Saat memikirkan Keluarga Barus, Wira mendesah. Dia memandang mereka bertiga sambil berucap, "Ratu dan Keluarga Juwanto punya alasan untuk merebut kekuasaan, tapi bagaimana dengan Keluarga Barus? Sebagai keluarga Ratu, seharusnya mereka membantu Ratu untuk mencapai tujuannya. Tapi, kalau Keluarga Barus mau merebut kekuasaan untuk mereka sendiri, sepertinya hal ini kurang pantas, 'kan?"Wulan dan lainnya langsung mengerti begitu Wira menyelesaikan ucapannya. Memang benar, Ratu merebut kekuasaan demi pangeran, begitu pula dengan Keluarga Juwanto.Jadi, apa alasan Keluarga Barus merebut kekuasaan? Apa demi mereka sendiri? Kalau begitu, mereka akan kelihatan terlalu ambisius. Sesungguhnya, tidak mudah bagi Keluarga Barus untuk melakukan hal ini.Dewina bertanya, "Kalau begitu, bukankah ini berarti Keluarga Barus nggak punya kesempatan lagi?"Melakukan sesuatu tanpa alasan yang jelas memang tidak mudah. Jika tidak bisa memenangkan hati rakyat, bagaimana caranya mengendalikan negara? Ini adal
Jihan langsung panik saat melihat Raja Bakir hendak bangun. Jihan segera memapah Raja Bakir dan bertanya dengan ekspresi khawatir, "Yang Mulia, apa yang kamu lakukan? Sekarang tubuhmu sangat lemah, kamu harus istirahat yang cukup. Kamu nggak boleh ...."Sebelum Jihan selesai bicara, Raja Bakir melambaikan tangan dan berucap, "Aku tahu kondisi tubuhku dan aku nggak punya banyak waktu lagi. Tapi, aku itu seorang raja, jadi aku nggak mau meninggal di tempat tidur. Cepat bantu aku untuk makan dan menghadiri rapat."Raja Bakir berusaha untuk berbicara dengan tegas dan menahan batuknya. Dia tidak ingin membuat Jihan khawatir. Jihan membujuk, "Yang Mulia, sekarang tubuhmu sangat lemah. Kamu harus istirahat di tempat tidur dan nggak boleh terlalu lelah."Para pangeran juga bergegas maju dan menimpali, "Benar, Ayah. Sekarang tubuhmu sangat lemah, jadi nggak boleh banyak bergerak. Kalau nggak, kondisimu akan makin parah ...."Melihat Raja Bakir yang masih berusaha untuk bangun, Jihan segera meng
Para pejabat di istana tampak tegang, gelisah, dan penuh keragu-raguan. Mereka ingin mengatakan sesuatu, tetapi terlihat kesulitan untuk mengucapkannya. Mereka hanya bisa melihat Raja Bakir berjalan langkah demi langkah menuju singgasananya dengan dipapah oleh kasim tua, kemudian perlahan-lahan duduk.Namun, ketika melihat Raja Bakir duduk dengan mantap di singgasana, mereka tidak banyak berbicara. Sebaliknya, para pejabat segera menundukkan kepala dan memberikan penghormatan.Raja Bakir terlihat pucat dan jelas-jelas dalam kondisi yang sangat rentan, seolah-olah bisa meninggal setiap saat. Namun, dia tetap bertahan dan berusaha menenangkan emosinya agar bisa menunjukkan dirinya yang berwibawa.Aura seorang kaisar harus senantiasa kuat. Para pejabat di bawahnya merasa ketakutan dan tidak berani bersuara sama sekali. Mereka sangat khawatir ucapan mereka akan membuat Kaisar emosi sehingga memperparah penyakitnya. Setelah terbatuk sejenak, Raja Bakir menghimpun tenaga untuk bertanya kepad
Kematian Raja Bakir membuat seisi istana dipenuhi suara tangisan. Hari itu tampak berbeda dari biasanya. Namun, ketika semua orang sedang tenggelam dalam kesedihan, terlihat dua buah sosok yang diam-diam meninggalkan istana.Kedua orang itu tidak lain adalah Alina dan Pangeran Yahya! Orang yang menunggu mereka di dalam kereta kuda di luar sana adalah Kumar! Saat melihat Kumar, wajah Alina dan Yahya terlihat serius. "Kak ... apakah kita masih bisa kembali ke tempat ini?"Kumar tersenyum, lalu berkata dengan tenang, "Tentu, Keluarga Juwanto pasti akan bisa kembali ke sini nggak lama lagi!" Setelah naik ke kereta kuda, Alina dan Yahya langsung meninggalkan tempat itu. Tidak ada yang memperhatikan kepergian kedua orang itu di tengah kekacauan yang sedang terjadi di dalam istana. Kematian Raja Bakir bisa dibilang merupakan duka besar bagi Kerajaan Nuala!Meski Raja Bakir tidak bisa dianggap sebagai penguasa yang baik, tetap saja kematiannya menjadi kesedihan terbesar Kerajaan Nuala. Seketik
"Menghilang?" Ratu menarik napas dalam-dalam dengan ekspresi yang sangat muram. Tentu saja, dia tidak beranggapan bahwa Alina dan Yahya akan benar-benar menghilang. Mereka pasti pergi ke suatu tempat. Hanya saja, dilihat dari gelagatnya, sepertinya mereka berencana akan merebut takhta."Kelihatannya Keluarga Juwanto mulai berencana untuk merebut takhta. Tapi aku nggak punya waktu untuk memedulikan mereka. Apa pun yang kulakukan, mereka tetap akan menjalankan rencana mereka. Sampaikan perintahku, panggil kakak tertua Keluarga Barus untuk datang bersama Farrel!" perintah Ratu kepada bawahan kepercayaannya. Pelayan ini telah mengikutinya sejak datang dari Keluarga Barus. Ratu hanya bisa memercayakan tugas ini kepada pelayan tersebut."Yang Mulia Ratu, apakah kita mau memanggil Tuan Sigra dan Farrel? Tapi ... untuk apa kita memanggil mereka?" tanya pelayan kepercayaannya, Saiqa, dengan ragu-ragu.Mendengar pertanyaan itu, Jihan menjawab, "Setelah Raja mangkat, pasti akan terjadi pergolakan
Jihan hanya menghela napas saat berkata, "Aku juga terpaksa melakukannya. Bagaimanapun ... aku benar-benar nggak punya pilihan lain! Hanya dengan menenangkan Keluarga Barus, aku baru bisa fokus menata pemerintahan dan menghadapi Keluarga Juwanto. Jadi ... apa pun yang terjadi hari ini, aku harus mengetahui posisi Keluarga Barus. Syukurlah kalau mereka mendukungku. Kalau mereka tidak mau mendukungku, aku juga harus cepat melakukan persiapan!"Setelah menjelaskan panjang lebar, Saiqa akhirnya mengerti. "Baiklah, akan saya laksanakan!" Setelah itu, Saiqa mengirimkan merpati surat ke kediaman Keluarga Barus.Pada saat ini, Farrel telah menyampaikan semua perkataan Wira kepada Sigra. Sigra tertegun seketika mendengarnya, dia juga merasa ucapan Wira ini cukup masuk akal. Lagi pula, bahaya selalu mengintai setiap saat jika dia berada di sisi Raja. Mengapa dia tidak memegang kekuasaan ini di tangannya saja!Pada saat ini, pelayan membawakan merpati surat. Saat melihat merpati ini, ekspresi Sig
Di dalam halaman yang kecil, terlihat Wira yang sedang berbicara seraya menarik napas dalam-dalam, "Raja Bakir telah meninggal, kekacauan akan mulai terjadi, apa kalian semua sudah tahu masalah itu?"Biantara mengangguk. "Tuan, meski masih belum terjadi kekacauan besar sekarang, banyak sekali orang yang sudah mulai mempersiapkan diri. Belakangan ini, aku baru mendapat kabar bahwa ada banyak sekali keluarga bangsawan yang mulai bergerak. Bahkan ada beberapa perampok gunung yang tidak bisa menahan diri lagi. Mereka ingin mendapat keuntungan dari kekacauan ini."Mendengar ucapannya, Wira hanya tersenyum. "Nggak usah dipikirkan dulu masalah ini, mereka hanya cecunguk kecil. Biantara, bagaimana dengan jaringan mata-mata yang kamu persiapkan?"Biantara menjawab dengan tersenyum, "Perkembangannya sangat cepat. Ada banyak sekali orang berbakat di Kerajaan Nuala ini, tapi tidak ada sekte yang menaungi mereka. Karena kita cukup murah hati, tentu saja banyak rekrutan baru yang ingin bergabung. Ki
Saat ini, di kamar Ratu."Yang Mulia Ratu, Tuan Sigra telah tiba di istana. Beliau sedang dalam perjalanan ke kamar Anda!" lapor Saiqa buru-buru sambil memberi hormat dengan sopan. Ekspresi Jihan terlihat sangat serius saat ini. Dalam hatinya sangat paham dengan tujuan kedatangan Sigra dan Farrel untuk menemuinya. Jihan merasa sangat gelisah.Wajahnya dipenuhi keraguan, setelah berpikir sejenak, Jihan berkata pada Saiqa, "Saiqa, atur sebuah perjamuan. Aku mau menjamu mereka di istana, sajikan koleksi anggur terbaikku yang telah disimpan selama ratusan tahun.""Baik, Yang Mulia Ratu." Saiqa mengangguk, lalu berbalik dengan cepat untuk menjalankan perintah. Tak lama kemudian, pihak dapur telah selesai menyajikan hidangan. Setelah semua hidangan disajikan di meja, Jihan menyuruh semua pelayan untuk mundur dan berjaga di depan pintu.Beberapa saat kemudian, Sigra berjalan masuk ke ruangan dengan perlahan-lahan. Farrel yang berdandan sebagai seorang pria berjalan di belakang untuk mengikuti
Adjie menyipitkan matanya saat melihat nyala obor itu, lalu melangkah maju. "Siapa kalian?"Salah satu pria itu tiba-tiba mencabut goloknya dan meletakkannya di leher Adjie, lalu tersenyum sinis dan berkata, "Hehe. Kamu sedang bercanda ya? Pengungsi? Mana mungkin seorang pengungsi bisa berlari sampai ke sini. Kamu pikir aku bodoh ya? Semua pengungsi berada di selatan."Ternyata situasinya memang seperti dugaan Adjie. Dia langsung tersenyum sinis dan berkata, "Hehe. Siapa yang bilang semua pengungsi ada di selatan? Dasar bodoh!"Melihat Adjie masih berani membantahnya, ekspresi pria itu menjadi panik dan langsung mengayunkan goloknya.Namun, Adjie langsung menghindari serangan itu dan merebut golok dari tangan pria itu, lalu langsung mengarahkannya ke leher pria itu. "Hehe. Maaf, ternyata kemampuanmu hanya begitu saja. Kalau bukan karena aku sudah membunuh seseorang dan dikejar orang-orang itu, aku juga nggak sudi datang ke tempat ini."Mendengar perkataan itu, pria lainnya di samping y
Adjie tertegun sejenak saat mendengar pertanyaan itu, lalu tersenyum dan berkata, "Hehe. Tuan, ini nggak perlu. Kalau aku membawa orang lain, justru akan lebih merepotkan. Lagi pula, kalau hanya aku sendirian saja, aku bisa bergerak dengan lebih fleksibel."Wira pun menganggukkan kepala. Setelah selesai mengatur semuanya, dia menepuk bahu Adjie dan berkata, "Baiklah, sekarang kamu pergi bersiap-siap dulu. Nanti baru temui aku lagi.""Baik," jawab Adjie, lalu segera keluar.Setelah Adjie pergi, Wira menatap peta di depannya dan menghela napas. Ini mungkin bisa berhasil jika semuanya berjalan sesuai rencananya, tetapi dia masih ragu apakah Adjie bisa merebut Desa Riwut ini. Meskipun dia tidak begitu paham dengan situasi di sana, kabarnya para perampok di sana sangat kejam. Dia juga tidak yakin apakah para perampok itu berani menghadapi pasukan utara.Saat Wira masih tenggelam dalam pemikirannya, waktu sudah berlalu sekitar setengah jam. Saat tirai tenda kembali terbuka, dia langsung terk
Mendengar hal itu, Adjie menganggukkan kepala. Setelah semuanya sudah diputuskan, langkah selanjutnya akan lebih mudah. Namun, sekarang mereka tetap harus menyusun rencananya secara menyeluruh sebelum menjalankannya.Pada saat itu, Adjie yang masih menatap lokasi Desa Riwut pun berkata, "Sebelumnya aku nggak memperhatikan tempat ini. Tapi, setelah melihatnya lagi, tempat ini memang cukup strategis."Keduanya pun menganggukkan kepala karena lokasi Desa Riwut ini menang strategis. Jika mereka bisa menguasai tempat ini, berarti mereka sudah menguasai jalur utama musuh. Selain itu, jika musuh ingin menguasai kota-kota di sekitar, musuh mereka juga harus melewati Desa Riwut ini terlebih dahulu.Setelah berpikir sejenak, Adjie memberi hormat dan berkata, "Kalau ini perintah Tuan, aku akan mengikutinya. Tapi, kapan aku harus berangkat?"Wira langsung menjawab, "Malam ini adalah waktu terbaik dan menguntungkan kalian juga. Tapi, sebelum pergi, kamu harus mengubah identitasmu dulu."Adjie yang
Setelah berpikir sejenak, Adjie berkata dengan pelan, "Kalau begitu, aku rasa boleh mencobanya. Tempat ini punya celah yang begitu besar, jadi ini benar-benar peluang yang bagus."Wira menganggukkan kepala karena dia juga merasa strategi ini cukup bagus karena Pulau Hulu ini memiliki tiga celah yang terbuka. Jika bisa menguasai celah ini, mereka bisa menjebak musuh di dalamnya. Meskipun pasukan utara bisa memiliki kemampuan untuk bergerak cepat, mereka tetap akan kesulitan untuk melarikan diri.Setelah mengamati jalur di sekitar Pulau Hulu, Wira menggerakkan jarinya ke atas peta dan berkata sambil menunjuk pada sebuah lokasi di bagian selatan Pulau Hulu, "Kamu lihat tempat ini."Adjie tertegun sejenak. Setelah melihat lokasi yang ditunjukkan Wira, dia berkata dengan pelan, "Tempat ini adalah Desa Riwut, markas besar sekelompok perampok besar. Tapi, apa hubungannya tempat ini dengan pasukan utara?"Wira tersenyum. Desa Riwut ini memang tidak memiliki hubungan dengan pasukan utara. Namun
Setelah memikirkannya, Wira berkata dengan pelan, "Soal urusan ini, nggak ada yang perlu dikatakan lagi. Kali ini kalian sudah menyelesaikan tugas dengan sangat baik, kamu ingin hadiah apa?"Mendengar pertanyaan itu, Latif segera berkata, "Semuanya terserah Tuan saja."Setelah berpikir, Wira perlahan-lahan berkata, "Kalau begitu, aku akan mengangkatmu sebagai letnan jenderal dari ketiga tim pasukan itu. Mulai sekarang, kamu akan selalu berada di sisiku. Bagaimana?"Begitu mendengar perkataan itu, Adjie merasa sangat gembira. Dia tahu masa depannya lebih prospektif jika mengikuti Wira daripada memimpin pasukan di medan perang. Lagi pula, jika saat ini mereka bisa menangani situasi ini dengan baik, pasti akan mendapatkan pencapaian yang besar. Menurutnya, berada di sisi Wira adalah pilihan terbaik.Tanpa ragu, Adjie langsung memberi hormat dan berkata, "Terima kasih, Tuan."Wira langsung tersenyum dan berkata, "Hehe. Baiklah. Kalau begitu, sekarang kamu bisa langsung membuktikan dirimu.
Mendengar perkataan itu, semua orang tertegun sejenak.Melihat tidak ada yang berbicara, Wira langsung mengalihkan pandangannya pada Nafis dan Hayam. Saat Agha berniat memimpin pasukan, dia langsung memberikan lima ribu pasukan. Sementara itu, dia merasa Adjie lebih cocok menjadi penasihat militer dan kurang berpengalaman dalam memimpin pasukan di medan perang. Namun, pada saat kritis, Adjie tetap bisa diandalkan.Setelah berpikir sejenak, Wira berkata sambil menatap Nafis dan Hayam, "Bagaimana dengan kalian berdua? Siapa yang bersedia memimpin pasukan?"Nafis dan Hayam langsung saling memandang.Setelah berpikir sejenak, Hayam tersenyum dan berkata, "Tuan, lebih baik aku tetap memimpin 500 pasukan. Kamu juga tahu aku lebih cocok dengan tugas seperti menyergap dan membunuh diam-diam ini. Kalau urusan bertempur, lebih baik orang lain yang menanganinya saja.""Menurutku, lima ribu pasukan yang tersisa ini lebih baik langsung serahkan pada Nafis saja. Tuan sendiri juga sudah lihat bagaima
Saat ini, Wira tidak bersemangat untuk bersenang-senang dengan para prajurit lainnya. Dia khawatir bagaimana mereka harus menghadapinya jika pasukan utara kembali menyerang.Pada saat itu, Latif langsung masuk ke dalam tenda itu. Melihat Wira yang masih sibuk, dia maju dan berkata, "Tuan, kita sudah berhasil merekrut beberapa pengungsi untuk bergabung dengan pasukan kita. Sekarang jumlah pasukan di barak pusat sudah hampir mencapai 15 ribu orang."Wira merasa terkejut saat mendengar kabar jumlah pasukan sudah sebanyak itu. Menurutnya, lima sampai enam ribu pasukan saja sebenarnya sudah cukup. Namun, dia tidak menyangka jumlah pasukannya bisa meningkat menjadi puluhan ribu orang setelah merekrut para pengungsi itu.Memikirkan hal itu, Wira tersenyum dan berkata, "Kalau begitu, urusan lain akan menjadi lebih mudah. Tapi, sekarang kita harus mencatat jumlah pasukan kita dengan detail dulu. Sebenarnya 15 ribu orang termasuk terlalu banyak, kita harus membagi mereka agar lebih mudah diatur.
Mendengar perkataan Trenggi, Wira merasa saran itu sangat masuk akal. Setelah berpikir sebentar, dia tiba-tiba teringat sesuatu dan berkata dengan pelan, "Kalau kita melakukan ini, sepertinya akan cukup merepotkan. Bagaimana kondisi para pengungsi itu sekarang?"Trenggi baru teringat sesuatu saat mendengar pertanyaan itu dan berkata, "Tempat tinggal untuk para pengungsi itu sudah mulai diatur, sepertinya mereka sangat dendam pada pasukan utara."Mendengar laporan itu, Wira menganggukkan kepala. Dia berpikir jika para pengungsi itu memang membenci pasukan utara, dia mungkin bisa langsung merekrut mereka menjadi pasukannya. Dengan begitu, semuanya akan menjadi lebih mudah.Namun, ada masalah lain yang lebih merepotkan, yaitu para pengungsi itu sulit untuk diatur. Jika ditangani dengan baik, hal ini justru akan menimbulkan kekacauan.Pada saat itu, Wira pun berkata dengan pelan, "Kalau begitu, aku serahkan tugas ini pada kalian. Pertama-tama, harus mengatur kembali para pengungsi ini dulu
Mendengar perkataan itu, semua orang tersenyum. Beberapa saat kemudian, orang-orang yang menyaksikan kejadian itu pun perlahan-lahan berkata, "Sebelumnya kita nggak yakin. Tapi, dilihat dari situasi sekarang, sepertinya semuanya berjalan dengan baik. Hanya saja, nggak disangka kita akan meraih kemenangan besar ini dengan begitu mudah."Kebanyakan orang yang mendengar perkataan itu juga ikut tersenyum.Setelah orang-orang itu selesai berbicara, Wira yang berada di samping pun tersenyum dan berkata, "Baiklah. Percepat laju pasukan, kita segera kembali ke gerbang kota."Setelah semua orang menganggukkan kepala, Wira segera memacu kudanya ke depan. Para jenderal di belakangnya juga segera mempercepat langkah mereka untuk mengikutinya. Saat tiba di gerbang kota dan melihat Trenggi bersama para pasukannya keluar dari kota untuk menyambut mereka, dia langsung maju dan berkata, "Aku nggak menyangka kalian begitu cepat menerima kabarnya."Mendengar perkataan itu, Trenggi tersenyum dan perlahan-