Huben berkata dengan kesal, "Tamu? Jelas-jelas aku nggak mengundangmu. Kalau kamu suka tempat ini, silakan minum-minum sendiri. Aku pamit dulu."Huben berdiri, lalu pria itu berbicara, "Tuan Huben lebih memilih untuk memercayai Wira. Apa kamu nggak mau bertemu dengan pemimpin kami?"Huben menimpali, "Huh! Kalian itu hanya sekelompok pecundang. Siapa yang mau bekerja sama dengan kalian?"Huben tidak memedulikan pria itu lagi. Namun, ekspresi pria itu berubah drastis. Dia mengeluarkan sebuah belati, lalu hendak menusuk dada Huben. Gerakannya sangat cepat. Pria tersebut berujar, "Kalau nggak bisa jadi teman, kita hanya bisa menjadi musuh. Kamu harus mati!"Raut wajah Huben berubah drastis. Akan tetapi, dia tidak sempat menghindar lagi. Bagaimanapun, Huben tidak menguasai ilmu bela diri. Saat Huben sudah pasrah, dia mendengar suara yang nyaring. Biantara yang dari tadi bersembunyi keluar dan di sampingnya ada beberapa anggota jaringan mata-mata.Pria itu terkejut melihat kemunculan Biantar
Wira tentu memahami maksud perkataan Huben. Dia bertanya, "Aku tahu. Yang kamu maksud itu seharusnya Aliran Kegelapan, 'kan?"Huben tersenyum dan mengangguk. Dia mengomentari, "Kelihatannya, kamu memang nggak seburuk yang aku pikirkan. Ternyata kamu sudah memperhatikan Aliran Kegelapan."Ekspresi Biantara menjadi masam setelah mendengar nama "Aliran Kegelapan". Sejak menangkap beberapa pengikut terakhir kali, Biantara dan Wira sudah mengetahui masalah Aliran Kegelapan. Beberapa waktu ini, Biantara telah mengutus sebagian besar anggotanya untuk menyelidiki informasi tentang Aliran Kegelapan. Namun, penyelidikan mereka tetap tidak membuahkan hasil. Sudah jelas, anggota Aliran Kegelapan terus bersembunyi. Biantara dan Wira harus menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk menemukan mereka."Kenapa anggota Aliran Kegelapan mau membunuhmu? Apa kalian punya konflik sebelumnya?" tanya Wira. Dia mengetuk meja dan tatapannya tertuju kepada Huben.Huben mencibir, lalu menyahut, "Mana mungkin aku
Kemudian, Wira dan lainnya pun kembali ke balai prefektur Kota Limaran. Yusup sudah menunggu Wira dari tadi. Yusup melapor, "Tuan, semua pekerja sudah siap. Mereka bisa mulai bekerja kapan saja. Aku sudah membagikan gambarmu. Tapi, sekarang ada masalah ...."Yusup tampak ragu-ragu untuk menyelesaikan ucapannya. Wira bisa menebak pemikiran Yusup. Dia bertanya, "Berapa banyak uang yang kamu butuhkan?"Yusup menyahut, "Tuan sangat memahamiku. Aku memang butuh uang. Selama ini, dana di Kota Limaran nggak banyak sehingga nggak cukup untuk menjalankan proyek seperti ini. Aku juga terpaksa meminta kepada Tuan ...."Wira menyela, "Kamu nggak usah berbelit-belit lagi. Katakan saja berapa banyak uang yang kamu butuhkan. Biar aku yang menyelesaikan masalah ini."Wira tidak kekurangan uang. Ini adalah kelebihan Wira dibandingkan 3 kerajaan lainnya. Yusup segera menyerahkan daftar yang sudah disiapkan kepada Wira dan menjelaskan, "Aku sudah membuat kesimpulan yang detail. Semua pengeluaran juga sud
Namun, hal seperti ini tidak akan bisa diselesaikan dalam sehari. Jika ingin Kota Limaran menjadi pusat transportasi, mereka mungkin harus menghabiskan beberapa tahun lagi. Wira juga tidak diam begitu saja. Dia terus mencari orang yang bisa menjadi pemimpin Kota Limaran, tetapi masih belum menemukan yang cocok.Langit berangsur gelap. Wira berkeliling di kota dan tiba di depan Paviliun Aeril. Dilihat dari kejauhan, tempat ini sangat ramai."Tempat apa ini?" tanya Wira sambil melirik Biantara di samping."Tentu saja tempat untuk bersenang-senang. Apa kamu tertarik untuk masuk?" balas Biantara yang terkekeh-kekeh."Aku nggak tertarik dengan tempat seperti ini. Wulan juga masih menungguku di rumah. Kalau istri-istriku tahu aku datang ke tempat seperti ini, aku yang bakal repot," sahut Wira sambil menggeleng dengan tidak berdaya.Wulan masih mending karena dia tidak akan mengatakan apa pun, tetapi Dewina ... wanita ini sulit sekali untuk dihadapi.Biantara terkekeh-kekeh, lalu berkata, "Tu
Wira termangu mendengarnya. Ternyata masih ada aturan di tempat ini? Sementara itu, Biantara yang berdiri di samping Wira hendak memaki, tetapi Wira segera memberinya isyarat mata sehingga dia hanya berdiri diam di belakang. Meskipun begitu, tatapan Biantara masih dipenuhi kekesalan."Kenapa? Kalian mau memukul kami?" tanya wanita yang berbicara dengan Wira tadi sembari mengerlingkan matanya dengan jengkel."Karena kalian bukan datang untuk bersenang-senang, cepat pergi dari sini. Kami masih harus menghasilkan uang!" Ketika berbicara, wanita itu sengaja menyenggol bahu Wira dan berjalan ke luar. Wanita lainnya pun mengikuti.Biantara yang geram tidak bisa menahan diri untuk menghina, "Benar-benar nggak tahu diri. Kalau tahu statusmu, mereka pasti akan berlutut untuk menyambutmu.""Sebaiknya mereka nggak tahu apa-apa. Aku nggak ingin berhubungan dengan wanita-wanita seperti itu," ujar Wira sambil tersenyum. Kemudian, keduanya masuk dan mencari tempat untuk duduk.Saat ini, Wira mulai me
Biantara tidak peduli dengan semua ini. Dia hanya menikmati araknya. Menurutnya, semua ini hanya gimik. Jika menawarkan harga tinggi, wanita itu pasti akan menyerahkan seluruh jiwa dan raganya!Saat ini, beberapa pria yang duduk di meja samping tiba-tiba terkekeh-kekeh dan mengejek, "Kamu kira dirimu sudah kaya? Kamu mungkin bisa bertindak seenaknya di tempat lain, tapi nggak untuk tempat ini.""Kamu tahu berapa banyak orang yang ingin ditemani Nona Thalia? Jelas banyak! Para tuan muda keluarga kaya saja berbondong-bondong datang untuk melihatnya, tapi semuanya diabaikan. Kamu hanya akan bernasib sama dengan mereka."Wira tidak menghiraukan mereka. Dia menyimpan emas batangan di atas meja, lalu melambaikan tangan kepada pelayan itu untuk menyuruhnya pergi.Pelayan itu memaki dalam hati, 'Bukannya memberiku sedikit uang, malah mengusirku begitu saja. Gimana bisa aku nggak mendapat apa-apa? Menjengkelkan sekali!'Wira menatap Biantara, lalu menginstruksi dengan lirih, "Suruh orang menyel
"Sudah kubilang, aku nggak punya niat jahat. Aku hanya ingin mengobrol denganmu," ujar Wira sambil tersenyum tipis.Kemudian, Wira duduk di samping dan menuangkan teh untuk diri sendiri. Dia melambaikan tangan kepada Thalia dan berkata, "Kalau kamu memanggil orang kemari, aku bisa saja melukai wajahmu sebelum mereka tiba. Coba saja kalau nggak percaya."Wira tersenyum lebar sambil memainkan cangkir di tangannya. Penampilannya ini jelas untuk memperingatkan Thalia agar tidak bertindak macam-macam.Ekspresi Thalia tampak masam. Ini pertama kalinya dia diancam oleh seseorang. Di Paviliun Aeril, hampir semua pria memujanya, tetapi tidak ada yang punya peluang untuk mendekatinya, apalagi bersikap lancang seperti ini sampai mengancamnya.Wira jelas adalah orang pertama. Setelah ragu-ragu sejenak, Thalia mengernyit dan bertanya, "Jadi, apa yang kamu inginkan?"Ketika berbicara, Thalia terus menjaga jarak dengan Wira, tidak akan membiarkan pria ini mendekat. Bisa dilihat juga bahwa wanita ini
Sebelum Thalia bereaksi, tangan Wira sudah menyentuh cadarnya dan hendak melepaskannya. Tanpa diduga, Thalia sontak menepis tangan Wira dan mundur beberapa langkah hingga ke pinggir ranjang.Jelas, wanita ini menguasai seni bela diri. Thalia bahkan mengeluarkan belati dan menyerbu ke arah Wira dengan kecepatan tinggi."Oh? Kamu menguasai seni bela diri?" Wira tersenyum menyipitkan mata. Situasi menjadi makin menarik baginya. Pantas saja, wanita ini terlihat begitu menarik. Ternyata ada banyak rahasia yang disembunyikannya.Dalam sekejap, Wira dan Thalia memulai pertarungan. Meskipun Wira tidak mengerahkan seluruh kekuatannya, serangan Thalia sangatlah tajam. Wanita ini jelas menginginkan nyawanya. Untungnya, Wira sangat cekatan sehingga berhasil mengelak."Kamu seorang wanita, kenapa kejam sekali?" tanya Wira sambil menggeleng.Thalia mengernyit dan membalas, "Kamu yang memaksaku. Kamu sudah tahu semuanya, tapi malah merajalela. Kamu jelas-jelas ingin menyulitkanku. Untuk apa aku berbe
Saat memikirkan hal itu, Trenggi mengernyitkan alis dan berkata, "Kalau lawan kita hanya punya 100 ribu pasukan, kita bisa melawannya. Tapi, apa kita sudah tahu posisi mereka sekarang?"Melihat Trenggi yang menunjukkan sikap mendukung, Wira memberi hormat dan perlahan-lahan berkata, "Sebelum kalian datang, aku sudah memeriksa peta. Menurutku, saat ini mereka seharusnya berada di sekitar Pulau Hulu. Aku tentu saja memperkirakan ini berdasarkan rute perjalanan mereka yang lebih cepat."Mendengar penjelasan itu, Trenggi dan yang lainnya menganggukkan kepala.Beberapa saat kemudian, Trenggi tiba-tiba teringat dengan sesuatu dan perlahan-lahan berkata, "Kalau begitu, mereka pasti akan beristirahat di Pulau Hulu baru melanjutkan pencarian. Kalau kita mengirim beberapa pasukan kavaleri ke sana sekarang, kita harusnya bisa mengganggu dan mencegat perjalanan mereka, 'kan?"Ide dari Trenggi memang bagus, tetapi Wira langsung menolaknya. Bukan karena khawatir, tetapi pasukan utara ini sudah terbi
Sepanjang perjalanan, Trenggi terus berpikir apa yang harus dilakukannya saat bertemu dengan Wira dari Provinsi Lowala. Namun, setelah bertemu Wira, dia merasa sangat terharu. Dia benar-benar tidak menyangka Wira begitu tampan dan karismatik, pantas saja banyak orang di sembilan provinsi yang merasa Wira sangat bisa diandalkan. Hari ini, dia membuktikan sendiri kabar itu memang benar.Setelah semua pasukan besar dari Kerajaan Nuala memasuki kota, Wira langsung memerintahkan bawahannya untuk menutup gerbang kota.....Di dalam kediaman wali kota, Wira menatap Trenggi dan para jenderalnya yang masuk. Latif dan Agha yang sebelumnya pergi untuk membujuk orang-orang di kota juga sudah kembali. Saat melihat Trenggi dan Hayam, semua orang basa-basi terlebih dahulu.Setelah itu, Wira menarik Latif dan berkata, "Ayo, aku perkenalkan kamu dulu. Ini adalah saudara baru kami. Kalau bukan karena dia, mungkin nyawa kami sudah tiada saat sedang bersembunyi di hutan. Untung saja dia bersedia membantu
Wira menatap Nafis dan berkata, "Tinggalkan satu mata-mata untuk memandu pasukan besar Jenderal Trenggi, yang lainnya kembali ke sini. Kirim mereka ke utara dan minta mereka untuk terus memantau gerakan di sana. Kalau mereka menemukan pasukan utara, segera laporkan ke sini.""Baik," jawab Nafis.Setelah keduanya pergi, Wira baru mencari peta. Setelah melihat bagian atas peta itu, dia berkata dengan tenang, "Sekarang kita belum tahu pasukan utara itu ada di mana. Tapi, kalau mereka bergerak dengan cepat dan menurut waktu yang diberi tahu Kunaf tadi, sekarang mereka harusnya sedang melintasi Pulau Hulu."Mengingat jenderal tangguh dari pihak musuh adalah Zaki yang merupakan tangan kanan Bimala, Wira berpikir apakah dia bisa menggunakan Zaki ini untuk mengancam Bimala agar menyerahkan Bobby. Meskipun sekarang dia belum mengetahui kabar tentang Bobby, Zaki sebagai tangan kanan Bimala ini seharusnya tahu. Jika bahkan hal ini pun tidak tahu, Zaki ini benar-benar tidak berguna.Saat sedang me
Semua orang tertegun sejenak saat mendengar perkataan Latif. Menurut mereka, sepuluh orang memang terlalu sedikit.Saat Latif hendak menjelaskan maksudnya, saat itu Wira malah berkata, "Benar, sepuluh orang memang terlalu sedikit. Lebih baik mengikuti saran Adjie, bawa 100 orang bersamamu saja. Kalau terjadi masalah, kalian juga bisa saling membantu."Latif yang merasa terharu oleh kata-kata Wira segera memberi hormat pada Wira, lalu berdiri dan berkata, "Tuan, kalian sudah salah paham, aku nggak ingin bertindak secara besar-besaran. Kalau bukan karena takut kamu akan khawatir atau nggak ada yang melaporkan padamu, aku bisa pergi ke sana sendirian.""Para prajurit ini nggak penting, yang perlu ditangani adalah wakil jenderal yang memimpin mereka. Dia adalah orang kepercayaan Kunaf. Sekarang Kunaf sudah ditangkap, mereka pasti nggak akan menyerah pada kita. Karena Kunaf ini memegang kekuasaan besar, jadi wakil jenderal ini lebih seperti boneka. Justru karena itulah, aku yakin bisa menan
Wira sendiri juga tidak menyangka Adjie adalah orang seperti ini, perasaannya terhadap Adjie menjadi lebih rumit.Mendengar perkataan itu, ekspresi Kunaf yang terikat erat langsung menjadi muram dan berteriak, "Tunggu sebentar. Aku akan beri tahu, orang yang dikirim untuk memimpin pasukan utara ini adalah asisten andalan Bimala, Zaki."Mendengar nama Zaki itu, Wira pun mengernyitkan alis karena dia benar-benar belum pernah mendengar nama itu sebelumnya.Melihat yang lainnya sangat kebingungan, Latif yang berdiri di samping langsung maju dan berkata, "Aku mengenal orang ini, dia ini tangan kanannya Bimala. Dulu dia pernah datang ke sini untuk menginspeksi kami, tapi orang ini penuh dengan gairah seksual. Soal kelemahan lainnya, aku belum pernah mendengarnya."Agha yang berdiri di samping langsung berteriak dengan keras, "Nggak perlu peduli siapa dia. Kalau dia berani datang ke sini, aku pasti akan membuatnya nggak bisa kembali."Mendengar perkataan Agha, semua orang tertawa terbahak-bah
Bukan hanya Adjie dan yang lainnya, bahkan Wira yang berdiri di depan Kunaf pun tertegun setelah mendengar perkataan itu. Dia benar-benar tidak menyangka Bimala malah mengerahkan pasukan besar hanya untuk menangkapnya, benar-benar menghargainya.Agha yang mudah emosi pun langsung menendang Kunaf dan memarahi, "Katakan dengan jelas, kali ini ada berapa banyak pasukan utara yang dikirim?"Kunaf meludah ke tanah, lalu tertawa dingin dan berkata, "Hehe. Semuanya ada 100 ribu pasukan untuk menjaga perbatasan. Begitu pasukan besar itu tiba, kalian semua nggak akan bisa kabur lagi. Kalau kalian melepasku sekarang ...."Namun, sebelum Kunaf selesai berbicara, Nafis langsung menendang tubuh Kunaf untuk memaksanya menahan kata-kata berikutnya. "Melepaskanmu? Kamu bermimpi. Sayangnya, kamu nggak akan bisa keluar dari sini hidup-hidup lagi."Tak disangka, ekspresi Kunaf malah tetap datar saat mendengar perkataan Nafis. Sebaliknya, dia malah tertawa dan berkata, "Hehe. Nggak masalah. Lagi pula, kal
Adjie menganggukkan kepalanya karena sangat setuju dengan pengaturan Agha. Jika terjadi sesuatu yang tak terduga pada saat seperti ini, semua usaha mereka sebelumnya akan sia-sia.Saat ini, di gerbang kota. Wira yang sedang memimpin sekelompok orang pun memandang ke langit di kejauhan, lalu memanggil Nafis dan bertanya dengan nada pelan, "Ada kabar dari para mata-mata?"Begitu menguasai kota, Wira langsung mengirim banyak mata-mata untuk menyambut 200 ribu pasukan dari Kerajaan Nuala.Nafis memberi hormat dan menjawab, "Belum ada kabar. Tapi, berdasarkan informasi sebelumnya dari para mata-mata, mereka harusnya sudah dekat."Wira menganggukkan kepala. Tidak boleh ada kesalahan sedikit pun pada saat seperti ini.Tepat pada saat itu, ada seorang prajurit yang berlari mendekat. Setelah melihat keduanya, dia langsung memberi hormat dan berkata, "Tuan, Kak Nafis, Kak Adjie dan yang lainnya sudah kembali. Mereka bahkan berhasil menangkap Kunaf."Mendengar laporan itu, Nafis merasa sangat sen
Mendengar Latif berkata demikian, Adjie merasa agak ragu karena saat ini situasinya sangat mendesak. Jika dia melepaskan mereka begitu saja, dia akan kesulitan.Menyadari Adjie sepertinya merasa agak kesulitan, Latif yang berdiri di depan pintu tersenyum dan berkata sambil memberi hormat, "Kalau Kak Adjie merasa agak kesulitan, kamu bisa menahan kami di halaman ini dulu. Selama nyawa kami nggak terancam, kami bisa menerima cara lainnya."Melihat Latif yang begitu pengertian, Adjie membalas hormat itu dengan tersenyum. Setelah ragu sejenak, dia berkata perlahan-lahan, "Melihat Jenderal Latif begitu sungkan, aku akan terus terang saja. Saat fajar nanti, 200 ribu pasukan dari Kerajaan Nuala akan langsung masuk ke kota.""Sekarang kami sudah menguasai gerbang kota dan kediaman wali kota juga. Begitu pasukan tiba mereka bisa langsung menerobos masuk tanpa hambatan."Kata-kata Adjie ini membuat Latif sangat bersemangat karena tidak ada satu pun dari mereka yang ingin menjadi seorang penjaga
Tanpa basa-basi, Agha langsung menampar kedua selir Kunaf. Mereka pun langsung diam, tak berani berteriak lagi.Namun, saat itu juga, Agha mencium bau pesing yang menyengat dan sontak mengumpat pelan, "Sialan!"Setelah beberapa saat, Kunaf sudah diikat erat. Adjie lalu menoleh ke arah Agha dan bertanya, "Apa kita perlu mengabari Tuan Wira? Sekarang situasi di dalam kota sudah terkendali, tinggal menunggu pasukan Kerajaan Nuala tiba."Mendengar nama Kerajaan Nuala, Kunaf yang tergeletak di lantai langsung mengeluarkan suara dari mulutnya yang disumpal dengan kain. Tubuhnya meronta-ronta.Adjie tidak berkata apa-apa dan hanya menendang tubuh Kunaf agar tetap diam. Setelah itu, dia duduk perlahan di kursi dan berkata dengan tenang, "Aku sudah mengutus orang untuk memberi tahu Wira. Tapi sebelum itu, ada sesuatu yang perlu kita lakukan.""Apa itu?""Dengan menggunakan perintah Kunaf, kita panggil semua kepala penjaga gerbang ke sini dengan alasan rapat mendadak. Begitu mereka masuk ke hala