"Audrey, tinggalkan kami berdua. Kamu tunggu di luar ruangan CEO!" titah Jonas ketika bertukar pandang dengan asisten pribadinya yang sama sekali tak mengenal istrinya.Dia segera berdiri dan membawa tasnya seraya menyahut, "Permisi, Mr. dan Mrs. Benneton!" Audrey melangkah keluar dari balik meja kerjanya dan melewati Isabella.Namun, lengannya tiba-tiba dicekal oleh istri bosnya. Mata Isabella yang jeli mengenali tanda bekas keintiman seksual berwarna merah merah di leher dan menyebar di sekitar dada Audrey sekalipun disembunyikan dengan rambut lebat coklat keemasan yang terurai."Hey, apa kau yang melayani napsu gila suamiku tadi malam?!" hardik Isabella dengan nada menuduh kepada Audrey."Ehh ... ti—tidak, Ma'am!" Audrey sontak merona wajahnya. Dia tak enak dengan situasi janggal ini, pelakunya bukan bosnya melainkan Bunny. Kasihan sekali Jonas, pikir Audrey karena harus menanggung kesalahan pria lain.Jonas bergegas menghampiri kedua wanita yang saling bertentangan itu, dia menegu
"Well done, Mister Benneton!" ucap Gerald Potts setelah meeting menghasilkan keputusan yang dapat diterima baik oleh kedua belah pihak. Jonas bangkit dari kursinya dan menjabat uluran tangan kliennya. "My pleasure, Mister Potts. Anda bisa mengirimkan dokumen kontrak penjualan kaleng kemasan dengan harga terbaru ke email corsec perusahaan kami. Terima kasih!" balasnya seraya mengantar pria berambut pirang bermodel spike itu ke lift. Di belakang mereka Audrey dan Trevor mengikuti bos mereka. Hari telah lewat tengah hari, jam kerja kantor di akhir pekan telah usai. Para karyawan juga telah pulang kerja sebagian besar.Ketika kembali ke lantai 20 dengan lift, Jonas bertanya kepada Audrey, "Apa kamu ada kesibukan siang ini? Aku lapar dan ingin mengajakmu makan di restoran Perancis langgananku kalau kau tidak keberatan, Audrey Darling.""Ohh, saya tidak ada janji lain, Sir. Baiklah, saya akan ikut makan siang menemani Anda!" jawab Audrey sopan, dia juga merasa perutnya keroncongan karena
"Bunny, apa maksudmu?" tanya Audrey kebingungan. Jadwal kencan buta mereka berdua seharusnya masih jumat malam tujuh hari dari yang tadi malam."Aku merindukanmu, Honey. Rasanya bosan sekali menghabiskan waktu nyaris dua kali 24 jam sendirian di penthouseku yang sepi ini. Bisakah kamu menemaniku?" Jonas merasa dia seperti anak kecil yang merengek-rengek untuk dibelikan permen. Namun, itu kenyataan yang terjadi, dia terlalu kesepian sekalipun telah menikah selama setengah tahun.Audrey bimbang menimbang-nimbang dalam benaknya. Seharusnya sore ini dia menjenguk Dicky, sekalipun suaminya koma dan tak kunjung sadar. Akan tetapi, pria itu belum meninggal dunia."Halo. Apa kau mendengarkan perkataanku, Honey?" tanya Jonas, mulai pesimis permintaannya akan dikabulkan oleh Audrey.Akhirnya, Audrey mengutamakan kewajibannya terlebih dahulu. Dia kuatir kliennya akan menarik kembali uang bayaran mereka karena kemarin dia praktis tidak membaca isi surat perjanjian kontrak dan langsung memberi tan
"TING TONG!" Suara bel pintu penthouse Jonas berbunyi. Pria itu pun bergegas membukakan pintu karena memang dia memesan room service. Northern Hawk Tower memiliki banyak fasilitas dari layanan kebersihan dan F&B service, pusat perbelanjaan tiga lantai, gym, kolam renang publik, dan spa. Jonas sengaja membeli unit penthouse mewah itu sebagai tempat tinggal sekaligus investasi yang berharga."Selamat malam, Mister Jonas Benneton. Apa saya boleh masuk?" sapa petugas pria dari room service itu dengan kereta makan susun empat."Selamat malam. Silakan, taruh di meja makan ya!" jawab Jonas santai seraya menepi agar kereta tersebut bisa masuk ke dalam unit penthousenya.Dengan cekatan dan tanpa banyak bicara Wonell menyajikan pesanan klien kaya raya itu ke atas meja bundar bertaplak merah maroon. Dia menata peralatan makan dengan rapi juga sebelum berpamitan keluar dari sana."Honey, dinner is ready!" panggil Jonas seraya menghampiri tempat tidur king size miliknya di sisi barat ruangan. Di
"Jangan kuatir tentang apa pun. Kupastikan kau aman di bawah atapku, Honey!" jawab Jonas tanpa ingin membahas rumah tangganya bersama Audrey. Toh Isabella telah sepakat mengakhiri pernikahan mereka baik-baik di akhir tahun pertama nanti."Janji ya? Aku tak ingin dipermalukan karena dituduh menjadi perebut suami orang!" tegas Audrey lagi sembari mengacungkan jari kelingkingnya ke hadapan Jonas.Dengan seringai geli Jonas mengaitkan jari kelingking tangannya melingkari jari imut Audrey seperti ular Phyton di ranting pohon. "Janji!" ucapnya singkat lalu merengkuh tubuh polos yang berlekuk elok itu ke dekapan hangatnya.Audrey terlelap dengan cepat, dia sangat lelah melayani kebutuhan biologis kliennya sejak Jumat malam hingga tadi beberapa menit lalu. Besok dia libur kerja di kantor, tetapi mungkin tidak bisa terlepas dari jeratan hasrat Bunny sepanjang hari hingga Senin pagi. Rasanya baru beberapa saat saja dia tidur tenang, liang cintanya seperti terisi penuh dengan sesuatu. Audrey te
"Terima kasih untuk sarapan pagi lezat ini, Bunny. Sepertinya sudah waktunya kita berpisah!" ujar Audrey yang telah menuntaskan tugas menemani klien exclusivenya sejak Sabtu sore hingga Senin pagi.Dia duduk di pangkuan pria itu yang telah mengenakan setelan jas rapi berdasi. Parfum yang dipakai Bunny aromanya enak, Audrey menyukainya. Seperti musk segar dipadu dengan tonka beans, bergamot, dan cendana yang begitu menguarkan aura maskulin dan percaya diri. 'Bunny membuatku penasaran seperti apa wajahnya, dia pasti sangatlah menarik!' batin Audrey sambil mendengarkan pria itu menjawab perkataannya tadi.Jonas melingkarkan kedua lengannya di pinggang Audrey seakan berat melepas kepergian wanita itu padahal beberapa menit setelahnya mereka pun bertemu di kantor dan sepanjang hari bersama. "Aku yang selayaknya berterima kasih, bidadari yang sangat menggairahkan membuat akhir pekanku begitu berkesan. Honey, ayo kuantar ke tempat tinggalmu. Akan kuturunkan di parkiran basement agar kamu ti
"TOK TOK TOK." "Masuk!" sahut Jonas dari sofa, dia sengaja tak memulai pekerjaannya sebelum persoalan Audrey beres. Dokter Eric Flyn melangkah masuk lalu menghampiri sofa. Dia tersenyum simpatik ketika melihat Audrey di sebelah Jonas. "Halo, selamat pagi. Jadi siapa yang sakit?" sapanya simpatik seraya duduk di sofa seberang mereka lalu membuka tas praktiknya."Lengan asisten pribadiku memar, Dok. Tolong berikan obat!" jawab Jonas seraya bangkit berdiri lalu memberikan tempatnya agar dokter berusia awal 30an itu bisa memeriksa Audrey.Dengan sigap Dokter Eric Flyn mendekat ke tempat Audrey duduk. Dia meminta izin untuk menyentuh lengan pasiennya itu dan bertanya, "Apa yang Anda rasakan, Miss? Selain lengan yang lebam ini, apa ada sakit lainnya?" "Tidak ada, Dok. Sebenarnya ini hanya luka ringan yang tak mengganggu sama sekali!" Audrey berusaha membuat situasi biasa saja karena memang bukan kondisi kritis.Dokter Eric Flyn terkekeh geli lalu melirik ke arah Jonas. Dia pun berkata, "
Audrey bergegas menyusuri lorong poli ICU Houston Methodist Hospital. Dia ingin menemui suaminya yang telah sadar dari koma Minggu siang. Perawat jaga ICU memberinya pakaian steril untuk dilapiskan ke bajunya sebelum masuk ke ruangan perawatan Dicky Bergins.Kemudian Audrey menarik napas dalam-dalam. Dia mendekati ranjang tempat suaminya berbaring dengan jantungnya berdetak kencang. Sepasang mata coklat teduh yang pernah memikat hatinya sedang menatap dia, sontak Audrey merasakan matanya basah dan berkabut. Namun, ada yang berbeda dalam dirinya. Bukan kebahagiaan sama seperti dahulu yang merasuk ke dalam relung hatinya. Tidak ... justru hanya kehampaan yang dingin menusuk di dalam diri Audrey."Hai, Dicky!" sapanya singkat seraya meraih telapak tangan kanan pria yang terbaring tak berdaya di atas ranjang pasien. Begitu ringan dan kurus seperti tanpa kekuatan.Tak ada kata yang terucap dari suaminya, Audrey bingung. Dia melihat kedatangan Dokter Garreth Levine dan perawat menghampiriny
Skylar dan Shine yang telah siap untuk naik ke panggung pertunjukan talent show sekolah dasar siang itu masih menantikan kehadiran sosok ayah mereka."Apa dad terjebak kemacetan lalu lintas?" tanya Skylar ke saudari kembarnya.Shine menghela napas melihat mata biru Skylar yang berkaca-kaca. Dia menghibur kembarannya itu seraya berkata, "Entahlah, kita berdoa saja agar dad bisa segera tiba!" Pembawa acara talent show mengumumkan pertunjukan tari balet berpasangan bertema Swan Lake Dance. Kedua putri kembar Jonas-Audrey mulai naik ke pentas di balik tirai hitam yang masih menutup panggung. Musik rekaman orkestra mengalun merdu seiring tirai yang terangkat ke atas.Tepuk tangan riuh dari para penonton yang sebagian besar adalah orang tua siswa-siswi SD tersebut membahana di auditorium. Sekilas Skylar dan Shine menatap ke bangku penonton, mereka pun tersenyum ceria karena sang ayah tercinta duduk di baris terdepan membawa handicam bersebelahan dengan mommy serta kedua kakak laki-laki mer
Delapan tahun kemudian."Daddy, besok adalah hari pertunjukan balet kami di sekolah. Apa Daddy bisa datang untuk melihat kami menari?" seru Skylar sambil memperagakan gaya tari balet yang telah dia latih bersama Shine sebulan terakhir ini."Wow, tentu saja, Baby Girl! Daddy bangga kepada kalian!" jawab Jonas sembari merangkul bahu kedua putri kembarnya sepulang kantor. Audrey tahu suaminya pasti lelah setelah seharian bekerja lalu berkata kepada gadis-gadis ciliknya, "Sky, Shine, biarkan daddy kalian mandi sebentar ya. Kita bertemu di ruang makan pukul 19.30, okay?" "Okay, Mommy!" sahut Skylar dan Shine serempak lalu mereka berlari-lari riang ke ruang keluarga untuk menonton serial kartun Nickelodeon favorit mereka. Kedua kakak laki-laki mereka sedang berada di kamar Shawn yang sulung untuk merakit miniatur kota Houston. Permainan lego edisi spesial limited edition itu dibelikan Jonas sebagai hadiah untuk Shawn dan Anthony yang meraih ranking satu di kelas masing-masing. Kedua putr
Jonas tak mampu menghilangkan seringai konyol dari wajah tampannya sepanjang perjalanan pulang ke rumahnya di Woodlands. Istrinya berusaha untuk mengabaikan hal itu, tapi tak bisa. Audrey akhirnya tertawa seraya berkata, "Hubby, nanti otot wajahmu kram karena terlalu banyak tersenyum lebar seperti itu.""Ohh ... aku sangat gembira. Mungkin pria paling bahagia di planet ini!" jawab Jonas terkekeh. Audrey pun tahu alasannya, suaminya itu sangat mendambakan kehadiran anak perempuan. Dan dia baru saja mendapat berita sepasang anak kembar di rahim istrinya. Sekalipun belum pasti jenis kelaminnya, tetapi jikalau benar itu perempuan tentu saja Jonas semakin senang."Okay, aku ingin bertanya kepadamu. Seandainya anak ini perempuan dua-duanya, akan diberi nama siapa, Hubby?" tanya Audrey iseng."Aku sudah memiliki nama panggilan yang cocok untuk mereka berdua. Skylar dan Shine!" jawab Jonas dengan yakin."Nama yang cantik dan bermakna! Hanya Anthony yang memiliki inisial A. Nanti dia sedih ka
Waktu mengalir begitu deras dari hari ke hari berikutnya, Jonas masih saja memuja istrinya bagaikan titisan dewi cinta. Perubahan tubuh Audrey yang lebih menebal di beberapa tempat tidak menyurutkan perasaan cinta suaminya setelah mengarungi kehidupan bersama dengan terpaan badai problematika yang wajar terjadi dalam berumah tangga.Godaan wanita-wanita yang silau akan harta ke suaminya tak terhitung banyaknya. Audrey berusaha memaklumi hal itu setiap kali dia diminta Jonas mendampinginya ke pesta kalangan atas. Para wanita berlomba-lomba mencari perhatian Jonas dan juga mengajak berdansa. Seperti malam ini ketika mereka menghadiri pesta anniversary pasangan MacConnor senior. Orang tua Isabella telah berhasil melalui 30 tahun pernikahan dengan setia satu sama lain. Pesta dansa megah diselenggarakan di ballroom Hotel Royal Triumph Houston. "Jonas, kuharap kau bisa menemaniku berdansa sekali saja!" ujar Kathrine MacLewis seraya menaruh tangannya di lekuk lengan suami Audrey."Ehm ...
Setahun telah berlalu semenjak bulan madu pasangan Benneton ke Eropa. Seorang putra kecil telah hadir lagi di keluarga Jonas dan Audrey. Sementara Shawn telah berusia hampir dua tahun. Kini keluarga kecil itu telah memiliki dua orang anak yang usianya tak terpaut jauh."Audrey, sepertinya aku harus menanyakan kepada dokter kandungan tentang cara mendapatkan anak perempuan. Bisa jadi aku terlalu perkasa jadi kedua keturunanku laki-laki semua!" ujar Jonas sambil menimang-nimang putra keduanya di kamar tidur usai disusui oleh Audrey."Ohh ... ayolah, masa kau sudah memikirkan tentang anak ketiga, Jonas! Aku ingin jeda hamil dan melahirkan setidaknya dua tahun, kumohon!" rengek Audrey nyaris menangis. Dia merasa tubuhnya terlalu lelah dengan aktivitas merawat newborn.Maka Jonas pun membaringkan Anthony Clark Benneton yang telah tertidur pulas di tempat tidur bayi. Kemudian dia duduk di tepi ranjang merangkul bahu Audrey. "Maafkan aku kalau terlalu antusias memiliki banyak anak, Darling.
Perjalanan bulan madu Jonas dan Audrey ke Swiss dan Italia dilalui dengan banyak kenangan manis. Mereka kembali ke Texas setelah seminggu lamanya berada di benua biru itu dan hari selanjutnya Jonas mulai bekerja normal di kantor seperti sedia kala. Audrey di rumah mengurus Shawn sekaligus beristirahat pasca liburan panjang yang cukup melelahkan. Dia menyadari bahwa jadwal menstruasinya terlambat dari tanggal yang seharusnya. Nampaknya dengan segala aktivitas ranjang yang dia jalani bersama Jonas setiap hari tanpa absen, kehamilan kedua terasa nyata di depan mata. "TING TONG." Pelayan rumah Audrey bergegas membukakan pintu untuk tamu yang berkunjung siang itu. Namun, ternyata bukan tamu melainkan seorang tukang pos yang mengirimkan sepucuk surat. "Hello, Miss. Ada surat untuk Nyonya Audrey Newman. Apakah benar tempat tinggalnya di sini?" ujar tukang pos berusia tiga puluh tahunan itu seraya mengulurkan sepucuk surat beramplop putih yang tidak terlalu tebal dengan tulisan tangan."O
Pesawat yang membawa Jonas dan Audrey dari Bandara Zurich menuju ke Bandara Naples mendarat dengan mulus di landasan. Hari sayangnya telah sore sehingga mereka praktis hanya bisa berkendara dengan taksi menuju ke hotel yang terletak di Amalfi Coast.Pesisir pantai di sebelah selatan Italia itu terbentang sejauh kurang lebih 100 kilometer dengan tiga belas kotamadya yang berbeda karakteristiknya sekalipun masih sama-sama menghadap Laut Tirenian dan Teluk Salerno. Jonas sengaja mengajak Audrey langsung ke kota Positano yang paling terkenal akan keindahannya. Mereka berencana menghabiskan lima hari di Amalfi Coast. Dia menunjuk dari jendela taksi yang melaju daerah perkebunan lemon, zaitun, dan jeruk yang tumbuh mencolok di sisi tebing daerah Positano. "Wow, indah sekali tampilan kota ini, Jonas. Gedung-gedungnya dicat berwarna-warni dengan bentuk vertikal karena memang terletak di daerah tebing yang langsung menghadap ke laut. Aku tak bisa tidak takjub melihat panorama di sini!" desah
"Good morning, Audrey Darling! Bersyukur kita tidak terkena hipotermia karena listrik padam semalam ya, bagaimana kondisimu pagi ini?" sapa Jonas ketika istri tercintanya menggeliat terbangun dalam dekapannya.Audrey tersenyum menatap wajah Jonas dan menjawab, "Untungnya aku baik-baik saja. Apa rencanamu hari ini?""Aku ingin bermain ski, apa kau suka juga main ski?" sahut Jonas dengan santai sembari berbaring miring di samping Audrey."Ohh ... tentu saja, pasti asik. Apa kita bisa mandi dan sarapan terlebih dahulu?" Audrey bangkit dari tempat tidur dan merenggangkan otot-ototnya yang kaku sembari melangkah ke kamar mandi.Jonas segera menyusulnya dan menjawab, "Okay, kita mandi lalu turun ke bawah."Setelah mandi singkat dan berpakaian, pasangan Benneton pun turun dengan lift yang telah mulai beroperasi normal sejak listrik padam semalam. Mereka menikmati menu buffet yang disediakan di restoran resort bersama tamu-tamu lainnya yang menginap di tempat yang sama.Sekitar pukul 08.00 wa
Malam pertama yang dilalui Audrey bersama Jonas di Pegunungan Alpen begitu melelahkan, suaminya seperti banteng yang baru saja dikeluarkan dari gerbang arena matador. Memang sedari mereka awal berkenalan gairah pria itu kepadanya begitu tak terkendali. "Baby, suhu udaranya dingin membeku di sini. Bolehkah aku mengenakan pakaian dan tidak bertelanjang di bawah selimut?" tanya Audrey yang masih berkeringat pasca pergumulan marathon bersama Jonas di atas ranjang. Jonas merasakan tubuh istrinya bergidik karena kedinginan. Salju di luar kaca jendela seolah tak akan berhenti tercurah dari langit yang gelap. "Yes, pakailah baju tebal yang hangat, Darling. Tunggu, akan kuambilkan di koper!" jawabnya lalu menyibak selimut untuk turun dari tempat tidur."Terima kasih, Jonas!" ucap Audrey sembari menatap punggung bidang berotot liat itu dari belakang. Kaos berbahan katun dan sweater merah maroon menjadi pilihan Jonas untuk dikenakan oleh Audrey, dia tidak mencarikan bawahan dan berlanjut meng