Share

P 200 J Bab 88

Penulis: LinDaVin
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Sepertinya haus," ucapku sambil menyeka air mataku. "Waktu nya kasih ASI," lanjutku lagi.

"Uh, aus ya, Sayang. Mik cucu dulu, ya. Muach." Kenzi mencium gemas bayinya sebelum memberikan padaku.

"Kenapa?" tanyanya, saat aku tak segera memberikan ASI pada bayiku.

Cukup lama berpisah, membuatku merasa malu, kalau harus memberikan ASI di depan Kenzi, meski dia Suamiku. Kenzi mengangkat alisnya, kembali mempertegas pertanyaanya tanpa kata. Aku hanya menjawab dengan memanyunkan bibir.

"Iya, aku ngerti. Aku nggak lihat." Kenzi seakan paham, dia duduk di belakangku, menghadap arah berlawanan. Kami saling beradu punggung. Tangis bayiku semakin nyaring, segera aku berikan apa yang sedang diinginkan.

Rasanya … masih sakit. Aku menggigit pelan bibirku. Kuat sekali bayiku minum, ada semacam ngilu terasa di payu d***ku. Tapi, kata Ta te Fenny, hanya sebentar. Setelah ini akan biasa saja, dan mulai lagi kalau bayi sudah tumbuh gigi.

Tak berapa lama, bayiku kembali terlelap. Dia melepas sendiri, ak
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (2)
goodnovel comment avatar
LinDaVin
Terima kasih, Kak. Biasanya Update 1 sd 2 hari sekali Kak.
goodnovel comment avatar
Nay Setyawan
keren ceritanya menyentuh hati dg bahasa yg bagus dan mudah dimengerti dan dipahami... sehat selalu buat thor ... oh y ini setiap tema tayangnya brp hari sekali y thor? q slalu nungguin updatetannya ......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Perawan 200 Juta   P 200 J Bab 89

    "Belum, tapi, pasti Papa akan segera tau. Banyak hal rumit di sekitarku, maafkan aku. Tapi, satu yang pasti aku akan berjuang untuk cinta kita, untuk keluarga kecil kita. Teruslah bersamaku, agar aku menjadi kuat. Kalianlah sumber kekuatanku sekarang." Kenzi kembali mencium tanganku setelah selesai dengan kalimatnya.Aku tak bisa menjawab apapun, hanya terdiam. Jemariku balas menggenggamnya kuat."Besok, aku kesini lagi." Kenzi menoleh ke arahku, aku mencoba tersenyum. Dimajukan wajah itu, hingga kening kami menyatu. "Jangan menangis lagi, aku merasa menjadi lelaki pecundang. Karena selalu membuatmu menangis.""Bukan karenamu rasa sakit ini, aku tau kamu juga merasakan hal yang sama," ucapku lirih."Iya." Singkat Kenzi menjawab, sebelum sebuah ciuman lembut dia berikan dibibirku, sekilas. "Aku mencintaimu, kemarin, hari ini, dan esok." Aku mengangguk pelan, kami beranjak berdiri setelahnya. Kenzi merayap pelan, berpamitan pada bayinya yang nampak lelap dalam tidurnya. Berulang kali

  • Perawan 200 Juta   P 200 J Bab 90

    Sebuah pelukan dan ciuman di puncak kepala aku aku rasakan, dari aroma tubuhnya aku tau siapa. Senyumku terulas begitu saja. Aku menoleh, kembali sebuah ciuman di pipi Ia singgahkan.Sesaat kemudian dia melepas pelukannya, beranjak dan duduk jongkok di samping stroller tempat bayinya tertidur. Bibir Kenzi mengatup, telunjuknya mengusap pelan pipi bayinya yang kemerahan."Pagi sekali," ucapku kemudian. Kenzi melihat sekilas ke arahku dengan senyum yang tersungging di bibirnya, kemudian kembali melihat ke arah bayinya. "Bahkan aku tak dapat tidur semalaman, karena merindukannya," jawabnya kemudian masih dengan senyum yang sama serta pandangan yang terus mengarah pada sosok mungil di depannya."Hanya untuknya?"Kenzi melihatku dengan senyum melebar, melihat bibir manyunku. Tanganya berganti meraih jariku dan mengecupnya."Apa perlu dipertanyakan lagi?" tanyanya balik. Aku memasang wajah pura-pura merajuk."Liat, ada yang cembulu," ucap Kenzi pada bayinya. Kemudian melirik ke arahku. "S

  • Perawan 200 Juta   P 200 J Bab 91

    Sebuah senyum terlihat dipaksakan saat melihat aku merasa tak canggung. Iya, aku merasa tak enak. Bara terlalu baik, tapi, ah … otakku mulai tak bisa berpikir. Semua terlalu rumit untuk dijelaskan."Hai, abang baik - baik saja. Senyum!" Tanganya mengacak rambutku, hal itu justru semakin membuat hatiku merasa sakit."Lah, malah nangis," lanjutnya lagi. Dia mengusap pipi basahku. "Abang ngerti, sudah jangan menangis lagi, jelek."Terbuat dari apa hati pria di depanku ini. Aku menyandarkan kepalaku di dadanya. Rasanya sesak sekali."Dengar, abang kesini ingin melihat sebuah senyum. Bukan lihat orang nangis gini, sudah. Abang rindu sama Al, sudah bangun belum?" Bara mengangkat wajahku, kembali mengusap air mata yang membasahi pipiku. Sebuah senyum aku berikan padanya meski mata masih basah."Sudah, tadi habis berjemur." Aku menjawab, dengan sisa tangisku."Dengar, abang gak mau lihat kamu bersedih lagi, apapun alasannya. Apalagi menangis karena abang. Abang tak selemah itu, abang bisa me

  • Perawan 200 Juta   P 200 J Bab 92

    "Sudah siang, abang banyak kerjaan. Nggak apa - apa kan? abang tinggal." Bara menunduk memberikan ciuman pada bayiku. Kemudian turun dari atas ranjang."Zanna antar," ucapku. Aku mengambil bayiku dan menggendongnya."Boleh aku gendong?" tanyanya kemudian. Aku mengangguk dan memberikan padanya, hati - hati dia menerimanya. Kami berjalan keluar kamar, bersisian. Jangan tanya perasaanku, sebenarnya cukup kacau. Tapi, melihat Bara yang ingin menunjukkan kalau dia baik - baik saja. Aku juga harus demikian."Bara," sapa Tante Fenny, yang duduk bersama Oma di ruang keluarga."Tante," Bara menghentikan langkahnya dan balas menyapa.Sesaat kami berempat terlibat obrolan ringan. Sebelum Bara berpamitan karena ada pekerjaan. Dia meminta tidak perlu mengantarnya. Aku mengangguk, kembali dia mencium bayiku kemudian berpamitan dengan Oma dan Tante Fenny.•"Kata Oma, Kenzi semalam kesini, tadi pagi juga?!" Tante Fenny membuka kembali obrolan selepas Bara pergi. "Lalu bagaimana?" "Iya, Tante. Ke

  • Perawan 200 Juta   P 200 J Bab 93

    "Banyak orang menghinanya, dikira dia hamil tanpa suami. Hingga akhirnya dia melahirkan. Hanya Bu Ella yang peduli padanya. Dia lebih muda darimu waktu itu tujuh belas tahun." Kembali Tante Fenny menjeda karena tak kuasa untuk meneruskan kalimatnya."Saya bingung, takut dan tak tau harus bagaimana. Hingga saya memutuskan, memberikan bayi saya pada Bu Ella. Saya benar - benar bingung. Saya tak memiliki siapapun, tak kenal siapapun selain Bu Ella yang membantu saya." Wanita itu berbicara di tengah isak tangisnya. "Akhirnya saya meninggalkan bayi saya." Tangis wanita itu semakin menjadi, begitu juga denganku. "Saya dibawa seseorang yang baru saya kenal untuk bekerja sebagai pembantu. Majikan pria saya orang asing, setelah membuatkan saya identitas baru. Mereka membawa saya, ke Belanda. Di Negara itulah saya hidup selama belasan tahun."Ibu … iya Ibu. Ibu menjeda kalimatnya, sedang aku masih terisak menikmati rasa sakit seperti yang Ibu rasakan."Mereka tidak menganggap saya sebagai p

  • Perawan 200 Juta   P 200 J Bab 94

    "Sakit ya?" tanya Kenzi saat aku memegangi kepala yang terasa berdenyut."Nggak apa - apa," jawabku kemudian."Aku minta maaf, pasti karena aku." Kenzi mengusap kepalaku pelan."Jangan biarkan mereka menunggu," ucapku kemudian. Ya Tuhan, semoga segala kepahitan dan kesakitan ini segera berakhir. Semoga kebahagiaan terbit setelah ini. Apapun nanti suratan takdir yang akan aku jalani, aku hanya inginkan yang terbaik untuk semuanya."Teruslah bersamaku." Kenzi menangkupkan tangannya di wajahku. Aku mengangguk perlahan dengan mata terpejam. Sebuah kecupan Kenzi berikan pada keningku.Sesaat kemudian kami sama - sama melihat ke arah yang sama. Sosok mungil yang sedang terlelap di atas ranjang. Untuknya lah kami harus berjuang untuk bersatu. Berjuang untuk menghadirkan orang tua yang lengkap baginya.Sejenak mengatur hati, aku dan Kenzi beranjak keluar setelahnya. Bi Nur yang melihatku keluar dari kamar langsung beranjak ke kamarku. Kenzi menggenggam erat tanganku. Kami berjalan bersisia

  • Perawan 200 Juta   P 200 J Bab 95

    Pagi ini, tak secerah biasanya. Hujan gerimis turun sedari Subuh tadi. Hari ini kegiatan berjemur terpaksa ditiadakan. Sehabis mandi dan minum susu bayiku terbangun. Dia enggan kembali tidur, sepertinya dia sedang ingin bermain. Aku mengajaknya bicara, menyanyikan lagu anak -anak yang aku bisa.Tidak banyak perbendaharaan lagu anak - anak dalam benakku, juga dengan lagu lainnya. Aku tidak punya waktu untuk itu dulu. Ah, segera aku tepis jauh, bila bayangan pahit masa laluku datang tiba - tiba. Tak ingin mengingat kembali, karena yang ada hanya rasa sakit."Non, diminta Oma, untuk sarapan." Bi Nur datang, menghampiri ranjangku. Pintu memang tidak aku tutup."Iya, Bi. Zanna titip bayi Zanna, ya?" Aku bangun dari samping bayiku, kemudian turun dari ranjang, selepas menciumnya gemas. Bi Nur mengangguk dan tersenyum menjawabku. Langkahku mengayun pelan keluar dari kamar.Dari kemarin sore, aku juga belum tau bagaimana hasil pembicaraan Kenzi dan keluarga besarnya. Aku memang belum memegan

  • Perawan 200 Juta   P 200 J Bab 96

    "Beri aku waktu, kondisi perusahaan sebenarnya sudah membaik. Hanya saja, bila kelaurga Carla bertindak seperti ancaman mereka, perusahaanku belum siap. Bantuan mereka sangat berpengaruh besar pada perusahaan.""Rumit sekali." Aku menarik napas dalam dan menghembuskan sekaligus."Aku akan bicara dengan Carla, hanya aku butuh waktu yang tepat. Dia pasti tak akan tega, bila tau akibat dari di hentikannya kerjasama itu.""Tapi, kita sudah menyakitinya.""Dia, wanita hebat. Dia berhak bahagia, tapi, bukan denganku.""Kaliaan … sudah ….""Aku tak bisa melakukannya, selain denganmu. Aku katakan kalau aku sakit."Ada kelegaan, diantara pikiran rumit yang berkecamuk dalam benakku. "Carla masih belum bisa menerimanya. Dia hanya diam, tak mau berbicara apapun juga. Aku mengerti, ini sulit untuk dia diterima.""Keluargamu?""Semua menentangku, aku bertahan hanya demi perusahaan. Disana banyak bergantung kehidupan orang lain. Aku akan berusaha semaksimal mungkin. Yang pasti, keputusanku sudah bu

Bab terbaru

  • Perawan 200 Juta   P 200 J Bab 101 END

    Papa mengenalkanku pada istri dan anaknya. Wanita berhijab itu menyambutku, baik. Meski tetap terasa kaku dan berjarak, atau hanya perasaanku saja. Aku harus belajar banyak dari Ibu, yang bisa mengendalikan perasaan dengan dengan sangat baik.Perasaanku saja, atau memang seperti itu adanya. Aku merasa Papa masih memiliki perasaan ke Ibu, dari cara mereka menatap terlihat berbeda. Ini bukan hal baik, tapi, siapa yang bisa mengatur perasaan.•••"Sayang, aku ingin kita tinggal bertiga. Aku, kamu dan anak kita. Tinggal dirumah impian, tak perlu besar, tapi, nyaman. Aku akan menyiapkan untuk kalian. Sebuah rumah dengan taman kecil, untukku dan Al bermain bola nanti." Aku tersenyum mendengar Kenzi. Dia memelukku dari belakang, dan meletakkan dagunya di bahuku. "Tapi, apa Oma mengijinkan?" tanyaku kemudian."Aku kepala keluarga, aku yang memiliki tanggung jawab atas kalian, berdua. Kita hanya tinggal terpisah, masih bisa setiap saat bersama. Keluarga kita pasti bisa memahami itu semua." T

  • Perawan 200 Juta   P 200 J Bab 100

    Tanganku langsung meraih jemari Ibu. Wanita itu tercekat melihat seseorang di depannya. Wajahnya memerah, matanya basah. Tangannya meremas jariku kuat, aku ikut merasakan apa yang Ibu rasakan. Semua terdiam, dadaku terasa sesak seketika. Apa yang sedang Ibu rasakan sekarang? Ibu segera menyeka air mata dengan sebelah tangannya. Mengerjapkan mata, mencoba untuk menahannya agar tak kembali keluar. Oma, Tante Fenny, dan pria itu berdiri bersamaan."Zanna, ini … Papa kamu." Oma memanggilku. Aku masih tercekat, terdiam. Aku kembali melihat ke arah Ibu, yang mengarahkan pandangan ke arah lain. Sedikit menaikkan wajah. Ibu sedang mengendalikan hatinya."Mala …." Pria itu memanggil nama Ibu. Berjalan ke arahku dan Ibu."Mas." Suara Ibu terdengar serak. Hanya itu yang keluar dari bibir Ibu."Zanna, ini Papa Sayang." Aku masih berdiri mematung, entah apa yang aku rasakan sekarang. "Pah …." Aku menoleh ke arah suara. Sosok gadis kecil muncul dari dalam, bersama seorang wanita berhijab. Ibu jug

  • Perawan 200 Juta   P 200 J Bab 99

    Meski dalam hatiku, aku tak yakin Bara bisa secepat itu membuka hatinya untuk orang lain. Walau, terlihat baik - baik saja aku yakin ada luka, yang sedang berusaha ditutupinya. Itulah Bara, malaikat tak bersayapku.•••Aku belum menanyakan apa saja yang dibicarakan tadi oleh keluarga Kenzi dan keluargaku. Yang pasti semua terlihat membaik, meski masih terasa kaku dan canggung, tapi, semua nampak baik. Sepertinya banyak hal yang dibicarakan. Mama Kenzi mengajakku menginap di rumah mereka tadi. Hanya saja entah untuk alasan apa, Oma belum mengijinkan. Aku juga merasa belum siap. Akhirnya Kenzi yang akan tinggal sementara di rumah Oma. Dia sedang pulang mengambil pakaian dan barang - barangnya.••"Non, susunya Bibi taruk di meja, ya." Bi Nur datang membawakan segelas susu hangat untukku. "Iya, Bi. Terima kasih," ucapku. Aku masih duduk di sofa mengutak atik ponsel lama dan ponsel baruku. Bayiku sudah terlelap sedari tadi. Ponselku bergetar ada panggilan masuk, dari Bara. Aku buru - b

  • Perawan 200 Juta   P 200 J Bab 98

    "Non, ditunggu Oma di ruang baca." Bi Nur masuk, dan memberi tau. Aku baru saja memberikan bayiku ASI dan sekarang dia kembali tidur."Iya, Bik." Aku menjawab sambil mengangguk. Sesaat kemudian aku menidurkan bayiku, menciumnya.dan beringsut turun dari atas ranjang."Zanna titip ya, Bik," ucapku."Iya, Non. Bibi jagain." Bi Nur menjawab.Aku segera beranjak keluar kamar, berjalan sedikit cepat menuju ruang baca Oma. Setelah mendorong pintu, kudapati sudah ada Om Rei dan juga Tante Fenny disana. "Kenzi?" tanya Oma saat aku masuk."Sudah Zanna telepon, Oma. Sebentar lagi sampai." Aku menjawab. Kemudian menyapa Om dan Tante bergantian."Mah, kenapa nggak minta Mas Febian saja, yang tanam modal di perusahaan suami Zanna," ucap Tante Fenny."Em, bener Ma. Perusahaan Mas Febian berkembang cepat dua tahun terakhir, bahkan dia sudah buka cabang hampir di setiap kota loh." Om Rei menambahkan."Semakin banyak yang sadar akan pentingnya makanan sehat. Sayang, kalau di Indonesia kita buat kaya

  • Perawan 200 Juta   P 200 J Bab 97

    "Mama?" tanya Kenzi memastikan. Bi Nur mengangguk membenarkan."Terima kasih, Bi," ucapku pada Bi Nur, perempuan setengah baya itu mengangguk. Ada kecemasan terlihat di wajah yang sudah sedikit keriput itu. Dia berbalik badan dan berjalan perlahan.Aku menatap Kenzi lekat, ada kecemasan dan ketakutan dalam hatiku. Mama sangat dekat dengan Carla. Lalu apa pendapatnya tentangku, yang hanya menikah kontrak dengan anaknya.Kenzi menangkupkan tangannya di wajahku. Matanya menatapku tajam, seolah ingin meyakinkan semua akan baik - baik saja."Kita ajak Ken, ketemu Omanya?!" kata Kenzi kemudian."Bukan Ken, panggilannya Al." Aku memberi tahu, bahkan bukan sesuatu yang penting untuk dibahas saat sekarang. Hanya respon spontanitas saja."Iya, kita ajak Al ketemu Oma dan Tantenya." Kenzi meralat kalimatnya. Aku mengangguk, kemudian berjalan ke arah ranjang dan mengangkat tubuh mungil itu kemudian."Biar aku yang gendong," pinta Kenzi padaku. Hati-hati aku memberikan pada Kenzi bayi laki - lakin

  • Perawan 200 Juta   P 200 J Bab 96

    "Beri aku waktu, kondisi perusahaan sebenarnya sudah membaik. Hanya saja, bila kelaurga Carla bertindak seperti ancaman mereka, perusahaanku belum siap. Bantuan mereka sangat berpengaruh besar pada perusahaan.""Rumit sekali." Aku menarik napas dalam dan menghembuskan sekaligus."Aku akan bicara dengan Carla, hanya aku butuh waktu yang tepat. Dia pasti tak akan tega, bila tau akibat dari di hentikannya kerjasama itu.""Tapi, kita sudah menyakitinya.""Dia, wanita hebat. Dia berhak bahagia, tapi, bukan denganku.""Kaliaan … sudah ….""Aku tak bisa melakukannya, selain denganmu. Aku katakan kalau aku sakit."Ada kelegaan, diantara pikiran rumit yang berkecamuk dalam benakku. "Carla masih belum bisa menerimanya. Dia hanya diam, tak mau berbicara apapun juga. Aku mengerti, ini sulit untuk dia diterima.""Keluargamu?""Semua menentangku, aku bertahan hanya demi perusahaan. Disana banyak bergantung kehidupan orang lain. Aku akan berusaha semaksimal mungkin. Yang pasti, keputusanku sudah bu

  • Perawan 200 Juta   P 200 J Bab 95

    Pagi ini, tak secerah biasanya. Hujan gerimis turun sedari Subuh tadi. Hari ini kegiatan berjemur terpaksa ditiadakan. Sehabis mandi dan minum susu bayiku terbangun. Dia enggan kembali tidur, sepertinya dia sedang ingin bermain. Aku mengajaknya bicara, menyanyikan lagu anak -anak yang aku bisa.Tidak banyak perbendaharaan lagu anak - anak dalam benakku, juga dengan lagu lainnya. Aku tidak punya waktu untuk itu dulu. Ah, segera aku tepis jauh, bila bayangan pahit masa laluku datang tiba - tiba. Tak ingin mengingat kembali, karena yang ada hanya rasa sakit."Non, diminta Oma, untuk sarapan." Bi Nur datang, menghampiri ranjangku. Pintu memang tidak aku tutup."Iya, Bi. Zanna titip bayi Zanna, ya?" Aku bangun dari samping bayiku, kemudian turun dari ranjang, selepas menciumnya gemas. Bi Nur mengangguk dan tersenyum menjawabku. Langkahku mengayun pelan keluar dari kamar.Dari kemarin sore, aku juga belum tau bagaimana hasil pembicaraan Kenzi dan keluarga besarnya. Aku memang belum memegan

  • Perawan 200 Juta   P 200 J Bab 94

    "Sakit ya?" tanya Kenzi saat aku memegangi kepala yang terasa berdenyut."Nggak apa - apa," jawabku kemudian."Aku minta maaf, pasti karena aku." Kenzi mengusap kepalaku pelan."Jangan biarkan mereka menunggu," ucapku kemudian. Ya Tuhan, semoga segala kepahitan dan kesakitan ini segera berakhir. Semoga kebahagiaan terbit setelah ini. Apapun nanti suratan takdir yang akan aku jalani, aku hanya inginkan yang terbaik untuk semuanya."Teruslah bersamaku." Kenzi menangkupkan tangannya di wajahku. Aku mengangguk perlahan dengan mata terpejam. Sebuah kecupan Kenzi berikan pada keningku.Sesaat kemudian kami sama - sama melihat ke arah yang sama. Sosok mungil yang sedang terlelap di atas ranjang. Untuknya lah kami harus berjuang untuk bersatu. Berjuang untuk menghadirkan orang tua yang lengkap baginya.Sejenak mengatur hati, aku dan Kenzi beranjak keluar setelahnya. Bi Nur yang melihatku keluar dari kamar langsung beranjak ke kamarku. Kenzi menggenggam erat tanganku. Kami berjalan bersisia

  • Perawan 200 Juta   P 200 J Bab 93

    "Banyak orang menghinanya, dikira dia hamil tanpa suami. Hingga akhirnya dia melahirkan. Hanya Bu Ella yang peduli padanya. Dia lebih muda darimu waktu itu tujuh belas tahun." Kembali Tante Fenny menjeda karena tak kuasa untuk meneruskan kalimatnya."Saya bingung, takut dan tak tau harus bagaimana. Hingga saya memutuskan, memberikan bayi saya pada Bu Ella. Saya benar - benar bingung. Saya tak memiliki siapapun, tak kenal siapapun selain Bu Ella yang membantu saya." Wanita itu berbicara di tengah isak tangisnya. "Akhirnya saya meninggalkan bayi saya." Tangis wanita itu semakin menjadi, begitu juga denganku. "Saya dibawa seseorang yang baru saya kenal untuk bekerja sebagai pembantu. Majikan pria saya orang asing, setelah membuatkan saya identitas baru. Mereka membawa saya, ke Belanda. Di Negara itulah saya hidup selama belasan tahun."Ibu … iya Ibu. Ibu menjeda kalimatnya, sedang aku masih terisak menikmati rasa sakit seperti yang Ibu rasakan."Mereka tidak menganggap saya sebagai p

DMCA.com Protection Status