Biantara langsung tertawa setelah Wira selesai berbicara. Biantara berkata, "Tuan Wahyudi jangan bercanda. Kita selalu merasa segan dengan majikan, mana mungkin kita bisa bicara jujur dengan mereka?"Sesudah itu, Biantara memandang Wira sembari bertanya, "Tuan Wahyudi, apa pendapatmu tentang Kerajaan Agrel?"Wira mengangguk dan menjawab, "Kerajaan Agrel punya pasukan yang kuat dan negaranya sangat aman."Biantara tertawa mendengar ucapan Wira, lalu menimpali, "Tuan Wahyudi memang pandai bicara. Tapi, ada satu hal yang kurang sesuai di Kerajaan Agrel."Wira mengedipkan mata dan bertanya, "Apa yang kurang sesuai?"Biantara melirik Wira dan tersenyum, lalu menyahut, "Tuan Wahyudi, tapi kamu jangan anggap serius perbincangan kita."Wira mengangguk dan berujar, "Tenang saja. Hari ini, aku dan Tuan Biantara hanya mengobrol santai. Setelah itu, aku juga akan melupakannya. Jadi, aku nggak akan menganggapnya serius.""Baguslah kalau begitu," ucap Biantara. Kemudian, dia melanjutkan, "Kerajaan A
Biantara melanjutkan perkataannya lagi, "Kedua, pasti masalah Raja Kresna. Ibu Suri juga menyuruhnya keluar untuk dijadikan umpan. Hanya saja ... umpan ini seperti hasutan yang mungkin berhubungan denganmu. Coba kutebak ... Ibu Suri ingin membuat Raja Kresna bermusuhan dengannya dan masalah ini harus berkaitan denganmu ...."Biantara menebak, "Tapi, bagaimana caranya? Jangan-jangan dengan ... menjodohkanmu?"Biantara tersenyum sambil memandang Wira. Dia juga menyipitkan mata untuk menyembunyikan niat membunuhnya.Wira menarik napas dalam-dalam, dia sangat terkejut. Biantara benar-benar pintar. Ternyata, dia bisa menebak siasat ini.Biantara menjelaskan, "Dewina ... memang pilihan yang bagus. Hanya saja ... kalau berbuat begitu, tetap saja mudah menimbulkan kecurigaan. Tuan Wahyudi, menurutmu ... apa 2 keluarga raja lain nggak bisa menebak trik Ibu Suri?""Hais ... terkadang wanita pikir dirinya pintar. Tapi, kenyataannya orang lain tetap bisa membaca isi pikirannya. Bukankah ini sangat
Wira menatap Biantara lekat-lekat dan tersenyum, lalu berucap, "Tuan Biantara, maaf aku membuatmu kecewa. Aku memang nggak berniat untuk membunuhmu. Tapi, Tuan Biantara, aku penasaran, apa ... kamu nggak takut mati?"Biantara tertawa mendengar pertanyaan Wira dan menjawab, "Untuk apa takut mati? Kalau nyawaku bisa ditukar dengan nyawa Tuan Wahyudi, ini benar-benar sepadan. Bagaimanapun ... kalau penilaianku nggak salah, kamu akan menjadi musuh terbesar Kerajaan Agrel."Selesai bicara, Biantara tersenyum kepada Wira, lalu menunggangi kudanya dan pergi. Melihat sosok Biantara yang menjauh, Wira merasa gelisah. Orang ini harus segera disingkirkan! Biantara terlalu cerdik!Setelah kembali ke penginapan, Wira melihat Danu dan Mandra yang gugup. Danu bertanya, "Kak Wira, kamu nggak apa-apa, 'kan?"Wira tersenyum dan menjawab, "Aku nggak apa-apa." Kemudian, mereka berjalan masuk, lalu Danu segera menyeduh teh untuk Wira. Danu bertanya lagi, "Kak Wira, apa kamu sudah bertemu Ibu Suri? Apa yang
Wira melanjutkan, "Lebih tepatnya, aku yang akan memperjuangkan pernikahan ini."Danu dan Mandra tertegun sejenak setelah mendengar perkataan Wira, tetapi mereka tidak berkomentar. Bagaimanapun, ini masalah pribadi Wira. Tentu saja, mereka berdua akan mendukung keputusan Wira.Wira menjelaskan, "Awalnya, aku nggak setuju karena aku sendiri nggak suka dengan pernikahan seperti ini. Aku merasa bersalah kepada Wulan. Tapi, dilihat dari situasinya, cara ini sangat bagus. Melamar Dewina bisa dijadikan umpan sekaligus mendesak Raja Kresna untuk bermusuhan denganku, jadi 2 keluarga raja yang lain akan segera beraksi."Danu dan Mandra mengedipkan matanya setelah mendengar penjelasan Wira. Danu berdeham, lalu berkata dengan lirih, "Ternyata ... Nona Dewina ....""Apa maksudmu? Aku dan Dewina nggak punya hubungan apa-apa, jangan berpikiran macam-macam. Aku berbuat seperti ini supaya bisa cepat pulang ke Kerajaan Nuala. Kalau nggak, kapan kita bisa pulang?" ujar Wira dengan kesal.Danu dan Mandra
Biantara menuturkannya dengan detail. Dia juga mengutarakan pendapatnya mengenai Giandra dan Raja Kresna.Raja Ararya tertawa setelah mendengar cerita Biantara, lalu berucap dengan sinis, "Ibu Suri ... terlalu tergesa-gesa. Bisa-bisanya dia menyuruh orang buangan Kerajaan Nuala merencanakan semua ini. Benar-benar konyol."Biantara menimpali, "Raja Ararya, Wira sangat sulit ditebak. Aku saja kesulitan membaca pikirannya. Aku rasa Raja Ararya harus mencari kesempatan untuk menghabisinya."Raja Ararya setuju dengan perkataan Biantara. Dia mengangguk dan berkata, "Memang orang ini nggak boleh dibiarkan hidup, tapi membunuh Wira bukan hal yang mudah. Aku penasaran, kenapa anggota Pasukan Bayangan nggak membunuhnya? Bukannya kamu diam-diam mengerahkan beberapa orang untuk menghabisinya?"Pasukan Bayangan memang berada di bawah kendali Raja Kresna, tetapi Biantara sudah menempatkan mata-mata Raja Ararya di dalam pasukan itu. Perintah rahasia kali ini juga dikeluarkan oleh Raja Ararya. Siapa s
"Memangnya kenapa kalau dia memiliki kekayaan dan kemampuan? Dia bahkan nggak sebanding dengan pasukan Kerajaan Agrel. Jadi ... kali ini, Kerajaan Agrel cepat atau lambat akan jatuh ke tanganku!" ucap Raja Ararya dengan sangat percaya diri. Jika dibandingkan dengan mereka, kekuatannya yang paling mengerikan. Pasukan Kerajaan Agrel bertanggung jawab atas seluruh ibu kota. Mereka ada di setiap jalanan. Semua orang di istana maupun rakyat biasa berada dalam pengawasan mereka. Begitu mereka memberontak, Raja Ararya akan mengendalikan pemerintahan. ....Keesokan harinya, Wira bangun dan makan sarapan. Perayaan di istana akan dimulai pada siang hari. Wira memanfaatkan waktu luang untuk mulai menyusun rencana. Saat ini, tidak banyak benda yang bisa digunakan, tetapi ada beberapa benda yang di luar dugaannya. Sementara itu, Biantara sudah menunggu di luar sedari tadi. "Tuan Biantara, aku hanya akan pergi ke istana. Aku sungguh nggak enak hati harus membiarkan pejabat sepertimu datang menjem
Semua orang melihat ekspresi Senia yang sedikit berubah. Mereka berpikir bahwa Senia agak keberatan.Sementara itu, Giandra berbicara, "Ibu Suri, Kerajaan Nuala selalu memerintah negara dengan teknik perang. Mereka sangat hebat, contohnya Dirga dan Yudha. Saya yakin Wira datang kemari bersama dengan para petarung hebat. Seharusnya tidak menjadi masalah untuk beradu dengan mereka, bukankah begitu?"Begitu mendengar perkataan Giandra, raut wajah Senia menjadi muram. Namun bagaimanapun juga, Wira sedang bersandiwara, dia pun tersenyum sembari menimpali, "Karena Raja Tanuwi begitu antusias, kami akan menerima pertarungannya. Danu." Begitu namanya dipanggil, Danu pun melangkah maju. "Kalau begitu, kita adakan adu teknik perang untuk bersenang-senang. Tapi, nggak boleh ada pertumpahan darah di perayaan hari ini. Apa semuanya mengerti?" ucap Senia dengan dingin. Mendengar ini, jenderal itu segera menyahut, "Baik!" Dia menghunus pedangnya dan langsung berjalan ke tengah-tengah, lalu berseru,
Begitu mendengar ucapan ini, Giandra hanya mendengus dingin. Sementara itu, Senia tersenyum dan menimpali, "Nggak apa-apa. Lagi pula, ini hanya untuk bersenang-senang saja."Saat ini, ada seseorang yang tiba-tiba berkata, "Ibu Suri, adu teknik perang sudah selesai. Bagaimana kalau kita bersenang-senang dengan berpuisi? Lagi pula, tidak baik untuk mengangkat senjata di perayaan besar ini."Senia tersenyum saat mendengar saran ini. Dia mengangguk sembari berucap, "Boleh juga, tapi sepertinya kurang menarik. Bagaimana kalau adu berpuisi? Pemenang akan mendapatkan hadiah. Rakyat yang terkasih, bagaimana menurut kalian?"Begitu ucapan ini dilontarkan, para pegawai sipil seketika sangat bersemangat. "Ide Ibu Suri sangat bagus!"Senia tersenyum sembari berkata, "Baiklah, mari kita mulai."Mendengar ini, Wira mengedip-ngedipkan matanya. Sepertinya ini adalah kesempatan yang tepat bagi dirinya untuk melakukan lamaran. Senia benar-benar percaya pada Wira. Dia membiarkan Wira untuk melakukan lam
Shafa juga buru-buru menyatakan sikapnya. Dia memang cerdas. Di zaman sekarang, jika ingin memiliki pijakan yang kokoh, seseorang tentu harus memiliki nilai pada diri sendiri. Mereka tidak mungkin terus mengandalkan Wira seumur hidup.Pada akhirnya, orang yang paling bisa diandalkan hanya diri sendiri. Jika terus mengandalkan Wira, mungkin suatu saat Wira akan merasa illfeel pada mereka. Hasilnya pun akan menjadi sangat buruk.Wira tidak melontarkan sepatah kata pun sejak tadi. Jika ingin membujuk Doddy, semua tergantung kemampuan Shafa.Doddy menggosok telapak tangannya sambil tertawa dengan canggung. Kemudian, dia menggeleng dan berkata, "Kamu mungkin nggak tahu aku nggak tertarik pada wanita. Orang-orang yang mengurusku juga para prajuritku. Aku nggak suka wanita masuk ke kamarku. Aku nggak suka aroma di tubuh mereka."Shafa tak kuasa termangu. Dia tahu Wira punya beberapa istri. Wajar juga jika pria punya banyak istri. Sementara itu, Doddy yang terkenal dan memegang kekuasaan milit
Di dalam kereta kuda. Melihat ekspresi Kaffa dan Shafa yang sangat waspada, Wira tersenyum dan bertanya, "Kenapa kalian berdua nggak berbicara?"Setelah ragu sejenak, Kaffa berkata dengan pelan, "Kak Wira, aku baru tahu identitasmu, aku tentu saja nggak berani berbicara sembarangan di depanmu. Kalau aku salah bicara, kemungkinan besar akan ...."Sebelum Kaffa selesai berbicara, Shafa segera mendorong lengannya. Mendapat isyarat itu, dia pun segera menghentikan kata-katanya.Wira menggelengkan kepala dan berkata sambil tersenyum, "Shafa, aku tahu kepribadian kakakmu, jadi aku nggak akan menyalahkan kalian. Meskipun dia salah bicara, apa masalahnya? Bukankah aku tetap menganggap kalian sebagai teman? Kalau nggak, aku nggak akan membiarkan kalian duduk di kereta kudaku."Danu berkata dengan nada ramah, "Benar. Kakakku sudah menganggap kalian berdua sebagai teman, jadi kalian perlu begitu formal di depan kakakku. Kalau nggak, berarti kalian meremehkan kakakku dan kakakku akan marah."Setel
Orang lain mungkin tidak akan berani mendambakan hal ini seumur hidupnya."Oh ya. Sejak kapan kamu tahu identitas Kak Wira?" tanya Kaffa lagi karena dia sama sekali tidak mendapatkan petunjuk apa pun. Bahkan saat menerima liontin giok dan melihat ekspresi Danu, dia juga tidak berani membayangkan Kak Wira di depannya adalah Wira yang terkenal itu. Ini benar-benar seperti dongeng yang tidak mungkin terjadi, tetapi kenyataannya memang begitu.Shafa perlahan-lahan berkata, "Sebenarnya aku juga baru mengetahui semuanya beberapa waktu yang lalu. Dia meminta kita memanggilnya Kak Wira, ditambah lagi senjata rahasianya itu, dan sikapnya dalam bertindak, semua itu sudah cukup bagiku untuk menebak identitasnya.""Lagi pula, senjata rahasia yang bernama pistol itu hanya Kak Wira yang punya di seluruh dunia ini, orang lain nggak punya senjata rahasia seperti itu. Kalau dia bisa membawa pistol itu, mana mungkin dia orang lain lagi."Shafa termasuk orang yang berpengetahuan luas, dia tentu saja bisa
Setelah semuanya sudah diatur dengan baik dan hampir sampai di depan pintu penjara bawah tanah, Wira memberikan instruksi pada Danu, "Oh ya. Jangan memberi tahu terlalu banyak orang tentang kepulanganku kali ini, terutama Tuan Osmaro."Jika ingin kembali secara terang-terangan, Wira tentu saja tidak akan menggunakan cara seperti ini. Dia juga akan membiarkan anggota jaringan mata-mata melindunginya di sepanjang perjalanan, sehingga tidak akan terjadi begitu banyak kejadian seperti ini. Namun, dia memiliki pertimbangannya sendiri dan memilih lebih baik tidak mengungkapkan kepulangannya agar tidak memicu masalah."Semuanya sesuai dengan pengaturan Kakak," jawab Danu sambil menganggukkan kepala dengan tegas. Selama ini, dia selalu memegang prinsip yaitu selalu patuh pada Wira tanpa syarat. Meskipun Wira memerintahnya untuk mati, dia juga tidak akan ragu sedikit pun. Beginilah ikatan persaudaraan mereka."Aku nggak menyangka orang yang membantu kita adalah Wira yang terkenal itu. Pantas sa
Setelah melihat Wira yang duduk di dalam sel, Danu merasa hatinya sakit dan berteriak, "Cepat buka pintu sel ini! Kalian benar-benar berani sekali. Bahkan kakakku juga kalian berani tangkap?"Bukan hanya Adianto yang langsung tercengang begitu mendengar perkataan itu, semua orang yang berada di sana juga begitu. Danu adalah jenderal yang terkenal dan berkuasa. Di seluruh Provinsi Lowala, tidak ada yang bisa menandinginya dan bahkan tidak ada yang berani mengganggunya. Orang yang dipanggilnya kakak tentu saja adalah Wira.Adianto tidak berani percaya dengan apa yang didengarnya, tetapi kenyataannya sudah ada di depan matanya. Setelah menelan ludah, dia segera membuka pintu sel dan inisiatif masuk ke dalamnya. Dia hanya menundukkan kepala karena tidak berani menatap Wira dan berkata, "Tuan, sebelumnya aku nggak tahu apa-apa dan sudah menyinggungmu.""Aku mohon Tuan bisa memaafkanku, jangan menghukumku. Aku nggak akan mengulanginya lagi kelak."Pada saat ini, Adianto benar-benar ketakutan
"Menurutku, ini ide yang bagus. Kalau begitu, kita lakukan sesuai keinginanmu. Aku akan pergi memberi tahu rekan-rekanku di luar biar mereka membantuku memberi pelajaran pada anak ini. Sejujurnya, aku juga kesal dengan anak ini," kata Adianto sambil tersenyum sinis, lalu bersiap pergi bersama Ruben.Adianto memang tidak bisa langsung memutuskan semua hal yang ada di penjara bawah tanah, dia tetap harus melaporkannya pada atasannya. Namun, jabatannya lebih tinggi daripada orang-orang yang ada di sana. Jika kerabatnya ingin masuk ke kota, semua juga pasti akan melewatinya. Oleh karena itu, dia tentu saja memiliki pengaruh tertentu.Namun, saat baru saja berbalik, Adianto dan Ruben melihat ada sekelompok orang mendekat. Terutama saat melihat orang yang berdiri di paling depan, Adianto langsung tertegun dan tidak tahu harus berbuat apa."Saudaraku, ada apa?" tanya Ruben dengan ekspresi bingung."Aku nggak salah lihat, 'kan? Kenapa Jenderal Danu tiba-tiba datang ke penjara bawah tanah? Buka
"Aku mengerti. Melihat situasinya nggak beres, jadi kakakmu langsung pergi, 'kan? Orang bilang suami istri yang selalu bersama pun akan berpisah saat menghadapi bahaya, ternyata kakak adik pun seperti ini," sindir Sahim.Shafa malah tidak berbicara dan menjelaskan apa pun juga. Dia sebenarnya sudah menyadarinya saat tadi Wira berbicara dengan Kaffa. Wira bisa duduk di sini dengan begitu tenang pasti karena sudah memberikan tugas pada Kaffa. Kalau begitu, mengapa dia harus khawatir?Selain itu, Shafa tahu betul kebaikan kakaknya terhadapnya melebihi siapa pun. Oleh karena itu, dia merasa tidak perlu menjelaskan apa pun pada orang lain."Tutup mulutmu," kata Wira dengan kesal.Sahim langsung tidak berani berbicara lagi.Tepat pada saat itu, Ruben dan Adianto datang dan langsung berdiri di depan pintu sel."Sekarang kamu sudah tahu kekuatanku, 'kan? Tadi aku sebenarnya nggak ingin menyusahkan kalian dan menyuruh kalian cepat pergi, tapi kalian nggak mau dengar. Kalian malah mengusir para
Kaffa menyadari liontin giok ini memang berguna. Setelah mendengar perkataan Danu, dia tidak ragu-ragu dan langsung berkata, "Tuan Wira yang memberiku liontin giok ini sudah ditangkap kepala penjaga gerbang kota ke penjara bawah tanah. Jenderal Danu, cepat selamatkan dia."Kepala penjaga gerbang kota memang memiliki kekuasaan, tetapi kekuasaan itu masih kalah jauh jika dibandingkan dengan Danu. Kaffa merasa lebih yakin lagi, kali ini Wira dan adiknya pasti akan selamat.Swish.Mendengar perkataan Kaffa, ekspresi Danu langsung menjadi sangat muram dan napasnya pun menjadi terengah-engah. "Mereka berani menangkap kakakku? Benar-benar nggak tahu diri!"Setelah memaki sebentar, Danu langsung melambaikan tangan pada kedua penjaga di belakangnya. "Segera kumpulkan orang dan ikut aku ke penjara bawah tanah!"Tak lama kemudian, semua orang sudah siap dan berangkat menuju penjara bawah tanah.Kaffa juga segera mengikuti mereka. Dia ingin menyelamatkan adiknya dengan tangannya sendiri dan berter
Selama tetap mengikuti Wira, Kaffa yakin kehidupannya dan adiknya akan terjamin."Kenapa masih belum pergi? Kamu kira kami sedang bercanda denganmu?" kata penjaga yang tadi berbicara itu dengan kesal. Jika bukan karena Danu sudah memerintahkan untuk harus bersikap rendah hati dan sopan pada orang-orang, mereka sudah memukul Kaffa dengan tongkat. Jelas Kaffa ini hanya seorang pengemis pun berani datang menemui Danu, sungguh tidak tahu diri.Kaffa kembali berkata, "Kalau kalian nggak mengizinkan aku bertemu dengan Jenderal Danu, nggak masalah. Tapi, tolong serahkan benda ini pada Jenderal Danu. Kalau Jenderal Danu ingin bertemu denganku setelah melihat benda ini, kalian baru bawa aku masuk. Bagaimana? Tapi, kalau Jenderal Danu nggak ingin bertemu denganku, aku nggak akan tinggal di sini lagi. Bagaimana menurut kalian?"Meskipun para penjaga itu tidak mengizinkannya masuk, Kaffa merasa dia tetap harus menunjukkan benda ini pada Danu. Dia juga tidak tahu apakah benda ini berguna atau tidak