Secara tentatif Moreau beranjak bangun. Tidak ingin gerakan yang dilakukan dengan sadar malah membuat Abihirt terbangun. Dia mengedarkan pandangan ke pelbagai arah, kemudian merenggut bantal sofa untuk diposisikan di bagian pinggir. Mengerti jika tidur diliputi keadaan duduk akan membuat pria itu tidak nyaman ketika terbangun. Semoga saja tidak akan terlalu sulit saat Moreau mencoba memindahkan tubuh ayah sambungnya.
Perlahan, dia melanjutkan tindakan tertunda sarat respons hati – hati. Ya, terlampau penuh antisipasi, meski nyaris saja membuat Abihirt terdampar langsung ke permukaan sofa. Moreau mengembuskan napas pelan—untungnya tidak. Butuh usaha keras sekadar memindahkan kedua kaki pria itu ke atas. Dia bersyukur bahwa tadi—mereka duduk agak di tengah, sehingga tidak terlalu sulit menyelesaikan sisanya. Sekarang hanya perlu selimut tebal untuk membalut tubuh jangkung ayah sambungnya. Moreau melirik sesaat pada ujung kaki yang kelebihan itu, lalu berjalan ke arah k“Bukankah tadi aku sudah memintamu pergi?” Keterkejutan langsung menyerbu Moreau kali ketika dia menginjakkan kaki melewati ruang tamu, tetapi ternyata ... Abihirt di sana. Sedang menjulang tinggi diliputi mata kelabu yang menatap lurus ke depan—tadi, seolah sebuah pemikiran menyeret ayah sambungnya menerawang terlalu jauh. Masih dengan kemeja pria itu semalam. Mereka jelas tidak menyediakan pakaian ganti. Moreau apalagi—tidak pernah terpikir bahwa akan ada saat – saat di mana menginap di sini adalah hal yang Abihirt putuskan secara matang. Dia menghela napas sesaat, kemudian memutuskan untuk mengambil langkah lebih dekat. Melonggokkan wajah ke ambang pintu, tanpa peduli bahwa harus melewati tubuh ayah sambungnya—yang tidak sedikitpun merasa terpengaruh. “Di mana Juan? Dia tadi mengatakan sudah menungguku di depan rumah.” Kening Moreau berkerut dalam memperhatikan hanya ada satu mobil di sana. Sungguh, dia tidak merasa telah keliru membaca pesan dari pria it
“Aku tidak menyangka kalau kau benar – benar licik, Amiga. Kupikir, keinginanmu untuk tinggal sendirian supaya kau bisa menghindari permasalahan apa pun yang melibatkanmu dan Mr. Lincoln. Tapi ternyata, kalian mendapat ide lebih bagus agar bisa tidur semalaman di rumah baru itu.” Sudah Moreau duga. Juan hanya menunggu saat – saat paling tepat untuk meledakkan apa pun yang tertahan di puncak kepala pria itu. Tidak ada waktu mengatakan banyak hal ketika dituntut melakukan latihan dengan serius. Sebagai ganti, sekarang ... setelah mereka melakukan persiapan pulang, Moreau merasa seperti dicecoki pelbagai hal. Cukup kewalahan menanggapi kesimpulan Juan, karena pada awalnya tidak seperti yang dibayangkan. Juan tidak pernah tahu. “Jaga bicaramu. Aku dan Abi tidak melakukan apa pun.” Demikian yang dia katakan. Juan harus mengerti untuk tidak lepas kendali. Mereka sedang berada di ruang terbuka dan risiko apa pun dapat menjadi bagian tak terduga. “Jika memang
“Sepertinya akan ada yang terlalu betah menghabiskan waktu di tempatmu.” Moreau melirik Juan setengah enggan, usai pria itu menambahkan komentar tepat setelah mereka sampai di halaman depan rumahnya. Siapa yang akan menyangka jika ternyata mobil Abihirt sudah berada di sana, persis terakhir kali terparkir sepanjang malam—yang dikemudikan karena memang dibutuhkan. Apa lagi yang ingin pria itu lakukan? Benak Moreau bertanya – tanya tak mengerti. Keberadaan Abihirt meninggalkan segerombol ketakutan yang nyaris tak dapat dijabarkan. Dia tak ingin kegigihan pria itu, malah menjadi bumerang besar. Bagaimana jika di waktu bersamaan Barbara juga memutuskan untuk datang dan mendapati mobil sang suami sebagai informasi murni untuk menangkap basah mereka? Itu tidak bisa dibiarkan terus terjadi. Moreau mengerjap, lalu membuka pintu mobil dengan cepat. “Terima kasih atas tumpanganmu, Juan. Sekarang kau pulanglah. Hubungi aku kalau sudah sampai.” Sambil menginjakkan kaki di
“Masakanmu enak. Tapi kau tidak bisa terus – terusan menjadi koki di sini, karena ibuku akan mencarimu. Kami baru saja bertemu tadi, kau bahkan tidak pernah menyibukkan dirimu di dapur untuknya” ucapnya, itulah yang tak bisa dilupakan dalam kurun waktu tertentu. Abihirt tidak harus mengabaikan situasi yang mutlak teratur di antara mereka, walau sepertinya ungkapan apa pun tidak memberi pengaruh signifikan. “Sudah ada Caroline, mengapa aku harus menyibukkan diri di dapur?” Abihirt malah menanyakan sesuatu yang nyaris menyeret Moreau pada kebingungan. Dia menelan ludah kasar dan mendesak sedikit gambaran di kepala untuk diutarakan, “Aku tahu. Tapi, rasanya pasti sangat berbeda antara mencicipi masakan suami sendiri dan Caroline.” Tidak ada yang salah. Moreau tidak merasa itu tuntutan untuk menyindir Abihirt. Sebelah alis pria itu—yang tumbuh dengan tebal dan rapi, segera terangkat sebagai reaksi paling pertama. “Jadi, kau ingin aku memasak untuk ibumu dan berhenti
“Kau sangat manis.” Suara serak dan dalam Abihirt bahkan terdengar parau. Ujung jemari pria tersebut menyapu lembut di bibir bawahnya. Ada sedikit tekanan, yang mengunci iris biru terang Moreau untuk tidak meninggalkan perhatian dari mata kelabu itu—ketika memerangkap hingga dia nyaris tenggelam terlalu dalam. Moreau hanya tersadar saat Abihirt kembali mendekatkan wajah. Kali ini ciuman mereka terasa singkat. Pria itu cenderung mengincar bagian tubuhnya yang lain. Gigitan kecil membuat dia melenguh tertahan. Abihirt dapat dipastikan akan meninggalkan bekas kemerahan. Tidak seatap bersama Barbara jelas menjadi alasan utama mengapa Moreau tidak berusaha mengajukan protes. Malah, memulai sentuhan untuk merasakan tekstur lembut dari rambut hitam ayah sambungnya. Tiba – tiba bunyi oven menyeret mereka kembali ke permukaan. Abihirt segera berhenti mencumbu ceruk lehernya, seolah baru saja menyadari satu hal. Moreau hampir terkikik saat pria itu berjalan setengah
Kebutuhan mengklaim tubuhnya sebagai bagian dari properti bukan lagi sesuatu yang baru. Moreau menelan ludah kasar. Belum sepenuhnya siap, tetapi pria itu telah menyingkirkan pakaian yang dia kenakan saat latihan, berikut dengan bra—untuk terlempar secara asal di bawah lantai dapur. “Abi,” Moreau melenguh tanpa sadar ketika Abihirt menyambar payudaranya dengan rakus, seolah pria itu butuh asupan serius diliputi lidah yang meliuk—memainkan puting yang keras menantang. “Abi, hentikan. Aku tidak mau kau kelepasan. Jangan lupa, aku masih marah kepadamu.” "Begitu?" Suara Abihirt terdengar bergumam. Moreau mendesis, berusaha mengingatkan situasi di antara mereka. Dia sudah bertekad untuk menghentikan semua ini, walau luapan gairah tak terduga yang Abihirt tawarkan, tak bohong—menjelaskan bahwa dia juga menginginkan pria itu. "Kau harus berhenti," dia tetap menambahkan. “Aku tidak bisa. Semalam kau membuatku harus menunggu dengan sabar.” Apa maksudnya itu
“Akan kuusahakan.” Demikian ungkapan Abihirt. Artinya, tidak ada jaminan terhadap risiko mendatang. Pria itu ... suatu waktu bahkan bisa lepas kendali. Bisa melewati ruang ekspektasi—yang sedang benar – benar Moreau khawatirkan. Suster pernah mengatakan agar mereka lebih hati – hati. Dengan ketidaktahuan Abihirt, apa yang bisa Moreau katakan? Sapuan ringan dari ujung jemari ayah sambungnya, seakan mencoba menenangkan dia dari luapan tak terduga. Perlu digaris bawahi kalau – kalau ... Abihirt telah mengambil point penting dari kesalahan pria itu beberapa waktu lalu. Haruskah, dia bisa mencoba memberi ayah sambungnya kesempatan? “Aku ingin kau berjanji, Abi,” ucap Moreau lambat. Tak ingin tahu apa pun yang tersisa. Bahkan, berusaha terlihat tidak terpengaruh saat Abihirt akhirnya menggeram samar. “Ya, aku janji,” pria itu berkata dengan nada putus asa. Senyum Moreau begitu samar ketika Abihirt menyingkirkan beberapa helai rambutnya, kemudian ciuman lembut men
“Ini ... buah mangga yang kau mau.” Moreau tersenyum antusias menyambut keberadaan Abihirt di depan pintu rumahnya. Selama satu minggu terakhir, mereka sepakat lebih sering bertemu di tengah malam—Abihirt selalu diam – diam meninggalkan Barbara, lalu saat fajar mendatang, pria itu akan berpamitan untuk kembali di ranjang ibunya—bersikap baik – baik saja, seolah tidak ada apa pun terjadi di antara mereka—demikian sedikit yang Moreau simpulkan. Paling tidak, dia tahu semua masih dalam pengaturan yang diinginkan. Tentu, dengan tidak melupakan kebutuhan tidur bersama. Beberapa hari belakangan Moreau lebih sering membutuhkan dekapan hangat ayah sambungnya dan terkadang, akan mencuri kesempatan meletakkan tangan pria itu di permukaan perut yang masih terlihat rata. Abihirt sedang terlelap saat – saat tersebut, karena bagaimanapun ... masih belum ada keberanian untuk mengutarakan segala sesuatu mengenai kehamilan ini. Walau, bagian paling Moreau sukai adalah pada saat di
Kali pertama mendengar pernyataan Abihirt, kelopak mata Barbara mengerjap cepat. Hampir tidak menyangka tentang hal yang telah mereka lewatkan. Dia tahu suaminya jauh lebih sering menghabiskan waktu bersama Moreau—dan itu sungguh meninggalkan banyak kecemburuan tidak tertahankan. Cukup puas bahwa dia bisa melewati saat – saat di mana mengendalikan diri dari kebutuhan melampiaskan amarah. Sungguh, sampai mati pun, Barbara tidak akan menyerahkan Abihirt kepada Moreau. Dia tidak akan pernah mengalah. Kemenangan harus selalu berada di tangan. Persetan dengan mengorbankan yang lainnya. “Baiklah. Ke mana kau akan membawaku?” tanya Barbara sembari mengikuti langkah Abihirt menuju mobil. Mereka datang terpisah. Miliknya sendiri sedang terparkir di sisi halaman lain, tetapi mereka bisa mengatur situasi. Bukan masalah besar meminta Gabriel menyelesaikan tugas tertunda. Abihirt tidak mengatakan apa – apa sepanjang perjalanan, tetapi Barbara mengenali setiap detil tempat yang
“Pelacur kecil itu sudah tidak mau denganmu. Apa yang kau harapkan lagi darinya?” Sejak awal, tujuan Barbara adalah menghancurkan kehidupan Moreau dan membuat hubungan gadis itu bersama suaminya retak. Dia mengambil langkah yang tepat setelah meyakinkan Moreau bahwa Abihirt terlibat dalam keputusan ini. Tadi, betapa tatapan itu penuh luka. Moreau telah meninggalkan mereka. Sekarang konflik terhadap hubungan yang seharusnya baik – baik saja terus beterbangan. Paling tidak, Barbara cukup puas, walau segala sesuatu yang dia rencanakan tidak sepenuhnya lancar. Ada hasrat untuk membuat Moreau benar – benar mendapat pelajaran berharga. Dia ingin orang – orang melempari gadis itu dengan apa pun sebagai kemungkinan terburuk—anggap saja suatu penghinaan hebat. Sungguh, kemunculan Abihirt sangat tidak tepat. Mereka sedang dihadapkan badai tensi yang meningkat. Barbara tahu cepat atau lambat Abihirt akan menjadikannya target utama. Sial. Dia sama sekali tidak tahu kal
Barbara bertanggung jawab atas situasi yang sedang mereka hadapi, tetapi yang tidak Moreau mengerti; mengapa? Bukankah Abihirt juga terlibat? Apa lagi yang diinginkan sehingga pria itu bersikap seakan sedang didesak kebutuhan menuntut Barbara. Mungkin ibunya berusaha menjebak suami sendiri karena seharusnya mutahil bagi Abihirt bersedia membuka aib perselingkuhan ini? Yang juga akan mempengaruhi reputasi di masa mendatang. “Aku tahu kau datang untuk menghadiri program ulang tahun mendiang ibumu. Tapi, nanti. Setelah aku menyelesaikan pelacur kecil ini. Bukankah kau sendiri juga sudah setuju?” Sesuatu yang keras seperti berusaha mencecoki tenggorokan Moreau. Dia mengira masih ada sedikit harapan, tetapi reaksi Abihirt yang tampak tidak akan langsung menyangkal, seakan memberinya banyak petunjuk. Pria itu hanya ... melirik ke arah Gabriel, kemudian berkata, “Bubarkan tamu undangan.” Sudah cukup. Moreau merasa muak jika harus mempertahankan kepercayaan dalam dirinya k
“Jika ayahmu masih di sini, Moreau. Kurasa, dia akan mendapat serangan jantung mendadak karena menerima informasi seperti ini, bahwa putri kesayangannya, putri kecil yang selalu dimanjakan olehnya, sanggup menjual diri demi seorang pria beristri. Kurasa, arwahnya pun tidak akan tenang selama menyaksikan apa yang kau lakukan di muka bumi ini.” Sial. Belum ada satu pun hal sanggup Moreau katakan, tetapi kesalahan Barbara sangat tidak bisa dimengerti kali ketika wanita itu melibatkan ayahnya. “Jika ayahku masih ada di sini. Kau tidak akan mungkin menikahi lagi, Mom. Atau kau mungkin ingin bermain api di belakangnya, sama seperti yang kau lakukan di belakang Abi?” “Tutup mulut sialanmu!” Tamparan keras lainnya, membuat wajah Moreau benar – benar berpaling dengan kasar. Saraf – saraf di sekitar pipi terasa kebas. Dia membeku di tempat. Namun, semua yang dia katakan memang benar. Perselingkuhan ini tidak akan terjadi, andai wanita itu juga bisa menjaga diri dari h
Barbara tidak akan berhenti. Itu masalahnya. Betapa wanita itu tampak dilingkupi pelbagai antusiasme meluap – luap, seolah masih begitu banyak hal tidak terungkapkan, sementara Moreau merasa dia tidak akan bisa menerima peristiwa seperti ini lebih lama. Semua akan berakhir jauh lebih kacau, tetapi bagaimana dia bisa menghentikan ibunya terhadap kebutuhan untuk mengungkapkan kebenaran di hadapan banyak orang? Sikap konfrontasi dalam dirinya seketika menjadi tumpul. Tidak ada suara penyangkalan yang bisa digunakan sekadar tidak menjebak kondisi sendiri menjadi lebih rumit. Tidak dimungkiri, Moreau cukup takut menyaksikan begitu banyak tatapan kemarahan nyaris di seluruh penjuru gedung. “Kalian semua mungkin tidak percaya terhadap apa yang kukatakan di sini.” Lagi. Suara Barbara kembali mencuak ke permukaan. Senyum wanita itu tampak begitu puas; seperti telah memastikan kalau – kalau kemenangan sudah berada di tangan. “Aku punya bukti.” Kembali meneruskan. Waj
Moreau dapat merasakan bagaimana Juan memegangi kakinya dengan erat, sementara dia berada pada posisi cukup tinggi di udara. Kedua lengan lentik Moreau bergerak diikuti irama musik. Semua berjalan seperti yang mereka rencanakan. Seharusnya .... Seharusnya tidak lama lagi menuju tari penutupan, tetapi tiba – tiba bayangan tubuh Barbara naik ke atas panggung membingungkan siapa pun yang menyadarinya. Wanita itu membersihkan tenggorokan di depan mic, seperti memang sengaja, kemudian lagu berhenti berputar. Demikian pula, gerakan Moreau dan Juan kompak berhenti di tempat. Sedikit yang dia tahu, proses acara Abihirt tidak berjalan seperti ini. Tidak ada riwayat agenda di mana Barbara tampil di atas panggung diliputi kebutuhan bicara di sana, seolah ada hal yang telah wanita itu rencanakan dan mereka sama sekali tidak mendapat petunjuk tentang apa pun itu. “Aku tahu kalian semua pasti bingung dengan keberadaanku di sini, terutama karena aku baru saja menghentikan para atli
Ini waktu – waktu yang ditunggu. Moreau berulang kali mengendalikan ketegangan dalam dirinya. Sedikit tidak menyangka jika Abihirt akan membuat program acara yang terlihat luar biasa penuh persiapan. Mungkin—memang, keberadaan dia dan Juan di sini tergolong bukan kali pertama. Di saat – saat terakhir latihan, mereka lebih sering menghabiskan waktu di lapangan secara langsung; melakukan gladi bersih dan kotor. Semua selalu dalam pengawasan Anitta. Pun ... terkadang Abihirt melibatkan diri ketika pria itu memiliki waktu luang. Ya, tidak dimungkiri mereka jarang terlibat dalam pertemuan langsung. Sepertinya Abihirt terlalu sibuk, sehingga mereka cenderung melakukan kontak lewat sambungan telepon. Moreau juga tidak terlalu memikirkan karena dia benar – benar serius dengan beberapa urusan penting; ujian masuk perguruan tinggi masih menjadi desakan krusial yang dilakukan Barbara. Namun, juga tak menyangkal ada keganjilan spesifik dari sikap ibunya. Ntahlah. Barangkali dia m
“Aku tidak mau,” Moreau berkata dengan nada tegas, sementara respons Abihirt di balik pintu, membuat antisipasi dalam dirinya meningkat pesat. Pria itu sungguh akan membuat celah lebih besar dan dia harus mati – matian menahan diri. “Sepertinya aku lebih senang kau bersikap kaku dan dingin, Daddy.” Napas Moreau pendek – pendek ketika menambahkan komentar terhadap sikap Abihirt. Pintu semakin didorong dan dia hampir tidak memiliki kemampuan khusus mempertahankan apa yang seharusnya. Mengalah. Itu terdengar lebih adil daripada membiarkan semua berakhir dengan sangat buruk. Senyum begitu samar di wajah Abihirt ketika pria itu melangkahkan kaki masuk, lalu mengunci pintu dari luar; sangat meninggalkan sesuatu untuk Moreau sesali. Kali ini, dia tidak akan terpukau. Percuma. Lekuk bibir pria itu hanya seperkian detik, bahkan nyaris tidak ada kesempatan sekadar mengaguminya. “Abi, lepaskan aku!” Moreau berteriak keras ketika Abihirt mengangkat tubuhnya menuju ba
Abihirt bergerak tentatif. Itu meninggalkan banyak sensasi tak terjabarkan. Moreau merasa inti tubuhnya terisi penuh. Dia bahkan mengeratkan cengkeraman saat tempo pinggul ayah sambungnya semakin cepat. Tumbukkan Abihirt benar – benar nikmat. Moreau bisa mendengar sendiri bagaimana suaranya nyaris mendekati desahan panjang, tetapi Abihirt seperti menginginkannya mengeluarkan respons lebih banyak. Tangan pria itu dengan mantap meremas payudara yang terlempar ke pelbagai arah, membuat wajah Moreau segera terangkat. Abihirt memainkan beberapa bagian sensitif di tubuhnya dengan baik dan pria itu tahu kapan harus berhenti maupun tidak, seperti ingin menguji sejauh mana dia bisa menahan diri untuk tidak memohon kepada ayah sambungnya. “Engh—Abi ....” Kelopak mata Moreau memejam, menikmati saat – saat luapan kenikmatan akan meledak. Dia membiarkan kedua kaki mengapit pinggul seksi pria itu. Abihirt masih bergerak. Kali ini ditambahkan ciuman yang mendarat di bibirnya.