Mendengar perkataan itu, semua orang tersenyum. Beberapa saat kemudian, orang-orang yang menyaksikan kejadian itu pun perlahan-lahan berkata, "Sebelumnya kita nggak yakin. Tapi, dilihat dari situasi sekarang, sepertinya semuanya berjalan dengan baik. Hanya saja, nggak disangka kita akan meraih kemenangan besar ini dengan begitu mudah."Kebanyakan orang yang mendengar perkataan itu juga ikut tersenyum.Setelah orang-orang itu selesai berbicara, Wira yang berada di samping pun tersenyum dan berkata, "Baiklah. Percepat laju pasukan, kita segera kembali ke gerbang kota."Setelah semua orang menganggukkan kepala, Wira segera memacu kudanya ke depan. Para jenderal di belakangnya juga segera mempercepat langkah mereka untuk mengikutinya. Saat tiba di gerbang kota dan melihat Trenggi bersama para pasukannya keluar dari kota untuk menyambut mereka, dia langsung maju dan berkata, "Aku nggak menyangka kalian begitu cepat menerima kabarnya."Mendengar perkataan itu, Trenggi tersenyum dan perlahan-
“Nggak enak banget!”Wira Darmadi sedang mengunyah sesuap tiwul. Kemudian, dia meletakkan sendoknya karena merasa seperti makan gula saja.Sekarang dia akan menampar siapa pun yang berani memberitahunya bahwa melewati dimensi adalah hal bagus.Wira sudah melewati dimensi ke Kerajaan Nuala yang mirip dengan Kerajaan Atrana kuno.Pemilik tubuh sebelumnya berasal dari keluarga kaya. Sewaktu orang tuanya masih hidup, dia selalu sarapan bubur. Makan siangnya adalah nasi dengan lauk, sedangkan makan malamnya adalah mi gandum dan roti pipih. Berhubung harus bersekolah di ibu kota provinsi, dia baru pulang ke rumah setiap sepuluh hari sekali. Pada saat itu, dia pun bisa memuaskan nafsu makannya.Rakyat biasa pada umumnya hanya makan sehari dua kali. Makanan mereka juga hanyalah bubur atau tiwul karena mereka tidak sanggup membeli daging. Hanya pada saat Tahun Baru dan punya uang berlebih, mereka baru bisa menikmati daging.Biasanya, hanya orang kaya, bangsawan atau pejabat yang bisa menikmati
Wira bertanya balik, “Gimana kalau bisa?”Budi langsung menunjukkan ekspresi licik. “Kalau kamu bisa, aku nggak bakal terima bunganya! Tapi kalau nggak bisa, kamu harus jual diri untuk jadi budakku. Gimana?”Wulan langsung terkejut dan mencegahnya. “Suamiku, kamu nggak boleh setuju!”Budi sangat licik. Dia ingin Wira menjual diri menjadi budaknya. Namun, William sudah murka. Dia pun menuliskan dua surat perjanjian dan mengeluarkan tinta merah. “Cepat tanda tangan!”“Oke!”Setelah tanda tangan dan menempelkan cap jari, Budi pun pergi dengan puas.Budi yakin dengan koneksi dan karakter Wira selama ini, dia tidak mungkin bisa menghasilkan 40 ribu gabak dalam tiga hari.Meskipun keluarga Wulan kaya, mereka tidak mungkin meminjamkan uang kepada Wira. Sebab, mereka ingin Wulan meninggalkan Wira.Dengan taruhan ini, Budi bukan hanya bisa mendapatkan budak muda, tetapi juga bisa menjualnya dan mendapatkan puluhan ribu gabak lagi.Selain itu, dia juga sudah selangkah lebih dekat untuk mengumpul
Pekerjaan yang tersisa sudah tidak terlalu sulit. Wira hanya perlu membersihkan rumputnya, lalu menghaluskannya dalam lesung batu.Setelah bekerja hingga seluruh badannya sakit, Wira baru mengumpulkan seember rumput yang sudah dihaluskan.Dia pun menjinjing ember itu sampai ke Sungai Jinggu sambil sesekali beristirahat selama perjalanan.Wira memilih tempat yang ada banyak ikan, lalu menabur tepung kedelai ke dalam sungai.Setelah ada umpan, ikannya menjadi semakin banyak. Wira pun menuangkan serpihan rumput ke dalam sungai dengan hati-hati.Seiring dengan serpihan rumput yang menyebar, satu demi satu ikan pun mulai mengapung....Tidak lama kemudian, Wira sudah berhasil menangkap delapan ekor ikan besar dan lima belas ekor ikan kecil.Ikan yang besar beratnya di atas dua kilogram, sedangkan yang kecil beratnya di atas 250 gram. Wira melepaskan ikan yang lebih kecil dari itu.Setelah matahari terbenam, Wira pun pulang ke rumah.Dalam perjalanan pulang, Wira melewati sebuah gubuk jerami
Di dunia ini, cara menangkap ikan sangat bervariatif, ada menjala, memancing dan menangkap ikan. Namun, masih belum ada yang menangkap ikan dengan obat bius.Wira berkata sambil tersenyum, “Aku sudah ketemu teknik rahasia yang bisa tangkap banyak ikan. Cepat makan! Hati-hati tulangnya!”“Teknik rahasia menangkap ikan?”Wulan tidak begitu percaya. Dia menjadi waswas lagi setelah mendapat perhatian dari Wira.Namun, Wulan tidak lanjut bertanya lagi. Kedua orang itu pun mulai menyantap makanan mereka.Entah karena pemilik tubuh sebelumnya terlalu jarang makan ikan atau karena ini adalah ikan liar, Wira merasa ikan yang digoreng dengan garam ini sangat lezat. Dalam sekejap, dia pun sudah menyelesaikan santapannya.Wira melirik Wulan yang makan dengan pelan. Ikannya masih tersisa setengah.“Suamiku, aku sudah kenyang. Makan saja ikannya!”Saat melihat Wira yang menatap dirinya, Wulan pun buru-buru meletakkan sendoknya dan mendorong piring berisi ikan itu ke depan Wira.“Aku sudah kenyang ko
Sony berdiri di depan pintu rumah Wira dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku.Wira yang melihatnya pun bertanya, “Ngapain kamu berdiri di sini?”Danu dan Doddy langsung melangkah keluar untuk mengepung Sony.Mereka merasa Sony yang pagi-pagi datang ke rumah Kak Wira pasti berniat jahat!Sony langsung terkejut dan buru-buru mundur. Dia berkata, “A ... aku ingin makan ikan!”Si Sony ini benar-benar tidak tahu malu. Wira menggeleng, lalu menjawab, “Kamu datang terlambat, ikannya sudah habis!”Sony berkata dengan cemberut, “Nanti malam masih ada, ‘kan? Asal bisa makan ikan, aku nggak masalah harus ikut banu gali rumput seharian!”Saat berkeliaran semalam, Sony menemukan bahwa keluarga Wira dan keluarga Hasan sudah makan ikan.Saat berkeliaran pagi ini, dia menemukan keluarga Wira makan ikan lagi bersama Hasan dan kedua putranya.Setelah memikirkan keuntungan yang dikatakan Wira kemarin, Sony akhirnya mengerti apa yang sudah dilewatkannya. Dia sudah kehilangan dua kesempatan untuk ma
Namun, Wira tidak memedulikan peringatan Hasan. Dia malah berkata sambil tersenyum, “Pak Agus, bisa saja aku bagi ikannya untukmu, tapi kamu juga harus tanggung sedikit utangku! Kalau nggak mau bantu aku tanggung utangnya, kamu boleh bagi sedikit tanahmu padaku. Soalnya, tanahku juga sudah dijadikan jaminan.""Dasar anak tak tahu diri!”Selesai berbicara, Agus pun pergi dengan marah.Dia hanya menginginkan seekor ikan Wira, tetapi Wira malah menyuruhnya untuk bantu menanggung utang dan juga meminta tanahnya. Kenapa si Pemboros itu begitu tidak tahu malu!“Pak Agus, jangan pergi! Aku cuman bercanda. Jangan marah, dong!” teriak Wira.Ikan yang didapatkan Wira hari ini sangat banyak. Dia tidak akan menolak siapa pun yang meminta ikan padanya. Namun, dia tidak akan menerima orang yang menuntut sesuatu dengan alasan yang tidak masuk akal.Agus sudah marah. Setelah mendengar ucapan Wira, dia juga tidak menoleh.Warga yang mengerti maksud Wira pun tertawa terbahak-bahak.Setelah itu, Wira pun
“Baik, suamiku!”“Jangan panggil suamiku, panggil sayang saja!”“Nggak bisa!”“Kenapa?”“Sayang itu panggilan yang terlalu mesra! Kamu baru berubah jadi baik sama aku dua hari belakangan, aku masih belum siap panggil kamu begitu.”“Oh ....”Berhubung takut membuat suaminya marah, Wulan pun mengalihkan pembicaraan, “Omong-omong, pernah ada seorang peramal yang datang ke rumahku waktu aku masih kecil. Dia bilang, aku bisa jadi istri pejabat ke depannya.”“Istri pejabat?”“Suamiku, jangan marah. Ramalan peramal itu pasti nggak tepat, mana mungkin aku bisa jadi istri pejabat! Selama kamu menginginkanku, aku bakal menemanimu seumur hidup.”...Keesokan dini hari, Hasan dan yang lainnya sudah sampai ke rumah Wira. Setelah menaruh seluruh ember berisi ikan ke atas gerobak, kelima orang itu pun berangkat ke ibu kota provinsi.Sebelum mereka berangkat, Wulan menyerahkan sebuah kantong kain merah kepada Wira, “Suamiku, kalau uang menjual ikan nggak cukup, gadaikan saja gelang ini! Kalau masih ng
Mendengar perkataan itu, semua orang tersenyum. Beberapa saat kemudian, orang-orang yang menyaksikan kejadian itu pun perlahan-lahan berkata, "Sebelumnya kita nggak yakin. Tapi, dilihat dari situasi sekarang, sepertinya semuanya berjalan dengan baik. Hanya saja, nggak disangka kita akan meraih kemenangan besar ini dengan begitu mudah."Kebanyakan orang yang mendengar perkataan itu juga ikut tersenyum.Setelah orang-orang itu selesai berbicara, Wira yang berada di samping pun tersenyum dan berkata, "Baiklah. Percepat laju pasukan, kita segera kembali ke gerbang kota."Setelah semua orang menganggukkan kepala, Wira segera memacu kudanya ke depan. Para jenderal di belakangnya juga segera mempercepat langkah mereka untuk mengikutinya. Saat tiba di gerbang kota dan melihat Trenggi bersama para pasukannya keluar dari kota untuk menyambut mereka, dia langsung maju dan berkata, "Aku nggak menyangka kalian begitu cepat menerima kabarnya."Mendengar perkataan itu, Trenggi tersenyum dan perlahan-
Saat ini, Trenggi sudah memimpin anak buahnya untuk menunggu di sisi gerbang kota. Dia sudah menerima kabar Wira dan yang lainnya sudah menang dengan gemilang dan bahkan berhasil menangkap hampir 500 ekor kuda perang milik musuh. Dia merasa sangat bersemangat saat mendengar kabar ini dan merasa kelompok ini memang bisa diandalkan.Tepat pada saat itu, Trenggi yang terus berdiri di depan tiba-tiba teringat sesuatu. Dia pun bertanya pada mata-mata di sebelahnya, "Kamu sudah mengirim orang-orangmu? Sekarang Tuan Wira masih berapa jauh lagi dari kota?"Mata-mata ini adalah seorang kolonel di bawah komando Trenggi yang bertanggung jawab atas tugas-tugas mengintai dan mengawasi.Mendengar pertanyaan itu, kolonel itu menganggukkan kepala. Beberapa saat kemudian, dia perlahan-lahan berkata, "Jenderal, jangan khawatir. Saat ini Tuan Wira sudah sangat dekat dengan kota, mungkin sekitar dua jam lagi mereka akan tiba di sini."Mendengar jawaban itu, Trenggi merasa sangat gembira dan langsung berka
Wira tersenyum tipis menatap Hayam dan Nafis yang berdiri di sampingnya. Keduanya hanya diam-diam tersenyum, seperti tidak berniat menjawab pertanyaan yang baru saja dilontarkan.Melihat Wira tetap diam, Hayam akhirnya angkat bicara, "Jenderal Arhan nggak usah khawatir. Agha dan Adjie belum kembali pasti karena sedang mengurus sesuatu. Lebih baik kita tunggu saja. Nggak mungkin ada kejadian buruk yang menimpa mereka."Mendengar betapa tenangnya ketiga orang itu, Arhan mengangguk ringan. Dalam hatinya, dia agak terkejut dengan keyakinan mereka. Namun, mengingat pasukan utara sudah mundur, memang seharusnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan.Tepat ketika pemikiran itu terlintas di benaknya, seorang pengintai yang berjaga di luar pun masuk dan membungkuk hormat kepada Wira, "Tuan, kami baru saja menerima kabar. Jenderal Adjie dan Jenderal Agha sudah kembali bersama pasukan. Sepertinya mereka membawa banyak sekali kuda dari jarahan!"Mendengar kabar itu, semua orang di dalam ruangan seren
Begitu semua orang turun dari kuda, Zaki segera berteriak lantang, "Saudara sekalian! Kita baru saja jatuh ke dalam jebakan dan menderita banyak korban! Saat ini, yang paling penting adalah menyelamatkan nyawa kita!""Setelah kita kembali ke Pulau Hulu, jangan khawatir! Aku, sebagai jenderal kalian, pasti akan memimpin kalian kembali untuk membalas dendam!"Zaki tahu betul bahwa kuda-kuda ini adalah nyawa bagi prajuritnya. Meninggalkan mereka begitu saja adalah suatu aib. Namun, keselamatan lebih penting dan aturan perang yang kaku tak ada gunanya dalam situasi seperti ini.Wakil jenderalnya yang berdiri di samping ikut berseru, "Jenderal benar! Saudara sekalian, karena situasi sudah seperti ini, kita harus segera kembali ke Pulau Hulu!"Mendengar dua pemimpin mereka berbicara seperti itu, para prajurit akhirnya mengangguk setuju. Tampaknya mereka tidak punya pilihan lain.Zaki lalu memimpin pasukannya untuk segera bergerak. Saat mereka berjalan menuju Pulau Hulu, dia menggertakkan gig
"Baik!"....Di sisi lain, Zaki yang tengah memimpin pasukannya mundur melihat barisan prajurit bergerak maju. Namun, tiba-tiba banyak di antara mereka yang serempak tersungkur ke tanah.Melihat kejadian itu, wajah Zaki langsung berubah suram. Dia sama sekali tidak menyangka akan terjadi hal seperti ini. Padahal, di daerah ini tidak ada jebakan kuda.Zaki menatap wakil jenderal yang dipilihnya untuk sementara waktu, lalu menginstruksi, "Pergi lihat apa yang terjadi."Wakil jenderal itu langsung membungkuk hormat, lalu maju untuk memeriksa. Tak lama kemudian, dia melapor, "Jenderal, di depan ditemukan banyak paku kuda.""Paku kuda?"Zaki tertegun sejenak, lalu merasakan hawa dingin menjalar ke kepalanya. Ini benar-benar bencana bagi dirinya!Dia adalah jenderal kavaleri. Jika pasukannya kehilangan kuda, apakah mereka masih bisa disebut sebagai pasukan berkuda?Wajah Zaki semakin muram. Dengan suara rendah, dia bertanya, "Apa bisa disingkirkan?"Paku berbeda dengan tali penghalang kuda.
Sejak Zaki memberikan perintah, pasukan utara langsung tercerai-berai, melarikan diri ke segala arah.Melihat pemandangan ini, Agha dan Adjie yang bersembunyi di kejauhan sempat terkejut. Mereka benar-benar tidak menyangka pasukan utara akan meninggalkan formasi dan memilih kabur begitu saja. Dalam dunia militer, ini adalah kesalahan fatal.Karena tidak menyangka pasukan utara akan bertindak sejauh ini, mereka hanya bisa menyaksikan pasukan musuh berhamburan dengan melongo.Agha menghela napas panjang dan berkata, "Aku nggak nyangka hasilnya akan begini. Seharusnya kita pasang lebih banyak jebakan."Mendengar itu, Adjie tersenyum dan menyahut, "Hasilnya sudah cukup bagus. Musuh membawa 100.000 prajurit, setidaknya kita telah menghabisi puluhan ribu prajurit, belum lagi yang terluka parah."Setelah berhenti sejenak, Adjie menoleh ke arah Agha dan berkata, "Kamu kira pasukan utara bisa mundur begitu saja? Aku sudah menyebarkan banyak paku kuda di depan mereka. Begitu mereka menginjaknya,
Orang-orang ini bukan bodoh. Membunuh seseorang untuk menunjukkan sikap memang bisa dilakukan, tetapi jika sampai membunuh jenderal sendiri, itu namanya bunuh diri.Mereka lantas menangkupkan tangan, lalu kembali ke posisi masing-masing dan mulai menyingkirkan jebakan kuda.Sayangnya, mereka tidak tahu bahwa jebakan kuda kali ini jauh lebih banyak daripada sebelumnya. Bahkan, musuh menyebarkan beberapa paku di tanah.Ketika melihat situasi ini, Adjie berbisik, "Agha, sepertinya sekarang kesempatan kita. Mau serang nggak?"Agha langsung menyahut dengan penuh semangat, "Tentu saja mau! Tapi, kita tetap harus sembunyi sesuai instruksi Tuan Wira."Adjie mengangguk. Tanpa bertele-tele, dia langsung melambaikan tangan dan berseru, "Serang!"Karena pasukan mereka bersembunyi di kedua sisi dataran, ditambah lagi dataran ini sangat luas, mereka langsung menembakkan panah ke atas. Jadi, anak panah bisa meluncur lebih jauh dan menghujani musuh di kejauhan.Terdengar deru angin berulang kali saat
Zaki yang berada di barisan belakang segera mempercepat kuda untuk menyusul pasukannya. Namun, ketika dia melihat masih ada jebakan kuda di depan, wajahnya langsung berubah masam.Dia mengerutkan kening dan mengumpat dengan marah, "Keparat! Kenapa masih ada jebakan ini? Bukankah sebelumnya sudah dihancurkan?"Karena wakilnya sudah tewas, salah satu prajurit langsung maju. Dia menangkupkan tangan dan menjawab, "Jenderal, jebakan sebelumnya memang sudah disingkirkan. Sepertinya mereka telah memasang jebakan baru!"Mendengar hal itu, wajah Zaki menjadi semakin masam. Dia seperti menyadari sesuatu sehingga keringat dingin mulai membasahi punggungnya.Kini, dia baru menyadari bahwa dirinya telah salah memahami situasi sejak awal. Musuh bukan ingin memperlambat mereka agar tidak sampai di kota perbatasan, melainkan mengincar pasukannya.Semuanya dimulai sejak mereka bertemu dengan sekelompok kecil pasukan berkuda di persimpangan dataran. Saat itu, mereka telah dijebak untuk masuk ke perangka
Meskipun serangan mereka begitu ganas, pasukan Wira tidak sebodoh itu untuk langsung keluar dari hutan bambu. Dalam pandangan mereka, bertahan di dalam hutan dan menyerang dari posisi tersembunyi adalah taktik yang paling aman dan efektif untuk saat ini.Di barisan depan, pasukan utara telah kehilangan lebih dari setengah kekuatan mereka dalam waktu singkat.Melihat pemandangan itu, Arhan sangat bersemangat. Dia selalu semakin bersemangat ketika melihat darah, terutama darah musuh.Tanpa henti, Arhan terus melancarkan serangan. Setiap kali setelah mempersiapkan tembakan, dia langsung melepaskannya tanpa repot-repot membidik.Kini, pasukan utara sedang kacau dan berdesakan satu sama lain. Sekalipun Arhan memejamkan mata, panahnya tetap bisa mengenai target.Ketika melihat anak buahnya terus berguguran, wajah Zaki semakin suram. Sebelumnya, pasukannya sudah banyak yang terluka terkena jebakan tali kuda. Kini, mereka mengalami penyergapan yang begitu mematikan.Sebagai orang kepercayaan B