Saat memasuki ruang tamunya saja Naraya merasa sangat kecil saking luasnya ruangan tersebut apalagi ketika mereka lanjut masuk ke ruang keluarga dengan televisi besar sebesar layar di bioskop tergantung di dinding.“Mereka kayanya di ruang makan luar,” kata Ghazanvar setelah mendengar suara tawa dari arah luar.Jantung Naraya berdetak kencang sekali, kakinya melemas, dia rasanya ingin pulang saat ini juga.Naraya ingin menyerah dan mengundurkan diri saja dari calon istri Ghazanvar.“Naaay.” Sebuah suara lembut dan hangat membuat kepala Naraya mendongak.Ternyata mereka sudah berada di luar ruangan tepatnya di depan sebuah kolam renang yang besar.Senyum Naraya terkembang kaku sembari menatap satu-satu orang yang duduk di sebuah meja makan besar.Mami menghampiri Naraya, kedua tangannya terentang mengundangnya ke dalam pelukan dan saat itu juga Naraya melepaskan tangannya yang digenggam Ghazanvar.“Apa kabar sayang?” “Baik, Mi.” Naraya sudah tidak memiliki kesempatan untuk mengundur
Seakan ucapan yang kakek Narendra lontarkan pada malam pertunangan Naraya dengan Ghazanvar terbukti karena Naraya tidak memiliki waktu untuk bersedih. Keesokan harinya Naraya langsung disibukan dengan persiapan pesta pernikahan. Diawali hari di mana dia dijemput mami ke kampus untuk bertemu dengan Wedding Planner. “Mami enggak kerja?” Naraya bertanya hati-hati pada mami yang duduk di sampingnya di kabin belakang mobil mewah beliau. “Kerja donk, tapi Mami juga harus ikut bertemu Wedding Planner.” Mami Zaramenjawab bersama senyum penuh suka cita. “Tahu enggak Nay, Mami excited banget nyiapin pesta pernikahan kamu.” Naraya tersenyum menanggapi tanpa berkomentar meski sesungguhnya dia juga antusias hanya saja masih belum percaya kalau akan menikah di usia muda dengan seorang pria tampan yang baru dia kenal yang ternyata adalah anak seorang Konglomerat. Wedding Planner yang dipilih mami Zara bukan sembarangan, telah diseleksi dan terbukti bisa mewujudkan setiap keingina
“Abang … aku udah biasa makan di warteg.” “Jangan dibiasain … kamu punya aku, Nay … kamu bisa telepon aku kalau mau makan atau mau apapun, ya?” Ghazanvar mengakhiri kalimatnya dengan pertanyaan dan dia sedang menunggu jawaban Naraya.Naraya tersenyum tidak menjawab pertanyaan Ghazanvar.Walaupun Naraya tidak menjawab tapi dia akan meminta Alex melakukan apa yang disebutkannya tadi.“Kamu mau ngomongin apa?” Pertanyaan itu terlontar setelah mereka selesai makan malam, beralih ke menu penutup berupa kue coklat.Naraya menceritakan hasil pertemuan dengan Wedding Planner, Ghazanvar mendengarkan dengan seksama sambil menatap Naraya dan tangan yang memainkan rambut panjangnya.Posisi duduk mereka saling berhadapan melipat satu kaki di sofa panjang yang cukup untuk tiga orang.“Jadi menurut Abang, tema apa yang cocok untuk pesta pernikahan kita?” Alih-alih menjawab, Ghazanvar malah mengapit dagu lancip Naraya karena gemas sembari tersenyum.“Terserah kamu … kamu maunya tema apa?” Ghazanvar
“Nay … mau ke mana sih? Buru-buru banget.” Afifah berlari menyusul Naraya yang kemudian jadi harus menghentikan langkah karena mendengar Afifah memanggil.“Sorry … itu abang Ghaza udah nunggu di parkiran.” Naraya menjawab sembari menyelipkan rambut ke telinga.Afifah yang melihat cincin tersemat di jari manis Naraya langsung meraih tangan Naraya.“Bagus banget sih cincinnyaaaa … jadi pengen tunangan.” Afifah mengusap cincin di jari manis Naraya menggunakan ibu jari.“Halaaaah ….” Naraya mengibaskan tangannya.Afifah dan Anggit ikut bahagia sewaktu Naraya menceritakan kalau dia telah tunangan dengan Ghazanvar.“Kamu pulang sama Anggit ya, Peh … aku ada perlu dulu sama abang.” Naraya menunjukkan tampang menyesal.“Aaaah … kamu mah, kemarin pergi sekarang juga pergi lagi jadi enggak bareng pulangnya sama aku.” Afifah mengerucutkan bibirnya.“Nay!” Suara berat seorang pria membuat Naraya dan Afifah menoleh ke asal suara.Seorang pria tampan berjalan mendekat menghampiri mereka.“Abang ….”
Sang pemilik butik dibantu empat pelayan lainnya sigap memenuhi keinginan mereka.Bukan hanya Naraya yang diukur tubuhnya untuk membuat gaun pengantin tapi Afifah juga untuk keperluan membuat gaun bridesmaid.Naraya jadi percaya kalau kedatangan Radeva memang untuk membuat jas groomsmen.Setelah selesai, mereka lanjut ke tujuan berikutnya.Radeva mengikuti dari belakang menggunakan mobilnya atas paksaan Ghazanvar tapi tidak perlu dipaksa pun Radeva dengan senang hati menemani Ghazanvar dan Naraya ke tempat selanjutnya karena ada Afifah.Sekarang mereka sudah berada di toko perhiasan.Begitu masuk, seorang pelayan dengan pakaian formal menyambut mereka dan menuntun ke sebuah privat room dengan sofa set dan ada water dispenser, mesin kopi lengkap dengan dessert.Tidak lama satu persatu pelayan datang membawa sepasang cincin kawin bertahtakan berlian dengan harga fantastis.Naraya sampai syok saat mengetahui harganya dan jadi bingung saat Ghazanvar memintanya memilih di antara banyaknya
“Kenapa kita harus pergi keluar? Memangnya makanan di tempat aku enggak enak?” Anasera bertanya dengan nada dingin sedingin sikapnya kepada Arnawarma yang kerap dipanggil mas Nawa.“Biar sasana baru donk, An ….” Arnawarma menyahut santai.“Kamu udah fitting baju bridesmaid?” Arnawarma membuat topik pembicaraan.“Aku nolak, soalnya abang kamu minta aku jadi bridesmaid setelah ketahuan kalau dia sama Radeva pesan jas ke butik ibu Quenbee… lagian aku ‘kan bukan sahabatnya Nay… biar sahabat Nay aja yang jadi bridesmaid.” Anasera menjawab santai meski awalnya dia kesal sekali sebab beberapa hari lalu Ghazanvar dan Radeva tidak memberikan konfirmasi kalau kedua sahabat bangsulnya itu tidak akan datang latihan.Keesokan harinya dengan santai Ghazanvar dan Radeva memberitahu sambil bercanda kalau baru saja memesan jas itu kenapa tidak hadir latihan.Anasera yang tidak terima tentu saja langsung bertanya kenapa dia tidak diajak dan sepertinya mereka lupa jadi secara mendadak memintanya datang
“Kamu Seriusan mau menikah?” Adalah pertanyaan Khafi saat baru saja Naraya bergabung bersama penari lainnya di Aula untuk latihan rutin.Pria itu tampak terkejut sekaligus tidak terima.“Kenapa memang?” Malah Ibu Veronica yang menyahut dengan nada menantang. Naraya yang tadi sedikit terkejut mendapat pertanyaan dengan suara tinggi dari Khafi lantas mengalihkan pandangan pada ibu Veronica.Tadi malam Naraya mengirim undangan pernikahan virtual untuk teman-teman kampusnya di beberapa grup chat.Dia tidak memiliki banyak keluarga jadi akan mengundang teman-teman kampusnya saja.“Enggak Bu, cuma nanya aja.” Khafi menjelaskan.“Makanya kalau kamu memang suka sama Nay ya langsung ambil langkah donk … ajak pacaran terus lamar dia … kasih kepastian … jangan diem-diem bae … jadi keduluan orang luar, kan!” Betapa santai ibu Veronica mengatakannya seakan mengetahui yang sebenarnya isi hati Khafi.Khafi tersenyum kecut, dia lantas pergi karena tidak bisa merangkai kalimat untuk menyanggah ucapan
“Cieeee … dijemput pacar tuh … eh, tunangan maksudnya.” Anggit menyenggol lengan Naraya yang kemudian tersenyum simpul.Mereka baru saja selesai mengikuti kelas yang sama.Beberapa meter di depan mereka, tampak Ghazanvar berdiri di samping mobil.Kenapa juga tunangan Naraya itu harus menunggu di luar mobil sih? Ghazanvar jadi pusat perhatian para mahasiswi membuat hati Naraya terbakar cemburu. “Nay kenalin sama abang yuk, Git.” Naraya menarik tangan Anggit berjalan lebih cepat menghampiri Ghazanvar.Ghazanvar tersenyum lebar saat netranya telah menangkap sosok Naraya.Tangannya terulur mengusap kepala Naraya yang bibirnya balas tersenyum saat sang gadis sudah sampai di depannya.“Abang … kenalin, ini Anggit teman Nay.”Ghazanvar langsung mengulurkan tangan ke depan Anggit, gadis itu menatap Ghazanvar penuh minat, nyaris meleleh air liur dari sudut bibirnya.“Anggit!” Naraya menyenggol lengan Anggit membuat gadis itu terhenyak.“Eh iya, Hallo!” Anggit berseru kaget, menjabat tangan G