Rylan meraih bathrobe yang berada di sebelahnya. Kemudian memberikannya pada sang istri. Mereka memakai bathrobe agar tumbuh mereka tertutup ketika keluar dari bathtub.Rylan langsung menggendong tubuh sang istri ke tempat tidur. Mendudukkan tubuh sang istri di atas tempat tidur. “Aku akan ambilkan baju.” Rylan berbalik ke koper milik mereka. Membukanya dan mencari baju untuk Retta. Retta tersenyum ketika melihat sang suami mencari baju untuknya. Dia benar-benar memanjakan hari ini. Dia merasa senang. Karena merasa begitu dicintai oleh Rylan. “Yang ini?” tanya Rylan menunjukan baju pada Retta. Anggukan Retta membuat Rylan berdiri. Menghampiri Retta dan memberikan baju pada Retta. “Mau aku pakaikan sekalian?” tanyanya. “Tidak, aku bisa pakai sendiri.” Retta menggeleng. Rylan tersenyum. Dia tidak memaksa sang istri. Sambil menunggu sang istri. Rylan membereskan tempat tidur. Rasanya melihat tempat tidur berantakan sedikit mengganggu mata. Rylan menarik selimut untuk melipatnya. Sa
Kamar yang ditempati Rylan dan Retta terdiri dari dua lantai. Lantai bawah adalah kamar dengan pemandangan aquarium. Di lantai atas ada ruang tamu dan juga jacuzzi-kolam renang yang memberikan sistem jet bawah air untuk memijat tubuh saat berendam. Rylan dan Retta bersiap untuk merendam. Mereka ingin menikmati pijatan dari air yang terdapat di dalam kolam. Tubuh mereka yang begitu lelah. Rylan dan Retta menaiki tangga di lantai atas. Saat sampai di sana suasana begitu sejuk karena area terbuka di kolam renang membuat udara masuk ke dalam ruangan. Mereka berdua masih ke kolam renang. Merendam tubuh mereka di dalamnya. Aliran air yang menyemprot ke tubuh memberikan pijatan ringan di tubuh mereka.“Rasanya tubuhnya lebih rileks.” Retta merasakan pijatan dari air yang mengenai tubuhnya. Matanya terpejam merasakan hal tersebut. “Nikmati, Sayang, agar kekuatanmu kembali lagi.” Wajah Rylan dihiasi senyum menyeringai. Retta menatap dengan penuh curiga. Dia menduga jika sang suami akan me
Di hari ketiga kemarin Rylan dan Retta menyempatkan untuk bermain ke universal studio. Retta sudah bak anak kecil yang begitu girang bermain di sana. Hingga membuat Rylan kewalahan. Malam hari mereka melihat Merlion Park. Melihat patung kepala singa yang menjadi ikon negara Singapura. Seharian kemarin mereka menghabiskan waktu bersama. Menikmati indahnya kota Singapura. Hari ini Rylan dan Retta akan pulang karena bulan madu telah usai. Tinggal menjalani hidup dengan cintai. “Aku berharap kita bisa sering pergi bulan madu.” Sebelum pulang mereka masih menikmati waktu berdua di tempat tidur. Rylan membelai lembut wajah Retta. “Nanti jika kita punya anak pasti akan sulit pergi berdua.” Retta membayang akan seperti apa nanti. Pasti mereka akan kesulitan. “Kita akan melakukan seperti yang Kak Noah dan Kak Cia lakukan.” Rylan tersenyum. Dia membayangkan akan hal itu. “Apa?” Retta masih belum tahu apa yang dilakukan kakak iparnya itu. “Menitipkan anaknya pada mama dan papa.” Rylan ters
“Bisakah kamu mengupas kentang?” tanya Rylan. Retta belum pernah melakukannya. Namun, dia ingin sekali membantu. “Aku akan coba.”Retta menghampiri Rylan. Berdiri di samping Rylan. Rylan memberikan contoh pada Retta bagaimana mengupas kentang. Hal itu membuat Retta mengerti. Dia pun meraih pisau dari Rylan dan mengupasnya. Retta melakukan dengan perlahan, agar jarinya tidak terkena oleh pisau. “Aku tidak bisa memasak. Sepertinya aku tidak akan jadi istri yang sempurna.” Retta yang sedang sibuk mengupas kentang merasa jika dirinya sama sekali kurang dalam hal ini. Merasa tidak enak dengan Rylan. Rylan yang baru saja mencuci tangannya-tersenyum ketika mendengar ucapan sang istri. Dia menghampiri sang istri dan memeluknya dari belakang. “Hidup ini saling melengkapi. Jadi jika kamu tidak bisa memasak dan aku yang bisa, kenapa tidak. Lagi pula berjalannya waktu perlahan kamu akan bisa nanti.” Rylan mendaratkan kecupan di pipi Retta.Retta tersenyum. Merasa senang karena Rylan tidak per
“Kamu tidak apa-apa?” tanya Rylan. Dia tampak tenang ketika melihat Gerald. Yang dia pikirkan hanya Retta saja.Retta terdiam. Mungkin baginya ini adalah kesempatan untuk menunjukkan jika dia sudah move on dari Gerald. Menunjukkan jika dia sudah tidak memikirkan pria itu lagi. “Tidak.” Retta tersenyum. Tangannya semakin mesra melingkar di lengan Rylan. Tak ada raut kesedihan di matanya. Rylan yang melihat hal itu merasa senang sekali. Istrinya tak seperti tempo hari. Di mana menangis ketika melihat Gerald. Artinya, sang istri memang sudah melupakan mantan kekasihnya itu. “Ayo,” ajak Rylan dan mendapatkan anggukan dari Retta. Mereka mengayunkan langkah. Menikmati pesta yang ada. Karena jalan yang mereka harus lalui melewati Gerald, mau tidak mau, mereka harus berpapasan dengan Gerald. Gerald melihat Retta dengan saksama. Tangan Retta yang bertengger di lengan Retta membuatnya mengeram kesal. Dia sudah dengar kabar jika pernikahan Retta tetap dilaksanakan. Papa Retta menggantikanny
“Jadi akan minggu depan ada rapat pemegang saham di perusahaan, jadi aku harap kamu bisa datang.” Noah menyampaikan apa yang menjadi alasannya menghubungi.Rylan melihat ke arah Retta. Kini dia bukan single yang ke mana-mana bisa sendiri. Jadi dia harus mendiskusikan dengan istrinya. “Aku akan menghubungi kamu nanti. Aku harus mengatakan Retta.” “Baiklah, kabari jika kamu tidak bisa datang, tetapi aku harap kamu datang.”“Baiklah.” Rylan mematikan sambungan teleponnya setelah kakaknya mengakhiri panggilan tersebut. Hal itu membuat Rylan mengembalikan ponselnya ke atas nakas. Kemudian beralih pada istrinya. Memeluknya erat dan melanjutkan kembali tidur. 🌺🌺🌺Pagi ini Retta membakar roti untuk sarapan. Walaupun dia belum bisa masak, tetapi setidaknya untuk hal kecil dia sudah belajar. Dia bergegas menghampiri sang suami. Di kamar dia langsung disambut sang suami dengan memberikan dasi. Retta tersenyum manis. Menghampiri sang suami dan menerima dasi. Walaupun belum sempurna menjadi i
Mendengar nama itu Retta dan Shera saling memandang. Mereka takut jika yang memiliki nama itu adalah orang yang sama di dalam pikiran mereka. Sayangnya ternyata benar yang terjadi. Pemilik nama itu adalah Gerald-pria yang hampir saja menikahi dengan Retta. Gerald yang menoleh mendapati Retta di sana. Dia sudah menebak jika Retta akan datang. Hal itu karena bulan lalu Retta tidak datang ke acara ini. Dengan tenang Gerald menghampiri Retta dan Shera. Berdiri tepat di samping pria baru baya di depan Retta dan Shera, “Retta -Shera, kenalkan ini adalah menatu pemilik Hotel Ocean. Dia yang mengelola hotel tersebut.” Pria paruh baya di depannya menjelaskan siapa gerangan pria yang di sampingnya. “Gerald.” Dia mengulurkan tangan pada Retta. Sungguh Retta kesal sekali. Bisa-bisanya Gerald adalah menantu pemilik hotel. Rasanya dia ingin marah, tetapi dia sadar sedang ditempat umum. Tentunya tidak mau nama baik papanya hancur karena ulahnya. "Retta.” Dengan malas Retta menerima uluran tanga
“Aku akan menemuinya. Aku tidak mau dia mengusik hidupku, Kak. Jadi aku harus memberikan peringatan penuh padanya.” Itulah tujuan Retta. Gerald adalah orang yang gigih. Jika dia tidak tegas pada Gerald, yang ada pria itu akan mengejarnya terus. “Tapi—” “Temani aku saja. Awasi dari jauh. Aku akan jaga diri baik-baik. Lagi pula itu tempat umum. Dia tidak akan melakukan hal yang berbahaya.” Retta meyakinkan kakaknya. Shera mengembuskan napasnya. Adiknya punya cara untuk menyelesaikan masalah sendiri. Jadi sebagai kakak dia harus mendukung saja. “Baiklah.” Shera pun menerima. Besok dia tidak akan melepaskan pandangan dari Retta.Retta dan Shera sampai di hotel. Setelah mereka membersihkan diri, mereka memilih untuk menghubungi pasangan masing-masing. Shera memilih sambil merebahkan tubuhnya di tempat tidur, sedangkan Retta memilih untuk di balkon kamar. Sambil memandangi langit malam.“Halo, Sayang,” sapa Rylan dari jauh sana. Mendengar suara Rylan, Retta merasa begitu senang. Sejen
“Baiklah, tarik napas dan embuskan sambil berusaha mengejan.” Dr. Lyra kembali memberikan pengertian pada Retta. Retta menarik napas dan mengembuskannya sambil berusaha mengejan. “Uch ....” “Tarik napas dan embuskan kembali.” Dr. Lyra kembali memberikan aba-aba. Retta kembali mengambil napas dan mengembuskannya. “Uch ....”“Uch ....” Dia berusaha untuk mengejan. Retta benar-benar merasakan seluruh tulangnya patah. Rasanya benar-benar menyakitkan sekali. Dia benar-benar baru tahu jika menjadi seorang ibu bukan suatu yang mudah. “Ayo, Sayang.” Rylan berusaha memberikan semangat pada sang istri. “Uch ....” Retta terus berusaha mengejan. Dia mencengkeram erat lengan Rylan. Melampiaskan rasa sakitnya dengan menancapkan kuku-kukunya di lengan sang suami. Rylan mengabaikan apa yang dilakukan sang istri. Baginya rasa sakit itu tidak sebanding dengan yang dirasakan oleh sang istri. “Kepalanya sudah mulai kelihatan. Sedikit lagi, Re.” Dr. Lyra pun memberitahu posisi bayi. “Ayo, Sayang.
“Kamu tidak apa-apa?” tanya Shera. “Perut aku sakit, Kak,” keluh Retta. “Tadi dia sudah mengeluhkan sakit.” Ghea pun menjelaskan pembicaraan tadi dengan Retta. “Ada apa?” tanya para ibu yang panik. “Perut Retta sakit, Ma.” Shera menatap sang mama mertua. Mama Stella dan Mama Ella pun langsung mendekat pada Retta. Mama Stella memegangi lengan Retta bersama dengan Shera. “Sebaiknya kita segera ke Rumah sakit saja.” Mommy Selly pun memberikan ide. Tidak mau terjadi apa-apa pada Retta. “Frey, Ghe, hubungi para suami.” Mommy Shea memberikan perintah pada Freya. Mereka sangat butuh bantuan. “Bilang kita menunggu di lobi.” “Baik, Mom.” Freya dan Ghea mengangguk. Mereka langsung bergerak menghubungi para pria. Ghea menghubungi Daddy Bryan, sedangkan Freya menghubungi El. Para pria yang berada di area bermain yang dihubungi pun seketika panik. Mereka yang menunggu anak-anak bermain pun langsung menghentikan permainan anak-anak. Mereka langsung membawa anak-anak untuk ke mobil. Rylan
Rylan menjemput papa, mama, dan kakaknya ke Bandara. Mereka semua sengaja datang jauh-jauh untuk menunggu Retta yang akan melahirkan. Usia kandungan Retta sudah mencapai sembilan bulan. Sudah hampir waktunya melahirkan. Hal itu tentu saja membuat semua keluarga siap siaga untuk menjaga Retta. Papa Darwin dan Mama Ella tak mau ketinggalan. Mereka juga ingin menemani proses yang akan dilalui oleh Retta. Noah dan Cia pun tak mau kalah. Mereka juga ingin melihat keponakan mereka. Selain itu memang Cia ada beberapa hal yang harus dikerjakan di toko kue miliknya. Beberapa bulan sekali memang Cia pulang. Dia akan memberikan resep untuk produk-produk baru di tokonya. Dia akan mengajari langsung pegawai di tokonya. Mobil Rylan sampai di rumah. Tadi dia ke Bandara dengan El. El menjemput Cia dan Noah, sedangkan Rylan menjemput papa dan mamanya. Papa dan mamanya akan menginap di tempatnya, sedangkan Cia dan Noah akan ke rumah Papa Felix dan Mama Chika. Saat sampai di rumah Mama Ella dan Papa
Retta mengerjap ketika merasakan perutnya tiba-tiba lapar. Saat membuka matanya, dia melihat sang suami yang masih tertidur. Retta mengalihkan pandangannya pada jam dinding yang berada di kamarnya. Dilihatnya waktu menunjukan jam satu malam. Artinya sudah dini hari. Perut Retta yang begitu lapar membuat Retta akhirnya membangunkan sang suami. “Sayang.” Retta Menggoyang-goyangkan tubuh sang suami. Retta mengerjap ketika merasakan tubuhnya digoyangkan. Saat membuka matanya, dia melihat dilihatnya sang istri yang sudah bangun. “Kamu bangun?” tanya Rylan. “Iya, aku lapar.” Retta memberikan alasannya bangun. “Kamu mau makan, Sayang?” Rylan langsung berangsur bangun. Mendudukkan tubuhnya sambil menatap sang istri yang masih merebakkan tubuhnya. “Iya,” ucap Retta. “Kamu mau makan apa?” Rylan tidak mau sampai sang istri kelaparan. Retta memikirkan apa yang dia inginkan malam-malam seperti ini. “Aku mau burger.” Dia pun menyampaikan apa yang diinginkannya. Rylan berpikir jika is
Dua minggu sudah Retta dan Rylan menikmati babymoon. Mereka sangat puas menikmati waktu di kota kelahiran Rylan. Retta benar-benar disunguhkan keindahan London dengan cara yang berbeda oleh Rylan. Makan malam ditempat spesial, kuliner di street food London, berkunjung ke museum, pergi ke taman bunga yang begitu indah di musim semi. Dua minggu benar-benar dimanfaatkan Rylan dan Retta. Hari ini mereka akan pulang. Kembali ke tanah air tercinta Indonesia. Dua minggu bersama, tentu saja membuat Mama Ella berat melepaskan putra dan menantunya. “Mama akan ke sana menjelang kelahiran.” Mama Ella membelai lembut pipi sang menantu. “Iya, Ma.” Retta begitu terharu jika memang benar sang mama mertua akan datang. Pastinya akan sangat bahagia sekali baginya bisa ditemani kedua orang tua Rylan di saat melahirkan. “Jaga Retta baik-baik.” Mama Ella menatap Rylan. Dia berharap sang putra bisa menjaga kandungan sang istri. "Tentu, Ma.” Rylan mengangguk. “Hati-hati di jalan.” Papa Darwin meme
Pagi ini Rylan mengajak Retta untuk pergi ke toko kue milik Cia. Mereka ingin menikmati makanan yang ada di toko milik Cia. Rylan dan Retta sengaja memilih untuk menaiki bus. Bus tingkat yang terkenal di London itu selalu menarik untuk dicoba. Bus yang melawati jalanan kota London, menampilkan deretan bangunan-bangunan dari kota Ratu Elisabeth tersebut. Bangunan kuno yang tertata rapi begitu menarik sekali. Membuat mata begitu dimanjakan.Mereka sampai di halte pemberhentian. Mereka harus berjalan lagi ketika menuju ke toko milik Cia. Saat sampai di sana, penampilan toko hampir sama dengan toko-toko sebelahnya. Menampilkan bangunan kuno yang ekstetik. Saat masuk mereka disuguhi dengan interior khas Eropa. Kue-kue yang berjajar di etalase begitu menggugah selera sekali. Pengunjung yang datang pun cukup ramai. Beberapa menikmati makan kue di bangku-bangku yang berada di luar. Ada pun juga yang di dalam, yaitu berada di lantai dua. “Hai, kalian sudah datang.” Cia yang melihat adik-adik
Di rumah keluarga Asher semua orang berkumpul. Ada Mama Ella, Papa Darwin, Noah, Cia, Lora, Nick, Rylan, Retta, Dean, dan Bian. Semua berkumpul untuk merayakan kedatangan Retta dan Rylan.Makanan tersaji di atas meja. Semua menikmati makanan tersebut sambil mengobrol. “Makanlah yang banyak, Sayang.” Mama Sengaja membuat makanan ini untuk kalian.” Mama Ella menatap Retta dan Rylan secara bersamaan. “Jadi Bibi hanya membuatkan untuk Kak Retta dan Kak Rylan saja?” Bian yang berada di meja makan melayangkan protesnya. Dia pura-pura kecewa dengan wanita yang selalu dia datangi akhir pekan itu. Setiap akhir pekan Bian dan Dean mampir ke rumah keluarga Asher. Semua akan berkumpul untuk saling bercengkerama.“Kamu sudah sering makan masakanku. Jadi kini gantian mereka.” Mama Ella menatap Bian dan kemudian mengalihkan pandangan pada anak dan menantunya. “Baiklah, tetapi nanti saat mereka pergi. Masakkan makanan enak untuk aku, Bi.” Bian menggoda wanita yang kini berusia kepala lima itu. “
Tepat di jam satu malam, Rylan sudah terbangun. Kemarin jam sembilan dia sudah tidur. Jadi paling tidak, dia punya kesempatan untuk mengistirahatkan tubuhnya sebentar. Dengan lembut dia membangunkan sang istri. Memintanya untuk bersiap. Retta sebenarnya masih sangat mengantuk. Namun, dia harus segera bersiap. Hari ini mereka akan pergi menikmati liburan mereka. Jadi tentu saja dia tidak akan melepaskan kesempatan itu. Retta dan Rylan yang sudah bersiap, keluar dari kamarnya. Alangkah terkejutnya mereka ternyata Papa Sean dan Al sudah ada di sana. “Papa di sini?” tanya Retta yang terkejut. “Apa kamu tidak tahu jika Papa dan Al yang akan mengantar?” Papa Sean justru balik bertanya.“Aku lupa memberitahu, Pa.” Rylan menjawab cepat. Kemarin karena sibuk, dia lupa hal penting ini. “Sudahlah kalau begitu, lupakan, sekarang ayo cepat kita berangkat ke Bandara.” Papa Sean mengakhiri pembicaraan. Jika diteruskan tentu saja akan memakan banyak waktu. Akhirnya Retta dan Rylan diantar oleh
Shera datang menjemput anaknya. Sudah sebulan ini anak-anaknya tinggal di rumah Retta. Anak-anak begitu senang sekali. Karena katanya setiap hari Retta membuatkan cemilan untuk anak-anaknya itu. Hal itu membuat Shera senang. Saat Shera tiba pun anak-anaknya masih menikmati puding yang dibuatkan oleh Retta. “Mereka masih makan. Tunggulah sebentar.” Retta meminta kakaknya untuk duduk menunggu keponakannya. “Sepertinya kamu akan membuat mereka menjadi gendut.” Shera yang merasa jika adiknya terus menjejali dengan makanan pun merasa jika anak-anaknya akan semakin gembul jika begitu ceritanya. “Aku memberikannya makanan sehat. Tenang saja. Pasti aman. Sekali pun mereka gemuk, pastinya gemuk sehat.” Retta pun menjelaskan pada sang kakak yang memprotesnya. Shera mendengus kesal. Bicara dengan adiknya memang akan percuma saja karena pada akhirnya dia kalah. Hobi baru sang adik justru menyenangkan sekali untuk anak-anaknya. Jadi wajar saja mereka betah di rumah aunty-nya itu. Setela