(Gara-gara Menebang Pohon di Samping Toilet)
Fauzan spontan menggelengkan kepala, saat mendapat pertanyaan dari salah satu santri putra, karena ia juga sebenarnya tidak tahu kenapa bisa memiliki kekuatan di luar nalar seperti itu.
Dari kecil pemuda tersebut memang sering sekali merusak barang-barang di rumah secara tidak sengaja, sehingga ia sering diomeli oleh sang ibu.
"Gue gak tahu kenapa bisa patah. Mungkin gagang pintunya sudah rusak," kata Fauzan sembari memberikan gagang pintu yang masih ia pegang kepada santri putra yang sedang berdiri di sampingnya.
"Masa sih, perasaan gagang pintu kobong gue baru diganti." Santri putra tersebut kebingungan, "Ya udahlah, ayok kita masuk."
Fauzan pun langsung mengangguk dan mulai mengayunkan kakinya ke dalam ruangan yang tidak terlalu luas itu. Mata pemuda tersebut lalu menyapu ke sekeliling yang tampak rapi.
Meskipun yang menempati kamar itu adalah para laki-laki, mereka bisa menjaga kebersihan karena setiap hari minggu sering ada pemeriksaan ruangan oleh Rois.
"Masukin semua baju lu ke lemari itu!" tunjuk santri putra tadi yang bernama Deri.
"Oke, makasih." Fauzan kembali mengangguk.
Sementara itu, kedua orang tua dari pemuda yang rambutnya sedikit ikal tersebut pamit kepada pemilik pondok, setelah memastikan anaknya tinggal nyaman di asrama.
Fani sempat menangis karena belum siap meninggalkan anak semata wayangnya di sana. Namun, perempuan berbaju syar'i itu harus berusaha merelakan anaknya untuk mondok, agar bisa menjadi manusia yang berakhlak mulia dan berguna bagi negara serta agamanya.
Selain itu, Fani juga berharap sang anak tidak sering kesurupan atau mengamuk lagi gara-gara gangguan dari jin nasab atau khodam warisan dari leluhurnya.
"Bu, ayok kita pulang sekarang!" ajak Farhan kepada istrinya tersebut seraya membuka pintu mobil.
"Iya, Pak." Fani menghapus jejak air mata di pipinya, lalu ia masuk ke mobil.
Setelah itu, Farhan mulai menyalakan mesin mobilnya dan kendaraan beroda empat tersebut akhirnya perlahan melaju menjauh dari pondok.
Fani lalu kembali menangis, saat melihat anaknya dari kaca spion, sedangkan sang anak berusaha menahan tangis karena bagaimanapun juga dia adalah laki-laki.
Fauzan merasa malu jika menangis di depan banyak orang. Ia akhirnya hanya bisa menahan bulir bening yang menggenang di ujung matanya.
***
Saat malam pertama Fauzan tinggal di pondok, ia sangat sulit memejamkan mata karena tidak terbiasa tidur dengan hanya beralaskan tikar.
Keesokan harinya, badan pemuda itu pun terasa sakit dan lemas. Namun, ia harus ikut bersama santri lain untuk bersih-bersih halaman pondok.
"Ayok, semangat, jangan loyo!" Redi menggandeng Fauzan, "Dulu gue juga sama kayak elu, tapi lama-kelamaan gue terbiasa tinggal di sini. Elu juga nanti pasti akan terbiasa."
"Iya, semoga saja." Fauzan membalas ucapan dari teman barunya tersebut dengan singkat.
Kemudian, ia mengambil parang dan membersihkan rumput liar di depan masjid, sedangkan Redi disuruh menebang pohon randu yang ada di samping toilet santri putra.
Setelah menebang pohon itu, Redi malah tiba-tiba mengeluh sakit kepala dan seketika muntah-muntah. Ia lalu diantar oleh Fauzan untuk istirahat di kobong.
Badan Redi kemudian mendadak demam tinggi dan saat malam tiba, santri putra tersebut berteriak-teriak histeris karena ia mengaku akan dibawa oleh jin ke alamnya.
"Pergi, jangan bawa gue!" Wajah santri putra tersebut dibanjiri oleh keringat dingin.
(Meminta Pertanggungjawaban)Fauzan yang sudah tertidur seketika terhenyak bangun karena kaget, saat mendengar teriakan histeris dari teman satu kobongnya.“Redi, elu kenapa?” tanya pemuda yang memiliki sorotan mata yang tajam itu dengan raut wajah penasaran.Redi lalu menunjuk ke depan sambil melotot. “Li—lihat, di sana a--ada genderewo!”Fauzan pun langsung melihat ke arah yang ditunjuk oleh sang teman. “Genderewo apaan? Itu gambar anime, lagian kenapa di pondok ada gambar anime segala, sih? Harusnya elu pasang kaligrafi arab atau foto ulama biar adem lihatnya!”Redi kemudian spontan mengarahkan wajah temannya tersebut ke arah mahkluk yang ia maksud. “Coba elu lihat ke sana.”Mata Fauzan menyipit dan mencoba melihat jin yang dimaksud oleh pemuda itu, tetapi ia sama sekali tidak melihat apa pun di sana.“Mana? Di sana tidak ada apa-apa. Elu tadi mimpi kali,” kata Fauzan seraya melepaskan tangan Redi yang sedang memegang wajahnya. “Sudahlah, sekarang mendingan elu tidur lagi.”Awalnya
(Tidak Menerima Penolakan)"Aku sama sekali tidak mengerti dengan maksudmu tentang tanggung jawab itu." Kiai haji Solehudin kebingungan. Jin itu pun tersenyum miring, lalu ia berjalan mengitari sang kiai yang sedang duduk bersila di atas sejadah berwarna hijau.Mata pria yang sudah lanjut usia itu lalu mengikuti arah jin berjenis kelamin tersebut berjalan, dengan hati yang dipenuhi rasa penasaran.Sang kiai ingin mengetahui tanggung jawab apa yang dimaksud oleh jin muslim itu, sehingga makhluk tersebut menemuinya."Baiklah, aku akan menjelaskannya agar kamu mengerti." Jin yang bernama Nyimas Dewi Sekar Asih itu kemudian berhenti berjalan dan menatap wajah Kiai haji Solehudin sambil menyeringai."Iya, jelaskan saja." Sang pemilik pondok mengangguk."Apa kamu tahu kalau salah satu santrimu sudah merusak istanaku?" tanya jin tersebut. "Dia menebang pohon randu yang merupakan tempat tinggalku bersama keluarga besarku. Sekarang kami semua tidak memiliki tempat tinggal gara-gara ulah santr
(Dibantu Jin Nasab)"Emangnya kenapa, Bah? Pohon randu itu sudah rimbun banget, jadi aku menyuruh santri putra untuk menebangnya, agar toilet santri tidak terlihat gelap dan angker," kata Syifa sembari membantu suaminya berdiri.Kiai haji Solehudin menghela napas pendek, lalu ia pergi ke keluar tanpa membalas ucapan dari anak perempuannya itu."Abah mau ke mana? Ini sudah larut malam, Bah? Abah mau nangkap Kunti atau mau ngapain?" tanya Syifa penasaran. "Udah, ayok kita ikutin Abah aja!" ajak suami dari perempuan itu sambil membenarkan kain sarungnya yang melorot karena sempat tersungkur."Ya udah, ayok kita ikutin!" Syifa mengangguk.Mereka berdua lalu bergegas mengayunkan kaki bersama—keluar—dari rumah dan menghampiri pria yang sudah mulai renta itu.Sang kiai berjalan perlahan dengan dibantu oleh tongkat karena tubuhnya sudah membungkuk. Ia lalu melihat ke arah pohon randu yang tadi sore ditebang oleh Redi.Selang beberapa menit, muncul jin yang membludak mengelilingi Kiai haji So
(Memiliki Banyak Khodam Pendamping)"Ayok, minggir, kenapa kamu menghalangiku?!" sergah Fauzan dengan mata menyorot tajam.Sarah pun seketika terkejut karena ia tiba-tiba melihat ada beberapa sosok makhluk aneh berupa macan, kakek-kakek bungkuk yang memiliki mata seperti kucing, dan lain sebagainya."Astaghfirullahaladzim." Sarah spontan beristighfar.Kemudian, Fauzan menatap ke arah teman satu kobongnya—Redi—yang saat ini sedang kerasukan beberapa jin penghuni pohon randu.Pemuda itu lalu berjalan untuk melawan temannya sendiri, tetapi Sarah lagi-lagi mencegah tindakan santri putra tersebut agar tidak menyerang Redi."Dia sedang kerasukan, jadi kamu jangan melawannya seperti itu, kita hanya harus meruqiyahnya saja supaya jin-jin yang ada di tubuh Redi keluar," kata gadis bermata besar itu.Namun, Fauzan tidak mau mendengar perkataan dari cucu pemilik pondok pesantren tersebut dan malah menyerang gadis itu, karena ia juga sedang dikuasai oleh khodam leluhurnya.Sarah akhirnya terpaksa
(Berhasil Ditaklukan)“Kenapa? Apa kalian takut kepadaku?” tanya Kiai haji Solehudin kepada khodam-khodam yang saat ini sedang menguasai tubuh santri putra yang bernama Fauzan.“Takut? Untuk apa kami takut kepadamu? Dasar manusia lemah!” hina khodam-khodam itu kepada sang kiai sembari tersenyum miring.“Oh, jadi kalian tidak takut kepadaku, baiklah kalau begitu lawan aku sekarang juga!” Pria yang sudah mulai renta itu menantang Fauzan.Santri putra tersebut kemudian mengepalkan kedua tangannya dengan erat dan meraung seperti macan. Setelah itu, ia menyerang pemilik pesantren tempatnya mondok.Semua santri putra dan santri putri yang ada di sana pun seketika menjerit, saat melihat guru ngaji mereka diserang oleh pemuda bertubuh tegap itu.Syifa dan Sarah yang sudah berhasil meruqiyah Deri juga terlihat panik, karena mereka takut Kiai haji Solehudin yang sudah berusia lanjut tersebut akan terluka.Sarah kemudian bergegas menghampiri sang kakek, tetapi ibunya malah langsung mencegahnya.
(Berhasil Diikat)"Dia tidak tahu apa-apa tentang perjanjian kalian dengan kakek buyutnya, jadi aku mohon lepaskan dia dan jangan mengganggunya lagi!" tegas Kiai haji Solehudin.Fauzan yang sedang dikuasai oleh jin-jin nasab atau khodam leluhur dari kakek buyutnya pun seketika tersenyum sinis, saat mendengar ucapan dari sang kiai."Coba saja kalau kamu berani melepaskannya, aku yakin kamu tidak akan sanggup, karena kami akan melenyapkan nyawamu sekarang juga!" sergah Fauzan dengan suaranya yang parau dan sedikit serak.Pemuda bertubuh tinggi dan tegap tersebut kemudian langsung melompat dan menyerang Kiai haji Solehudin yang jalannya sudah membungkuk itu.Namun, meskipun begitu, sang kiai masih sanggup melawan beberapa jin ifrit kafir dalam waktu yang bersamaan, tanpa meminta bantuan kepada siapa pun.Pria yang memakai jubah berwarna putih itu dengan sigap menepis serangan dari Fauzan, dengan menggunakan tongkat yang selalu ia pakai untuk alat bantu berjalan."Astaghfirullahaladzim, A
(Ritual Pelepasan Jin Nasab)Aldi dengan cepat mengambil gelas berisi air putih dari tangan Kiai haji Solehudin, yang sudah dibacakan doa oleh mertuanya tersebut.Kemudian, pria berpeci hitam itu berjalan menghampiri Fauzan yang sedang dipegangi oleh beberapa orang santri putra.Pemuda yang saat ini sedang dikuasai oleh jin-jin nasab atau khodam warisan dari kakek buyutnya tersebut meronta-ronta, karena ingin melepaskan diri sambil terus menggeram, hingga membuat bulu kuduk para santri mendadak berdiri tegak.Aldi lalu meminumkan air doa tadi sembari membaca kalimat basmallah, agar Fauzan bisa segera lepas dari pengaruh jin nasabnya.Fauzan sempat menolak untuk meminum air doa itu, tetapi Aldi terus memaksanya dengan dibantu oleh sang istri—Syifa.Air tersebut akhirnya berhasil dimasukkan ke dalam mulut pemuda itu, meskipun hanya sedikit, karena ia tidak berhenti meronta, sehingga sebagian airnya tumpah.Baju koko yang dipakai oleh santri putra itu pun menjadi basah. Kemudian, selang
(Memancing Jin Agar Keluar)“Baik, Bah, tunggu sebentar, aku akan memanggil Fauzan dulu ke sini.” Sarah langsung bergegas pergi ke asrama santri putra.Kemudian, ia menyuruh santri putra bernama Fauzan itu untuk menghadap Kiai Haji Solehudin di ruangan khusus yang ada di rumahnya.Pemuda yang rambutnya sedikit ikal tersebut hanya menurut, meskipun hatinya mendadak merasa tidak enak dan takut.‘Ada apa ini? Kenapa Pak Kiai memanggilku ke rumahnya secara tiba-tiba begini? Apa aku akan dihukum atas perbuatanku semalam yang sudah berani menghajarnya? Tapi itu kan bukan disengaja.’ Fauzan berbicara dalam hati sembari berjalan menuju ke rumah guru ngajinya."Ayok, silahkan masuk!” titah Sarah kepada santri putra yang baru mondok dua hari lalu tersebut sambil menunjuk ke arah sebuah ruangan berukuran sedang.Fauzan seketika menganggukkan kepalanya dan perlahan mengayunkan kaki menuju ruangan yang ada di pojok dekat dengan ruang tengah.“Assalamualaikum, Pak Kiai.” Pemuda yang memakai kain sa
(Bisikan dari Jin Kafir)“Lihat apa, Dek?” tanya satpam yang bekerja di rumah keluarga besar Fauzan itu dengan dahi yang mengkerut.“Tidak apa-apa kok, Pak, tadi mungkin saya cuma salah lihat saja.” Saryh tersenyum kecil.“Oh, saya kira ada apa.” Satpam itu menghela napas pendek.“Tidak ada, Pak, maaf.” Putri sang kiai menggaruk-garuk kepalanya sendiri yang tertutup hijab pasmina berwarna abu-abu itu. Ia merasa tidak enak kepada Pak satpam.“Enggak apa-apa, Dek, mari silahkan masuk, biar saya panggil dulu Bu Fani-nya, beliau mungkin sedang ada di belakang,” kata Pak satpam sambil membuka pintu rumah itu yang tidak terkunci. “Ayok, silahkan duduk dulu, Dek.”“Baik, Pak, terima kasih banyak.” Sarah tersenyum ramah.“Sama-sama, Dek, tunggu sebentar, yah.” Satpam tadi langsung bergegas mencari ibunya Fauzan---Fani.Sarah pun kemudian duduk di kursi yang ukiran dan modelnya sangat tradisional serta unik, mungkin bisa dibilang barang antik.Bukan hanya kursi, tetapi meja dan hampir semua ba
(Bangunan Tua)“Apa kamu akan pergi ke rumah orang tua Fauzan sendirian?” tanya Syifa kepada anak semata wayangnya---Sarah.Sang anak pun seketika mengangguk. “Iya, Ummi, aku akan ke sana sendiri, lagian tempat tinggal Fauzan itu kan tidak terlalu jauh dari sini.”“Iya, sih, tapi kamu harus hati-hati di jalannya, yah, jangan kebut-kebutan,” pesan sang ibu. “Terus kalau sudah selesai urusannya di sana, kamu langsung pulang yah, jangan main dulu.”“Siap, Bu, aku pasti akan langsung pulang. Kalau begitu aku pergi dulu sekarang,” pamit Sarah seraya mencium punggung tangan ibunya.Kemudian, gadis berdagu lancip tersebut memakai helm berwarna putih campur pink dan menaiki kendaraan beroda dua miliknya.Sarah lalu mulai melajukan motornya, tetapi ia malah tidak sengaja menubruk tong sampah yang ada di dekat gerbang pondok pimpinan sang kakek.“Astagfirullahaladzim ... baru aja dibilangin harus hati-hati malah nabrak tong sampah.” Syifa menepuk jidatnya sendiri.Setelah itu, ia bergegas membe
(Tawaran dari Ratu Jin)"Cara kedua yaitu menemui orang yang menjadi penghubung perjanjian antara kakeknya Fauzan dan bangsa jin, lalu mintalah orang itu untuk memutuskan perjanjian tersebut," ucap Kiai Haji Solehudin yang berbaring di tempat tidurnya karena terluka akibat berusaha mengalahkan jin nasab yang ada di tubuh Fauzan."Oh, begitu, tapi bagaimana kalau orang itu sudah tidak ada atau sudah meninggal, Bah?" tanya Sarah penasaran."Kamu coba saja dulu temui keluarganya Fauzan dan tanyakan kepada mereka, kalau memang orangnya sudah meninggal, kita harus memakai cara terakhir untuk menolong pemuda itu agar tidak terus diganggu oleh khodam warisan kakek buyutnya," balas sang kiai.Sarah seketika mengangguk. "Baiklah, Bah, nanti aku akan pergi ke rumah orang tua Fauzan.""Terima kasih, Nak, semoga kita berhasil menolong saudara kita sesama muslim, karena sesungguhnya kita semua adalah satu jiwa," tutur pria berjambang itu."Iya, Bah, aku mengerti maksud Abah." Sarah melengkungkan g
(Cara Kedua)Kiai haji Sobar hanya tersenyum kecil, saat ia mendengar ucapan dari jin yang sekarang menguasai tubuh santri putranya---Fauzan.“Terserah apa kata kalian, yang pasti aku akan tetap memutuskan perjanjian yang dibuat oleh kakek buyut pemuda itu dengan kalian di masa lalu!” tegas sang kiai.Fauzan yang sedang kerasukan oleh jin nasab pun seketika marah dan membanting kayu gaharu yang ada di depannya.Kemudian, pemuda tersebut mencoba mencekik pria yang sudah mulai renta itu, tetapi tangannya langsung ditepis dengan menggunakan tongkat.Fauzan bahkan jatuh terjungkal ke belakang. Setelah itu, ia berdiri dan mengepalkan kedua tangannya dengan mata yang menyorot tajam.“Kamu tidak bisa memutuskan perjanjian yang sudah dibuat oleh kakek dari pemuda ini sejak dulu dengan kami, kecuali kamu bisa menghancurkan kami.” Fauzan spontan tertawa lepas, setelah berkata demikian.Aldi yang berada di luar ruangan tersebut pun seketika memegang tangan istrinya, karena takut saat mendengar s
(Memancing Jin Agar Keluar)“Baik, Bah, tunggu sebentar, aku akan memanggil Fauzan dulu ke sini.” Sarah langsung bergegas pergi ke asrama santri putra.Kemudian, ia menyuruh santri putra bernama Fauzan itu untuk menghadap Kiai Haji Solehudin di ruangan khusus yang ada di rumahnya.Pemuda yang rambutnya sedikit ikal tersebut hanya menurut, meskipun hatinya mendadak merasa tidak enak dan takut.‘Ada apa ini? Kenapa Pak Kiai memanggilku ke rumahnya secara tiba-tiba begini? Apa aku akan dihukum atas perbuatanku semalam yang sudah berani menghajarnya? Tapi itu kan bukan disengaja.’ Fauzan berbicara dalam hati sembari berjalan menuju ke rumah guru ngajinya."Ayok, silahkan masuk!” titah Sarah kepada santri putra yang baru mondok dua hari lalu tersebut sambil menunjuk ke arah sebuah ruangan berukuran sedang.Fauzan seketika menganggukkan kepalanya dan perlahan mengayunkan kaki menuju ruangan yang ada di pojok dekat dengan ruang tengah.“Assalamualaikum, Pak Kiai.” Pemuda yang memakai kain sa
(Ritual Pelepasan Jin Nasab)Aldi dengan cepat mengambil gelas berisi air putih dari tangan Kiai haji Solehudin, yang sudah dibacakan doa oleh mertuanya tersebut.Kemudian, pria berpeci hitam itu berjalan menghampiri Fauzan yang sedang dipegangi oleh beberapa orang santri putra.Pemuda yang saat ini sedang dikuasai oleh jin-jin nasab atau khodam warisan dari kakek buyutnya tersebut meronta-ronta, karena ingin melepaskan diri sambil terus menggeram, hingga membuat bulu kuduk para santri mendadak berdiri tegak.Aldi lalu meminumkan air doa tadi sembari membaca kalimat basmallah, agar Fauzan bisa segera lepas dari pengaruh jin nasabnya.Fauzan sempat menolak untuk meminum air doa itu, tetapi Aldi terus memaksanya dengan dibantu oleh sang istri—Syifa.Air tersebut akhirnya berhasil dimasukkan ke dalam mulut pemuda itu, meskipun hanya sedikit, karena ia tidak berhenti meronta, sehingga sebagian airnya tumpah.Baju koko yang dipakai oleh santri putra itu pun menjadi basah. Kemudian, selang
(Berhasil Diikat)"Dia tidak tahu apa-apa tentang perjanjian kalian dengan kakek buyutnya, jadi aku mohon lepaskan dia dan jangan mengganggunya lagi!" tegas Kiai haji Solehudin.Fauzan yang sedang dikuasai oleh jin-jin nasab atau khodam leluhur dari kakek buyutnya pun seketika tersenyum sinis, saat mendengar ucapan dari sang kiai."Coba saja kalau kamu berani melepaskannya, aku yakin kamu tidak akan sanggup, karena kami akan melenyapkan nyawamu sekarang juga!" sergah Fauzan dengan suaranya yang parau dan sedikit serak.Pemuda bertubuh tinggi dan tegap tersebut kemudian langsung melompat dan menyerang Kiai haji Solehudin yang jalannya sudah membungkuk itu.Namun, meskipun begitu, sang kiai masih sanggup melawan beberapa jin ifrit kafir dalam waktu yang bersamaan, tanpa meminta bantuan kepada siapa pun.Pria yang memakai jubah berwarna putih itu dengan sigap menepis serangan dari Fauzan, dengan menggunakan tongkat yang selalu ia pakai untuk alat bantu berjalan."Astaghfirullahaladzim, A
(Berhasil Ditaklukan)“Kenapa? Apa kalian takut kepadaku?” tanya Kiai haji Solehudin kepada khodam-khodam yang saat ini sedang menguasai tubuh santri putra yang bernama Fauzan.“Takut? Untuk apa kami takut kepadamu? Dasar manusia lemah!” hina khodam-khodam itu kepada sang kiai sembari tersenyum miring.“Oh, jadi kalian tidak takut kepadaku, baiklah kalau begitu lawan aku sekarang juga!” Pria yang sudah mulai renta itu menantang Fauzan.Santri putra tersebut kemudian mengepalkan kedua tangannya dengan erat dan meraung seperti macan. Setelah itu, ia menyerang pemilik pesantren tempatnya mondok.Semua santri putra dan santri putri yang ada di sana pun seketika menjerit, saat melihat guru ngaji mereka diserang oleh pemuda bertubuh tegap itu.Syifa dan Sarah yang sudah berhasil meruqiyah Deri juga terlihat panik, karena mereka takut Kiai haji Solehudin yang sudah berusia lanjut tersebut akan terluka.Sarah kemudian bergegas menghampiri sang kakek, tetapi ibunya malah langsung mencegahnya.
(Memiliki Banyak Khodam Pendamping)"Ayok, minggir, kenapa kamu menghalangiku?!" sergah Fauzan dengan mata menyorot tajam.Sarah pun seketika terkejut karena ia tiba-tiba melihat ada beberapa sosok makhluk aneh berupa macan, kakek-kakek bungkuk yang memiliki mata seperti kucing, dan lain sebagainya."Astaghfirullahaladzim." Sarah spontan beristighfar.Kemudian, Fauzan menatap ke arah teman satu kobongnya—Redi—yang saat ini sedang kerasukan beberapa jin penghuni pohon randu.Pemuda itu lalu berjalan untuk melawan temannya sendiri, tetapi Sarah lagi-lagi mencegah tindakan santri putra tersebut agar tidak menyerang Redi."Dia sedang kerasukan, jadi kamu jangan melawannya seperti itu, kita hanya harus meruqiyahnya saja supaya jin-jin yang ada di tubuh Redi keluar," kata gadis bermata besar itu.Namun, Fauzan tidak mau mendengar perkataan dari cucu pemilik pondok pesantren tersebut dan malah menyerang gadis itu, karena ia juga sedang dikuasai oleh khodam leluhurnya.Sarah akhirnya terpaksa