"TOK TOK TOK." "Masuk!" sahut Jonas dari sofa, dia sengaja tak memulai pekerjaannya sebelum persoalan Audrey beres. Dokter Eric Flyn melangkah masuk lalu menghampiri sofa. Dia tersenyum simpatik ketika melihat Audrey di sebelah Jonas. "Halo, selamat pagi. Jadi siapa yang sakit?" sapanya simpatik seraya duduk di sofa seberang mereka lalu membuka tas praktiknya."Lengan asisten pribadiku memar, Dok. Tolong berikan obat!" jawab Jonas seraya bangkit berdiri lalu memberikan tempatnya agar dokter berusia awal 30an itu bisa memeriksa Audrey.Dengan sigap Dokter Eric Flyn mendekat ke tempat Audrey duduk. Dia meminta izin untuk menyentuh lengan pasiennya itu dan bertanya, "Apa yang Anda rasakan, Miss? Selain lengan yang lebam ini, apa ada sakit lainnya?" "Tidak ada, Dok. Sebenarnya ini hanya luka ringan yang tak mengganggu sama sekali!" Audrey berusaha membuat situasi biasa saja karena memang bukan kondisi kritis.Dokter Eric Flyn terkekeh geli lalu melirik ke arah Jonas. Dia pun berkata, "
Audrey bergegas menyusuri lorong poli ICU Houston Methodist Hospital. Dia ingin menemui suaminya yang telah sadar dari koma Minggu siang. Perawat jaga ICU memberinya pakaian steril untuk dilapiskan ke bajunya sebelum masuk ke ruangan perawatan Dicky Bergins.Kemudian Audrey menarik napas dalam-dalam. Dia mendekati ranjang tempat suaminya berbaring dengan jantungnya berdetak kencang. Sepasang mata coklat teduh yang pernah memikat hatinya sedang menatap dia, sontak Audrey merasakan matanya basah dan berkabut. Namun, ada yang berbeda dalam dirinya. Bukan kebahagiaan sama seperti dahulu yang merasuk ke dalam relung hatinya. Tidak ... justru hanya kehampaan yang dingin menusuk di dalam diri Audrey."Hai, Dicky!" sapanya singkat seraya meraih telapak tangan kanan pria yang terbaring tak berdaya di atas ranjang pasien. Begitu ringan dan kurus seperti tanpa kekuatan.Tak ada kata yang terucap dari suaminya, Audrey bingung. Dia melihat kedatangan Dokter Garreth Levine dan perawat menghampiriny
"Ella, perkenalkan ini kakak iparku, Isabella MacConnor!" ujar Gabriel Benneton kepada rekan sejawatnya Dokter Daniella Hawkins.Kedua wanita cantik berambut panjang dengan warna identik itu saling berjabat tangan dan melempar senyum menilai satu sama lain. Dokter Daniella Hawkins segera menyahut, "Okay, jadi apa rencana terapi Mrs. Benneton akan dimulai sekarang?""Iya, Ella. Tolong bantu Bella ya. Dia sangat membutuhkan pertolongan dari ahlinya sepertimu!" sanjung Gabriel yang membuat dokter wanita berusia pertengahan dua puluh tahun itu tersenyum bangga akan kebolehannya."Tentu akan kubantu semaksimal mungkin, percayalah, Gabe! Oya, jangan lupa janji dinner kita nanti malam, Gorgeous!" balas Dokter Daniella dengan penuh harap. Mata seksolog wanita itu berbinar-binar menatap lawan bicaranya.Berkebalikan dengan Isabella yang merasa bahwa seksolog terapisnya itu menyukai Gabriel. Dia mencebik kesal lalu bersedekap melihat kedekatan pria yang dicintainya dengan Dokter Daniella Hawkin
"Permisi, Sir, Miss. Apa sudah siap memesan menu sekarang?" tanya waiter yang melayani meja Gabriel bersama dua wanita cantik itu."Ya, kami akan pesan sekarang!" sahut Gabriel lalu mulai membuka buku menu. Tanpa berlama-lama dia menyebutkan pilihannya. Otomatis dua wanita yang sudah siap bertarung tadi mengikuti Gabriel, perhatian mereka teralihkan ke daftar masakan chef ala fine dining yang menarik mata."Gabe, apa Fried Gouramy in Butterfly Cut ini lezat?" tanya Isabella menyodorkan buku menu ke Gabriel yang duduk di sebelahnya hingga mereka saling berdekatan.Alis Dokter Daniella Hawkins tertaut ke tengah, dia kesal dengan persaingan sengit yang dilakukan Isabella untuk meraih perhatian pria idaman mereka. "Seharusnya semua menu di buku ini lezat, Bella. Haruskah kau tanyakan itu kepada Gabe? Dia bukan chefnya!" ucapnya tenang sekalipun tujuannya menyindir."Hmm ... Gabe pecinta kuliner, dia pasti bisa memberikan rekomendasi menu sesuai dengan kebiasaanku. Mungkin kau saja yang ku
Perlahan telapak tangan lebar itu membelai tengkuk Isabella MacConnor dan melepaskan penjepit rambut yang merangkum rambut lebat cokelat keemasannya. "Kau secantik dewi-dewi Olympus, My Lady!" puji Gabriel tanpa melepaskan tatapannya di kedua mata biru cemerlang bak cobalt itu. Sentuhannya menyusuri sepanjang tulang punggung Isabella hingga menemukan sepasang bulatan penuh yang menggairahkan, dia meremas perlahan dan mendorongnya ke bagian dirinya yang menegang di bawah sana. "Apa yang kau rasakan, Bella?" tanya Gabriel dengan napas pendek-pendek memburu."Ahh ... keperkasaanmu yang keras, Gabe. Tubuhku terasa panas karena minuman tadi dan juga ... sentuhanmu!" desah Isabella sambil menempelkan tubuh nyaris telanjangnya yang hanya mengenakan g-string tipis saja ke badan kekar Gabriel."Tubuhku sakit karena menginginkanmu, Bella. Apa kau akan memberiku kesempatan untuk melakukannya sekarang juga?" tanya Gabriel sebelum memulai aksi gilanya.Isabella melengkungkan garis tawanya dengan
"Donald, antarkan aku ke apartemen Audrey!" titah Jonas ketika dijemput oleh sopir pribadinya di depan lobi Northern Hawk Tower."Baik, Mister Benneton," jawab Donald Anderson lalu melajukan mobil sedan mewah yang dikendarainya menuju Westgate Sunflower Garden yang berlawanan arah dengan kantor bosnya.Di tempat tinggalnya Audrey baru saja selesai mandi dan sedang merias wajahnya dengan bedak dan shadding tipis di pipi serta kelopak matanya. Kemudian dia mengoleskan lipstick berwarna red nude yang nampak alami di bibirnya."TING TONG." Alis melengkung bak bulan sabit kembar itu berkerut agak heran, sepagi ini ada yang bertamu. Dia tak memesan apa pun dari layanan pesan antar. Akan tetapi, Audrey tetap melangkah untuk membukakan pintu. Ketika pintu itu terayun membuka, dia membulatkan sepasang mata birunya dengan terperangah. "Ohh ... Mister Benneton?! Ada hal penting apa pagi-pagi begini mengunjungi saya?""Selamat pagi, Audrey Darling. Kebetulan aku tadi sarapan di dekat sini dan m
Ketika menunggu panggilan boarding di bandara, ponsel Jonas berbunyi dari saku dalam jasnya. Alisnya berkerut melihat ID caller di layar ponsel, Isabella yang meneleponnya. "Halo, Isabella. Tumben kau meneleponku siang-siang begini!" ujar Jonas seraya tertawa kering.Suara istrinya terdengar ketus dan tak ada manis-manisnya seperti biasa, "Halo, Jonas. Jangan kegeeran, aku hanya ingin memberi tahumu bahwa aku mau perceraian kita dipercepat!""Uh-ohh ... great. Coba katakan idemu yang brilian ini ke Mister Freddie MacConnor. Ceritakan hasil pembicaraan kalian kepadaku nanti. Aku akan sangat senang mendengarnya!" Jonas menanggapinya dengan ringan, di antara mereka berdua tak ada cinta sedari awal menikah. Persoalannya adalah hubungan kedua keluarga konglomerat yang dekat itu pasti akan tercederai karena perceraian putra-putri mereka.Isabella meradang dan memaki Jonas, "Shit! Kenapa harus aku yang mengatakannya kepada papaku?! Kau—""Kau yang ingin bercerai secepatnya, bukan? Lakukan a
"Ehm ... apa Anda yakin, kita sekamar dan tidak bertukar kamar dengan Mr. Trevor saja, Sir?" ujar Audrey salah tingkah ketika memasuki Deluxe Twin Superior yang luas dan berinterior mewah di Hotel Ritz-Carlton.Jonas terkekeh, dia tahu asisten pribadinya itu pemalu. Dia duduk di tepi salah satu twin bed yang bersebelahan di kamar mereka berdua. "Iya, kita tidak seranjang, bukan? Tenanglah, Baby ... segalanya aman bila bersamaku!" jawab Jonas tanpa melihat ada hal yang perlu dirisaukan.Akhirnya Audrey menerima pengaturan kamar tersebut, dia berkata, "Sepertinya saya ingin mandi sebentar, Mister Benneton!" "Okay, mandilah duluan kalau begitu. Aku akan bersantai sambil melihat pemandangan pantai dari balkon!" jawab Jonas lalu bangkit dari ranjang seraya membuka kancing kemeja putihnya. Audrey berusaha tidak menatap otot padat berlekuk-lekuk di dada dan perut bosnya. Sepertinya Jonas rajin berolah raga sehingga perutnya tidak buncit berlemak seperti presdir-presdir pada umumnya.Miniba
Skylar dan Shine yang telah siap untuk naik ke panggung pertunjukan talent show sekolah dasar siang itu masih menantikan kehadiran sosok ayah mereka."Apa dad terjebak kemacetan lalu lintas?" tanya Skylar ke saudari kembarnya.Shine menghela napas melihat mata biru Skylar yang berkaca-kaca. Dia menghibur kembarannya itu seraya berkata, "Entahlah, kita berdoa saja agar dad bisa segera tiba!" Pembawa acara talent show mengumumkan pertunjukan tari balet berpasangan bertema Swan Lake Dance. Kedua putri kembar Jonas-Audrey mulai naik ke pentas di balik tirai hitam yang masih menutup panggung. Musik rekaman orkestra mengalun merdu seiring tirai yang terangkat ke atas.Tepuk tangan riuh dari para penonton yang sebagian besar adalah orang tua siswa-siswi SD tersebut membahana di auditorium. Sekilas Skylar dan Shine menatap ke bangku penonton, mereka pun tersenyum ceria karena sang ayah tercinta duduk di baris terdepan membawa handicam bersebelahan dengan mommy serta kedua kakak laki-laki mer
Delapan tahun kemudian."Daddy, besok adalah hari pertunjukan balet kami di sekolah. Apa Daddy bisa datang untuk melihat kami menari?" seru Skylar sambil memperagakan gaya tari balet yang telah dia latih bersama Shine sebulan terakhir ini."Wow, tentu saja, Baby Girl! Daddy bangga kepada kalian!" jawab Jonas sembari merangkul bahu kedua putri kembarnya sepulang kantor. Audrey tahu suaminya pasti lelah setelah seharian bekerja lalu berkata kepada gadis-gadis ciliknya, "Sky, Shine, biarkan daddy kalian mandi sebentar ya. Kita bertemu di ruang makan pukul 19.30, okay?" "Okay, Mommy!" sahut Skylar dan Shine serempak lalu mereka berlari-lari riang ke ruang keluarga untuk menonton serial kartun Nickelodeon favorit mereka. Kedua kakak laki-laki mereka sedang berada di kamar Shawn yang sulung untuk merakit miniatur kota Houston. Permainan lego edisi spesial limited edition itu dibelikan Jonas sebagai hadiah untuk Shawn dan Anthony yang meraih ranking satu di kelas masing-masing. Kedua putr
Jonas tak mampu menghilangkan seringai konyol dari wajah tampannya sepanjang perjalanan pulang ke rumahnya di Woodlands. Istrinya berusaha untuk mengabaikan hal itu, tapi tak bisa. Audrey akhirnya tertawa seraya berkata, "Hubby, nanti otot wajahmu kram karena terlalu banyak tersenyum lebar seperti itu.""Ohh ... aku sangat gembira. Mungkin pria paling bahagia di planet ini!" jawab Jonas terkekeh. Audrey pun tahu alasannya, suaminya itu sangat mendambakan kehadiran anak perempuan. Dan dia baru saja mendapat berita sepasang anak kembar di rahim istrinya. Sekalipun belum pasti jenis kelaminnya, tetapi jikalau benar itu perempuan tentu saja Jonas semakin senang."Okay, aku ingin bertanya kepadamu. Seandainya anak ini perempuan dua-duanya, akan diberi nama siapa, Hubby?" tanya Audrey iseng."Aku sudah memiliki nama panggilan yang cocok untuk mereka berdua. Skylar dan Shine!" jawab Jonas dengan yakin."Nama yang cantik dan bermakna! Hanya Anthony yang memiliki inisial A. Nanti dia sedih ka
Waktu mengalir begitu deras dari hari ke hari berikutnya, Jonas masih saja memuja istrinya bagaikan titisan dewi cinta. Perubahan tubuh Audrey yang lebih menebal di beberapa tempat tidak menyurutkan perasaan cinta suaminya setelah mengarungi kehidupan bersama dengan terpaan badai problematika yang wajar terjadi dalam berumah tangga.Godaan wanita-wanita yang silau akan harta ke suaminya tak terhitung banyaknya. Audrey berusaha memaklumi hal itu setiap kali dia diminta Jonas mendampinginya ke pesta kalangan atas. Para wanita berlomba-lomba mencari perhatian Jonas dan juga mengajak berdansa. Seperti malam ini ketika mereka menghadiri pesta anniversary pasangan MacConnor senior. Orang tua Isabella telah berhasil melalui 30 tahun pernikahan dengan setia satu sama lain. Pesta dansa megah diselenggarakan di ballroom Hotel Royal Triumph Houston. "Jonas, kuharap kau bisa menemaniku berdansa sekali saja!" ujar Kathrine MacLewis seraya menaruh tangannya di lekuk lengan suami Audrey."Ehm ...
Setahun telah berlalu semenjak bulan madu pasangan Benneton ke Eropa. Seorang putra kecil telah hadir lagi di keluarga Jonas dan Audrey. Sementara Shawn telah berusia hampir dua tahun. Kini keluarga kecil itu telah memiliki dua orang anak yang usianya tak terpaut jauh."Audrey, sepertinya aku harus menanyakan kepada dokter kandungan tentang cara mendapatkan anak perempuan. Bisa jadi aku terlalu perkasa jadi kedua keturunanku laki-laki semua!" ujar Jonas sambil menimang-nimang putra keduanya di kamar tidur usai disusui oleh Audrey."Ohh ... ayolah, masa kau sudah memikirkan tentang anak ketiga, Jonas! Aku ingin jeda hamil dan melahirkan setidaknya dua tahun, kumohon!" rengek Audrey nyaris menangis. Dia merasa tubuhnya terlalu lelah dengan aktivitas merawat newborn.Maka Jonas pun membaringkan Anthony Clark Benneton yang telah tertidur pulas di tempat tidur bayi. Kemudian dia duduk di tepi ranjang merangkul bahu Audrey. "Maafkan aku kalau terlalu antusias memiliki banyak anak, Darling.
Perjalanan bulan madu Jonas dan Audrey ke Swiss dan Italia dilalui dengan banyak kenangan manis. Mereka kembali ke Texas setelah seminggu lamanya berada di benua biru itu dan hari selanjutnya Jonas mulai bekerja normal di kantor seperti sedia kala. Audrey di rumah mengurus Shawn sekaligus beristirahat pasca liburan panjang yang cukup melelahkan. Dia menyadari bahwa jadwal menstruasinya terlambat dari tanggal yang seharusnya. Nampaknya dengan segala aktivitas ranjang yang dia jalani bersama Jonas setiap hari tanpa absen, kehamilan kedua terasa nyata di depan mata. "TING TONG." Pelayan rumah Audrey bergegas membukakan pintu untuk tamu yang berkunjung siang itu. Namun, ternyata bukan tamu melainkan seorang tukang pos yang mengirimkan sepucuk surat. "Hello, Miss. Ada surat untuk Nyonya Audrey Newman. Apakah benar tempat tinggalnya di sini?" ujar tukang pos berusia tiga puluh tahunan itu seraya mengulurkan sepucuk surat beramplop putih yang tidak terlalu tebal dengan tulisan tangan."O
Pesawat yang membawa Jonas dan Audrey dari Bandara Zurich menuju ke Bandara Naples mendarat dengan mulus di landasan. Hari sayangnya telah sore sehingga mereka praktis hanya bisa berkendara dengan taksi menuju ke hotel yang terletak di Amalfi Coast.Pesisir pantai di sebelah selatan Italia itu terbentang sejauh kurang lebih 100 kilometer dengan tiga belas kotamadya yang berbeda karakteristiknya sekalipun masih sama-sama menghadap Laut Tirenian dan Teluk Salerno. Jonas sengaja mengajak Audrey langsung ke kota Positano yang paling terkenal akan keindahannya. Mereka berencana menghabiskan lima hari di Amalfi Coast. Dia menunjuk dari jendela taksi yang melaju daerah perkebunan lemon, zaitun, dan jeruk yang tumbuh mencolok di sisi tebing daerah Positano. "Wow, indah sekali tampilan kota ini, Jonas. Gedung-gedungnya dicat berwarna-warni dengan bentuk vertikal karena memang terletak di daerah tebing yang langsung menghadap ke laut. Aku tak bisa tidak takjub melihat panorama di sini!" desah
"Good morning, Audrey Darling! Bersyukur kita tidak terkena hipotermia karena listrik padam semalam ya, bagaimana kondisimu pagi ini?" sapa Jonas ketika istri tercintanya menggeliat terbangun dalam dekapannya.Audrey tersenyum menatap wajah Jonas dan menjawab, "Untungnya aku baik-baik saja. Apa rencanamu hari ini?""Aku ingin bermain ski, apa kau suka juga main ski?" sahut Jonas dengan santai sembari berbaring miring di samping Audrey."Ohh ... tentu saja, pasti asik. Apa kita bisa mandi dan sarapan terlebih dahulu?" Audrey bangkit dari tempat tidur dan merenggangkan otot-ototnya yang kaku sembari melangkah ke kamar mandi.Jonas segera menyusulnya dan menjawab, "Okay, kita mandi lalu turun ke bawah."Setelah mandi singkat dan berpakaian, pasangan Benneton pun turun dengan lift yang telah mulai beroperasi normal sejak listrik padam semalam. Mereka menikmati menu buffet yang disediakan di restoran resort bersama tamu-tamu lainnya yang menginap di tempat yang sama.Sekitar pukul 08.00 wa
Malam pertama yang dilalui Audrey bersama Jonas di Pegunungan Alpen begitu melelahkan, suaminya seperti banteng yang baru saja dikeluarkan dari gerbang arena matador. Memang sedari mereka awal berkenalan gairah pria itu kepadanya begitu tak terkendali. "Baby, suhu udaranya dingin membeku di sini. Bolehkah aku mengenakan pakaian dan tidak bertelanjang di bawah selimut?" tanya Audrey yang masih berkeringat pasca pergumulan marathon bersama Jonas di atas ranjang. Jonas merasakan tubuh istrinya bergidik karena kedinginan. Salju di luar kaca jendela seolah tak akan berhenti tercurah dari langit yang gelap. "Yes, pakailah baju tebal yang hangat, Darling. Tunggu, akan kuambilkan di koper!" jawabnya lalu menyibak selimut untuk turun dari tempat tidur."Terima kasih, Jonas!" ucap Audrey sembari menatap punggung bidang berotot liat itu dari belakang. Kaos berbahan katun dan sweater merah maroon menjadi pilihan Jonas untuk dikenakan oleh Audrey, dia tidak mencarikan bawahan dan berlanjut meng