“Hey kenapa kamu malah bengong? Ayo cepetan jawab?!”
Aku mulai mendesak gadis itu untuk menjawab pertanyaanku.
Sekarang Mala tampak kelabakan mulai bergerak dengan gusar.
“Ingat aku hanya sekali memberikan penawaran ini. Aku tidak akan mengulanginya lagi.”
Aku mulai memberikan ancamanku.
Mala mengernyit semakin resah.
Wanita yang biasanya cerewet dan suka membantah itu sekarang hanya bisa terpekur gamang di depanku.
Aku bisa membaca keraguannya yang langsung aku jadikan kesempatan untuk terus memprovokasinya.
“Apa kamu benar-benar tak tertarik dengan penawaranku? Ingat dengan menjadi istriku kamu akan memilliki kesempatan untuk membalas dendam pada ayah kamu yang sudah membuang kamu itu, juga pada saudara tiri dan pelakor itu. Aku akan membuat mereka iri dengan apa yang sudah kamu miliki.
“Apa benar kalau kamu sudah memiliki calon istri yang lain?” tanya Abi dengan gurat keseriusan di wajahnya, membuat aku harus mengalihkan perhatian pada ayahku itu, sejenak meletakkan pisau dan garpu yang aku pegang.Aku menjawab dengan sebuah anggukan pelan, tapi menyiratkan sebuah kesungguhan, meski kemudian aku bisa merasakan tatapan tajam dari Tante Firna yang sekarang telah ada bersama anaknya yang selalu tidak tahu malu dengan tak pernah berhenti mengejarku.Abi melekatkan tatapannya padaku. Tak ada penghakiman yang terlalu frontal dengan sebuah tuntutan yang memaksa.Untunglah aku memiliki seorang ayah yang sangat bijak. Walau beliau telah memiliki pandangan tentang calon pendampingku tapi dia akan selalu menghargai keputusanku sendiri.“Bukankah kita sudah membicarakan semua ini Al, bahwa kita akan menjodohkan anak-anak kita, tapi sekarang Gamal malah mengatakan sudah memiliki pilihan sendiri. Bahkan pilihannya sama sekali tak sebanding dengan anakku Nita.”Tante Firna langsun
“Mala ...!”Tanpa menunggu lama aku langsung menghampiri gadis itu yang malam ini malah memakai pakaian pelayan.Sejenak aku abaikan tatapan abi dan umi yang ikut mengalihkan perhatian pada Mala yang saat ini tampak sibuk meminta maaf pada kakak tiriku, yang sekarang aku lihat malah memindai dengan sangat lekat pada gadis incaranku itu.Ada sekelebat cemburu yang langsung melanda, membuatku tak bisa menahan diri lagi untuk langsung menghampiri asisten pribadiku itu.“Apa yang kamu lakukan di sini?!” sergahku tegas, hingga tatapan Mala langsung beralih padaku.“Pak Gamal?”Gadis itu terbeliak kaget menatapku.Aku mendengus kecewa.“Jangan katakan kalau kamu bekerja di restoran ini?”Aku menyergah jengah.Mala malah tampak menanggapiku dengan santai.Tapi sebelum gadis itu mengeluarkan bantahannya seperti biasanya mendadak, kakak tiriku itu langsung menyela.“Oh jadi kamu kenal dengan dia Gamal?”Aku bergeming diam. Selalu aku malas menjalin interaksi dengan satu-satunya saudara yang ak
Aku menunggu jawaban kedua orang tuaku sembari menahan tangan Mala ada dalam genggamanku. Memaksa gadis itu untuk menuruti kehendakku, meski di bawah meja tangan kami saat ini saling beradu kekuatan.Nyatanya memang tidak mudah untuk menaklukkan Mala yang masih saja tak bisa menerima apa yang sedang aku rencanakan ini.Sementara sekarang kedua orang tuaku saling menatap gusar.“Semua ini masih terlalu cepat dibicarakan, bagaimana kalau kita nikmati saja makan malam ini? Bukankah hari ini adalah anniversary hari pernikahannya abi dan umi?”Umi langsung menyela sembari melirik pada Abi yang saat ini masih saja bungkam.Aku sedikit kecewa karena umi lebih memilih untuk tak membahas tentang keputusanku yang ingin memperistri Mala.Tapi umi kemudian malah memandang ke arah Tony yang selalu saja menanggapi tatapan umi dengan datar.
“Sebenarnya apa sih maksud Bapak?”Mala masih bertanya dengan jengkel. Tampak jelas gadis itu menjadi gusar sekarang. Aku tahu kalau dia tidak sepenuhnya tidak mengerti.Mala tahu apa yang aku maksud tapi gadis itu seperti enggan untuk memahami.“Aku sudah menjelaskannya sama kamu sebelumnya, tidak akan ada siaran ulang.”“Kemarin juga aku sudah memutuskan untuk menolak karena aku akan membalas dendam dengan caraku sendiri. Lagipula Bapak itu bukan tipe suami idaman untuk aku.”Kini ganti aku yang kesal atas penolakan Mala yang sama sekali tak aku mengerti.Segera aku menepikan mobil yang aku kendarai, langsung memusatkan perhatian pada gadis berambut panjang yang kini dikuncir rapi ke belakang itu.“Pak, kenapa kita berhenti di sini?”“Tadi kan kamu sendiri yang minta agar kita bicara, jadi aku akan meladeni kamu untuk membicarakan segala hal tentang kita.”Mala langsung mengernyit lugas.“Kita? Maksud Bapak apa? Belum ada kita Pak saat ini, yang ada aku sama kamu.”“Sebentar lagi ak
“Katakan saja bantuan seperti apa yang Bapak butuhkan?”Aku mengulum senyumku dan langsung menjelaskan dengan sangat terang.Sejurus kemudian mereka langsung memberikan persetujuannya.“Terima kasih Pak atas kerjasamanya. Setelah ini aku benar-benar tidak akan melupakan jasa Bapak-bapak jika kami nantinya sampai menikah.”“Baik serahkan saja pada kami Mas.”Mereka tampak sangat senang membantu, menjadi bersikap akrab denganku bahkan merubah panggilannya menjadi Mas.Segera mereka lalu mengetuk kaca jendela mobil lagi dan memaksa Mala untuk ikut keluar.Mala langsung keluar dengan memasang wajah tegang penuh kecemasan.“Ada apa ini Pak?” tanya Mala khawatir yang sekarang malah menempelkan tubuhnya padaku meminta perlindungan.Aku ikut berpura-pura teg
“Kalau boleh aku tahu katakan padaku apa yang membuat Abi tak merestui hubunganku dengan Mala?”Aku menegaskan pertanyaanku ada abi.Pria yang selama ini selalu memberikan dukungan atas apapun langkah yang aku buat itu kemudian malah menatapku dengan lugas.“Kamu belum mengenal gadis itu lama. Banyak sekali perbedaan di antara kalian, dan kamu akan bekerja keras untuk bisa menyamakan misi dengan wanita seperti dia.”Aku menjadi tersengat kecewa ketika abi mengatakan kalimat itu.“Wanita seperti dia, apa maksudnya Bi, apa karena dia bukan dari golongan orang kaya? Bukankah Nita yang sebelumnya ingin dijodohkan denganku itu juga bukan orang kaya dan bukan dari keluarga golongan pebisnis bahkan Nita adalah putri seorang janda? Kenapa sekarang urusannya menjadi lain saat aku menjatuhkan pilihan pada Mala?”Abi masih saja menatapku dengan lugas.“Aku hanya tidak ingin kamu menyesal.”“Aku yakin tidak akan menyesal, karena aku sudah menyelidiki latar belakang Mala sebelumnya.”Aku mengungka
“Mala ...!”Aku langsung dibuat spot jantung saat melihat gadis itu berada di atas genting dengan entengnya menata deretan genting di atas rumahnya.“Turun Mala ...!” sergahku dipenuhi kecemasan.Abi dan umi yang melihat itu juga ikut menjadi miris.“Ya Allah, kenapa dia manjat di atas genting Mal?” Umi memekik tertahan.Aku terpekur kelu mendapati gadis yang akan kulamar kulihat sedang dalam fragmen yang buruk. Bagaimana mungkin seorang wanita membetulkan genting rumah sendiri.Sementara abi sekarang hanya bisa melongo melihat calon mantunya melakukan sesuatu yang sangat tak biasa.“Mala, turun sekarang, ini perintah ...!” Aku membentak lebih keras, bahkan bersikap seperti saat aku berada di kantor dengan memberikan perintah yang tegas.Mala kemudian menoleh malah menyengir tipis.“Slow Pak, nggak usah ngegas, nanggung nih bentar lagi selesai.”Gadis itu membalas teriakanku dengan suaranya yang lantang.Abi dan umi langsung berpandangan.Hatiku sekarang yang menjadi ketar-ketir. Jika
Kami sontak menoleh pada asal suara.Di sana tampak seorang wanita bermake up tebal, mengunggah senyumannya kepada kami semua, dengan memasang wajah sok polos.“Wah ada tamu rupanya.”Tatapan wanita itu kemudian pada barang hantaran yang masih tergeletak di atas meja, di beberapa sudut ruang tamu sempit ini.“Lho kok ada banyak seserahan juga, ada apa ini?!” tanya wanita itu.Aku bergeming tak menanggapi meski wanita itu memandangku dengan sangat lekat.Ketika aku melirik pada Mala, dia memberikan tanggapan datar.“Kamu dilamar Mala?!”Masih saja tak ada tanggapan dari Mala yang sekarang malah membuang mukanya.Wanita itu memang terlihat seperti orang julid yang sangat selalu ingin tahu urusan orang.Ketika mengamati wajah wanita itu lebih lekat, aku mulai tahu jika dia wanita yang selalu mengintai kegiatan Mala di depan rumah itu adalah memang tetangga Mala.“Iya, Alhamdulillah Mala sudah menemukan jodohnya,” sahut Bu Ajeng dengan bijak.Tapi wanita itu malah menyeringai tipis.“Oh b
Sungguh aku tak menduga kalau Sherly akan mengambil jalan pintas yang jelas begitu bodoh.Ketika mendengar berita kematiannya karena bunuh diri, aku benar-benar tak habis pikir.Jadi ini rencana yang sempat dia isyaratkan beberapa waktu lalu, ketika kami berbicara setelah pernikahan ayah dengan bunda.Sherly lebih memilih mati dengan masih mempertahankan kecantikan yang selalu ia banggakan."Sherly, bangun ... !"Lola terus meraung di samping jenazah putri kesayangan, alih-alih mengaji demi menentramkan jiwa anaknya yang sudah berpindah alam.Bunda yang berada di sampingku, hanya melirik sekilas pada mantan madunya. Beliau lebih memilih untuk kembali meneruskan membaca surat Yasin.Aku juga tetap khusyu dengan bacaanku, mengabaikan tangisan Lola yang sudah terasa sangat mengganggu.Sampai akhirnya Sisca mendekat untuk menenangkan. Ketika Lola masih saja menjerit histeris, pada akhirnya Sisca memaksa mamanya untuk beranjak pergi."Ma, ayo ke atas saja, Mama bisa sepuasnya menangis di s
“Kenapa, Mas?” Aku bertanya dengan penuh rasa penasaran. “Aku tak mau kamu tertulari penyakit kotor yang diderita wanita itu saat ini.” Aku terkesiap dengan wajah terperangah ketika mendengar apa yang dikatakan Gamal. “Maksud kamu apa Mas?” Gamal menatapku lurus. “Kemarin sebelum Tony berangkat ke Eropa untuk berobat, dia mengaku padaku kalau beberapa hari sebelum sakit dia sudah tidur dengan Sherly. Jadi aku menyarankan pada mantan saudara tiri kamu ini untuk melakukan pemeriksaan.” Gamal lalu menegaskan tatapannya pada Sherly yang sedang mendengus kesal padaku. “Perlu kamu tahu kalau sebenarnya Tony terinfeksi HIV, dan dia sekarang harus mendapatkan perawatan insentif di Jerman.” Sekarang malah Sherly yang tampak sangat terkejut dengan kedua matanya membeliak tajam ke arah Gamal.
Aku dan Gamal benar-benar tak lagi bisa menghindari permintaan Umi Risa. Pada akhirnya kami mengantar beliau ke rumah sakit menemui Tony yang sekarang tampak semakin melemah bila dibanding saat kami terakhir kali melihatnya beberapa hari lalu.Umi Risa terus saja menjatuhkan air matanya, menjadi sangat tega melihat keadaan putra pertamanya yang sangat kesakitan.Ketika melihat kedatangan Umi Risa bersama kami berdua, Tony yang kian tirus itu tampak sangat kaget bahkan hanya bisa terperangah untuk beberapa saat dengan tatapan yang agak menegas ke arah Gamal sebagai isyarat ketidaksetujuannya atas keputusan Gamal untuk membawa Umi Risa ke rumah sakit.“Aku sudah tidak bisa menutupinya terlalu lama dari Umi,” ucap Gamal seakan menjawab pertanyaan yang terlontar dari tatapan Tony yang tajam.Tony menjawabnya dengan sebuah tarikan nafas panjang sembari ia menggerakkan kepalanya ke samping sepe
“Lalu dia kenapa sampai menangis seperti itu?”Aku tak bisa lagi menahan rasa penasaranku.“Kenapa kamu tak tanyakan saja sama dia?”Aku mendesah jengah melihat sikap suamiku yang masih saja sarkas dan sinis pada kakaknya yang bahkan sekarang masih saja menangis dengan sangat sedih.Aku langsung menegaskan tatapanku pada Gamal yang kemudian malah menanggapiku dengan kedikan di kedua bahunya.Tanpa menunggu lama aku langsung mendekati Tony, berusaha menenangkan pria itu sebisanya.“Jangan menakutkan apapun, percayalah Tuhan itu Maha Pengasih. Aku yakin kalau kamu bertobat dengan sungguh-sungguh Allah pasti akan mengampuni kamu.”Setelah itu aku mulai mengambil sekotak tisu dari atas nakas dekat ranjang dan menariknya beberapa lembar untuk aku ulurkan pada Tony yang sekarang sudah menatap ke
“Siapa sih Mas yang sakit?”Aku semakin tak sabar dan terus penasaran.Tapi kemudian Gamal malah menarik nafasnya sangat dalam.“Kamu bilang kemarin aku harus memperbaiki hubunganku dengan kakakku.”Aku sedikit mengernyitkan dahi.“Jadi Mas Tony sekarang yang sedang sakit? Dia sakit apa?” Aku segera mengunggah tebakanku.Gamal malah melirik tajam ke samping ke arahku yang juga sedang melekatkan tatapanku padanya.“Udah aku bilang jangan panggil dia Mas ... “Aku mendesah jengah. Dalam keadaan seperti ini Gamal masih saja posesif dan di depanku malah seringkali bersikap terlalu manja seperti anak kecil.“Iya, iya maksud aku Tony, dia sakit apa?” tanyaku lagi.“Penyakit yang aku yakin pasti akan membuatnya insyaf
Semua orang bersungguh-sungguh saling tarik menarik tali tambang, benar-benar berusaha untuk menjadi pemenang.Aku bersama timku yang tampak sangat antusias berusaha untuk memenangkan perlombaan.Sementara pihak Ela juga tak mau mengalah.Semua gigih berjuang hingga akhirnya aku bersama timku berhasil mengalahkan tim Ela.Tapi meski aku menang aku kemudian malah tak bisa menyeimbangkan diri, dan jatuh tersungkur, yang tak pernah aku sangka malah membuat semua orang panik, termasuk juga Gamal yang langsung mendekat untuk membawa tubuhku ke dalam gendongannya.Sikap Gamal yang terlalu berlebihan malah membuatku risih sendiri terlebih saat melihat tatapan iri dari karyawan Gamal yang lain.“Mas, turunkan aku, aku nggak apa-apa!” sergahku kesal dengan kedua kakiku bergelinjang meminta suamiku untuk menurunkan aku dari gendongannya.
“Sayang bagaimana kalau kita mulai melakukan program kehamilan?” Aku terkesiap menjadi tak bisa menyembunyikan kegusaranku. “Program hamil Mas?” Gamal menatapku kian tegas. “Kenapa, apa kamu keberatan?” “Kan aku tadi sudah bilang aku nggak mau hamil dulu dalam waktu dekat ini.” Aku menegaskan kalimatku. Gamal langsung mengenyit lugas memandangku dengan sorot matanya yang tajam. “Sekarang katakan padaku apa alasan kamu menunda kehamilan?” “Aku masih belum lulus Mas. Bahkan sebentar lagi aku akan sangat sibuk dengan skripsi. Aku nggak mau menunda semua itu lagi Mas.” “Mala, kalau soal kuliah kamu bisa menjalaninya setelah kamu melahirkan, aku janji kehadiran anak kita nantinya tidak merepotkan kamu sama sekali.” Gamal kian gigih meyakinkan aku. Aku menggeleng masih bersikeras dengan cita-citaku. “Sayang, aku tidak menyalahkan kamu yang masih ingin mempertahankan cita-cita kamu. Tapi aku juga minta kamu mempertimbangkan tentang status kamu sekarang.” Aku mendesah pelan dan m
“Yakin Mas, akan mengabulkannya?”Aku masih berusaha untuk memastikan.Gamal langsung mengiyakan dengan anggukan pasti sembari ia mulai membelai rambutku yang baru saja mendapat perawatan di salon mahal, yang sekarang aromanya menjadi harum semerbak.Aku masih menelisiknya dengan ragu.“Udah sayang, katakan saja.”“Kalau aku minta Mas Gamal baikan sama Mas Tony, apa Mas Gamal mau melakukannya?”Gamal sontak mengangkat punggungnya padahal tadi bersandar dengan sangat nyaman di sandaran sofa.“Sejak kapan kamu manggil Tony dengan sebutan Mas, kamu hanya boleh manggil sebutan Mas, padaku saja?”Gamal malah marah dengan panggilanku pada Tony, kakaknya satu ibu itu.“Kan panggilan Mas itu buat seorang lelaki yang lebih tua dari kita.”&
“Jadi sekarang kalian tinggalkan rumah ini, dan jangan pernah kembali.”Gamal kian menegas dengan tatapan yang sekarang terlihat begitu tajam.“Soal Sisca, dia itu anak kamu jadi urus saja dia sendiri, lagipula sekarang Adeo Pattinama berada di dalam penjara dan sudah tak bisa melakukan apapun seperti yang sudah kamu katakan tadi.”Gamal membalik ucapan Lola, yang membuat wanita itu kian kesal karena ucapannya malah menjadi bumerang untuk dirinya sendiri.“Jangan bebankan Sisca pada Mala, meski Sisca dan istriku saudara satu ayah bukan berarti dia harus mengambil alih semua tanggung jawab tentang Sisca.”Lola dan Sherly terdiam mereka tampak sangat geram karena telah dikalahkan oleh Gamal yang terus membelaku tanpa jeda.Pada akhirnya tak ada lagi yang bisa mereka lakukan lagi kecuali berbalik pergi bersama Sisca yang kemud