Kumar melanjutkan, "Bahkan, Raja Bakir juga takut dengan Keluarga Wutari. Begitu pula dengan penasihat kiri dan kanan. Raja Bakir itu pemimpin yang egois dan pemikirannya agak picik."Penilaian Kumar sangat objektif, sama persis seperti Wira. Hanya saja, Raja Bakir memang boleh mencurigai semua orang, tetapi seharusnya dia tetap memilih calon pewarisnya. Bagaimanapun, itu adalah posisi putra mahkota yang merupakan fondasi negara. Entah apa alasan Raja Bakir terus menunda hal ini sampai sekarang.Kedua putra Kumar tampak kebingungan. Jawaban Kumar tetap saja membuat mereka tidak mengerti. Kemudian, Kumar lanjut bertanya, "Apa posisi putra mahkota penting?"Kedua putra Kumar menjawab secara bersamaan, "Tentu saja penting.""Kalau begitu, menurut kalian, apa semua pangeran yang kompeten akan merebut posisi putra mahkota ini?" kata Kumar.Mendengar ucapan Kumar, kedua putranya sama-sama mengangguk. Kumar menjelaskan, "Benar, putra mahkota itu calon raja yang punya status mulia. Dia akan me
Kedua putra Kumar tercengang begitu mendengar penjelasan ayah mereka. Salah satu putra Kumar berseru, "Apa? Menunggu kita saling bertarung?" Mereka tidak memercayai ucapan Kumar.Kumar menimpali, "Tentu saja. Kalau nggak, menurut kalian, kenapa Raja Bakir masih belum memilih calon pewarisnya sampai sekarang? Apa kalian pikir dia memang belum memutuskannya?""Bukan .... Posisi putra mahkota sangat penting, sedangkan Raja Bakir berniat menguasai Kerajaan Nuala sepenuhnya. Keempat keluarga besar memang tampak patuh, tapi Raja Bakir sudah tahu bahwa kita diam-diam berniat jahat. Jadi, Raja Bakir ingin memancing kita untuk bertindak," lanjut Kumar.Setelah Kumar menyelesaikan perkataannya, kedua putranya makin terbengong-bengong. Salah satu putra Kumar bertanya, "Ini ... kenapa? Kita selalu bersikap patuh, kenapa Raja ingin menyingkirkan kita?" Mereka tidak paham.Kumar menjelaskan, "Hahaha, apa kalian pikir Raja Bakir bodoh? Salah, sebaliknya dia pintar sekali, tapi terlalu perhitungan. Du
Luthfi tersenyum, sedangkan Wira tidak terkejut mendengar ucapan Luthfi. Wira sudah menebak seharusnya anggota Keluarga Juwanto yang datang. Wira tersenyum dan mempersilakan, "Ternyata ajudan Keluarga Juwanto. Tuan, silakan duduk."Luthfi duduk di seberang Wira dan menatap Wira lekat-lekat. Banyak orang yang tahu tentang pencapaian Wira, tetapi hanya sedikit orang yang benar-benar memahami Wira. Bahkan, Luthfi tidak tahu apakah Wira bisa berhasil menyelesaikan masalah pada sumbernya dan menggagalkan rencana Keluarga Juwanto. Namun, Luthfi tetap harus datang.Saat melakukan sesuatu, kita tidak boleh berserah kepada takdir ataupun membuat rencana berdasarkan pencapaian musuh. Kita harus mampu mengendalikan segalanya.Wira langsung bertanya, "Ada apa Tuan Luthfi datang malam-malam begini?"Luthfi menyahut, "Tuan Wahyudi, hari ini aku datang untuk merekrutmu bergabung dengan Keluarga Juwanto.""Oh?" ucap Wira. Meskipun sudah tahu, dia tetap menunjukkan keterkejutannya.Luthfi tersenyum dan
Usai mendengar ucapan Luthfi, Wira tersenyum dan berkata, "Bisa kamu jelaskan lebih lanjut?"Luthfi langsung melanjutkan, "Walaupun Ratu telah melahirkan seorang pangeran yang berstatus mulia, dia masih bayi. Masih butuh waktu lama sebelum dia bisa menjadi putra mahkota di masa depan! Lagi pula, hal ini belum bisa dipastikan. Siapa tahu, bayi ini akan mati mudal.""Daripada menunggu beberapa tahun atau bahkan belasan tahun, lebih baik kamu bekerja sama dengan Keluarga Juwanto untuk mencapai tujuanmu.""Selama kamu mau bekerja sama, Keluarga Juwanto akan memenuhi semua permintaanmu di masa depan. Kamu juga sudah bertemu dengan Pangeran Yahya, bukan? Dia anak yang berbakat dan sepertinya kalian juga berjodoh. Kalau dia menjadi putra mahkota, kamu mungkin bisa menjadi guru imperial.""Bukankah hal yang baik kalau kamu bisa menikmati kekayaan dan kemuliaan yang berkelanjutan?" tambah Luthfi.Harus diakui, perkataan Luthfi memang masuk akal. Jika dibandingkan dengan Keluarga Barus, Keluarga
Luthfi menatap Wira lekat-lekat saat berkata demikian."Hebat! Cara kerja Keluarga Juwanto boleh juga. Menawarkan imbalan setelah memberikan ancaman, metode ini cukup blak-blakan," ujar Wira sambil memicingkan matanya. Dia menggelengkan kepalanya seraya tersenyum."Apa jawaban Tuan Wahyudi?" tanya Luthfi lagi.Wira berkata, "Kembalilah dan katakan pada tuanmu, aku nggak tertarik bekerja sama dengan Keluarga Juwanto. Fondasi suatu aliansi adalah saling menghormati. Aku ngeri pada kekuatan Keluarga Juwanto yang terlalu besar. Sulit dibayangkan apa jadinya kalau kalian balik memusuhiku setelah kerja sama berakhir."Wira berkata apa adanya. Jika Keluarga Juwanto mendiskusikan masalah ini sejak awal, dia mungkin akan mempertimbangkannya. Namun, sekarang Wira bahkan tidak akan memedulikannya.Luthfi menatap Wira lekat-lekat. Kemudian, dia perlahan berdiri dan berkata, "Aku mengerti. Karena Tuan Wahyudi begitu keras kepala, kita lupakan saja pembicaraan tadi. Ingatlah untuk berhati-hati di du
Wira terkekeh-kekeh sejenak sebelum berkata, "Karena kita sedang membicarakan topik ini, biar kujelaskan pada kalian cara berbisnis."Sebenarnya, Wira bukanlah seorang pebisnis. Namun, setelah melakukan perjalanan waktu, dia masih memiliki memori tentang dunia asalnya dan bisa menarik pelajaran dari perjuangan banyak orang di sana.Mendengar ini, ketiga wanita itu buru-buru duduk di kursi dan menatap Wira penuh perhatian. Wira lantas berkata, "Apa kalian tahu hal terpenting dalam berbisnis?"Ketiga wanita itu punya pendapatnya masing-masing tentang hal ini. Wulan langsung berkata, "Produk, 'kan? Produk yang bagus pasti laris. Betul?"Wira mengangguk, lalu berkata sambil tersenyum, "Ya, inilah landasannya. Dengan produk yang bagus, kita nggak perlu khawatir tentang penjualan."Dian mengerjap dan berkata, "Selain produk yang bagus, keuntungan juga sangat penting. Kalau laba nggak cukup besar, orang-orang nggak akan berbisnis."Wira juga mengangguk seraya berkata, "Benar, seperti kata pep
Melihat ketiga wanita itu terdiam, Wira pun berkata, "Sebenarnya, posisi kita bukanlah sebagai pihak penjual!"Wulan dan Dewina tertegun sejenak, bagaimanapun kedua wanita itu belum lama terjun di dunia bisnis. Sebaliknya, Dian langsung paham."Tuan ... maksudmu, kita akan bertindak sebagai produsen?" tanya Dian.Wira segera mengangguk dan berkata, "Ya! Posisi kita adalah penyuplai produk dari sumbernya!"Mendengar itu, Dian sontak mengernyit dan berkata, "Tuan, tapi kalau membiarkan orang lain menjual produk bagus kita dan mendapat keuntungan darinya, uang yang kita dapat jadi lebih sedikit, 'kan?"Wira tentu juga mengetahui hal itu. Namun, dia tetap tersenyum dan berkata, "Itu benar, tapi ... ada begitu banyak kota di Kerajaan Nuala ini. Kalau kita bersusah payah menjual sendiri, mana bisa kita mengembangkan bisnis ke banyak kota?""Lebih baik biarkan orang lain yang menjualnya, biar mereka yang mengeluarkan tenaga. Selain itu, kalau kita menjual sendiri, berapa banyak tenaga kerja y
Kerajaan Monoma sangat berbahaya, Wira tidak mungkin membiarkan ketiga istrinya mengikutinya ke sana. Setelah tiba di Provinsi Suntra, Wira berencana menyuruh mereka menunggunya di sana. Dia dan Danu akan pergi berdua. Wulan, Dian, dan Dewina akan tetap tinggal di wilayah Kerajaan Nuala dan mempersiapkan bisnis.Wira yakin bahwa mereka akan baik-baik saja, apalagi ada sepuluh prajurit Pasukan Zirah Hitam dan orang Keluarga Barus yang akan menjaga mereka. Kalaupun terjadi sesuatu, masing-masing dari mereka memiliki senjata. Siapa pun yang berniat mencelakai mereka bertiga harus berpikir dua kali!Wira ingin melatih mereka untuk mandiri. Bagaimanapun, kaum wanita tidak lemah. Dia juga bukan tipe orang kolot yang tidak mengizinkan wanita melakukan apa pun. Jika demikian, potensi mereka akan terbuang sia-sia. Seperti kata pepatah, keahlian yang beraneka ragam pasti akan bermanfaat di masa depan.Wira juga sudah mempertimbangkannya sejak lama. Jika ada kesempatan bagus, dia tidak akan menyi
Shafa juga buru-buru menyatakan sikapnya. Dia memang cerdas. Di zaman sekarang, jika ingin memiliki pijakan yang kokoh, seseorang tentu harus memiliki nilai pada diri sendiri. Mereka tidak mungkin terus mengandalkan Wira seumur hidup.Pada akhirnya, orang yang paling bisa diandalkan hanya diri sendiri. Jika terus mengandalkan Wira, mungkin suatu saat Wira akan merasa illfeel pada mereka. Hasilnya pun akan menjadi sangat buruk.Wira tidak melontarkan sepatah kata pun sejak tadi. Jika ingin membujuk Doddy, semua tergantung kemampuan Shafa.Doddy menggosok telapak tangannya sambil tertawa dengan canggung. Kemudian, dia menggeleng dan berkata, "Kamu mungkin nggak tahu aku nggak tertarik pada wanita. Orang-orang yang mengurusku juga para prajuritku. Aku nggak suka wanita masuk ke kamarku. Aku nggak suka aroma di tubuh mereka."Shafa tak kuasa termangu. Dia tahu Wira punya beberapa istri. Wajar juga jika pria punya banyak istri. Sementara itu, Doddy yang terkenal dan memegang kekuasaan milit
Di dalam kereta kuda. Melihat ekspresi Kaffa dan Shafa yang sangat waspada, Wira tersenyum dan bertanya, "Kenapa kalian berdua nggak berbicara?"Setelah ragu sejenak, Kaffa berkata dengan pelan, "Kak Wira, aku baru tahu identitasmu, aku tentu saja nggak berani berbicara sembarangan di depanmu. Kalau aku salah bicara, kemungkinan besar akan ...."Sebelum Kaffa selesai berbicara, Shafa segera mendorong lengannya. Mendapat isyarat itu, dia pun segera menghentikan kata-katanya.Wira menggelengkan kepala dan berkata sambil tersenyum, "Shafa, aku tahu kepribadian kakakmu, jadi aku nggak akan menyalahkan kalian. Meskipun dia salah bicara, apa masalahnya? Bukankah aku tetap menganggap kalian sebagai teman? Kalau nggak, aku nggak akan membiarkan kalian duduk di kereta kudaku."Danu berkata dengan nada ramah, "Benar. Kakakku sudah menganggap kalian berdua sebagai teman, jadi kalian perlu begitu formal di depan kakakku. Kalau nggak, berarti kalian meremehkan kakakku dan kakakku akan marah."Setel
Orang lain mungkin tidak akan berani mendambakan hal ini seumur hidupnya."Oh ya. Sejak kapan kamu tahu identitas Kak Wira?" tanya Kaffa lagi karena dia sama sekali tidak mendapatkan petunjuk apa pun. Bahkan saat menerima liontin giok dan melihat ekspresi Danu, dia juga tidak berani membayangkan Kak Wira di depannya adalah Wira yang terkenal itu. Ini benar-benar seperti dongeng yang tidak mungkin terjadi, tetapi kenyataannya memang begitu.Shafa perlahan-lahan berkata, "Sebenarnya aku juga baru mengetahui semuanya beberapa waktu yang lalu. Dia meminta kita memanggilnya Kak Wira, ditambah lagi senjata rahasianya itu, dan sikapnya dalam bertindak, semua itu sudah cukup bagiku untuk menebak identitasnya.""Lagi pula, senjata rahasia yang bernama pistol itu hanya Kak Wira yang punya di seluruh dunia ini, orang lain nggak punya senjata rahasia seperti itu. Kalau dia bisa membawa pistol itu, mana mungkin dia orang lain lagi."Shafa termasuk orang yang berpengetahuan luas, dia tentu saja bisa
Setelah semuanya sudah diatur dengan baik dan hampir sampai di depan pintu penjara bawah tanah, Wira memberikan instruksi pada Danu, "Oh ya. Jangan memberi tahu terlalu banyak orang tentang kepulanganku kali ini, terutama Tuan Osmaro."Jika ingin kembali secara terang-terangan, Wira tentu saja tidak akan menggunakan cara seperti ini. Dia juga akan membiarkan anggota jaringan mata-mata melindunginya di sepanjang perjalanan, sehingga tidak akan terjadi begitu banyak kejadian seperti ini. Namun, dia memiliki pertimbangannya sendiri dan memilih lebih baik tidak mengungkapkan kepulangannya agar tidak memicu masalah."Semuanya sesuai dengan pengaturan Kakak," jawab Danu sambil menganggukkan kepala dengan tegas. Selama ini, dia selalu memegang prinsip yaitu selalu patuh pada Wira tanpa syarat. Meskipun Wira memerintahnya untuk mati, dia juga tidak akan ragu sedikit pun. Beginilah ikatan persaudaraan mereka."Aku nggak menyangka orang yang membantu kita adalah Wira yang terkenal itu. Pantas sa
Setelah melihat Wira yang duduk di dalam sel, Danu merasa hatinya sakit dan berteriak, "Cepat buka pintu sel ini! Kalian benar-benar berani sekali. Bahkan kakakku juga kalian berani tangkap?"Bukan hanya Adianto yang langsung tercengang begitu mendengar perkataan itu, semua orang yang berada di sana juga begitu. Danu adalah jenderal yang terkenal dan berkuasa. Di seluruh Provinsi Lowala, tidak ada yang bisa menandinginya dan bahkan tidak ada yang berani mengganggunya. Orang yang dipanggilnya kakak tentu saja adalah Wira.Adianto tidak berani percaya dengan apa yang didengarnya, tetapi kenyataannya sudah ada di depan matanya. Setelah menelan ludah, dia segera membuka pintu sel dan inisiatif masuk ke dalamnya. Dia hanya menundukkan kepala karena tidak berani menatap Wira dan berkata, "Tuan, sebelumnya aku nggak tahu apa-apa dan sudah menyinggungmu.""Aku mohon Tuan bisa memaafkanku, jangan menghukumku. Aku nggak akan mengulanginya lagi kelak."Pada saat ini, Adianto benar-benar ketakutan
"Menurutku, ini ide yang bagus. Kalau begitu, kita lakukan sesuai keinginanmu. Aku akan pergi memberi tahu rekan-rekanku di luar biar mereka membantuku memberi pelajaran pada anak ini. Sejujurnya, aku juga kesal dengan anak ini," kata Adianto sambil tersenyum sinis, lalu bersiap pergi bersama Ruben.Adianto memang tidak bisa langsung memutuskan semua hal yang ada di penjara bawah tanah, dia tetap harus melaporkannya pada atasannya. Namun, jabatannya lebih tinggi daripada orang-orang yang ada di sana. Jika kerabatnya ingin masuk ke kota, semua juga pasti akan melewatinya. Oleh karena itu, dia tentu saja memiliki pengaruh tertentu.Namun, saat baru saja berbalik, Adianto dan Ruben melihat ada sekelompok orang mendekat. Terutama saat melihat orang yang berdiri di paling depan, Adianto langsung tertegun dan tidak tahu harus berbuat apa."Saudaraku, ada apa?" tanya Ruben dengan ekspresi bingung."Aku nggak salah lihat, 'kan? Kenapa Jenderal Danu tiba-tiba datang ke penjara bawah tanah? Buka
"Aku mengerti. Melihat situasinya nggak beres, jadi kakakmu langsung pergi, 'kan? Orang bilang suami istri yang selalu bersama pun akan berpisah saat menghadapi bahaya, ternyata kakak adik pun seperti ini," sindir Sahim.Shafa malah tidak berbicara dan menjelaskan apa pun juga. Dia sebenarnya sudah menyadarinya saat tadi Wira berbicara dengan Kaffa. Wira bisa duduk di sini dengan begitu tenang pasti karena sudah memberikan tugas pada Kaffa. Kalau begitu, mengapa dia harus khawatir?Selain itu, Shafa tahu betul kebaikan kakaknya terhadapnya melebihi siapa pun. Oleh karena itu, dia merasa tidak perlu menjelaskan apa pun pada orang lain."Tutup mulutmu," kata Wira dengan kesal.Sahim langsung tidak berani berbicara lagi.Tepat pada saat itu, Ruben dan Adianto datang dan langsung berdiri di depan pintu sel."Sekarang kamu sudah tahu kekuatanku, 'kan? Tadi aku sebenarnya nggak ingin menyusahkan kalian dan menyuruh kalian cepat pergi, tapi kalian nggak mau dengar. Kalian malah mengusir para
Kaffa menyadari liontin giok ini memang berguna. Setelah mendengar perkataan Danu, dia tidak ragu-ragu dan langsung berkata, "Tuan Wira yang memberiku liontin giok ini sudah ditangkap kepala penjaga gerbang kota ke penjara bawah tanah. Jenderal Danu, cepat selamatkan dia."Kepala penjaga gerbang kota memang memiliki kekuasaan, tetapi kekuasaan itu masih kalah jauh jika dibandingkan dengan Danu. Kaffa merasa lebih yakin lagi, kali ini Wira dan adiknya pasti akan selamat.Swish.Mendengar perkataan Kaffa, ekspresi Danu langsung menjadi sangat muram dan napasnya pun menjadi terengah-engah. "Mereka berani menangkap kakakku? Benar-benar nggak tahu diri!"Setelah memaki sebentar, Danu langsung melambaikan tangan pada kedua penjaga di belakangnya. "Segera kumpulkan orang dan ikut aku ke penjara bawah tanah!"Tak lama kemudian, semua orang sudah siap dan berangkat menuju penjara bawah tanah.Kaffa juga segera mengikuti mereka. Dia ingin menyelamatkan adiknya dengan tangannya sendiri dan berter
Selama tetap mengikuti Wira, Kaffa yakin kehidupannya dan adiknya akan terjamin."Kenapa masih belum pergi? Kamu kira kami sedang bercanda denganmu?" kata penjaga yang tadi berbicara itu dengan kesal. Jika bukan karena Danu sudah memerintahkan untuk harus bersikap rendah hati dan sopan pada orang-orang, mereka sudah memukul Kaffa dengan tongkat. Jelas Kaffa ini hanya seorang pengemis pun berani datang menemui Danu, sungguh tidak tahu diri.Kaffa kembali berkata, "Kalau kalian nggak mengizinkan aku bertemu dengan Jenderal Danu, nggak masalah. Tapi, tolong serahkan benda ini pada Jenderal Danu. Kalau Jenderal Danu ingin bertemu denganku setelah melihat benda ini, kalian baru bawa aku masuk. Bagaimana? Tapi, kalau Jenderal Danu nggak ingin bertemu denganku, aku nggak akan tinggal di sini lagi. Bagaimana menurut kalian?"Meskipun para penjaga itu tidak mengizinkannya masuk, Kaffa merasa dia tetap harus menunjukkan benda ini pada Danu. Dia juga tidak tahu apakah benda ini berguna atau tidak