adalah orang yang sangat inovatif dan energik. “Ben selalu mengembangkan ide dari Hugo. Namun ketika berbicara bisnis, Hugo tidak punya pilihan lain kecuali menuruti kemauan Ben yang dinamis. Emily, yang kau miliki saat ini adalah ide asli dari seorang Hugo.” Antony memberikan jeda pada penjelasannya untuk melihat bagaimana responku. “Siapa yang lebih dekat dengan Theo?” tanyaku. “Aku tidak tau pasti karena Theo tidak pernah benar-benar memasukkanku ke dalam circle merela. Tapi setauku, jika menyangkut bisnis, Theo lebih sering berkoordinasi dengan Hugo. Namun sifat Hugo yang kaku m
“Kita tidak perlu jet besar,” kataku.“Tentu perlu. Kita berempat. Aku naik jet besar untuk pergi ke Las Vegas melihat Super Bowl, Em. Sekarang kita akan ke Bali. Itu berada di bumi bagian bawah kita bukan?” balas Hugo.“Kurasa. Oh God! We're going on a honeymoon!” Aku sudah tidak sabar.“Yeah baby! Honeymoon yang baik dan benar kali ini,” sahut Hugo.Di dalam hatiku aku ingin segera mencari tau apa yang Benjamin kerjakan di Asia. Tapi sebelumnya aku akan melakukan perjalanan bersama Hugo ke Bali. Aku harus mendapatkan hatinya agar bisa mengambil alih kendali. Perjalanan kami memakan waktu selama kurang lebih enam belas jam. Aku senang karena kami menggunakan sebuah private jet sehingga bisa menempuh penerbangan langsung dari Los Angeles ke Bali. Sebenarnya aku tidak terlalu menyukai pantai. Begitu juga Hugo. Banyak pantai-pantai surgawi dan fancy di Eropa seperti Santorini atau Positano dan pantai mewah lainnya di pesisir Brazil. Tapi aku menemukan satu artikel yang bercerita tenta
“Apa yang kita lakukan?” “Ikuti saja.” Aku juga tidak tau apa jawaban dari pertanyaan Hugo. Setelah sarapan pagi di private infinity pool, aku dan Hugo mengikuti semacam ritual pembersihan diri yang menjadi ciri khas dari Pulau Bali. Mereka menyebutnya dengan ‘melukat’. Karena petugas guest relation di resort ini menjelaskan dengan ramah dan menyenangkan, aku berpikir untuk mencobanya.Kami bertemu dengan seorang wanita paruh baya yang terkenal sebagai healer atau orang yang membantu kita menyembuhkan diri. Wanita itu menggunakan pakaian tradisional dengan atasan brokat lengan panjang dan kain yang melilit tubuhnya. Salah seorang asisten memberiku kain penutup tubuh untuk mandi karena inti dari ritual ini adalah mandi di air panas alami dari mata air pegunungan. Hugo harus bertelanjang dada dan hanya mengenakan kain penutup pengganti celana. Dia memakai sebuah kain ikat kepala yang cantik dengan motif etnik khas Bali. Oh, dia tampan sekali. “Emily, ini sangat konyol,” gerutu Hugo
Aku dan Hugo meninggalkan Bali dan berangkat menuju Bangkok. Hugo akan melihat lokasi gedung yang rencananya akan dijadikan sebuah restoran cabang. “Kau kelihatan pucat, Em. Perjalanan ini melelahkan untukmu bukan?” tanya Hugo sambil mengelus pipiku dan menyentuh dahiku. “Benarkah? Sebenarnya, aku sangat menikmatinya. Mungkin aku terlalu bersemangat,” jawabku berbohong. Tim yang disiapkan oleh Felix menyambut kami di bandara dan membawa ke lokasi calon restoran cabang. Aku mengikuti Hugo masuk ke dalam dan melihat-lihat. “Apa kau ingin membuka cabang Are You Hungry Baby disini? tanyaku. “Kurasa itu ide yang bagus. Thailand adalah rumah prostitusi Asia yang terkenal bukan?” Aku dan Hugo terkekeh. Tiba-tiba aku mendengar derap langkah seseorang mendekat dan aku terkejut ketika melihat siapa yang datang. “Sial! Emily, lihat aku. Kau percaya kepadaku bukan? Aku akan menjelaskan nanti, aku berjanji.” Aku hanya mengangguk beberapa kali mengiyakan perintah Hugo. Dia benar-benar terlih
“Benjamin? Apa yang kau lakukan disini?” tanyaku dengan suara nyaris tercekat. Sial! Aku merasa diriku terancam. Tidak ada siapa-siapa disini. Apa yang dia mau? Aku berusaha bangun untuk menegakkan badanku. Ini mengerikan!“Sssttt… Tidak usah bangun. Bagaimana keadaanmu? Sudah lebih baik?” tanya Ben setengah berbisik sambil menutup pintu. “Ya, jauh lebih baik. Apa yang kau lakukan disini? Bagaimana kau bisa masuk?” Ben mendekat dan duduk di kursi yang berada tepat di sebelah kasurku. “Oh, mungkin suster penjaga mengira aku adalah suamimu,” jawabnya sambil terkekeh.“Kata dokter kau terkena serangan jantung ringan? Kau harus lebih hati-hati, Em” kata Ben menunjukkan kepeduliannya entah untuk alasan apa. “Mungkin karena aku terlalu bersemangat. Kau bahkan tidak menunjukkan keberadaanmu selama ini, kenapa kau mendadak peduli sekarang?” balasku mengkonfrontasi Ben. Aku masih cukup berani untuk mencoba membalikkan situasi. Ben menghela nafas lalu menundukkan kepalanya seolah bersedih
“Hugo, kau harus menceritakan semuanya kepadaku. Atau aku yang akan mencari tau sendiri,” kataku saat memberi Hugo sebuah ultimatum. Entah apa alasan Benjamin terlalu bernafsu untuk mengejar bisnis ini sampai-sampai dia menerorku bahkan ketika aku berada di rumah sakit. Hugo bersiap pergi. Aku yakin dia akan mencari Benjamin. “Bahkan jika kau membunuh Benjamin, itu tidak akan menyelesaikan masalah apapun. Masalah Benjamin akan tetap hidup. Hentikan pertengkaranmu dengan saudaramu, Hugo. Jika kau ingin kita semua selamat, kau harus terbuka dan bekerjasama denganku.”Hugo memalingkan wajahnya. Mungkin aku tidak cukup bagus baginya untuk membagi beban perusahaan. Dia memilih menanggung semuanya sendiri. Tanpa dia sadari, pilihannya itu akan menjadi kelemahan bagi musuhnya untuk semakin menghancurkan dirinya. Harus kuakui rencana honeymoon-ku gagal total. Kami kembali ke California esok harinya. Aku bahkan tidak sanggup membawa badanku sendiri karena harus menggunakan alat bantu kursi
Permainan Hugo sama sekali tidak bisa kutebak. Hugo memastikan aku tidak akan melakukan manuver apapun tepat disaat krisis konflik antara dirinya dan Benjamin, saudara kembarnya sendiri, semakin memanas. Dengan cerdiknya dia mendatangkan orang tuaku dari Seattle untuk tinggal sementara waktu di rumah baru kami di LA Dia menjadikan alasan kesehatanku agar Mom dan Dad bisa menghibur dan mengalihkan kecemasanku menjelang masa kehamilan yang sudah memasuki bulan ketujuh. Sementara itu, Hugo bebas pergi kemanapun dia mau. Felix meneleponku tempo hari untuk memberitahu bahwa Angel membantunya di holding company sampai aku aktif bekerja kembali. Dan aku sudah menyetujuinya. Mom dan Dad sibuk membantuku mempersiapkan kamar bayi untuk si kembar. Dad dengan senang hati mengecat dinding kamar dan memasang wallpaper bertema luar angkasa sebagai hiasan. Sedangkan Mom terus bercerita tentang bagaimana aku dan Theo saat bayi dulu. Ini adalah topik yang sangat ingin kuhindari. “Sebentar lagi per
“Emily? Kenapa kau tertidur disini?” Mom menggoyangkan badanku mencoba membangunkanku dari mimpi buruk. Aku melihat Mom sebelum mengerjapkan mataku memastikan bahwa aku tidak salah lihat. “Tidurlah di kamar sayang, good night,” kata Mom sambil mengecup kepalaku. Aku menegakkan tubuhku. Kedua tanganku menopang kepalaku yang masih terasa masih berputar-putar. Hidupku sungguh sial. Siang malam aku dihantui oleh misteri dari wajah yang sama. Kini aku harus terbiasa menghadapi Benjamin di dunia mimpi dan Hugo di dunia nyata. Keduanya adalah sama-sama menodongkan pisaunya ke leherku. Hugo belum juga menghubungiku. Begitu juga Anthony. Tak kusangka Hugo menyembunyikan bisnis ilegal mereka di New York. Aku akan bertahan sementara waktu sampai bayiku lahir sebelum mencari tahu lebih dalam. Oh sial! Ayah dari anak-anakku adalah seorang penyelundup. Jelas aku tidak bisa kembali tidur malam ini. Mataku terus terjaga sampai pagi datang. Hari ini adalah peringatan satu tahun kematian Theo. M
“Apa kau sudah gila?” Aku menjauhkan wajahku dari Benjamin. Dia masih merapatkan tubuhnya. Kedua tangannya merengkuh pinggangku. Dia benar-benar tidak peduli apapun. “Tidak ada CCTV disini,” sahutnya. Benjamin benar-benar membuat skandal ini menjadi sesuatu yang sangat serius. Harus kuakui aku sedikit menikmati tantangan ini, namun aku harus lebih hati-hati. “Aku tau. Tapi bukan berarti kau bisa berbuat semaumu. Kenapa kau sudah datang?” tanyaku mengalihkan perhatiannya. “Apa lagi? Tentu saja agar aku bisa mengunjungi kantor barumu.” Ben akhirnya melepaskan pelukannya dan merebahkan tubuhnya di sofa. “Ruangan ini dulu juga seperti ruanganku sendiri. Apa kau tau Theo memiliki ruangan rahasia?” Pertanyaan Ben membuatku melirik ke arahnya. “Apa maksudmu?” tanyaku. “Theo menghabiskan hampir sebagian waktunya di gedung ini. Ada penthouse di lantai atas yang sering dia gunakan untuk istirahat. Anehnya karyawan disini hampir tidak ada yang melihat Theo. Melihat kebiasaannya, dia pas
Aku masih menunggu jawaban Hugo. Apakah dia akan membiarkanku menjadi pengacara Hugo, atau dia akan melarangku seperti sebelumnya. Hugo memandangku dengan tatapan dingin. Aku sudah tidak menemukan lagi dimana tatapan Hugo yang penuh cinta kepadaku sebelumnya. “Sepertinya kau sudah mulai akrab dengan Benjamin, Emily.” Kata-kata Hugo membuat jantung Emily mulai berdebar. “Entahlah, ku pikir juga begitu. Dia mencarimu. Aku mencarimu. Tapi justru aku dan dia yang bertemu karena kami tidak tau kemana kau pergi,” jawab Emily dengan nada bicara menyindir. “Kau mencari masalah yang seharusnya tidak harus kau temui karena aku sudah berusaha menjauhkan dari semua itu. Tapi sepertinya usahaku sia-sia. Kau benar. Kau berhak tau apapun mulai dari sekarang. Semakin lama kau semakin salah paham. Baiklah, mengapa kita tidak makan malam bersama dengan Benjamin. Layaknya sebuah keluarga,” kata Hugo. Aku terkejut mendengar rencana Hugo untuk mengadakan makan malam bersama Benjamin. Kami bertiga akan
“Sampai kapan kau akan memelukku, Ben? Seseorang bisa saja memergoki kita,” kataku. Aku sudah menyerah untuk mencoba melepaskan diri dari Benjamin yang tiba-tiba memelukku dari belakang. “Anak-anak berada di rumah barat bersama Mathilde. Hugo masih akan kembali saat akhir pekan. Kenapa kau tidak bisa tenang, Em?” keluh Benjamin. “Tidakkah kau sadar saat ini aku sedang berselingkuh dengan adik iparku sendiri?” balasku. Menyebutkan kata berselingkuh membuatku ngeri. “Berselingkuh? Emily, kau tau Hugo tidak benar-benar mencintaimu. Dia menikahimu karena rasa bersalahnya kepada Theo. Dan kau pemilik saham utama. Berselingkuh? Yang benar saja,” jawab Benjamin. Aku masih merasakan sedikit sakit hati saat Benjamin mengatakan bahwa Hugo tidak benar-benar mencintaiku. “Aku berpikir apa yang kita lakukan kemarin adalah kesalahan saja. Dan kita tidak akan mengulanginya,” kataku lirih sambil menghela nafasnya. Benjamin mendekatkan bibirnya ke telingaku, dia masih memeluk tubuhku dari belaka
“Aku tidak bisa mengatakannya sekarang. Kita juga harus menunda keberangkatan kita ke Afrika karena ada masalah di Kimberly,” jawab Ben. Kurasa dia meneleponku bukan untuk mengajakku ke Afrika. Ada urusan lain yang dia inginkan dariku. “Apa maksudmu? Kenapa kita ada masalah dengan Kimberly?” tanyaku. Semua berlian yang diperjualbelikan di hampir seluruh dunia harus memiliki sertifikat dari organisasi Kimberly buatan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Mereka bertugas untuk memastikan bahwa berlian yang dijual perusahaan-perusahaan perhiasan adalah hasil dari penambangan legal. “Tidak semua berlian yang kita peroleh adalah berlian bebas konflik. Sebagian adalah berlian berdarah,” kata Ben. Kurasakan kakiku gemetar mendengar informasi dari Ben. Oh God. Apa yang telah mereka semua lakukan selama ini? “Em, dengarkan aku. Aku juga baru mengetahuinya. Tapi kita hanya perusahaan pembeli. Kita akan menyalahkan penjual yang memberikan berlian dari daerah konflik. Aku tidak bisa sembarangan menyer
Ben membalas tamparanku dengan ciuman yang kasar dan keras. Tubuhku reflek memberontak. Namun Ben mencengkeram erat kedua tanganku hingga aku tidak bisa bergerak. Aku tak berdaya menghadapi Ben yang terus melumat habis bibirku. Tenagaku melemah. Perlawananku tidak ada artinya. Namun saat Ben mencium leherku, aku merasakan getaran yang hebat di sekujur tubuhku. “Emily, aku lebih pantas untukmu. Kau akan bahagia bersamaku. Kau dan aku. Kita bersama akan menaklukkan semuanya. Percayalah padaku.” Ben menatapku tajam. Dia bicara kepadaku sambil memegang kedua pipiku untuk memastikan aku mendengar ucapannya. Mataku nanar melihat Ben seakan aku sedang beradu pandang dengan Hugo, laki-laki yang pernah membuatku tergila-gila. Mata sayu Benjamin membuat hatiku ragu. Pandangannya dalam dan tajam. Sosok yang selama ini datang di setiap mimpi burukku berubah dari seoramg monster menjadi bajingan liar yang menawan. Sial! Aku pasti sudah gila.Ben mendekatkan bibirnya yang gemetar oleh desahan n
“Kau dengr aku, Em. Tinggalkan Hugo dan pergi bersamaku.” Benjamin mengulangi perkataan yang sama sekali tidak masuk akal untukku. Ini seperti kisah drama telenovela murahan. Aku jelas tidak ingin mengiyakan, namun terlalu takut untuk menolak. Bagaimana jika Benjamin berbuat nekat?Belum ada sepatah katapun keluar dari mulutku. Dadaku sesak penuh penyesalan karena keputusanku yang salah kaprah. Suasana menjadi hening dan menegangkan. Aku tidak mendengar pergerakan Benjamin. Tiba-tiba kedua tangan Benjamin memegang lenganku. Dia berada di depanku. Sepertinya dia sedang berjongkok menghadap ke arahku. Perlahan tangannya mulai membuka tali penutup mataku. Aku mengerjap beberapa kali, kemudian mataku beradu pandang dengan mata tajam Benjamin. Sepasang mata yang terlihat tidak mengenal rasa takut. Benjamin belum melepaskan kedua tanganku yang masih terikat u kursi. “Maafkan aku, Emily. Seharusnya kau mengenalku lebih dulu. Tapi kematian Theo sangatlah tidak mudah. Jika saja kita berte
“Benjamin! Demi Tuhan aku adalah kakak iparmu! Lepaskan aku.” Aku tidak percaya Ben berani menutup mataku dan mengikat kedua tanganku persis seperti adegan saat pertama kali aku mengunjungi Restoran Are You Hungry Baby. Ben tidak menghiraukanku dan tetap mengikat tanganku. Dia tidak melepaskanku. Aku mencoba melepaskan ikatan tanganku tapi usahaku sungguh sia-sia. “Hanya dengan cara seperti ini kau mendengarkanku, Em. Aku mencoba membuatmu terkesan dengan hati-hati, tapi kau menolaknya.” Suara Ben terdengar menjauh. Aku tidak tau pasti apa yang dia lakukan. Jantungku berdegup kencang memikirkan apa yang akan Ben lakukan terhadapku. Apakah dia akan membunuhku? Atau… Oh, shit! Tidak mungkin dia akan menjadikanku submisif-nya. Aku adalah kakak iparnya. Istri dari saudara kembarnya. Ini semua benar-benar salah. Seharusnya aku mendengar nasehat Anthony untuk menunggu Hugo menyeleseaikan masalah ini. Semua terlambat. Kini aku menjadi tawanan Benjamin. Aku masih belum mendengar pergera
“Em, tunggu dulu. Kau sebaiknya menunggu Hugo.” Anthony mencoba mencegahku menghubungi Benjamin dan bertemu dengannya.“Hugo pasti memiliki alasan yang kuat untuk tidak atau belum melibatkanmu. Tenangkan dirimu, Em. Benjamin bisa menjadi pilihan yang lebih buruk daripada menunggu keputusan Hugo,” kata Anthony panjang lebar. Aku menahan tanganku untuk tidak menjawab panggilan dari Benjamin. Setelah Natal yang terasa salah kaprah, jelas aku tidak bisa berdiam diri. Seharusnya Sinterklas yang datang menemui anak-anakku. Bukan sekelompok penguntit yang menyeramkan dan membuatku kehilangan akal sehat. “Aku sudah memberikan cukup waktu kepada Hugo. Kau tau betapa aku sangat menghindari untuk terlibat dalam kegilaan ini. Penyelundupan berlian. Kau percaya semua itu? Sial!” bentakku.Anthony mengatupkan bibirnya dan menarik nafas panjang. Aku pun tidak kalah frustasi mendengar kenyataan kelam itu. Bahkan kini semua aset warisan dari Theo akan terancam hilang jika kasus ini sampai diketahu
“Dia jelas mengincarku,” kataku sambil melambaikan tangan kepada Everly yang sedang belajar berjalan. Aku sedang bersama Anthony di halaman belakang rumah saat dia berkunjung. “Bagaimana hubunganmu dengan Hugo setelah anak kalian lahir?” tanya Anthony. Setengah hati aku menjawab, “Tidak lebih baik.” Anthony menghela nafas. Cepat atau lambat dia akan menghadapi perceraianku dengan Hugo, dan itu membutuhkan tenaga extra. “Aku harus menyelematkan semua asetku untuk masa depan anak-anakku. Saat ini Hugo masih sibuk memisahkan bisnis ilegal untuk membersihkan hartanya. Kau tau itu hampir mustahil untuk dilakukan,” kataku.“Kau benar. Hubungan Hugo dan Benjamin semakin intens karena rencana pemisahan yang Hugo lakukan. Em, ini berpotensi menyebabkan masuknya pihak ketiga. Kau tidak khawatir dengan itu?” Anthony menatapku dan mata kami beradu. “Jika ada pihak ketiga yang muncul, mereka pasti bukan orang baru. Mereka selama ini bersembunyi dibalik bayang-bayang. Aku harus segera pergi seb