Bian keluar dari kamar, kemudian menyusul mommy dan daddy yang sudah duduk di ruang keluarga. Ada kakak dan kakak iparnya di sana.
Tadi El sudah berangkat untuk ke kantor dan mengantarkan anaknya sekolah, tetapi Ghea menghubungi jika mommy dan daddy akan datang. Jadi dia kembali ke rumah untuk menemani adiknya yang pastinya akan jadi sasaran sang mommy.“Kenapa tidak langsung pulang?” Mommy Shea langsung melempar pertanyaan itu lagi.“Kemarin aku lelah, Mom. Jadi saat Kak El jemput aku putuskan untuk menginap.” Bian memberikan alasan yang menurutnya masuk akal. Tidak mungkin dia mengatakan jika menginap karena mengadakan rapat penting dengan kakak-kakaknya.“Lalu kenapa tidak memberitahu Mommy jika sudah pulang?” Mommy Shea berkaca-kaca. Dia masih tidak terima ketika anaknya tidak mengabari. Padahal kedatangannya tentu saja jadi kebahagiaan untuknya.Bian tidak bisa melihat sang mommy yang menangis. Dia segera menghampiri sang mommy dan memeluknya. Menenangkan sang mommy yang bersedih.“Maaf, Mom. Aku semalam mau pulang. Hanya saja sudah lelah. Jangan bersedih.” Bian membelai lembut rambut sang mommy yang sudah mulai memutih.“Kamu tidak mau bertemu mommy sampai tidak langsung pulang?” Mommy Shea menangis. Bertemu dengan anaknya adalah hal yang selalu dinanti. Karena memang anaknya tinggal di luar negeri dan jarang pulang.“Tentu saja aku mau bertemu mommy. Bagaimana bisa aku tidak bertemu dengan cinta pertamaku.” Bian melepaskan pelukan dan menatap sang mommy dengan senyuman.Mommy Shea yang sempat menangis, tersenyum.“El, apa kamu berasa melihat drama film?” Daddy Bryan bertanya dengan suara lirih. Pandangannya masih pada anak dan istrinya.“Iya, sepertinya melihat film drama.” El membenarkan.“Bersiaplah, saat rumah tangga kehadiran seorang pria kecil, kamu akan tersingkir.” Daddy Bryan. Tampak serius sekali. Dia merasa kini tempatnya sudah terganti oleh anak-anaknya.El menelan salivanya, kemudian mengalihkan pandangan pada sang istri. Sang istri yang mendengar ucapan mertuanya mengangguk membenarkan. El akhirnya sadar jika dia akan bersaing dengan anak-anaknya mendapatkan kasih sayang sang istri.“Mommy tidak perlu khawatir. Mulai sekarang aku akan ada untuk Mommy. Menemani Mommy setiap saat.” Senyum manisnya menghiasi wajahnya.“Kamu akan tinggal di sini?” Daddy Bryan menebak setelah mendengarkan ucapan sang anak.“Iya, aku akan tinggal di sini, Dad. Aku akan bekerja di Adion Company.” Bian mulai melancarkan aksinya. Hal pertama yang dilakukannya adalah masuk ke kantor daddy-nya. Setelah itu barulah dirinya bisa mencari informasi tentang Flavia dan sang daddy.“Sayang, Mommy senang akhirnya kamu mau bekerja juga di sini. Jadi paling tidak kamu akan menetap di sini dan tinggal dekat dengan Mommy.” Ibu mana yang tidak suka jika anaknya berada dekat dengannya. Tentu saja semua ibu sangat bahagia. Begitu juga dengan dirinya. Dirinya begitu bahagia sekali karena bisa dekat dengan sang anak.“Bagus jika kamu akhirnya mau bekerja di perusahaan kita. Memang seharusnya kamu mau bekerja di perusahaan sendiri, dari pada perusahaan orang lain.” Daddy Bryan turut bahagia karena akhirnya anaknya mau bekerja di perusahaannya. Dengan begitu ada anak yang meneruskan usahanya. Mengingat anak sulungnya sudah memilih membangun perusahaan sendiri.Aku bekerja di perusahaan sendiri karena ada tujuan. Jika tidak, mungkin aku akan memilih bekerja di perusahaan Kak El. Paling tidak, aku bisa hidup bebas.“Tentu saja. Aku akan bekerja di perusahaan sendiri. Kapan lagi memajukan perusahaan sendiri. Dari kemarin aku memajukan perusahaan orang lain saja.” Bian tentu saja tidak akan mengungkapkan niat aslinya. Tentu saja dia akan menyimpannya rapi.“Kalau begitu ayo cepat pulang. Kamu harus istirahat di rumah dulu. Karena sebentar lagi kamu akan kerja di tempat daddy.” Mommy Shea berbinar tak sabar membawa anaknya pulang.“Baiklah.” Bian setuju.Daddy Bryan, El, dan Freya hanya bisa menggeleng saja. Bian sudah besar, tetapi sang mommy masih memperlakukan seperti anak kecil.***Seharian Bian benar-benar menggunakan waktunya untuk beristirahat. Seharian dia tidur dan hanya bangun saat makan saja. Seperti halnya sekarang dia keluar saat makan malam.“Daddy belum keluar, Mom?” Bian yang menarik kursi, bertanya pada sang mommy. Saat datang ke ruang makan, dia tidak menemukan sang daddy. Hanya ada sang mommy saja.“Daddy-mu pulang malam. Dia masih ada pekerjaan. Jadi kita makan dulu.” Mommy Shea tersenyum sambil mengambilkan makanan untuk anaknya.Pulang malam?Mendapati info itu, seketika Bian merasa curiga. Dia merasa jika sang daddy pasti sedang bersama Flavia.“Sudah, jangan pikirkan daddy-mu. Dia pasti sudah makan.” Mommy Shea tersenyum sambil menyerahkan piring yang sudah diisi nasi dan lauk pauknya.Bian menerima piring yang diberikan oleh sang mommy. Kemudian dia menikmati makanan yang dimasak oleh sang mommy. Bian selalu rindu ketika berada jauh dengan masakan sang mommy. Kini dia akan menikmati ini semua untuk waktu yang lama.“Apa daddy sering pulang malam?” Di tengah-tengah menikmati makanannya, Bian mencari informasi dari sang mommy.“Belakangan ini dia sering pulang malam. Karena memang sedang ada proyek dengan hotel Davis.” Mommy Shea menjelaskan, kemudian memasukkan makanan ke mulutnya.Melihat sang mommy yang tampak tenang ketika menjelaskan dan tidak menaruh curiga sama sekali, membuat Bian tidak tega. Dia memikirkan bagaimana jika sampai sang daddy benar-benar melakukan hal yang tak terduga, yaitu selingkuh. Tentu saja sang mommy akan sangat sedih.Seusai makan, Mommy Shea dan Bian mengobrol sebentar di ruang keluarga. Menceritakan banyak hal. Mulai dari apa yang banyak di lakukan Bian di London sampai menceritakan para cucu. Mereka mengobrol cukup lama, hingga akhirnya Mommy Shea berpamitan ke kamar. Bian yang melihat sang daddy belum pulang, memilih untuk menunggu.Bryan akhirnya pulang tepat jam sebelas malam. Dia begitu lelah sekali. Sambil berjalan, dia melepaskan dasi yang melingkar di kerah kemejanya.“Daddy baru pulang?” Bian yang menunggu di ruang keluarga langsung bertanya.Daddy Bryan yang fokus ke depan, tidak tahu jika ada Bryan di ruang keluarga. Suara Bian membuatnya terkejut sekali.“Kamu belum tidur?” Daddy Bryan menatap anaknya.Bian menghampiri sang daddy. “Belum, mau menunggu Daddy.”“Kenapa harus menunggu, kamu bisa tidur saja? Lagi pula ini sudah malam.” Daddy Bryan tersenyum.“Belum mengantuk juga.” Bian memerhatikan sang daddy. Saat matanya menerawang tubuh sang daddy, pandangannya terhenti pada jas Daddy Bryan. Walaupun jas berwarna hitam, sebuah bekas lipstik yang menempel terlihat jelas.“Baiklah, jika sudah mengantuk segeralah beristirahat.” Daddy Bryan menepuk bahu sang anak. “Daddy masuk dulu.” Daddy Bryan segera mengayunkan langkahnya. Masuk ke kamarnya.“Apa benar daddy selingkuh?” Apa yang dilihatnya tadi membuat pertanyaan itu terucap. Tidak mungkin jika tidak ada hubungan apa-apa, seorang wanita bisa meninggalkan bekas di baju pria.Pagi ini Bian tengah bersiap. Dia tidak mau membuang waktu begitu saja. Jadi dia memutuskan untuk langsung bekerja. Apalagi semalam dia melihat lipstik di jas milik sang daddy. Itu menguatkan jika memang ada yang terjadi pada Daddy Bryan dan juga Flavia. Saat merasa penampilannya sudah rapi, Bian keluar. Bergabung dengan mommy dan daddy-nya untuk sarapan bersama. “Bi, kamu mau ke mana?” Mommy Shea yang melihat anaknya dengan kemeja rapi pun bertanya. Dia merasa heran. Kenapa anaknya serapi ini pagi-pagi sekali. “Bukankah aku sudah bilang jika aku akan bekerja di Adion Company?” Bian menjawab sambil menarik kursi dan mendudukkan tubuhnya di kursi. Ikut bergabung dengan mommy dan daddy yang sudah duduk di ruang makan. “Kenapa cepat sekali? Kamu baru datang dua hari lalu. Paling tidak harusnya kamu istirahat dulu. Jalan-jalan dulu. Nikmati waktumu di sini lebih dulu.” Mommy Shea merasa anaknya terlalu cepat untuk bekerja. Jadi dia pun memberikan protesnya. “Nanti jika aku liburan le
Flavia menuju ke ruangan Bryan Adion. Karena ruangan atasannya di lantai atas, dia harus memakai lift terlebih dahulu untuk mencapai tempat tersebut. “Hai, Kak Eva.” Flavia menyapa sekretaris Bryan Adion.“Hai, Fla.” Eva tersenyum. “Tidak perlu aku antar bukan?” tanyanya menggoda. Dia sudah tahu jika kedatangan Flavia untuk bertemu dengan atasannya. “Tidak perlu.” Flavia tersenyum. Langkahnya terus diayunkan masuk ke ruangan Bryan Adion. Sebelum masuk, dia mengetuk pintu terlebih dahulu. Daddy Bryan dan Bian yang sedang duduk di sofa, mengalihkan pandangan pada pintu ketika suara ketukan terdengar. Dari balik pintu terlihat seorang gadis masuk.Bian terperangah ketika melihat seorang gadis cantik masuk. Kulit putih tampak begitu bersinar. Padahal, dia tahu jika Flavia adalah manager konstruksi. Artinya gadis itu sering keluar. Namun, bagaimana kulitnya bisa seputih itu jika dia sering ke lapangan. Flavia yang masuk melihat dua pria di dalam. Satu pria jelas dia tahu jika itu adala
“Bagaimana pertemuanmu dengan Flavia?” El melemparkan pertanyaan itu pada adiknya. “Apa dia benar-benar cantik?” Rowan menatap adik iparnya tersebut. “Berani-beraninya Kak Rowan bertanya wanita lain.” Bian menggoda kakak iparnya. “Awas kalau kamu bilang pada kakakmu.” Rowan memberikan peringatan pada adik iparnya itu. “Aku tidak janji.” Bian tersenyum menyeringai. Senang menggoda kakak iparnya.“Jawab dulu pertanyaan El, bagaimana pertemuanmu dengan Flavia?” Al yang juga tidak sabar mendengar pun menegur adiknya. “Apa Kak Al mau tahu seberapa cantik Flavia?” Dean menggoda kakak sepupunya. Dia pun tertawa. Al melirik malas. Bukan itu maksudnya bertanya. Dia hanya penasaran saja. “Aku hanya berkenalan saja. Dia cukup cantik.” Bian menceritakan apa yang dilihatnya tadi. “Tadi aku melihat senyum daddy dan senyum Flavia aneh. Aku rasa, mereka benar-benar punya hubungan.” Bian menyimpulkan apa yang dilihatnya tadi. “Kalau begitu, kamu harus benar-benar awasi gadis itu.” El merasa j
Bian bangun jauh lebih awal. Dia segera bersiap untuk ke kantor. Sebelum berangkat kerja, Bian menyempatkan untuk sarapan lebih dulu. Saat di ruang tamu, dia melihat sang mommy yang sedang menyiapkan makanan. Bian pun memeluk sang mommy dari belakang. “Maaf, Mom.” Rasanya tidak nyaman ketika Mommy Shea memilih untuk diam dan tidak mau bicara sama sekali. Membuat Bian akhirnya mengalah. Meminta maaf pada sang mommy.Ibu mana yang bisa marah dengan anaknya. Setiap ibu pasti tidak bisa marah terlalu lama. Termasuk dengan Mommy Shea. “Mommy izinkan kamu untuk tinggal di apartemen.” Sambil mengembuskan napasnya, Mommy Shea memberitahu sang anak.Bian membulatkan matanya. Dia benar-benar terkejut dengan apa yang dia dengar. “Mommy bilang apa?” Bian memutar tubuh sang mommy. “Mommy mengizinkan kamu tinggal di apartemen.” Mommy Shea mengulang kembali ucapannya tersebut. *** Semalam ….Mommy Shea membersihkan wajahnya di depan cermin. Sebelum tidur, dia memang r
Bian mengayunkan langkahnya dengan tenang. Di hari pertamanya dia terlambat. Ini adalah hal yang tak pernah dilakukan. Di London, dia selalu tepat waktu. Tak pernah terlambat sedikit pun. Tentu saja itu membuatnya sedikit kesal dengan dirinya sendiri. Namun, dia tetap tenang. Tak mau terlihat bodoh saat datang. Bian yang masuk ke lobi menjadi pemandangan indah untuk resepsionis. Lobi sudah sepi, mengingat orang sudah mulai bekerja. Ruangan ada di lantai lima belas. Jadi dia segera ke ruangannya tersebut dengan menggunakan lift. Saat lift terbuka, tampak semua orang yang berada di mejanya mengalihkan pandangan. Mereka melihat Bian dengan jaket kulit dengan tas di pundaknya. Tampak keren sekali. Tentu saja itu membuat para staf wanita terpesona. “Jika seperti ini, aku akan betah kerja di divisi ini.” Wanita di divisi konstruksi memang tidak banyak. Lebih didominasi oleh laki-laki. Apalagi Adion sudah berjalan puluhan tahun. Jadi banyak staf yang sudah cukup tua bekerja di Adion. “Be
Bian mengeluarkan laptopnya. Kemudian segera mulai mencatat apa yang akan dijelaskan oleh Flavia. “Kita sedang ada proyek pembangunan hotel, apartemen, dan juga mal. Aku akan memberikan kamu proyek hotel untuk dipelajari dulu. Aku akan kirim file-nya.” Flavia mengirim file pada Bian. “Ada sedikit kendala. Di lapangan sering terjadi perhitungan yang tidak sesuai dengan perencanaan. Jadi kita harus banyak turun ke lapangan untuk mengecek.” Flavia menjelaskan. Bian mengecek file yang dikirimkan oleh Flavia. Beberapa data tentang pembangunan proyek sudah ada di sana. Jika membaca saja sebenarnya Bian mengerti, tetapi dia tidak mau melepaskan kesempatan tersebut begitu saja. “Sudah berapa lama proyek ini berlangsung?” Bian melempar pertanyaan pada Flavia. “Bukankah sudah tertera tanggal di dalam data itu.” Flavia menyindir pada Bian. Padahal dengan membaca saja bisa, tetapi kenapa Bian justru bertanya. “Tinggal jawab, apa susahnya.” Bian tetap tak mau kalah. Flavia mengembuskan n
Seperti biasa Flavia pagi ini bangun dengan bahagia. Sejak dirinya tinggal sendiri, dia merasa bebas. Apalagi tinggal bersama dengan papa dan mama tirinya, membuatnya harus berada dalam neraka. Pagi ini Flavia membuat roti dengan selai stroberi dan segelas coklat hangat. Tempat yang ditujunya untuk sarapan paginya adalah balkon apartemennya. Tempat nyaman untuk menikmati sarapannya. Flavia duduk di kursi yang berada di balkon apartemennya. Menyesap coklat hangat yang tadi dibuatnya. Seketika perasaan bahagia menyelimutinya. Semangatnya pun bertambah untuk mengerjakan kegiatannya hari ini. Pemandangan kota yang terlihat dari ketinggian membuat Flavia bisa melihat hiruk pikuk jalanan. Pagi-pagi sekali jalanan sudah ramai. Beruntung kantor Adion tidak jauh. Jadi saat naik mobil, dia tidak perlu menempuh jarak jauh. “Pagi yang cerah.” Suara yang berasal dari samping membuat Flavia mengalihkan pandangan ke arah sebelah. Dilihatnya seorang pria dengan telanjang dada terlihat. Posisinya
“Tidak, aku justru ingin hidup seribu tahun lagi.” Bian menjawab tenang. Bian menatap Flavia sambil bergerak membuka pintu mobil. Kaca mobil yang terbuka, membuat Bian mudah untuk membuka pintu mobil tersebut. Dengan percaya diri Bian masuk ke mobil Flavia. Kemudian mendudukkan tubuhnya di kursi di samping kemudi. “Kenapa masuk?” Flavia merasa bingung karena dia melihat Bian yang masuk ke mobilnya tanpa izin sama sekali. “Aku akan berangkat denganmu. Apalagi?” Bian memasang sabuk pengamannya pada tubuhnya. Memastikan dirinya aman ketika mobil melaju nanti. Flavia hanya bisa terperangah dengan aksi Bian. “Ayo cepat jalan.” Bian yang selesai memasang sabuk pengamannya segera mengalihkan pandangan. Meminta Flavia segera berangkat. Flavia semakin dibuat terperangah. Bisa-bisanya Bian memintanya untuk segera berangkat begitu saja. Padahal sekali pun berangkat dia tidak mau bersama Bian. “Siapa kamu, menyuruh aku?” tanya Flavia ketus. “Aku tidak menyuruh,” elak Bian. “Kalau tidak m
Bayi Flavia dan Bian masih di ruang NICU karena mereka masih perlu perawatan. Mengingat berat badan mereka masih begitu kecil. Flavia sendiri sudah belajar bangun paska operasi. Dia semangat melakukan itu semua karena ingin segera bertemu dengan anak-anaknya. Flavia pergi ke ruang NICU diantar oleh Bian. Dia duduk di kursi roda didorong oleh suaminya. Flavia ingin menyusui anak-anaknya. Tidak hanya sendiri, Flavia bersama dengan papanya, mertuanya, kakak, dan bibi dan paman mertuanya. Mereka semua melihat anak-anak Flavia dan Bian lebih dulu dari balik kaca. Tiga anak sedang pulas tertidur. Hal itu membuat mereka begitu gemas sekali. “Kalian sudah punya nama?” Mommy Shea menatap Flavia dan Bian. “Sudah Ma.” Flavia mengangguk. “Siapa?” Daddy Bryan begitu penasaran sekali dengan nama cucunya.“Si sulung, namanya Nathan Fabio Adion.” Karena anak laki-lakinya lahir pertama, jadi Bian menyebutnya sulung. “Itu yang bibirnya tebal namanya Fiorenza Claire Adion.” Bian menunjuk satu anak
Bian mengajak Flavia keliling komplek. Kebetulan sore hari. Cuaca tidak terlalu panas, jadi enak untuk berkeliling komplek. “Apa kamu suka?” Bian menoleh sejenak pada sang istri. “Tentu saja aku suka. Ternyata seru sekali.” Flavia begitu berbinar menikmati perjalanan. Angin yang bertiup sepoi-sepoi begitu nikmat sekali. “Kapan lagi kita berlima bisa naik motor ini. Nanti jika anak-anak lahir. Aku rasa hanya cukup mereka bertiga.” Bian tertawa. “Iya, satu di sana, dan dua di sini.” Flavia menunjuk tempat duduk di belakang Bian.“Iya, pasti seru membawa mereka bertiga keliling komplek bersama.” Bian sudah membayangkan akan seseru apa nanti kehidupan mereka dengan tiga anak. Bian dan Flavia menikmati perjalanannya keliling komplek. Bian melihat wajah sang istri yang benar-benar berbinar. Tidak sia-sia akhirnya Bian membelikan motor. Walaupun entah kapan akan dipakai lagi. Puas berkeliling-keliling. Akhirnya mereka kembali ke rumah. Bian membantu Flavia untuk turun dari motor. Tanga
Flavia mengukur perutnya yang sudah semakin membesar. Flavia selalu mencatat berapa ukuran perutnya. Tak hanya itu, dia mengambil foto setiap perkembangan besar perutnya. Itu akan dipakainya untuk dokumentasi.Bian yang masuk ke kamar melihat sang istri yang sedang asyik mengukur perutnya. Rasanya gemas sekali melihat istrinya. Bian menghampiri sang istri. Memeluk dari belakang. “Tanganku sepertinya tidak muat untuk memeluk.” Perut Flavia yang besar membuat Bian kesulitan.“Iya, ternyata besar sekali perutku.” Flavia sendiri merasa jika yang dikatakan sang suami benar. “Dengar, nanti kamu harus duduk diam saja. Aku yang akan memilih.” Rencananya hari ini Bian, Flavia, dan keluarga akan memilihkan baju untuk anak mereka. Mengingat usia kandungan cukup besar, sebenarnya Bian tidak tega untuk membiarkan sang istri memilih baju untuk anak mereka. “Baiklah, aku akan diam saja nanti di sana. Duduk manis, dan membiarkan kalian untuk memilih.” Flavia tersenyum. Dia juga tidak yakin jika ak
Kehamilan Flavia sudah mencapai enam bulan. Perut Flavia semakin besar. Ukurannya tidak seperti orang hamil pada umumnya. Itu karena di dalam kandungan Flavia ada tiga janin yang tumbuh. Hari ini Flavia akan mengecek kandungannya. Bulan ini rencananya mereka akan mengecek jenis kelamin, karena dua kali pemeriksaan tidak terlihat. Seperti biasa Bian dan Flavia tidak sendiri. Ada mommy, daddy, dan kakak-kakak mereka. Yang penasaran tidak hanya Flavia dan Bian saja. “Setelah ini kira-kira siapa lagi yang akan kita antar untuk ke rumah sakit memeriksakan kandungan?” Mommy Shea menatap anak-anaknya. Semua kakak Bian langsung menggeleng. Karena tidak ada dari mereka yang berniat memiliki anak lagi. Tentu saja Flavia dan Bian adalah yang terakhir diantar oleh keluarga saat memeriksakan kandungan. Tentu saja itu membuat mereka semua memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Mama Lyra sudah menunggu di ruang pemeriksaan. Segera Flavia melakukan pemeriksaan. Mama Lyra segera mengecek keadaan janin
Tidak ada makanan sama sekali di lemari pendingin. Hal itu membuat Bian bingung apa yang bisa dimakan sang istri malam-malam seperti ini.“Bagaimana jika kita ke restoran cepat saja? Mereka buka dua puluh empat jam. Jadi aku rasa kita bisa beli makanan di sana.” Bian pun memberikan ide.“Aku mau.” Sudah hampir sebulan ini Flavia di rumah. Berkutat di rumah terus. Walaupun ada keponakannya, tetap saja dia bosan. Jadi saat diajak keluar, tentu saja dia merasa senang.“Baiklah, kita ambil baju hangat dulu.” Bian mengajak sang istri untuk segera ke kamarnya.Bian dan Flavia menggunakan mobil untuk ke restoran cepat saja. Jalanan begitu lengang sekali. Mengingat sudah malam. Flavia benar-benar senang sekali. Akhirnya setelah sekian lama dia bisa keluar dari rumah, dan lebih menyenangkan adalah melihat suasana luar.“Kamu senang sekali.” Bian melihat jelas sang istri yang begitu senangnya.“Iya, kamu tahu bukan jika aku sudah sebulan jadi tahanan.” Flavia dengan wajah polosnya menatap Bian.
Mama Lyra segera melakukan tindakan untuk menolong Flavia. Beruntung pendarahan dapat diatasi. Setelah pendarahan dapat diatasi, Mama Lyra meminta perawat untuk membawa ke ruangan USG. Dia ingin memastikan keadaan kandungan Flavia. Bian senantiasa menemani Flavia.Mama Lyra memeriksa kandungan Flavia lewat layar USG. Tubuh Flavia yang lemas hanya pasrah saja ketika Mama Lyra melakukan pemeriksaan.Mama Lyra membulatkan matanya ketika melihat kandungan Flavia. Hal itu membuat Bian begitu panik.“Ma, ada apa?” tanya Bian. “Apa anakku kenapa-kenapa?” Bian benar-benar khawatir sekali.“Ada tiga janin di dalam kandungan Flavia.” Mama Lyra menatap Bian. Kemarin dia tidak melihat. Jadi kali ini dia cukup terkejut.Bian membulatkan matanya. Anaknya tidak lagi kembar dua saja, seperti kakaknya, tetapi tiga. Tentu saja itu membuatnya begitu terkejut.“Sayang, anak kita ada tiga.” Bian meraih tangan Flavia. Memberitahu sang istri. Kebetulan saat dibawa ke ruang USG Flavia tersadar.Flavia tidak
“Aku sudah mencari informasi dari internet, dan sepertinya tidak boleh.” Flavia tadi sempat mencari informasi apa saja yang tidak boleh dilakukan saat hamil muda. Dan dia menemukan hal itu. Apalagi jika bukan larangan untuk berhubungan suami istri. Bian mengembuskan napasnya. “Aku akan coba tanya Kak Dean saja. Agar lebih percaya.” Dia masih tidak percaya. Karena itu dia memilih untuk menghubungi kakak sepupunya itu. Bian segera bangun dari posisi tidurnya. Hal yang pertama dilakukannya adalah mengambil ponselnya. Kemudian, menghubungi Dean. “Halo, Bi.” Suara Dean dari seberang sana terdengar. “Kak, aku mau tanya?” “Tanya apa?” Dean di seberang sana bertanya. “Apa saat hamil muda tidak boleh melakukan hal intim?” Bian tanpa basa-basi bertanya. “Tentu saja tidak disarankan ketika hamil muda. Karena itu berisiko untuk kehamilan.” Dean berada di sana menjelaskan. Bian harus kecewa. Karena ternyata tidak boleh. “Baiklah. Terima kasih, Kak.” “Sama-sama, Bi.” Sambungan telepon ter
“Sebaiknya kamu istirahat saja.” Bian menarik selimut untuk menutupi tubuh Flavia.Bian dan Flavia memutuskan untuk segera pulang setelah makan siang bersama para ibu Mengingat Flavia kelelahan setelah perjalanan dari proyek, tentu saja Bian tidak akan membiarkan.Flavia mengangguk. Dia memang cukup kelelahan, padahal di dalam perjalanan pulang tadi pagi, dia juga sempat tertidur. Namun, tubuhnya seolah tetap saja kelelahan.“Aku akan rapikan barang-barang kita dulu.” Bian mendaratkan kecupan di dahi sang istri.Tidak ada asisten rumah tangga di apartemen Bian. Karena itu Bian mengerjakan sendiri. Dia akan me-laundry semua pakaiannya. Bian terbiasa tinggal sendiri sewaktu di luar negeri. Jadi tentu saja itu membuatnya tidak kesulitan dalam mengerjakan pekerjaan rumah.Suara bel yang terdengar di tengah-tengah Bian yang sedang asyik merapikan semua pekerjaanya, membuatnya segera beralih ke pintu apartemennya melihat siapa gerangan yang datang.“Mommy.” Bian melihat sang mommy datang ke
Bian duduk di kursi belakang bersama dengan Flavia. Menemani sang istri. Wajah Flavia begitu pucat sekali. Hal itu membuat Bian begitu panik sekali. Bian menyesali keputusannya yang setuju dengan sang istri mengunjungi proyek. Jika seperti ini, dia akan memilih untuk di rumah saja. Akhirnya, mobil sampai di rumah sakit. Mereka sampai di ruang unit gawat darurat. Perawat langsung menyambut Flavia dan Bian. Perawat meminta Bian untuk memindahkan ke brankar, tetapi Bian menolak. Dia memilih menggendong tubuh sang istri masuk ke ruang perawatan. Perawat segera mengecek keadaan Flavia. Mereka segera memasang infus, karena Flavia tidak sadarkan diri. Dokter jaga segera mengecek keadaan Flavia. “Apa yang dirasakan pasien?” Dokter bertanya pada Bian.“Tadi pagi istri saya mual, pusing, dan siang ini tiba-tiba pingsan.” Bian menjelaskan pada dokter. “Bu, apa dengar suara saya.” Dokter memanggil Flavia. Flavia membuka matanya ketika samar-samar mendengar suara. Dilihatnya langit-langit ber