Sore itu setelah pulang dari restoran, Della langsung mempersiapkan diri untuk pergi ke tempat di mana akan bertemu ayah Dimas. Bahkan sampai tak menemui Bagas dulu karena takut terlambat.
Della memakai dress sederhana dengan motif bunga mini. Ia memakai flatshoes karena merasa high heels terlalu merepotkan. Meski Dimas sudah menawarkan untuk membelikan gaun baru, tapi Della menolak dan memilih berpenampilan apa adanya, agar suatu saat ketika Anggara melihat Della dengan penampilan lain tidak akan terkejut. Ia ingin jadi dirinya sendiri, dan memakai apa yang dimiliki.
Della sudah naik taksi, meminta sang sopir menuju alamat restoran yang dijadikan tempat bertemu orangtua Dimas.
"Pak, bisa agak cepat nggak?" tanya Della yang tak ingin terlambat datang.
"Bisa, Mbak. Tapi ini agak macet, kalau ngebut takutnya nanti malah celaka," jawab sang sopir.
Della hanya bisa menghela napas hingga meniup poni yang jatuh ke dahi, tak mungkin baginya memaksa
Dimas dan Anggara pergi ke rumah sakit untuk menyusul Della. Dimas sendiri tak tahu apa yang terjadi, hanya langsung panik saat Della mengatakan kalau sedang berada di sana."Dia di mana?" tanya Anggara ketika mereka baru saja turun dari mobil."UGD, Pa." Dimas menjawab seraya berjalan cepat untuk bisa segera menjumpai Della.Begitu sampai di UGD, Dimas melihat Della yang sedang duduk di kursi selasar panjang dengan menundukkan kepala."Del!" panggil Dimas seraya melebarkan langkah.Della langsung menoleh ketika mendengar suara Dimas, hingga berdiri karena melihat ada Anggara bersama Dimas. Della tak menduga reaksi Dimas akan berlebih, pemuda itu langsung memeluk dirinya, membuat Della bergeming karena terkejut."Kamu tidak kenapa-napa, 'kan?" tanya Dimas yang begitu panik. Masih memeluk wanita itu seakan enggan melepas.Anggara yang melihat bagaimana putranya memeluk karena cemas, mencoba memalingkan wajah karena tak ingin mengganggu
Anggara meminta Dimas mengantar Della pulang dulu, karena merasa kasihan sebab pakaian Della penuh bercak darah. Dimas mengantar Della setelah memastikan Salsa dipindah ke ruang perawatan.Keduanya masih duduk di dalam mobil, meski sudah sampai di depan rumah kontrakkan Della."Terima kasih sudah membawa mama ke rumah sakit," ucap Dimas memecah keheningan kabin itu.Della hanya mengangguk, entah kenapa merasa aneh dengan situasi saat ini."Kamu tidak apa-apa?" tanya Dimas ketika menyadari jika Della tak banyak bicara seperti biasanya."Ha, aku tidak apa-apa," jawab Della seraya menoleh dengan seutas senyum, meski sebenarnya terkejut."Aku pergi dulu." Pamit Della yang langsung mendapat sebuah anggukan dari Dimas.Della melipat bibir ke dalam, sebelum akhirnya membuka pintu mobil untuk keluar. Dimas merasa kenapa semuanya serba kebetulan, terus mengetukkan jari telunjuk di stir ketika Della keluar dari mobil, melihat kekasihnya i
Malam semakin larut, tapi tampaknya Della tak bisa tidur dengan nyenyak. Ia terlihat terus menggeser dan berpindah posisi berbaring, dari miring, telentang, sampai telungkup."Kenapa aku tidak bisa tidur?" Della menggerutu.Ia duduk dengan menggaruk kepala tidak gatal, mendengus berulangkali sebelum akhirnya turun dari ranjang dan keluar kamar."Benarkah, baguslah. Ya, aku akan ke sana besok."Della mendengar suara Dimas yang sedang menghubungi seseorang. Karena penasaran, membuat Della akhirnya mendekat."Telpon dari siapa?" tanya Della begitu sampai di belakang Dimas.Dimas yang baru saja mengakhiri panggilan, tampak terkejut dan hampir menjatuhkan ponselnya. Della tertawa melihat Dimas terkejut, tak mengira kalau sampai seperti itu."Apa kamu mengira aku hantu, hmm ... sampai terkejut seperti itu?" tanya Della yang kemudian memilih berjalan ke sofa dan duduk di sana.Dimas yang terkejur, lantas menghela napas lega dan menjaw
Keringat dingin terasa di telapak tangan Della, merasa gugup karena takut dengan reaksi Salsa. Dimas sendiri terus menggandeng tangan Della, terus meyakinkan kalau semua akan baik-baik saja."Kalau mama terlihat marah, langsung bersembunyi di belakangku," kata Dimas yang berjalan seraya menggandeng tangan Della."Memangnya kenapa?" tanya Della yang penasaran."Emm ... itu--" Dimas menggosok hidungnya sebelum bicara. "Mama suka ngelempar apa pun yang ada di dekatnya kalau marah," lanjutnya.Della tertawa kecil mendengar hal itu, lantas berkata, "Tenang saja, kamu aja bisa aku kalahkan kalau masalah berkelahi, jika hanya menangkis lemparan dari mamamu, itu adalah hal yang mudah."Dimas mengulas senyum dan mempererat genggaman tangan pada Della, membuat wanita itu juga tersenyum lebar.Mereka pun sampai di depan ruang inap Salsa. Della tampak menarik napas dan mengembuskan berulang kali, merasa gugup dengan apa yang akan dihadapinya dari balik
"Saya ingin menjenguk seseorang," ucap Della untuk menjawab pertanyaan Salsa."Oh, kebetulan ya, kamu malah dengar aku memanggil perawat dan akhirnya membantuku." Salsa tersenyum setelah mendengar jawaban Della, wanita itu mengelap tangannya dan kemudian hendak keluar."Sebenarnya, saya ke sini karena ingin menemui Anda. Anda adalah orang yang ingin saya jenguk," ucap Della memberanikan diri. Jantungnya berdegup dengan cepat ketika mengatakan itu.Salsa awalnya terkejut ketika mendengar Della mengatakan itu, tapi hanya berpikir jika Della pasti mencemaskan dan ingin mengetahui kondisinya yang baru mengalami kecelakaan."Kamu baik sekali karena mau menjengukku," ucap Salsa, tapi sedetik kemudian Salsa memiliki pemikiran lain. "Apa kamu ke sini karena ingin membahas masalah kecelakaan itu, atau kamu mau meminta imbalan?" tanya Salsa dengan banyak dugaan di kepalanya.Della menahan tawa ketika mendengar dugaan Salsa, hingga menggelengkan kepala pelan
Della mencoba bersikap tenang menghadapi Salsa, meski merasa sedikit takut ketika hanya ada dirinya dan Salsa saja di ruangan itu.Terdengar helaan napas kasar, Della langsung melirik Salsa yang ternyata sudah menatapnya. Ia merasa sedikit canggung karena Salsa sedari tadi mengamuk."Aku haus, ambilkan minum!" perintah Salsa dengan suara nada datar.Della mengangguk, lantas menuangkan air dari tumbler ke gelas, kemudian menyodorkan gelas berisi air itu pada Salsa.Salsa memperhatikan gerak-gerik Della, menilai sifat dari cara janda cantik itu menuang air dan menyuguhkan padanya. Ia menerima gelas dari Della, menenggak sedikit isi di dalam sebelum akhirnya kembali menatap Della."Duduklah!" perintah Salsa dengan nada suara pelan."Baik," kata Della yang kemudian duduk di kursi."Siapa namamu?" tanya Salsa."Della, Della Mahardika."Salsa menarik napas dalam-dalam, kemudian menghela perlahan berulangkali, seakan sedang men
"Kapan kami bisa bertemu dengan keluargamu?" tanya Salsa.Sudah dua hari semenjak Salsa dirawat, hari ini wanita itu sudah pulang dan kini ada di rumah bersama Dimas, Anggara, juga Della.Keempatnya sedang makan siang bersama, Della ada di sana karena permintaan Salsa, merasa perlu sebab baik Dimas maupun Della mengatakan jika ingin menjalin hubungan yang serius."Sebenarnya kedua orangtuaku sudah meninggal, aku hanya memiliki satu kakak tiri," jawab Della sedikit ragu, takut jika Salsa akan mempermasalahkan itu.Salsa terdiam dengan menatap Della. Dimas dan Anggara bertukar pandangan, merasa was-was kalau Salsa kembali tak setuju jika tahu tentang keluarga Della."Saudara tiri? Hmm ... kamu juga tidak bisa memilih antara kandung atau tiri, jadi aku tidak akan mempermasalahkan," ujar Salsa yang membuat ketiga orang lainnya menghela napas lega. "Asal saudaramu setuju menjadi wali, tentu kami akan mendatangi untuk membicarakan perihal lamaran," imbuh
Della dan Dimas tengah duduk menatap orang yang berhadapan dengan mereka. Keduanya ternyata pergi menemui Malik dan Susan, ingin meminta Malik menjadi wali keluarga Della.Susan melirik sang suami yang sedari tadi hanya diam, dirinya sendiri sedang memangku bayinya."Sayang, kamu mau diam sampai kapan?" tanya Susan karena sang suami hanya diam. Ia sampai menepuk lengan Malik.Malik mendesau, hingga kemudian menepuk kedua paha sebelum bicara."Kamu yakin sudah mau menikah lagi?" tanya Malik. Meskipun Della bukan adik kandungnya, tapi tetap saja Malik khawatir ketika mengingat bagaimana dulu Della disakiti oleh mantan suami."Ya, tentu saja. Kenapa kamu ragu?" tanya Della setelah menjawab pertanyaan Malik. Della memang tak ada sopannya ketika bicara dengan Malik."Tentu saja ragu karena kamu baru saja bercerai," jawab Malik dengan nada tegas.Della mencebik mendengar jawaban Malik, tapi tentu saja paham akan maksud sebenarnya dari kakak
Setelah semua kejadian yang menimpa, akhirnya Della dan Dimas memutuskan untuk tidak jadi pindah karena merasa aman tinggal bersama Salsa dan Anggara. Salsa sendiri begitu bahagia, karena dia tidak harus merasa kehilangan anggota keluarganya.Satu bulan berlalu setelah kejadian penculikan Bagas. Kini baik Della maupun Dimas pun sudah melakukan aktivitas mereka seperti biasa.Siang itu Della masih bekerja seperti biasa, hingga saat melihat darah dari daging yang hendak dibersihkan, Della tiba-tiba merasa mual dan muntah.“Del, kamu baik-baik saja?” tanya teman Della.Della belum menjawab, dirinya terus muntah di washbak. Perutnya rasanya dikocok hingga ingin sekali mengeluarkan semua isi makanan di dalam.Teman Della segera mengambilkan minyak kayu putih, berpikir jika Della mungkin saja masuk angin.“Olesi perutmu dengan ini agar hangat,” kata teman Della memberikan perhatian.Della mengangguk-angguk, kemudian membuka sedikit seragamnya dan mengolehkan minyak itu.“Kamu sakit? Apa kam
Della semakin menitikkan air mata saat tangan Alvian mulai menjamah tubuhnya. Pakaian bagian atasnya kini terbuka, memperlihatkan bra yang menutup dua bukit kembarnya. Alvian semakin bersemangat untuk menyetubuhi Della saat melihat betapa bulat dan indahnya bukit kembar milik mantan istrinya itu.“Tubuhmu benar-benar makin indah, Del.” Alvian menyentuh salah satu bukit kembar Della dari balik bra.Della memejamkan mata begitu rapat dengan buliran kristal yang meluncur bebas saat Alvian menyentuh dan kini meremas bukit kembarnya. Sungguh dia sangat berdosa karena kini ada pria lain yang sudah menyentuh tubuhnya selain sang suami.“Menangislah, Del. Aku sangat suka melihatmu tersiksa dalam kenikmatan.”Alvian semakin menggila, dia bahkan kini menciumi belahan dada mantan istrinya itu.Kedua kaki Della terus menendang, mencoba memberontak tapi usahanya sia-sia karena Alvian menindih dengan satu kaki berada di antara dua pahanya.Di luar kamar, Max tersenyum miring mendengar Della yang me
Della pergi ke alamat yang dikirimkan Alvian. Demi mendapatkan Bagas kembali, dia rela melakukan segalanya. Della tidak akan pernah terima jika Bagas diambil begitu saja oleh Alvian yang tidak pernah bertanggung jawab sama sekali.Wanita itu sudah sampai di depan pintu kamar di sebuah apartemen tua, bangunan di sana tidak terlalu terawat, terlihat dari cat yang memudar dan seperti lama tidak diperbaharui.Della mengetuk pintu beberapa kali, hingga terlihat pintu itu terbuka.Alvian menyeringai melihat Della benar-benar datang ke sana dengan sebuah tas di tangan. Pria itu menyembulkan kepala keluar, menengok ke kanan dan kiri untuk memastikan Della datang sendirian.“Kamu tidak datang bersama orang lain, ‘kan?” Alvian mencoba memastikan.“Apa matamu buta? Apa kamu tidak lihat jika tidak ada orang lain di sini?” Della bicara dengan nada membentak karena begitu benci dengan mantan suaminya itu.Alvian terkekeh mendengar Della memaki, tapi dirinya cukup tertarik karena ternyata istrinya i
Della pergi dari rumah tanpa sepengetahuan Dimas dan yang lain. Pikirannya kini hanya penuh dengan Bagas, dia hanya ingin agar Bagas kembali ke pelukannya.Sebelum menemui Alvian di alamat yang dikirimkan mantan suaminya itu. Della pergi ke bank untuk menarik sejumlah uang, Alvian ingin menukar Bagas dengan uang, sehingga Della mau tidak mau harus mengambil tabungannya juga uang pemberian Dimas.Di rumah. Dimas kembali ke kamar karena ingin bicara dengan Della. Namun, alangkah terkejutnya Dimas saat tidak melihat Della di kamar.“Del! Della!” Dimas memanggil sang istri tapi tidak ada balasan.Dimas panik dan kebingungan, hingga kemudian keluar dari kamar untuk mencari Della di tempat lain.“Ada apa, Dim?” tanya Anggit yang melihat Dimas panik.“Della tidak ada di kamar,” jawab Dimas.Anggit ikut panik, hingga kemudian mencari Della di seluruh rumah. Namun, mereka tidak menemukan Della di mana pun, membuat Dimas semakin cemas dan takut jika istrinya mencari keberadaan Bagas sendirian.
Anggit masih berada di kamar Dimas. Dia mencemaskan adik iparnya yang sampai pingsan karena memikirkan Bagas yang dibawa kabur ayah kandungnya.“Apa kamu sudah melaporkannya ke kantor polisi?” tanya Anggit, menatap sang adik yang terlihat cemas sambil memandang sang istri.“Sudah, polisi akan membantu mencari berbekal nomor plat mobil yang membawa Bagas,” jawab Dimas tanpa menoleh sang kakak.“Apa kamu ada video rekaman Cctv-nya?” tanya Anggit yang penasaran.Dimas menganguk, lantas mengeluarkan ponsel dan membuka galeri untuk menunjukkan video yang dimilikinya.Anggit pun terlihat begitu antusias, mengambil ponsel dari tangan Dimas, kemudian menonton rekaman video Cctv. Hingga Anggit menekan tombol paus saat video memutar posisi mobil berhenti di depan rumah Dimas, lantas dirinya memperbesar resolusi gambar itu.“Tunggu!” Anggit mengerutkan dahi saat melihat nomor plat mobil itu.Dimas menoleh sang kakak, hingga melihat Anggit yang mengerutkan dahi.“Ada apa, Kak?” tanya Dimas.“Ini
Salsa terduduk lemas saat mendengar kabar yang disampaikan Dimas. Wanita itu merasa tulang-tulang di kedua kakinya seolah ditarik keluar dari tubuh.Dimas dan Della pulang setelah mereka melaporkan Bagas yang hilang karena diculik. Mereka memiliki bukti rekaman Cctv yang terpasang di salah satu rumah yang dekat dengan rumah Dimas dan Della.Della pun terduduk tidak berdaya, sejak dari kantor polisi hingga sampai rumah, air matanya terus mengalir hingga membuat wajahnya begitu basah.“Bagaimana bisa kalian tidak hati-hati? Kenapa kalian membuat Bagas diculik!” Salsa menyalahkan Dimas dan Della yang teledor.Wanita itu menangis, bahkan sampai sesenggukan dan mencengkram baju bagian dada.Della terdiam, dirinya pun begitu kehilangan dan takut terjadi sesuatu dengan Bagas. Dalam rekaman itu hanya terlihat Alvian yang menggendong Bagas, kemudian masuk ke mobil dan meninggalkan tempat itu.“Kamu tenang, sayang. Tarik napas panjang dan embuskan perlahan.” Anggara mencoba menenangkan Salsa.D
Dimas sangat terkejut saat mengetahui jika Alvian kembali mendatangi Della, tentu saja pria itu takkan bisa tenang jika sampai Alvian kembali mengganggu Della.“Kamu kasih dia uang lagi?” tanya Dimas sangat geram dengan ulah Alvian.“Tentu saja tidak, Dim,” jawab Della. Dia tak ingin terlalu berbaik hati menuruti keinginan Alvian.Jika dulu Della memberi karena berharap mantan suaminya itu sadar lalu pergi dari kehidupannya, kini Della takkan mengulang kedua kali memberi karena jelas yang kedua karena sebuah keserakahan.“Lalu, apakah dia memaksamu atau melakukan sesuatu kepadamu?” tanya Dimas yang semakin cemas.Della menggelengkan kepala, kemudian menjawab, “Aku langsung pergi, tapi samar-samar mendengar dia berteriak tapi tidak terlalu jelas. Aku mencoba mengabaikan dirinya.”Dimas menghela napas lega, kemudian meraih kepala Della dan membawa ke pelukan. Bahkan mengecup lembut pucuk kepala istrinya itu.“Ya sudah, lain kali kalau dia mengganggumu lagi, segera hubungi aku. Aku takka
Anggit kembali ke rumah Salsa. Sepanjang perjalanan masih terus memikirkan ucapan Max tentang ibunya, apakah benar Salsa yang menyebar informasi tentang perselingkuhan Max dengan salah satu model itu. Gara-gara ucapan Max, Anggit sampai tak fokus di pemotretan keduanya. Membuatnya harus terkena teguran fotografer berulang kali. Mobil Anggit sudah sampai di garasi. Dia langsung turun dan melihat Salsa yang sedang menunggui Bagas bermain di halaman rumah. “Sore, Ma.” Anggit langsung menyapa dan memberikan kecupan kanan-kiri di pipi Salsa. “Sore, sayang. Bagaimana tadi pemotretannya?” tanya Salsa. “Lancar,” jawab Anggit kemudian memilih duduk di kursi bersebelahan dengan Salsa, memandang Bagas yang sedang bermain bola. Salsa pun memandang Bagas, melihat betapa aktifnya bocah itu. Anggit menoleh Salsa, hingga berniat menanyakan tentang Max. “Ma. Boleh aku tanya sesuatu?” Salsa menoleh, melihat Anggit yang sudah memandangnya. “Tanya saja.” Salsa mempersilakan. “Apa Mama yang menyeb
Della masih saja bekerja sebagai seorang pramusaji setelah beberapa bulan menikah dengan Dimas. Dirinya hanya ingin mandiri, karena sejak awal sudah berkomitmen jika dirinya akan tetap bekerja.“Del, aku heran sama kamu,” kata teman Della.“Heran kenapa?” tanya Della yang sedang sibuk mengelap meja.“Kamu tuh sudah nikah sama pria kaya, kenapa masih mau bekerja begini?” tanya teman Della, memandang mantan janda cantik itu dengan perasaan heran.Della mengulas senyum mendengar pertanyaan temannya, hingga menoleh dan melihat teman yang memandang dirinya.“Apa hubungannya menikah dengan pria kaya dan bekerja?” tanya balik Della. Dia berhenti mengelap meja dan memilih menatap temannya.“Ya, bukankah lebih enak di rumah, ngurus anak dan rumah saja. Lagian aku yakin, suamimu pasti tidak kekurangan uang untuk sekadar memberimu uang belanja atau jajan,” jawab teman Della.Della mengulas senyum, kemudian berkata, “Memang uang dari suamiku tidak kurang, tapi aku pun tidak ingin terlalu bergantu