Ryan dan Almira kembali ke Mansion dalam diam, mereka tenggelam dalam pikiran mereka sendiri.Kemudian terdengar suara Ryan White memecah kesunyian."Kau mau aku membawamu ke dokter?"Almira menggeleng."Membeli alat tes kehamilan?""Aku tidak mungkin hamil, dengan siapa?" Almira merasa stress, kalau benar dia hamil, siapa ayah bayinya?Ryan merasa ragu-ragu, dia ingin segera memberitahukan bahwa Almira bersuami dan baru selesai berbulan madu, tapi dia tidak tahu apa yang sudah terjadi di antara rentang waktu honeymoon sampai saat mereka bertemu kembali.Dia tidak boleh gegabah, dia harus melindungi Almira dari si pengirim pesan, sebaik-baiknya pengirim pesan itu karena tidak melukai Almira, tetap jahat karena memisahkan Almira dari suaminya.Kalau dia memberi tahu Almira sekarang, Almira akan semakin stress, karena ingatannya belum kembali.Biarlah Almira tenang dulu dengan lingkungan mansion dan orang-orang disekitar yang mulai dikenalnya."Kenapa kamu mengiyakan permintaan Grand
Almira berbaring di kamarnya dengan diam, dia tahu kalau dia memaksa ingatannya maka yang ada zoonkk, tidak ada yang muncul.Hari ini sudah dua kali dia mengucapkan kata panggilan yang sama 'Dad' mungkin singkatan dari Daddy? Kalau dia sudah bersuami kenapa dia nggak pakai cincin pernikahan, apa ada yang mengambilnya? Kalau diambil pun setelah lama di pakai pasti ada bekasnya kan? Kecuali dia jarang memakainya? Tapi siapa yang mengambil? Dalam ingatan yang tumpang tindih tidak ada gambar adegan kekerasan, lalu apa yang sebenarnya terjadi? Sejak dia menyebut nama 'Dad' Almira tahu ada seorang pria yang istimewa di luar sana, walaupun ingatannya belum pulih, tapi terpisah dari nalarnya Almira bisa merasakan hatinya menghangat saat mulutnya mengucapkan 'Dad'.Lebih baik dia melakukan apa kata Ryan, tidak memaksakan ingatannya.Almira memikirkan Ryan, sosok penolong yang sangat baik hati, tulus, tenang dan tidak setengah-setengah jika menolong orang lain, syukurlah aku ditemukan olehn
Setelah mengantar anak-anak, Bastian langsung berangkat ke kantor.Di jalan Bastian sempatkan menelepon Suryo, agar segera berangkat ke sekolah, menunggu anak-anak, karena nanti mereka pulang lebih cepat."Berangkat sekarang ya Pak, nunggu di halaman sekolah aja, siapa tahu mereka keluar lebih cepat dari jadwal!"Hari ini dia merasa gelisah, perasaannya tidak enak, seakan ada sesuatu yang akan terjadi.Semoga itu akan menjadi jalan yang membawanya menuju kepada istrinya.Cepat-cepat dia menghubungi Aydan."Aydan, monitor anak-anak, hari ini mereka pulang cepat, Suryo yang jemput!" "Yes, Sir." Kemudian Bastian menutup teleponnya dan kembali memperhatikan lalu lintas.Sampai di kantor, Bastian memarkir mobilnya di tempat biasa, memberikan kuncinya kepada Donni yang sudah menunggu seperti biasa, kemudian dia berjalan menuju ke ruangannya.Sambil berjalan Bastian merasa seperti ada yang beda, suasana sangat lengang, padahal biasa terdengar canda tawa dari karyawan-karyawannya yan
"Al, besok Grandma mau datang.""Oke, nanti aku siapin kamarnya.""Suruh pelayan Al, jangan siapin sendiri!""Yah.. tambah bengkak Ry, kalau nggak gerak, ini aja udah segede gini," kata Almira menunjuk badannya yang sudah mulai membesar.Ryan white memandang Almira yang kehamilannya sudah memasuki bulan keempat, Almira sudah mulai gemuk, tapi kehamilan yang tidak heboh, tidak ada acara ingin makanan tertentu, atau ingin hal-hal yang aneh, semuanya biasa aja. Ryan sampai memborong semua buah yang ada di supermarket, dia minta mereka mengantar ke rumahnya masing-masing empat buah."Kenapa masing-masing empat?" tanya Almira sambil memandang Ryan."Bulan depan masing-masing lima." jawab Ryan."Hm bayangin kalau ntar sembilan bulan, kayak toko buah darurat, nggak usah beli lagi Uncle Ryan, aku nggak rewel kok," kata Almira sambil mengelus perutnya."Ibu hamil kan suka mendadak muncul keinginannya, kan kita jauh dari manapun, Al!""Tapi Ry..." Almira masih akan mendebat tapi Ryan sudah m
Ryan White berdehem maksudnya untuk menarik perhatian mereka."Sorry kalau boleh kami ingin__""Ryan White??? Kau benar-benar Ryan White?" Seorang gadis, salah seorang dari mereka hampir memekik histeris melihat idolanya.Ryan White lega mengetahui salah seorang mengenalnya, kalau penggemar berat pasti akan mau menolongnya."Sorry, aku mau minta tolong adakah pintu lain agar kami bisa keluar, di depan banyak sekali paparazi menunggu kami!"Terdengar hiruk pikuk di balik pintu.Si gadis segera menuntun Ryan dan Almira keluar lewat pintu yang mengarah ke lorong panjang yang lumayan gelap."Ehmm bolehkah aku berfoto denganmu?" Tanya si gadis kepada Ryan. "Boleh, tapi aku ingin kau jaga rahasiaku, jangan sampai ada yang tahu tentang kekasihku!" Ryan berusaha membuat si gadis menjadi sekutunya, itu tidak sulit mengingat dia memang penggemarnya, sepertinya penggemar setia.Terlihat si gadis menganggukkan kepala.Ryan mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Jack."Kau di mana, Bro?""Kau di
"Ry..." Pelan suara Almira memanggil."Al..gimana kepalamu?'"Udah mendingan... Ry ada yang ingin ku katakan." Almira nampak ragu-ragu."Say it!" Kata Ryan."Ingatanku sudah kembali." Dan mengalirlah air mata di pipi Almira.Ryan termenung bagai patung untuk beberapa saat lamanya, dia tahu saat ini akan tiba, tapi menghadapi kenyataan ternyata begitu menyakitkan. 'bisa sesakit ini!'Ryan bangkit berdiri dan menghampiri Almira yang masih berdiri di depan pintu kamar, kemudian memeluknya erat-erat.Mungkin ini terakhir kalinya dia masih bisa memeluk Almira, satu-satunya wanita yang mengisi hatinya, penuh! Hingga tak kan mungkin ada tempat kosong bagi yang lain."Syukurlah Al...tapi kenapa kamu malah menangis?" tanya Ryan. 'harusnya aku yang menangis,' kata Ryan dalam hati.Almira semakin memeluk Ryan dan menangis lebih keras.Ryan berpikir tangis Almira bukan tangisan haru jadi tangisan apa ini? Kenapa begitu menyayat hati?"Sayang, please kasihan baby-nya." Kembali panggilan sayan
"Jadi itu tanggal apa, Al?"Ryan bertanya sambil memandang Almira yang semakin memikat dengan kehamilannya, dari berjuta wanita yang datang dan pergi disekitarnya, kenapa hanya dia satu-satunya yang tetap tinggal di hati? "Ryan.." Kali ini terlihat Almira berusaha menahan air matanya, mungkin dia berpikir sudah terlalu banyak air mata yang tercurah, tapi toh bibirnya gemetaran.Ryan tidak tahan melihatnya."Al, kalau terlalu berat kita bahas nanti, setelah kamu makan dan beristirahat saja, nggak usah di paksain sekarang.""Enggak apa-apa, sekarang aja Ry," kata Almira sambil menarik nafas panjang.Kemudian Almira terlihat menguatkan dirinya dan membuka bibirnya...dan tanpa suara luruhlah butiran bening di pipinya.Shitt...Ryan maju tanpa berpikir dua kali, meraih Almira dan memeluknya erat-erat.Dalam hati dia berjanji akan memburu siapapun yang berada di balik semua ini, dengan koneksinya dan uangnya dia akan memburu bajingan itu sampai dapat. Dia memang bukan suami Almira, ta
"Salas dak mau sekolah!" Kata Saras dengan berurai air mata.Sudah begini keadaannya sejak Saras bangun pagi, bawaannya nangis dan rewel yang tidak biasa.Bastian tidak pernah mengeluh harus menemani dan memperhatikan kebutuhan anak-anak nya, berperan sebagai daddy sekaligus mommy bagi mereka, tapi kalau sudah rumit begini, rindu Bastian akan Almira semakin menjadi-jadi.Dia sangat merindukan kelembutan istrinya dalam menangani Binta dan Saras yang bahkan bukan anak kandungnya. Wanita berhati malaikat.Di mana Almira? Sejak melihat foto dirinya di surat kabar, Bastian yakin istrinya masih hidup, tapi di mana? Bagaimana kabar kandungan Almira? Siapa yang merawat saat Almira mengalami morning sickness? Siapa yang pergi saat Almira ngidam? Apa ada dokter yang memantau perkembangan kesehatan istri dan babynya?"Bastian mengacak-acak rambutnya, betapa dia ingin berada di sisi Almira dan melihat saat anaknya tumbuh di perut istrinya.Kalau sudah begini Bastian ingin menghantam sesuatu,