Sejak makan siang bersama beberapa waktu lalu, Arga dan Freya semakin dekat. Tak jarang, Freya memberikan hadiah-hadiah kecil untuk pria pujaan hatinya itu. Hari-hari terasa semakin indah bagi Freya. Tak jarang, Arga pun memberikan perhatian-perhatian khusus pada Freya.
“Frey, apa yang kau bawa?” tanya Dita.
“Ah ini, makan siang untuk Arga.” Jawab Freya.
“Kau semakin dekat dengannya. Apa ada hubungan spesial?” tanya Dita.
“Aku nyaman dengannya. Dia juga mungkin menyukaiku.” Ucap Freya.
“Kami sering pergi bersama akhir-akhir ini. Dia sangat baik padaku.”
“Dia bilang aku cantik.”
“Ah, rupanya sahabatku ini sedang jatuh cinta.” Kata Dita.
Pipi Freya memerah. Ia memang jatuh hati pada Arga. “Akhir-akhir ini aku semakin dekat, kuharap ini akan berakhir baik.” Jawab Freya.
“Kadang aku heran. Banyak gadis cantik di sekelilingnya, tapi kenapa dia justru dekat denganku?”
“Frey, tidak semua pria hanya tertarik pada fisik. Mungkin mereka juga tertarik pada kepribadian.” Jawab Dita.
“Kau memang gadis baik-baik. Kau pantas mendapat pria yang baik juga.”
“Tapi Frey, kita tidak tahu isi hati orang lain. Aku ingin berpesan padamu, jangan terlalu mempercayainya.”
“Apalagi belum ada status apapun dalam hubungan kalian.”
“Aku senang. Aku sangat senang kau akhirnya bisa dekat dengan Arga.”
“Aku sama sekali tidak iri padamu. Aku berani bersumpah.”
“Tapi aku minta kau juga harus hati-hati. Jangan mencintai terlalu dalam karena sekali dikecewakan, kau akan jatuh dalam sekali.”
“Iya, aku mengerti.” Ucap Freya.
“Tapi kupikir, Arga bukan pria seperti itu.”
“Dia sangat baik padaku. Kupikir dia tidak akan melakukan hal buruk padaku.”
“Mungkin aku hanya harus bersabar sampai aku bisa benar-benar bisa menjadi kekasihnya.”
Dita terdiam. Rasa suka Freya pada Arga semakin tak masuk akal bagi Dita. Sahabatnya itu terlalu banyak berharap, dan itu justru membuat Dita semakin khawatir. Apalagi beberapa kali ia melihat Arga masih genit dengan gadis-gadis lainnya di belakang Freya. Ia tak mau sahabatnya itu dikecewakan. Tapi, ia sendiri bingung bagaimana cara untuk memberi tahu Freya hal ini.
“Frey.” Ucap Dita lembut.
“Sekali lagi, aku bukan iri padamu.”
“Tapi firasatku berkata, Arga bukan pria yang tepat untukmu.”
“Kupikir, kau harus menjauhinya.”
“Kenapa?” tanya Freya.
“Aku tidak tahu bagaimana menjalaskannya padamu. Karena ini firasatku.”
“Aku merasa, dia tidak baik untukmu.”
“Dita, dia bahkan tidak meminta apapun dariku. Dia tidak minta aku untuk berubah. Dia tidak menuntut ini dan itu, apakah itu tidak baik?” tanya Freya.
“Dia tidak memaksakan apapun padaku.”
“Ya, mungkin itu benar. Tapi sekali lagi, ini firasatku Frey.” Ucpa Dita.
“Aku pikir aku harus menyampaikan ini padamu, aku tidak mau kau terluka nantinya.”
“Kau tenang saja, dia tidak akan melukaiku.” Ucap Freya.
***
Sudah dua bulan Freya dan Arga semakin dekat. Tapi tak ada ungkapan cinta yang terucap dari bibir Arga. Meskipun begitu, Freya tetap setia menunggu. Ia senang bisa berada di samping Arga. Ia senang menghabiskan banyak waktunya dengan pria itu. Meskipun kadang Arga sibuk dan tidak menghubungi Freya.
Pagi ini, ia kembali pergi ke kampus. Sampai di kelas, seorang teman Freya, Viona membagikan undangan perayaan ulang tahunnya. Freya tidak begitu dekat dengan Viona, tapi ia berniat datang ke pestanya malam ini.
“Kau juga dapat undangan dari Viona, bukan?” tanya Freya.
“Ya. Kau mau berangkat bersama?” tanya Dita.
“Baiklah.” Jawab Freya.
“Aku juga akan mengajak Krisna untuk berangkat bersama.” Ucap Dita.
“Krisna? Kenapa kau mengajak dia?”ucap Freya heran.
Sesaat Dita terdiam. “Kami baru jadian kemarin.” Bisik Dita.
“Apa? Kalian?” ucap Freya sambil terbelalak tak percaya.
Dita hanya tertawa keras melihat ekspresi wajah sahabatnya itu. “Kenapa baru sekarang kau memberitahuku? Dasar jahat.” Protes Freya.
“Aku bukan tidak ingin memberitahumu, tapi kupikir semua itu belum pasti.” Ucap Dita.
“Awalnya kami dekat, tapi hanya sebagai teman.”
“Selama tidak ada kata cinta diantara kami, tidak ada yang spesial antara satu sama lain. Hanya teman biasa.”
Deg. Ucapan Dita mampu membuat Freya terdiam. Itu sama persis seperti yang Freya alami dengan Arga. Tak ada kata cinta diantara mereka, tapi Freya justru sudah terlanjur mencintai Arga.
“Frey. Kau kenapa?” tanya DIta.
“Astaga, jangan marah padaku.”
“Aku akan mentraktirmu makan hari ini.”
“Aku tidak marah padamu.” Jawab Freya.
“Selamat untukmu dan Krisna, semoga hubungan kalian berakhir baik.”
Dita tersenyum dan langsung memeluk sahabatnya itu dengan erat. “Semoga cepat menyusul.” Ucap Dita.
***
Malam hari, baik Freya maupun Dita sudah siap untuk pergi ke pesta Viona. Mereka berdua menunggu Krisna menjemput mereka.
“Kau terlihat cantik dengan dress merah itu Frey. Apa Arga juga diundang?” tanya Dita.
“Aku tidak tahu, seharian ini dia tidak menghubungiku.” Ucap Freya.
“Pesan-pesan dan teleponku juga tidak dijawab. Mungkin dia sedang sibuk.”
Tak lama, Krisna datang menjemput mereka. Mereka pun berangkat menuju rumah Viona.
Sesampainya disana, mereka langsung menuju ruang pesta. Banyak orang sudah hadir di situ. “Eh, itu Arga.” Ucap Dita sambil menunjuk soerang pria berjas hitam yang begitu tampan.
“Kau benar.” Gumam Freya.
Freya terus memperhatikan Arga. Pria itu selalu berada di dekat Viona. Kecurigaan mulai muncul dalam benak Freya. Bahkan Arga bersikap seolah-olah tak mengenal Freya malam itu.
“Kau tidak ingin menemui Arga?” tanya Dita.
“Tidak. Biarkan saja dia menemuiku kalau dia mau.” Jawab Freya.
Semua terlihat bahagia di pesta itu, kecuali Freya. Ia duduk sendirian sambil memandang orang-orang mengobrol satu sama lain. Lagi-lagi hanya Freya yang tak punya teman. Dari kejauhan ia memandang Dita sedang mengobrol asyik dengan keaksihnya. Freya tahu diri. Ia tidak mau mengganggu mereka.
Pesta pun dimulai. Semua orang menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuk Viona. Satu hal lagi yang membuat hati Freya sakit. Arga selalu berdiri di samping Viona. Viona memang jelas lebih cantik dari Freya. Viona bertubuh tinggi dan langsing, kulitnya kuning langsat, wajahnya juga cantik.
“Di hari ulang tahunku ini, aku ingin mengumumkan kalau aku dan Arga resmi berpacaran.” Ucap Viona.
Seketika tubuh Freya terasa lemas. Ia berpikir, selama ini Arga menganggapnya sebagai apa. Seketika rasa sakit dan kebencian memenuhi benak Freya. Saat itu juga, Freya keluar dari pesta itu. Tidak peduli Dita dan Krisna mencegahnya.
Air mata Freya kembali jatuh. Ia berlari menjauh dari rumah Viona. Berbagai pertanyaan muncul di otaknya. Yang jelas kali ini Freya begitu patah. Dunianya terasa ambruk. Freya berjalan gontai menyusuri jalanan. “Dasar pria jahat!” seru Freya dengan frustrasi.
"Dasar sialan!" umpat Freya.
Malam itu terasa seperti malam paling kelam untuk Freya. Hatinya membeku setelah itu. Ia tidak lagi merasakan cinta untuk siapapun. Semua terasa hampa baginya.
Freya duduk sendirian di tepian jalan. Malam makin larut tapi Freya tak peduli. Ia merasa sangat hancur. Dan sekarang penampilannya pun sudah sangat lusuh. Pipinya basah oleh air mata. Dress yang ia pakai sudah kusut dan kotor karena Freya duduk begitu saja di jalanan.Tiba-tiba sebuah mobil berhenti tepat di depan Freya. Lalu seorang pria turun menghampirinya. “Hai nona, kau butuh tumpangan?” tanya pria itu. “Tidak, pergilah. Aku tidak butuh siapapun.” Jawab Freya lirih.“Tapi ini sudah hampir larut. Tidak baik seorang gadis sendirian disini.” Jawab pria itu.“Percayalah padaku, aku akan mengantarmu
Setelah wisuda, Freya berusaha mencari pekerjaan yang layak untuknya. Ia terpaksa berpisah dengan sahabatnya untuk mencari kesempatan yang lebih baik. Freya pindah ke sebuah tempat di pinggiran kota. Ia berharap bisa mendapat pekerjaan di salah satu perusahaan kecil disana. Lagi-lagi Freya tinggal di kamar kos yang sempit dengan perabotan seadanya. Tidak jauh beda dengan kamar kosnya yang dahulu. Freya sadar, ia tidak seberuntung orang lain. Ia tidak memiliki cukup uang untuk membangun bisnis sendiri atau melanjutkan kuliah. Yang Freya tahu ia hanya harus bekerja. Setiap hari ia berjalan mencari-cari lowongan pekerjaan. Satu demi satu lamaran pekerjaan ia sampaikan di gedung-gedung perusahaan kecil. Sayangnya, setelah menunggu dua minggu belum ada satupun perusahaan yang memanggilny
“Terimakasih.” Ucap Freya.David kembali tersenyum. Ia tak tahu kenapa gadis itu terasa menarik bagi Freya. Dan memang benar, dialah yang membuat David bertahan di tempat makan menjijikan seperti tadi. Entah apakah tempat itu pantas untuk disebut tempat makan. David yakin ada yang berbeda dengan gadis itu. Kalau tidak, tidak mungkin David mau membawa gadis itu pergi. “Frey, bagaimana jika kau berangkat bersamaku besok?” tanya David. “Hmm sebelumnya, aku tidak bermaksud apa-apa.” “Kupikir, itu akan menghemat uangmu bukan?”
David berjalan dengan gelisah di ruangannya. Sudah pukul setengah sepuluh, tapi sosok Freya belum juga muncul. “Sudah terlambat tiga puluh menit, kenapa dia tidak datang?” ucap David.“Apa dia tidak mempercayaiku?” “Arrgghhh!” Tiba-tiba pintu ruangannya terbuka. Krisna masuk dengan santainya ke ruangan itu. “Ada apa? Kau terlihat gelisah.” Ucap Krisna.‘Aku sedang menunggu seseorang.” Jawab David.
Krisna membuka pintu ruangan David. Ia begitu terkejut melihat sosok wanita yang duduk di ruangan itu. “Freya?” ucap Krisna.“Kris, hai!” seru Freya dengan gembira.“Kau bekerja disini?” Krisna mengangguk. “Dan kau tahu apa yang lebih istimewa? Dita juga bekerja disini.” Kata Krisna. Freya berteriak gembira. Ia sama sekali tak tahu kalau sahabatnya itu berada di kantor yang sama dengannya. “Benarkah?” ucap Freya.“Kalian saling kenal?
Dita melangkah bersama kekasihnya untuk kembali ke ruang kerja mereka masing-masing. “Rasanya sedikit aneh.” Ucap Dita.‘Sejak kapan ada lowongan untuk menjadi asisten David?” “Setahuku tidak ada lowongan kerja di posisi itu selama ini.” “Memang benar.” Kata Krisna.“Lagipula, untuk apa David butuh asisten? Sepertinya dia lebih nyaman bekerja sendirian.” Jawab Dita. “Apa ada sesuatu antara mereka?” “Tapi kelihatannya Frey
Krisna cepat-cepat menghampiri Dita dan Freya yang sudah menunggunya. “Aku tidak bisa mengantar kalian pulang kali ini. Aku ada urusan mendadak.” Ucap Krisna. “Baiklah kalau begitu.” Ucap Freya. Dita masih terdiam sambil memasang wajah cemberutnya. “Kau bilang mau membelikanku es krim.” Gerutunya. “Besok pasti akan kubelikan. Tapi kali ini aku minta maaf sekali, aku tidak bisa mengantarmu pulang.” Ucap Krisna.
“Dit, besok bantu aku mencari tempat baru ya.” Ucap Freya. “Iya Frey, kau tenang saja tidak perlu buru-buru. Kalau besok belum dapat, kau bisa tinggal denganku dulu.” Jawab Dita. “Aku tidak mau terlalu lama merepotkanmu.” Jawab Freya.“Ck, kau ini.” Gumam Dita. “Kita kan sudah lama bersahabat,
Freya mengelus rambut David dengan lembut. Sudah agak lama Freya mendekap pria itu, membiarkan David membenamkan wajahnya di dada Freya. Freya tak menyangka pria yang dikenal dingin perusahaan ternyata juga menyimpan kelelahan yang selama ini tidak ia katakan pada siapapun. David belum menceritakan semuanya, tapi Freya sudah merasakan kesedihan pria itu.“Mulai sekarang kau tidak perlu menyembunyikan apapun, kau bisa menceritakan semuanya padaku”, ucap Freya.“Aku akan selalu ada untuk mendengarkanmu”David mengangkat kepalanya lalu memandang Freya. Ia lalu memeluk gadis itu erat-erat. Baru kali ini ia merasa punya tempat untuk pulang. “Terimakasih”, bisik David.Setelah David melepaskan pelukannya, ia pun mulai menceritakan tentang hidupnya. Sejak kecil David memang hidup di keluarga yang berada. David tak pernah kekurangan apapun. Ia bisa membeli semuanya yang ia mau. Kedua orang tuanya bekerja, jadi uan
“Hmm, Freya” ucap Mama David sambil duduk di perpustakaan pribadinya. Sejujurnya ia ingin putranya bisa menikah dengan Evelyn. Baginya Evelyn adalah gadis sempurna untuk David. Tapi ia juga tidak mau egois dan mengorbankan kebahagian David hanya untuk memenuhi keinginannya. “Aku harus tahu gadis seperti apa Freya itu, apa dia pantas untuk putraku, atau hanya mengincar uang David?”***Sinar mentari menembus jendela apartemen Freya. Saat membuka mata, ia melihat hari sudah siang. “Astaga, jam berapa ini?” gumam Freya. Freya cepat-cepat mengambil ponselnya. Sudah jam delapan pagi. Freya terlambat bangun. Bahkan David sudah meneleponnya dua belas kali, tapi Freya sama sekali tak mendengarnya. “Sial, pasti gara-gara menangis semalam, tidurku jadi terlalu pulas”, ucap Freya.Freya langsung beranjak dari ranjangnya. Ia mengambil handuk dan terburu-buru pergi ke kamar mandi.Brukkk!“Ah, sakitnya&rdquo
Freya masih memakai dress merah itu ketika makan malam bersama David. Sesekali David tersenyum sambil memandang Freya. “Jangan memandangku seperti itu, kau membuatku gugup”, kata Freya. Ucapan Freya membuat David tertawa kecil. “Jangan tertawa juga”, kata Freya.“Jadi aku harus bagaimana?” kata David.“Bertingkahlah biasa saja. Kau bisa kan?” ucap Freya dengan sedikit kesal.“Bagaimana aku bisa biasa saja ada gadis cantik di depanku?” gumam David.“Tidak ada pria yang akan biasa saja ketika jatuh cinta, kau tahu itu?”Freya tersenyum, tapi tiba-tiba ia ingat bahwa dirinya dan David memiliki latar belakang keluarga yang berbeda. Ada sedikit kegelisahan dalam hati Freya. Ia kembali takut. Freya takut untuk melanjutkan perasaannya.“Hei, kau baik-baik saja?” ucap David.Freya mengangguk, tapi kebahagiaannya hilang begitu saja. “Kau kenapa? Ada yang
Setengah hari bekerja sendirian cukup membuat Freya merasa lelah. Apalagi, David sama sekali tidak mengirim pesan pada Freya. Freya sendiri terlalu malu untuk menanyakan dimana David sekarang. Ia tidak ingin menjadi pacar yang cerewet untuk David. Walaupun begitu, sebenarnya Freya juga berharap pria itu menghubunginya walau sekadar menanyakan Freya sedang apa.Freya menghela napas. Waktu pulang akan segera tiba, tapi pekerjaan Freya masih banyak. Ia juga harus mempersiapkan dokumen yang akan ia bawa ke Bali bersama David. Freya beranjak dari kursinya. Pinggangnya terasa pegal. Ia juga mengantuk karena semalam kurang tidur. “Ck, aku kurang beruntung hari ini. Pekerjaanku masih banyak, dan tidak ada yang menemaniku disini” ucap Freya.“Tapi baiklah, bukankah biasanya aku selalu melakukan pekerjaanku sendiri? Kenapa aku jadi manja seperti ini?” Freya mengambil segelas air putih, lalu kembali ke meja kerjanya. Ia kembali mengerjakan dokumen-dokumen
“Jadi sekarang kita ini apa?” tanya Freya.David menelan makanan yang sedang ia kunyah. Ia heran pada Freya. Setelah kecupan pertama yang Freya terima, ia masih mempertanyakan hubungannya dengan David. “Kalau aku bilang kau istriku, kau pasti tidak mau kan?” tanya David.“Kau bahkan tidak memintaku menjadi pacarmu” jawab Freya.“Ah, benar juga”, gumam David sambil tertawa kecil. Freya mendengus kesal. Setelah bibirnya menjadi korban, pria itu malah menertawainya. “Tapi walaupun begitu, aku sudah menganggap kau ini pacarku” ucap David.“Apa kita perlu merayakannya? Supaya semua orang tahu kita sudah berpacaran?” tanya David.Freya menggeleng. Walaupun ia senang bisa berpacaran dengan David, tapi ia masih malu-malu mengakuinya. “Jangan dulu, ini terlalu cepat” jawab Freya. David kembali tersenyum lalu mengusap pipi Freya. “Omong-omong, masakanmu ini enak. Apa ak
Freya masuk ke apartemennya. Ia meletakkan barang belanjaannya di atas meja. “Huh, ini banyak sekali” gumam Freya. Freya mengeluarkan satu per satu barang belanjaannya. Ada macam-macam bahan makanan yang bahkan belum pernah Freya makan. Freya yakin semua barang itu kelihatannya mahal, tapi David tidak membiarkannya tahu berapa total belanjaannya. Freya sedikit tersenyum. Bagaimanapun, ia senang bisa bertemu pria baik seperti David.Setelah menata barang belanjaannya, Freya memutuskan untuk memasak dulu. Kali ini ia memasak lebih banyak karena ia ingin membaginya dengan David sebagai ucapan terimakasih. Freya mengambil daging ayam yang tadi David beli dan mulai mengolahnya.***David menghela napas sambil memandang barang-barang yang ia beli tadi. Ia belum pernah belanja sebanyak ini sebelumnya, apalagi semua itu adalah bahan makanan. “Huh, mau kuapakan ini semua? Aku bahkan tidak memasak” gumam David.Ia mengambil dua buah bawang b
“Jadi, kau mau mencobanya?” tanya David lagi.Freya masih terdiam sambil mengunyah makanannya. Ia bahkan takut untuk menatap David kali ini. “Apa aku boleh tahu, kau ini pria seperti apa?” ucap Freya.“Kau boleh tanya apapun padaku tapi tidak yang satu itu. Kau harus tahu sendiri. Aku tidak mungkin menjelaskannya padamu kan?” ucap David.“Aku tidak pernah seperti ini sebelumnya, aku tidak pernah memikirkan gadis sampai seperti ini”“Apa yang kau mau dariku?” ucap Freya.“Apa kau hanya kesepian?”David menatap Freya. Ternyata tidak mudah baginya untuk bisa meyakinkan Freya. “Aku tidak kesepian”, jawab David.“Aku hanya takut ketika aku sudah terlanjur menyukaimu, kau pergi begitu saja”, kata Freya.“Walaupun aku tidak pernah berpacaran, tapi aku pernah merasakan patah hatiku yang terdalam. Aku tidak mau seperti itu lagi&rd
“Maaf”, ucap David. Jantung David berdebar saat mengingat kejadian yang baru saja Freya terima dari pria tua sialan itu. Ia bahkan merasa belum siap mengemudi sebelum Freya memaafkannya. Ditambah lagi, Freya yang duduk di sampingnya hanya terus saja diam sejak tadi, membuat suasana menjadi lebih canggung.Freya menatap David. Pria itu memandang lurus ke depan, sambil beberapa kali menghela napasnya. “Kenapa minta maaf?” tanya Freya.“Aku mungkin seharusnya tidak mengajakmu. Aku tidak tahu orang itu akan kurang ajar padamu”, jawab David.Freya tersenyum tipis. “Aku memang tidak suka diperlakukan seperti itu, tapi aku senang karena ada kau yang melindungiku”, jawabnya.David melirik ke arah Freya. Ia melihat gadis itu justru sedang tersenyum. “Kau tidak marah padaku?” tanya David.“Aku ketakutan tadi, aku takut kau akan menukarku dengan sejumlah uang itu”, ucap Freya.Davi
Freya berjalan kembali ke meja dimana ia makan malam dengan David. Sayangnya, ia tak menemukan pria itu lagi. Bahkan makanan yang di atas meja masih banyak. David juga tak menghabiskan makanannya. “Kemana dia?” gumam Freya.“Astaga, makanannya masih banyak. Kenapa dia pergi begitu saja?”Tiba-tiba saja Freya merasa ada yang hilang darinya. Baru saja ia merasa bahagia bahkan berdebar, tapi tak lama pria itu juga langsung pergi meninggalkannya. Freya terdiam sambil mengunyah makanannya. Ia benci ketika seseorang mempermainkan perasaannya, atau lebih tepatnya ia dipermainkan dengan perasaaannya sendiri. “Harusnya aku tidak sedih kan? Dia hanya mengusap sudut bibirku. Kenapa aku begitu bahagia tadi? Bukankah hal itu biasa? Bukankah harusnya aku malu karena makanku berantakan?” gumam Freya.“Ck, kenapa aku mudah sekali berdebar? Aku mudah sekali senang hanya karena perlakuan kecil seperti itu?”Rasa s