Pagi ini Mama Chika harus pergi menengok Kean dan Lean yang demam. Karena Cia sudah hamil besar sulit untuk dia pergi begitu saja. Untungnya masih ada Noah di rumah. Jadi dia bisa pergi sebentar saja mengunjungi cucunya.
“Mama akan pergi sebentar. Jadi kamu baik-baik di rumah. Ada bibi jika kamu butuh bantuan,” ucap Mama Chika pada Cia.Kemudian, menatap gantian pada Noah. “Titip Cia sebentar,” ucapnya.“Baik.” Noah tersenyum.“Ma, aku akan baik-baik saja.” Cia merengek merasa mamanya memperlakukannya seperti anak kecil.“Jaga dirimu baik-baik. Kabari jika ada apa-apa.” Mama Chika berangkat ke rumah Freya bersama dengan besannya. Mendengar cucunya sakit, benar-benar membuatnya cemas.Kini tinggal Cia dan Noah saja yang berada di rumah. Tentu saja bersama asisten rumah tangga. Tak ada kegiatan Noah hari ini, membuatnya berkesempatan menunggui Cia.Cia berjalan ke arah sofa. Noah sudah seperti mPerawat membawa anak Cia ke ruang bayi. Keluarga yang berada luar melihat bayi perempuan yang begitu cantik. Ada Nenek Liana yang sudah hadir di sana. Senyum mereka merekah ketika melihat bayi kecil Cia. Freya, Mama Chika dan Nenek Liana ikut mengekor perawat yang membawa anak Cia ke ruang bayi. Mereka ingin melihat dari dekat wajah cucu dan keponakan mereka. El masih berdiri di depan ruang persalinan. Tidak beranjak sama sekali. Dia menunggu Noah yang belum kunjung keluar dari ruang persalinan. Amarahnya sudah berkumpul. Tak kuasa untuk segera dilampiaskan.“Ayo!” ajak Papa Felix.“Aku harus di sini dulu, Pa.”Dahi Papa Felix berkerut dalam. Merasa jika ada yang aneh dengan menantunya. Namun, dia ingin melihat cucunya, jadi dia pun memilih untuk menyusul para wanita yang ke ruang bayi. Noah keluar dari ruang persalinan karena Cia harus dibersihkan lebih dulu. Menyelesaikan proses akhir dari persalinan. Ketika b
Akhirnya sampai juga Noah di London. Perjalanan kali ini jauh lebih nyaman dibanding lima bulan lalu. Dia ingat betul bagaimana penerbangan lima bulan lalu, harus kewalahan karena mual. Sepanjang perjalanan pulang dan pergi rasanya sungguh menyiksanya. Saat memeriksakan pada dokter, tidak ada penyakit yang dideritanya. Hingga akhirnya dia mendengar jika Cia tidak mengalami mual sama sekali selama hamil. Noah menduga jika mual yang dirasakannya karena Cia tidak merasakannya. Ini semacam sindrom kehamilan simpatik. Jadi rasa mual yang dirasakan ibu hamil, dirasakan oleh para suami, dan itu terjadi pada Noah. Noah sampai di rumahnya. Tubuhnya begitu lelah, karena perjalanan. Tak mau berlama-lama, dia segera mengistirahatkan tubuhnya. Sambil memandangi langit-langit kamarnya, dia memikirkan apa yang terjadi padanya selama ini. Sudah sembilan bulan kejadian ini, tetapi semua serasa masih seperti mimpi. Sembilan bulan yang lalu. Noah terus men
Di sudut tea house Noah menikmati secangkir tehnya. Teh yang disajikan hangat pun perlahan dingin ketika sang empunya tidak segera meminumnya. Seminggu kepulangan Cia, Noah masih dengan pikirannya. Rasa bersalahnya begitu menghantui, hingga membuatnya benar-benar kacau. “Hai,” sapa Albert seraya menarik kursi dan mendudukkan tubuhnya. Dilihatnya temannya itu sudah sebulan belakangan ini terlihat murung sekali. “Kamu lama sekali!” keluh Noah. Sudah satu jam dia menunggu temannya itu, tetapi sang teman tak kunjung tiba. “Maaf, ada beberapa pekerjaan yang harus aku kerjakan.” Noah memanggil pramusaji. Meminta untuk mengganti teh hangat baru. Teh dingin tidak terlalu enak ketika diminum. “Bagaimana, berhasil?” tanya Albert. “Tidak,” jawab Noah seraya menggeleng. “Aku sudah sampai menghilangkan barang bukti dan kamu tidak berhasil!” Albert hanya bisa menggeleng. Ternyata usahanya sia
Kebenaran yang ada, membuat El benar-benar frustrasi. Dia merasa jika apa yang menimpa Cia adalah kesalahannya. Mempercayakan pada Noah adalah kesalahan fatal yang dilakukannya. Harusnya dia sadar siapa Noah. Pria yang suka berkencan dengan wanita dan entah berapa wanita yang sudah dijamahnya. Rasanya El tidak rela Cia mendapatkan pria seperti Noah. “Apa kamu lihat anak Cia cantik sekali?” Freya naik ke atas tempat tidur. Menyusul El yang sudah lebih dulu. “Iya, apa setelah melihat anak Cia kamu ingin anak perempuan?” tanya El menggoda. “Aku belum sanggup jika harus tambah lagi. Biarkan Kean dan Lean besar. Lagi pula sudah ada Lora yang akan menjadi adik mereka.” “Panggilannya Lora?” tanya El dan mendapati anggukan dari Freya. “Oh … ya, aku bersyukur sekali Noah ada di rumah. Paling tidak ada yang membawa Cia ke Rumah sakit.” Kemarin Freya mendapatkan cerita jika Noah yang mengantarkan ke Rumah sakit. “Dia su
Sudah dua hari ini Noah mengurung dirinya di kamar. Memikirkan bagaimana ke depan hidupnya. Beberapa hari berada di samping Cia membuatnya merasa ada yang hampa dalam hidupnya ketika jauh dari wanita itu. Terlebih lagi saat melihat anaknya yang baru lahir kemarin, hidupnya seolah lengkap sudah. Pagi ini dia mulai kembali bekerja lagi. Walaupun pikirannya kacau, tetapi tetap saja dia harus menjalankan tanggung jawabnya. Terlebih lagi perusahaan adalah hal berharga miliki yang kini menjadi nomor dua setelah Cia dan anaknya.Noah memulai bekerja dengan beberapa berkas yang harus dicek. Meninggalkan kantornya lebih dari dua minggu memang membuat pekerjanya begitu banyak, dan hal itu harus segera diselesaikannya. Saat sedang mengerjakan pekerjaanya suara telepon di mejanya berdering. Tangan kanannya yang sedang memegang bolpoin, membuatnya mengangkat dengan tangan kirinya. “Maaf, Pak, ada telepon dari Pak Justin.” Suara se
Di tengah malam tidak hanya suara Lora saja yang ramai, tetapi suara Cia dan Noah yang saling bercerita begitu ramai. Cia menceritakan apa saja kegiatannya hari ini bersama Lora. Mendapati cerita itu, membuat Noah begitu senang sekali karena sekali pun jauh dia dapat mendengar kabar anaknya dari Cia. “Kapan Kak Noah ke sini?” tanya Cia. Sebulan sudah Noah kembali dan sebulan sudah usia Lora. Tak terasa sebulan begitu cepat sekali. Pertanyaan itu terlalu sulit untuk Noah jawab. Mengingat dia sudah berjanji pada Papa Felix dan El untuk tidak menemui Cia. “Aku belum tahu.” “Baiklah, kabari jika Kak Noah ke sini. Lora pasti senang melihat Kak Noah.” Bukan hanya Lora yang senang, tetapi aku juga, batin Cia. “Baiklah, aku akan kabari,” jawab Noah. Saat Lora sudah tidak kembali lagi terdengar suaranya, akhirnya Noah pun mengakhiri teleponnya. Meminta Cia untuk beristirahat agar besok bisa dengan segar mengurus anaknya.
Cia begitu heran dengan papanya yang mengajaknya berlibur. Padahal tidak ada obrolan apa-apa sebelumnya. Ada perasaan aneh, tetapi saat melihat pemandangan laut, rasanya begitu senang sekali. “Lihat Sayang, cantik sekali.” Cia menunjukkan pada putrinya pemandangan di depannya. Sudah semenjak melahirkan Cia belum pergi keluar untuk jalan-jalan. Ketika mendapati pemandangan ini, rasanya jenuhnya di rumah terus terobati. “Jika ada barang-barang yang masih kurang, hubungi kakakmu saja,” ucap Papa Felix yang masuk ke vila dengan membawa barang-barang milik Cia. “Kak Freya juga ke sini?” tanya Cia memastikan. “Iya, mereka akan ke sini dan kita akan berlibur bersama-sama.” Papa Felix tadi sempat bicara lagi dengan El. Meminta menantunya itu untuk datang ke vila. Menikmati liburan bersama. Selain itu, Papa Felix ingin Cia tidak curiga jika ternyata niatnya membawa ke vila untuk menghindar dari Noah. Tak mau sampai Noah menemui Cia.
Noah bersiap untuk pergi menemui Cia. Kali ini sengaja dia memakai pakaian kasual. Karena tidak ingin terlihat formal saat bertemu anak dan wanita yang dicintainya. Dengan langkah yang begitu bersemangat, Noah bergegas untuk keluar dari kamar hotelnya.Langkahnya terhenti tepat saat membuka pintu. Pandangannya terpaku pada sosok pria di depan pintu. Tangan pria itu sedang dalam posisi mengetuk pintu.“Sepertinya aku membuka di saat yang tepat,” ucap Noah.“Anggap saja begitu,” jawab El. Dia yang tadi hendak mengetuk pintu justru mendapati Noah yang membuka pintu tersebut. El memerhatikan Noah yang sudah rapi. Tampak dia sedang akan pergi dari kamar hotel. “Kamu akan menemui Cia?” tanyanya menebak.“Sepertinya kamu sudah seperti peramal yang tahu aku akan menemuinya.”El mengayunkan langkahnya. Masuk ke kamar hotel. Melewati Noah yang masih berdiri di depan pintu. El yan
Hari ini Cia diizinkan untuk pulang. Beberapa keluarga ikut menjemput, beberapa yang lain menunggu di apartemen. Menyambut kedatangan Baby Nick. Di apartemen mereka sudah disambut oleh anak-anak yang memberikan sambutan selamat datang. Sungguh rumah begitu ramai. “Selamat datang.” Shera dan Freya menyambut Cia.“Terima kasih.” Cia begitu senang ketika melihat semua menyambutnya dengan meriah. Keluarga berkumpul merayakan kedatangannya. “Ayo, masuk.” Noah menuntun pelan tubuh Cia. Membawanya masuk ke apartemen.Lora, Kean, Lean, Rigel, dan Anka pun itu menyambut. Lima anak itu begitu riuh ingin melihat adik mereka. “Itu dedek aku.” Dengan bangganya dia memamerkan adiknya. “Mommy, mau lihat!” Kean yang tak sabar pun merengek. Cia yang duduk di sofa langsung diserbu anak-anak. Mereka begitu gemas melihat Baby Nick. Sayangnya, Lora begitu pelit. Setiap ingin memegang adiknya,
Noah membawa istrinya ke Rumah sakit. Cia yang sudah merasakan sakit hanya bisa merintih kesakitan. Setelah sekian lama, kini Cia merasakan kembali rasa sakit ini. Jika dulu, dia malu-malu saat mencengkeram Noah. Kini dia dengan beraninya mencengkeram erat tangan Noah. Hingga membuat Noah kesakitan. Namun, Noah rela saja melakukannya. Yang terpenting dapat mengurangi sakit yang dirasakan oleh istrinya. Di ruang UGD para perawat langsung memasang jarum infus ke pergelangan tangan Cia. Memastikan cairan infus bisa masuk ke dalam tubuh Cia. Dokter Lyra yang dihubungi langsung datang. Dia memang sudah bersiap sejak pagi. Terlebih lagi keluarga Adion dan Maxton sudah berisik menghubunginya. “Air ketubannya sepertinya sudah pecah, Ra.” Mama Chika memberitahu. Dokter Lyra mengangguk. Kemudian memakai sarung tangan untuk mengecek sudah pembukaan berapa. Saat mengecek jalan lahir anak Cia, Dr. Lyra mendapati jika Cia sudah siap untuk melahirkan. D
Cia mengatur napasnya setelah keliling taman. Dilihatnya anaknya masih asyik bermain dengan daddy-nya, jadi dia harus menunggu lebih dulu. Perut Cia yang sudah mulai besar, membuatnya kesulitan untuk duduk. Kini usia kandungan Cia sudah mencapai delapan bulan. Dengan usia kandungan yang besar membuat Cia sulit bergerak. “Mommy.” Lora berlari menghampiri Cia. Cia mengulurkan tangannya. Membawa anaknya ke dalam pelukannya. “Dedek.” Lora mendaratkan kecupan di perut mommy-nya. Noah menghampiri anak dan istrinya. Ikut duduk di sebelah istrinya. Mengatur napas setelah lari mengejar anaknya. Pandangannya tertuju pada anak dan istrinya yang sedang bercengkerama. “Hari ini kamu jadi ke toko?” tanya Noah sambil membelai lembut perut Cia. Hari ini Noah libur, jadi dapat mengantar istrinya ke toko kapan saja. “Iya, aku mau mengecek dulu toko. Sekalian nanti pulang kita cari baju bayi.” “Bukannya sudah banyak yang kamu beli bersama dengan mama.” Noah yang
“Lima, enam, cembilan.” Lora menghitung ketika sedang duduk manis di atas punggung daddy-nya. Daddy-nya yang sedang push up, naik turun dengan membawa Lora di atasnya. “Tujuh dulu, Kak.” Cia yang sedang memainkan ponselnya membaca beberapa artikel, beralih pada anaknya. “Ulang, Daddy.” “Jangan, Sayang, lanjutkan saja.” Noah yang sedang push up dengan tubuh Lora di atas punggungnya, tidak kuat jika anaknya mengulang lagi. Tadi dia meminta dua puluh hitungan, jika diulang, yang ada dua kali kerja. Bisa-bisa dia pingsan nanti. “Lalu belapa?” “Sepuluh.” Noah menurunkan tubuhnya. Kemudian mengangkatnya lagi. “Cepuluh.” “Sebelas … dua belas … tiga belas ….” “Cebelas … dua belas … tiga belas ….” Lora mengikuti daddy-nya yang berhitung. Sampai akhirnya sang daddy terkapar di lantai. Lora yang selesai berhitung begitu senangnya. Karena dia bisa naik di punggu
Di depan cermin Noah mengikat rambut anaknya. Sebulan ini dia belajar mengikat rambut anaknya. Tak ada lagi ikatan miring yang membuat Lora menangis. Kini Noah bisa mengikat rambut anaknya dengan simetris. Cia yang mencatat seragam apa yang dipakai Lora setiap hari juga membuat Noah mudah untuk memakaikan pada anaknya. Sudah tak ada lagi drama Lora menangis pagi-pagi. Hal itu membuat Cia senang. Sebulan ini Cia tak henti-hentinya mual. Dia terpaksa ke toko setelah siang, saat tubuhnya kuat. Semua orang melarang Cia, tetapi dia merasa bosan terus berada di rumah. Suara bel yang terdengar membuat Cia yang sedang tidur langsung berangsur bangun. Dia tahu jika itu adalah kurir yang mengantarkan bubur buatan mommy Shea. Bubur dengan campuran udang dan kepiting. Rasanya benar-benar enak di mulut Cia. Hanya bubur itu yang bisa masuk ke perutnya. Karena makanan lain tidak sama sekali bisa masuk dan justru keluar lagi. Saat membuka pintu, ternyata bukan kurir yang da
Papa Felix dan Mama Chika yang dihubungi oleh El, langsung bergegas ke Rumah sakit. Mereka begitu khawatir ketika mendengar anaknya sakit. Setelah tadi menghubungi Freya menanyakan di mana ruangan perawatan, mereka langsung menuju ke sana. Saat tiba di ruang perawatan tampak Cia terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Melihat Infus yang menancap di pergelangan tangannya, mereka merasa tidak tega. “Kenapa bisa sampai di sini?” Mama Chika yang masuk langsung menghampiri anaknya. Tangannya membelai erat rambut Cia. Wajah tuanya begitu tampak khawatir. “Aku tidak apa-apa, Ma.” Cia berusaha menenangkan sang mama yang terlihat panik. “Sebenarnya ada apa ini? Sakit apa hingga harus dirawat?” Papa Felix memang jauh lebih tenang, tetapi sebenarnya jauh lebih panik. “Cia tidak sakit, Pa, Ma.” Freya menatap mama dan papanya bergantian. “Dia hamil,” ucapnya tersenyum. Mama Chika dan Papa Felix terkeju
Cia dan Noah pergi ke Rumah sakit. Sepanjang jalan Noah merasa tidak tega sekali melihat istrinya yang terlihat begitu pucat. “Masih mual?” tanya Noah menoleh sejenak pada Cia. “Masih.” Cia berusaha keras untuk menahan rasa mualnya itu. “Mau beli permen saja?” Noah terpikir permen bisa mengurangi rasa mual yang dirasakan oleh istrinya. “Boleh juga.” Noah membelokkan setir mobilnya untuk menuju ke supermarket. Membeli permen yang dapat mengurangi mual yang dirasakan oleh istrinya. Di dalam supermarket dia memilih beberapa permen, karena tidak tahu permen apa yang dapat meredakan mual yang dirasakan oleh Cia. Saat kembali ke mobil, dia memberikan satu kantung permen pada istrinya. Hingga membuat Cia keheranan. “Sebanyak ini kamu mau membuat gigiku sakit?” Cia membuka kantung berisi beberapa bungkus permen. “Aku tidak tahu mana yang dapat me
Noah dan Cia bersiap untuk acara peresmian perumahan tahap pertama. Lora yang diajak pergi tak kalah heboh. Ketika sang mommy sedang memakai alat pengeriting rambut, dia juga ikut-ikutan, meminta untuk membuat agar rambutnya juga keriting. Cia yang gemas pun menuruti permintaan anaknya. “Daddy, lihat lambut aku keliting.” Ketika Noah keluar dari kamar mandi, suara anaknya sudah menyambutnya. “Kenapa kamu cepat sekali dewasa, Daddy berasa semakin tua,” gerutu Noah. Dia yang melihat anaknya itu pintar sekali membuatnya takut anaknya tumbuh dengan cepat. Cia hanya tersenyum melihat suaminya yang kesal. Terlihat begitu mengemaskan ketika mendengar suaminya menggerutu. Noah, Cia, dan Lora yang sudah siap langsung berangkat ke tempat acara. Saat tiba di lokasi sudah ada keluarganya yang sudah berkumpul. Anak-anak juga ikut serta. Mereka ikut orang tua mereka untuk menghadiri acara. Had
Sesuai dengan rencana, akhirnya Papa Darwin dan Rylan kembali ke London. Lora yang melihat kepergian kakeknya menangis, hingga sulit sekali di tenangkan. Berteriak ingin ikut kakeknya.“Au ikut Glandpa.” Dia masih terisak ketika tadi sudah bergulung-gulung di lantai. Lora memang sering menangis, tetapi tidak seperti ini biasanya, dan kali ini Lora begitu tak terkendali. Cia yang melihat anaknya seperti itu hanya bisa menunggu hingga tenang. Mengamankan semua yang di sekitar yang kira-kira bahaya. Sampai saat Lora sudah tenang, dia membawa anaknya ke dalam pelukannya. “Au ikut Glandpa.” Kata itu yang terucap diiringi isak tangis. Cia terus mendekap erat anaknya. Menangkan anaknya itu. Sampai suaminya pulang sehabis mengantar papa dan adiknya, Lora baru saja tenang. Anaknya itu baru saja tertidur. Masih di dalam dekapan sang mommy. Perlahan Cia memindahkan anaknya itu ke tempat tidur. Agar sang anak lebih pulas lagi saat tidur. Noah yang melihat wajah anak