“Kami sudah menikah,” sahut Qiana ketus tanpa menghentikan langkahnya. Dia masih tidak bisa menahan emosinya karena peristiwa di kelas tadi. Kata-katanya menjadi sedikit kasar.“Apa?!” Beatrice histeris. Langkahnya tiba-tiba terhenti. “Kalian sudah menikah? Qiana, jangan bercanda!”Qiana makin mempercepat langkahnya. Hatinya benar-benar kacau hari ini. Dia tidak mempedulikan Beatrice yang shock. Percaya atau tidak, bukan urusannya. Dia tidak akan rugi sedikit pun.“Qiana, tunggu!” Beatrice kemudian sadar bahwa Qiana tidak peduli apa pun reaksinya. Rasa tidak percayanya malah membuat gadis itu makin marah. Sekarang sepertinya Beatricelah yang menjadi sasaran kekesalan gadis itu. Namun Qiana sudah memanggil sebuah taksi dan menghilang dari pandangan mata Beatrice.***Gedung kantor perusahaan Allard Corp yang baru.Jason Allard tengah berdiri dengan menumpukan kedua lengan di atas meja rapat. Kepalanya menunduk dengan kedua mata terpejam. Wajahnya tampak gusar.Semua peserta rapat tidak
“Berceritalah. Akan kudengarkan,” ujar Ned dengan suara serak, tapi dia tak menghentikan gerakannya. Dia malah bangkit dan menggendong Qiana lalu meletakkannya di atas ranjang.“Mana... bisa....” Qiana mengerang saat Ned kembali menyerangnya. Dia hendak protes, tapi malah mulai kehilangan akal sehat.Untuk sesaat mereka melupakan sekeliling nya dan hanya mengikuti saja keinginan liar yang menguasai.Setelah beberapa waktu yang melelahkan.“Tidak jadi berceritanya?” Ned memeluk tubuh polos istrinya di bawah selimut.Qiana hanya menggeleng sedikit tanpa membuka mata. Otaknya masih belum bisa mencerna apa pun. Dia rasanya sudah lupa hal yang menjadikannya kacau seharian ini. Ide Ned tentang membangkitkan semangat nyatanya tidak terbukti. Dia malah kehilangan seluruh tenaga dan keinginan untuk melakukan apa pun. Bahkan untuk sekedar bercerita.Sudut bibir Ned terangkat. Disekanya sedikit keringat yang masih tersisa di wajah Qiana.“Kalau begitu, aku punya sedikit kabar baik untukmu.”“Apa
Dalam rasa kantuknya, Qiana samar-samar mendengar ucapan Allison tentang pesta ulang tahun dan dirinya yang tak diundang. Dia sama sekali tidak kesal. Sebaliknya, Beatrice yang duduk di sampingnyalah yang menggerutu. “Dia pikir semua orang ingin datang ke pestanya.”“Kau tidak akan datang?” “Tidak. Aku malas. Apalagi kau juga tidak diundang.”“Diundang pun aku tidak akan datang. Allison sejak dulu senang mempermalukanku. Apalagi sekarang saat aku terlihat seperti gadis miskin. Beatrice, bangunkan aku kalau Mr. Bradley sudah datang.” Qiana bicara dari tadi tanpa sedikit pun membuka mata.Beatrice berbisik penasaran. “Apa tuan Zavier sangat bersemangat tadi malam?”Qiana pura-pura tidak mendengarnya karena merasa malu sendiri. Tebakan Beatrice benar, Ned memang sangat bersemangat tadi malam. Mr. Bradley selalu datang tepat waktu. Padahal Qiana berharap dosen paruh baya itu terjebak macet dan semacamnya selama beberapa menit hingga dia bisa tidur lebih lama. Nyatanya dia baru terlelap
Begitu tiba di atas, Qiana langsung menuju ke ruang kerja Ned. Lelaki itu mengangkat pandangannya saat Qiana masuk. Nick sedang mengulurkan selembar kertas pada tuannya sambil mengatakan sesuatu.“Kakak, apa yang diberikan Allison padamu?” Qiana melangkah mendekati meja kerja, melihat pada sebuah undangan. Gadis itu kemudian tersenyum sinis. “Rupanya dia mengundang Kakak tapi tidak mengundangku.”Ned hanya melihat sekilas pada kartu undangan. Tampak tidak tertarik. “Kau tahu aku tidak menyukai pesta seperti ini,” ujar Ned pada asistennya. “Saya minta maaf, Tuan. Gadis itu memaksa. Sudah saya katakan padanya bahwa tuan hanya menghadiri pesta penting.”Kali ini Qiana tidak bisa menahan tawanya lagi. Dia bisa membayangkan betapa buruknya wajah Allison saat Nick mengatakan itu. Padahal gadis itu sangat membanggakan pestanya.“Apa kau tidak ingin datang?” tanya Qiana sambil duduk di sandaran lengan, melongok pada layar komputer di depannya. Isinya berupa grafik dan angka-angka.“Aku akan
“Ayah, kau tahu itu tidak mungkin. Lagi pula ayah sendiri telah bersekongkol dengan nenek untuk mencurangi bagian warisan ibunya. Bukankah harusnya ayah yang lebih dulu berbaikan dengannya?” Allison menyindir dengan pedas. Dia tahu masalah warisan itu karena bibinya, ibu Qiana kerap datang ke rumah mereka dan menagih haknya.“Itu bukan urusanmu. Kalian para anak-anak tidak perlu ikut campur!” Jonas berkata dengan wajah merah. “Lagi pula bibimu tidak memiliki andil apa pun dalam membangun perusahaan. Sepantasnya dia tidak mendapatkan apa-apa.”Allison hanya mengangkat bahu tanda tak peduli. “Seperti kata ayah itu bukan urusanku. Tapi jangan suruh aku berbaikan dengan gadis menyebalkan itu.”Setelah mengatakan itu Allison meninggalkan ruang kerja ayahnya.Ponsel Jonas berbunyi bertepatan saat Allison menutup pintu. Suara asistennya terdengar cemas di seberang sana.“Ada apa?”“Tuan, beberapa proyek kita yang sudah berjalan ditangguhkan untuk sementara. Orang-orang dari Dinas Pengembanga
Sepeninggal Nick, Allison bermaksud membuka beberapa hadiah yang diberikan para tamu. Hadiah pertama yang sangat ingin dibukanya bukan dari ayah atau ibunya, tapi dari Ned Zavier. Hanya saja itu terlihat kurang beretika. Jadi dia memulai dengan hadiah dari ayahnya.Saat itu ibunya, Alicia Allard sudah kembali dari menemani neneknya di kamar. Dia mendampingi putri tercintanya meniup lilin dan memotong kue ulang tahun yang tingginya melebihi kepala. Lalu tibalah saatnya pembukaan beberapa hadiah.Para undangan merasa sedikit gugup. Yang hanya mampu memberikan hadiah bernilai murah merasa takut kalau pemberiannya yang terpilih untuk dibuka. Sementara yang sudah memberikan sesuatu yang mahal sangat berharap hadiah miliknyalah yang diekspos ke depan umum. Itu akan merupakan kebanggaan tersendiri bagi mereka.Allison membuka hadiah dari ayahnya. Sebuah kotak kecil seukuran telapak tangan dengan pita pengikat keemasan. Isinya sebuah kunci mobil mewah. Sebuah layar besar yang dipasang sebagai
Beatrice gemas melihat Qiana yang berjalan lambat. Gadis itu menarik lengan Qiana dan menyeretnya ke kursi di sebelahnya tadi duduk.“Apa kau sudah dengar?” Beatrice bicara dengan suara rendah tapi tak mengurangi kesan antusiasnya. Dia terlihat bersemangat.Qiana seperti orang linglung, menatap temannya sekilas lalu menggeleng.“Lihatlah?’ Beatrice menunjuk dengan dagunya ke arah Allison yang tampak bersinar. Gadis itu bahkan masih berdiri meski telah sampai di deretan kursi-kursi. Di sekeliling Allison, gadis-gadis lain tampak mengerubungi dan sibuk memuji hadiah dari tuan Zavier.“Tuan Zavier mengirimkan hadiah ke pesta Allison tadi malam. Flower from Paradise. Bagaimana bisa? Apa kau tidak tahu? Orang yang kau sebut suamimu mengirimkan perhiasan mahal pada musuhmu?” Suara Beatrice terdengar kesal, gemas dan tidak percaya.“Aku tahu.” Qiana menjawab dengan acuh. Dia masih kelihatan seperti orang linglung.Kemudian terdengar suara Allison yang sengaja dikeraskan. Tujuannya jelas ag
Edison berpaling dari pemandangan malam di depannya dan mendapati Olivia yang terbangun. Dia sama sekali tidak khawatir harus menjelaskan apa pun pada istrinya ini. Senyumnya terlihat dingin dan kejam.“Kau bangun. Ada apa? Kau bermimpi buruk?” Edison melangkah melewati istrinya dan kembali ke dalam kamar.“Edison, jangan pura-pura tidak mendengar! Untuk apa kau mengurusi gadis itu lagi? Dia bukan lagi Qiana yang dulu. Dia tidak sebeharga yang kau pikirkan. Lagipula kita sudah menikah dan akan segera punya bayi.” Di akhir kalimatnya, suara Olivia melembut. Tangannya refleks memegang perut.Hati Edison sama sekali tidak tergerak mendengarnya. “Aku mengurusi siapa pun tidak ada hubungannya denganmu. Ingat Olivia, kita menikah karena kau hamil. Jika aku sampai tahu bahwa kau mengada-ada soal kehamilanmu, bukan saja kita akan bercerai. Tapi aku akan menuntutmu dan keluargamu atas tuduhan penipuan. Kalian juga harus mengganti biaya mahar dan pernikahan.” Suara Edison datar tanpa tekanan
Tanpa menoleh, Charles berkata, “Kapan kau mengetahuinya?”“Saat itu kau sedang sibuk dengan perusahaan. Jadi aku tidak memberitahu.” Laura mengira akan mendapatkan respon yang mengejutkan dari Charles. Tak disangka suaminya hanya menanggapi dengan dingin. Tidakkah dia seharusnya senang bahwa Qiana yang ternyata benar putri kandungnya menikah dengan orang paling berpengaruh di kota Yardley? Barangkali saja gadis itu mau menolong mereka untuk bisa kembali bangkit.Karena tak mendapati tanggapan yang diharapkan, Laura melanjutkan. “Kupikir ini adalah keberuntunganmu. Cobalah kau temui Qiana....”“Jadi, Diana tidak bersalah. Dia tidak pernah berselingkuh. Bukti-bukti itu palsu dan merupakan hasil rekayasa seseorang.” Charles memotong perkataan Laura dan berbicara seperti orang melamun.“Soal itu aku tidak tahu. Kau yang mendapatkan buktinya dari seseorang.” Charles mendapatkan kiriman amplop berisi foto-foto bukti perselingkuhan Diana dengan seorang lelaki asing. Meski Diana telah memb
Sebuah pesta pernikahan megah tengah ditayangkan di sebuah saluran televisi. Bukan cuma di satu stasiun, tapi semua stasiun televisi menyiarkannya.Benarkah hari ini pernikahan Ned Zavier? Bukankah undangan yang dikirimkan Qiana juga menuliskan tanggal yang sama yaitu hari ini?Allison tidak pernah lagi menonton berita atau membacanya di internet. Begitu juga dengan orang-orang di rumah. Mereka sekeluarga trauma dengan pemberitaan di luar sejak Allard Corp dinyatakan bangkrut. Jadi dia benar-benar tidak tahu berita-berita terkini.Layar menampilkan gambar yang diperbesar. Pasangan yang serasi. Yang lelaki tampan menawan. Wanitanya cantik menarik.Sebentar! Sepertinya dia mengenal pengantin wanitanya.Allison bahkan mendekatkan mukanya ke etalase, memastikan bahwa seseorang di layar itu memang dikenalnya.Qiana?! Benarkah itu adalah si gadis pembual? Bagaimana bisa?Kedua tangan Allison gemetar menekan kaca etalase. Meski dalam riasan pengantinnya yang memukau, Allison samar-samar bis
“Ibu.” Darla memeluk ibunya berusaha membujuk. “Tuan Harrison benar, ini hanya salah paham. Lagipula tidak ada yang terjadi dengan menantumu.”Queena Zavier punya sifat keras kepala. Bahkan suaminya sendiri kewalahan menghadapi jika istrinya mulai mengamuk. Darla sedikit khawatir karenanya. Diam-diam memberi isyarat pada Loco agar pergi menjauh.“Tapi dia hampir mencelakai menantuku. Sekarang malah berani menggandeng putriku. Kau pikir semudah itu mendapatkan gadis dari keluarga Zavier?” Queena menarik Darla ke belakangnya, menjauhkannya dari sisi Loco Harrison.“Nyonya, aku minta maaf kalau membuat Nyonya kesal. Lain kali aku akan lebih hati-hati. Soal Darla, kami saling mencintai. Aku harap, Nyonya bisa merestui hubungan kami.” Loco bahkan sedikit membungkukkan badannya menyatakan kesungguhan dan penghormatannya. Hal yang jarang dia lakukan.“Ibu, berbaik hatilah.” Darla merengek pada ibunya. Dulu dia sering melakukannya untuk meluluhkan hati wanita itu. “Selama ini tuan Harrisonlah
Waktu dua bulan terlewati tanpa terjadi sesuatu yang berarti menurut Qiana. Dia berusaha menghindari masalah yang kadang masih mencoba menyentuhnya karena kesalahpahaman. Selain untuk menjaga agar tidak membuat ibu mertuanya khawatir dan bertindak di luar nalar, dia juga tidak ingin mengacaukan rencana pernikahan yang akan berlangsung sebentar lagi.Queena Zavier sempat mendengar cerita penjebakan diri Qiana dan berkata akan membawa pasukan dari pulau untuk menghabisi pelaku dan seluruh keluarganya. Menurut Queena, kesalahan juga harus menjadi tanggung jawab keluarga pelaku karena telah memberi pendidikan yang salah. Untunglah akhirnya dengan memelas Qiana berhasil membuat ibu mertuanya membatalkan rencananya. Qiana tidak bisa membayangkan seandainya itu benar terjadi, akan ada banyak korban berjatuhan.Dan Ned, kenapa lelaki itu diam saja mendengar ibunya memiliki rencana itu?“Kau sudah jadi menantu kesayangannya. Lagipula memang sejak dulu tidak pernah ada yang bisa menghentikan ke
“Ibu!” seru Qiana nyaris histeris. Untunglah mereka tidak sedang dalam posisi yang memalukan. Kalau tidak, dia tidak tahu harus ke mana mesti menyembunyikan muka. Ned sendiri tidak menampakkan keterkejutan pada wajahnya. Dia sudah terbiasa dengan kejutan-kejutan dari ibunya. Apalagi meski tidak memastikan waktunya, tapi ibunya pernah mengatakan akan datang secepatnya.Queena Zavier masuk dan langsung menghampiri Qiana sementara sang menantu tampak masih belum pulih dari rasa terkejutnya.“Qiana, apa Ned memperlakukanmu dengan baik?” Queena memeluk Qiana dengan penuh sayang.Qiana hanya bisa mengangguk seperti ayam mematuk umpan. Dia tidak tahu harus mengatakan apa. Bagaimana bisa ibu mertuanya ini masuk ke kamar mereka tanpa mengetuk. Dia harus benar-benar mengingatnya nanti agar selalu mengunci pintu bila sedang bersama Ned.“Baguslah. Kalau tidak, aku akan menyuruhnya kembali ke pulau. Kalian lebih baik tinggal di sana agar aku bisa mengawasinya setiap hari.”Mendengar akan disuruh
Lagi-lagi kelima lelaki tertawa bersamaan. Mereka pikir Qiana kaget dengan jumlah uang yang mereka sebutkan.“Jadi, apa kau sanggup memberi kami sepuluh kali lipatnya?”“Aku akan berikan. Tapi tidak sekarang. Aku tidak membawa uang kontan,” ujar Qiana mencoba menghentikan niat mereka. Uang bukan masalah lagi, kan?“Manis, tidak usah membual. Dari penampilanmu, kami bisa menilai kalau kau bahkan tidak memiliki uang sebanyak seribu dollar. Kau katakan akan membayar kami sepuluh kali lipat yang berarti seratus ribu dollar? Apa kau sedang bermimpi? Lebih baik menyerah saja.” Si lelaki bercambang ikut mendekat.Qiana menggengam erat tas yang melingkar di bahunya. Diam-diam meraih ponsel dari dalam tas, bermaksud menelpon Ned. Namun seseorang menarik tasnya dan melemparkannya ke suatu tempat di ruangan. Kemudian Qiana merasa seseorang menyeret dan menghempaskannya ke sofa.“Apa yang kau lakukan... aaakh!”Seseorang menindih Qiana, berusaha menciumi gadis itu. Qiana berontak sekuat tenaga,
“Menurutmu?” Qiana balik bertanya. Dia sebenarnya malas menghadapi Emilia.“Aku tahu kau tidak sepolos kelihatannya. Dari awal kau datang, tuan Asher telah tertipu oleh penampilanmu. Tapi tidak denganku. Aku sudah gatal ingin memberimu pelajaran. Sayang tuan Asher mencegahku.”“Kau yakin bisa memberiku pelajaran? Tuan Asher yang manajer saja tidak mampu menyentuhku, apalagi kau yang cuma asistennya.” Qiana bangkit dari duduknya. Meski tingginya sedikit lebih pendek dari Emilia, nada dinginnya sanggup membuat nyali Emilia menciut.Ya, jika tuan Asher tidak sanggup membereskan setan kecil ini, apalagi dia yang hanya asisten manajer. Siapa sebenarnya gadis ini? Kenapa dia bisa begitu berani meski baru bekerja tiga hari.Keduanya saling tatap dengan perasaan yang berbeda. Emilia dipenuhi kebencian, sedangkan Qiana justru merasa kasihan. Dia yakin gadis di depannya ini telah jadi alat pemuas nafsu Lew Asher dengan imbalan promosi jabatan. Sekarang Emilia kehilangan orang yang bisa diandalk
“Tuan Anderson, aku yang minta maaf karena tidak memberitahu anda. Aku sama sekali tidak bermaksud mengganggu pekerjaan anda. Hanya sedikit bosan. Biasanya dari siang sampai malam aku bekerja. Sekarang ini aku merasa terlalu menganggur. Jadi kupikir mungkin aku bisa bekerja di sini.” Qiana tertawa pelan. “Apa menurut Tuan seragam ini pantas untukku?” Qiana menunduk sesaat merapikan seragamnya.Henry tidak bisa menahan tawanya. Menurutnya nyonya muda ini sangat lucu. Dia tampak imut dalam seragamnya. Seandainya dia memakai seragam siswi SMU pun, mungkin akan sulit dibedakan dengan siswi lainnya.“Nyonya terlihat cocok memakai apa pun.” Henry memberi komentar sopan. “Oya, Nyonya, silakan duduk. Saya akan menyuruh Alma membuatkan minuman.”“Apa aku boleh duduk di kursi kerja Tuan?” Qiana meminta dengan antusias.“Tentu Nyonya. Cobalah. Suatu hari Nyonya juga akan duduk di sana.” Henry tersenyum melihat tingkah Qiana yang mulai berputar-putar di kursinya.“Aku tidak berminat. Pasti akan s
“Tuan, itu tidak membuktikan apa-apa,” ujar si petugas keamanan. “Lagipula, kalaupun benar, kita tidak bisa menemukan sidik jarinya di sana karena sudah tertimpa sidik jari Tuan.”Sialan! Lew benar-benar meledak sekarang.“Pergi kalian dari sini! Orang-orang tidak berguna. Aku akan mengajukan komplain ke atasan kalian bahwa kalian tidak bisa bekerja dengan benar.” Lew berkata lantang dan menunjuk ke arah pintu ke luar.Ketiga petugas tidak bisa berkata apa-apa lagi. Mereka segera pergi setelah saling pandang satu sama lain. Begitu tidak ada siapa pun di kantornya, Lew memandangi pisau yang tadi diletakkannya di atas meja. Ada perasaan dingin yang melintas di hatinya. Perutnya mual. Dia segera melempar pisau itu ke dalam laci dan terduduk lelah di kursinya.Gadis itu terlalu berani. Dia bahkan masih punya nyali untuk tetap tinggal di kantor ini.Lew mengetuk-ngetukkan jarinya ke atas meja. Dia mencoba memikirkan sesuatu untuk tetap mendapatkan gadis itu dan memberinya pelajaran lalu m