Jonas terbangun lebih dahulu. Sekalipun enggan melepaskan partner kencan butanya tadi malam, dia sadar bahwa mereka harus berpisah tanpa ada kontak secara langsung. Ketika dirinya bangkit dari ranjang, tubuh polos di sampingnya turut bergerak. Maka dia pun berkata, "Selamat pagi, Honey. Terima kasih untuk pelayananmu semalam. Waktunya kita berpisah. Aku akan mengenakan pakaian lalu keluar duluan, tunggulah sebentar, okay?"
Dengan mata yang masih mengenakan kain penutup mata, Audrey mengangguk paham lalu menjawab, "Sama-sama, Sir. Hati-hati di jalan!" Tak ada kata-kata rayuan atau semacamnya yang diberikan oleh Audrey. Dia bersikap profesional seperti wanita bayaran yang menjajakan tubuhnya ke klien.
"Hmm ... okay!" gumam Jonas sembari mengenakan kembali pakaiannya yang kusut teronggok di bawah tempat tidur. Dia menatap Audrey lekat-lekat seolah penasaran secantik apa wanita itu tanpa kain hitam yang menutupi matanya. Namun, Jonas sudah berjanji kepada Harry Thompson untuk tidak saling membuka identitas dalam kencan buta ini.
"Aku pergi sekarang, Miss. Sampai jumpa!" pamit Jonas lalu bergegas melenggang keluar dari kamar 1212 itu dan menutup rapat kembali pintunya.
Setelah kepergian kliennya, Audrey langsung mencopot kain penutup mata lalu kalang kabut berlarian ke kamar mandi. Dia masih harus berangkat ke kantor pagi ini sekalipun jelas sudah terlambat dari jadwal.
"Ohh Gosh, kuharap Fimela tak akan mengamuk mengetahui bahwa aku telat masuk kerja!" cicit Audrey sembari membasuh dirinya di bawah shower dan menyabuni kulit dengan cepat.
Perusahaan tempatnya bekerja berlokasi di komplek sentral bisnis yang hanya di perempatan selanjutnya dari executive club milik Harry Thompson, dekat. Sebetulnya dia bisa berjalan kaki dari situ, tetapi pasti akan membuat Audrey berkeringat.
Audrey segera mengenakan pakaian miliknya yang tersimpan di tas lalu buru-buru meninggalkan kamar tempat kencan butanya tadi malam. Dia segera menekan tombol lift turun dengan jantung berdetak kencang. Jam tangannya menunjukkan bahwa sejam lebih dia terlambat ke kantor.
Beruntung di loker pegawai kantor dia menyimpan sepasang baju kerja, jadi Audrey memutuskan segera memanggil taksi di trotoar depan Majestic Executive Club.
"Sir, tolong antarkan saya ke Benneton Prime Building!" sebut Audrey seusai duduk di bangku belakang taksi berwarna kuning.
"Baiklah, Miss. Itu dekat saja di depan sana!" sahut pengemudi taksi yang berusia lanjut dengan rambut kelabu beruban.
Perjalanan singkat taksi itu berakhir dan Audrey seperti melayang saking cepatnya berlari memasuki gedung pencakar langit tempat kerjanya selama setahun belakangan. Penampilannya masih berantakan dan tak layak masuk kerja. Namun, Audrey bertekad akan memperbaikinya di toilet nanti.
Seusai berganti pakaian kantor seadanya dari loker, Audrey membedaki wajahnya dan memoles lipstik, tak lupa dia menyemprotkan parfum favorit yang selalu dibawa dalam tasnya. Audrey langsung meninggalkan toilet dan berjalan cepat-cepat menuju ke kubikel meja kerjanya.
"BRAAKK!"
Setumpuk map dokumen mendarat kasar di hadapan Audrey. Tatapan matanya segera naik ke atas dan bertemu dengan wajah bermake-up tebal Fimela Lawson, penyelianya di kantor yang nampak menyeramkan, alis wanita itu tertaut sengit.
"Kau datang terlambat, hmm, Audrey?! Dasar pemalas. Cepat kerjakan laporan pesanan klien perusahaan kita ini dan serahkan ke mejaku hari ini juga!" seru Fimela sembari bersedekap otoriter.
"T–tentu, Ma'am!" sahut Audrey terbata-bata lalu segera meraih map teratas di tumpukan tinggi dokumen di meja kerjanya.
"Lain kali datanglah sesuai jadwal masuk kantor, kalau kau tak ingin dipecat. Ini bukan perusahaan nenekmu, Audrey, jadi jangan berpikir bisa kerja seenak perutmu, paham?!" cecar Fimela sinis lalu melenggang kembali ke ruang kantornya yang nyaman.
Sesuai perintah atasannya, Audrey mengerjakan laporan pesanan klien yang telah berlangganan di perusahaan manufaktur makanan dan minuman kaleng berbagai produk brand ternama di Amerika Serikat itu. Grup konglomerasi Benneton memang menjadi penguasa bisnis tersebut.
Jelang tengah hari, karena kandung kemihnya butuh dikosongkan, Audrey bangkit dari kubikel kerjanya dan beranjak menuju ke toilet. Dia melangkah terbirit-birit hingga tak sempat mengerem ketika pintu ruang meeting top managemen terbuka dan sesosok pria tinggi kekar keluar dari sana tanpa melihat dirinya.
"BRUKK!"
File kertas HVS putih yang dibawa pria itu berhamburan di udara. Jantung Audrey mencelos seiring wajahnya yang pucat pasi. Dia tak tahu siapa pria muda yang baru saja ditabraknya. Audrey terjatuh menimpa pria tadi di lantai.
"Astaga, Mister Benneton!" seru sekretaris Jonas terkejut bercampur panik. Rahangnya sampai terperangah menatap kejadian barusan.
"Ma—maaf ... tolong maafkan saya, Sir. Saya tidak sengaja dan terburu-buru tadi! Apa Anda baik-baik saja?" cicit Audrey luar biasa panik. Dia takut dipecat karena nampaknya pria yang ditabrak barusan hingga tertindih tubuhnya, tak lain adalah big boss di tempat kerjanya.
Namun, Jonas jauh lebih terkejut ketika menghirup aroma parfum wanita yang menabraknya di depan pintu ruang meeting. Vanilla dan rosemary berpadu bergamot segar yang sulit terlupakan.
Memang Jonas tak melihat keseluruhan detail wajah wanita penghibur semalam, tetapi cukup yakin itu dia, wanita yang sedang membantunya berdiri dari lantai. Matanya memperhatikan bibir yang ranum dan tak hentinya mengucapkan kata-kata penyesalan karena telah menabraknya.
"Siapa namamu, Miss?" potong Jonas dengan tangan memegang lengan Audrey agar tidak kabur dari hadapannya.
Bulu mata lentik Audrey bergetar cepat seiring kedipan paniknya. "Saya Audrey ... Audrey Newman, Sir. Tolong ampuni saya!" jawabnya mengiba. Setelah itu dia segera memunguti kertas-kertas yang berserakan di lantai dan menyerahkannya ke tangan Jonas.
Jonas malahan tertawa renyah menerima kertas dokumen tersebut sembari menatap wajah Audrey. 'Ohh ... ternyata memang sangat cantik tanpa penutup mata. Biru cemerlang seperti permata bernilai tinggi, aku suka!' batin pria itu tak melepaskan pandangannya sedetik pun dari wajah Audrey yang mulai merona.
"AUDREY! Berani-beraninya kau membuat masalah dengan Mister Benneton!" teriak Fimela kalap seraya menghampiri kerumunan orang di depan ruang meeting.
Alis Jonas berkerut tak senang mendengar suara berisik wanita bagian pemasaran itu membentak Audrey. Dia menghela napas melemparkan tatapan dinginnya seraya menegur, "Jangan berlebihan, Miss Beans! Nona Audrey tidak sengaja menabrakku tadi."
Namun, wanita berambut pirang pucat lurus sepinggang itu memojokkan Audrey dengan suara sinis, "Pasti ini akal bulus perempuan murahan itu, Sir. Dia ingin Anda memperhatikannya saja, jangan terayu oleh siasat busuknya!"
"Kukatakan, hentikan argumen tak berguna ini. Bubar semuanya!" seru Jonas tak suka mendengar perundungan yang dilontarkan kepada Audrey. Sungguh merusak euforianya karena telah menemukan teman kencan butanya tadi malam di kantornya sendiri.
Karena terlalu tegang, Audrey sampai melupakan bahwa tadi dia sesak kencing. Dia pun bergegas melanjutkan perjalanannya ke toilet wanita. Sementara Jonas menatap kepergian Audrey menjauh darinya dengan kilatan misterius di matanya.
"Trevor, ikutlah ke ruanganku. Ada yang ingin kuperintahkan kepadamu!" ujar Jonas lalu melangkah menuju lift untuk naik ke lantai teratas Benneton Prime Building bersama sekretarisnya.
Sekembali dari toilet, Audrey duduk kembali ke kubikel kerja untuk melanjutkan tugas dari atasannya yang harus diserahkan hari ini juga. Sebagian rekan-rekannya malahan sudah bersiap-siap untuk istirahat makan siang.
"Audrey, kamu tak ikut lunch bersama kami?" tanya Rita Bright menghampiri kubikel rekannya yang masih sibuk itu.
"Fimela minta semua selesai sore nanti, Rita. Kalian makan siang duluan saja. Aku akan memesan layanan pesan antar burger saja!" jawab Audrey dengan senyum tipis.
"Dasar wanita diktator!" desis Rita mengomentari atasan mereka itu. Memang Audrey selalu ditindas oleh Fimela Beans yang konon kabarnya tak menyukai kecantikannya tersaingi di departemen pemasaran. "Baiklah, aku pergi sekarang. Nanti kutraktir kau segelas kopi, Kawan!" pamit Rita Bright seraya melambaikan tangannya ke arah Audrey.
Belum lama Audrey menenggelamkan diri dalam pekerjaannya, sebuah suara deheman pria terdengar di depan kubikel kerjanya. Dia menaikkan pandangannya dan terkejut ketika melihat sosok pria tersebut.
"Miss Audrey Newman, perkenalkan saya Trevor MacKinsley, sekretaris Mister Jonas Benneton!" Pria muda dengan rambut tertata belahan pinggir rapi itu mengulurkan tangan kanannya di hadapan Audrey. Segera Audrey bangkit berdiri dari kursi dan menyambut uluran tangan Trevor. Dia terdiam dan membiarkan pria itu mengemukakan niatnya. "Anda dipanggil menghadap beliau sekarang juga. Ada beberapa hal penting yang harus dibicarakan. Mari ikut saya!" Trevor terbiasa tak berbasa-basi karena memang bosnya menuntut dia bekerja seperti demikian. "Baik, Sir, saya akan membawa tas karena ruangan ini kosong. Ada dompet dan ponsel saya di sini!" ujar Audrey dengan telapak tangan dingin gemetaran mencengkeram handel tas tangan berukuran medium itu.Trevor terkekeh geli memperhatikan kegugupan kentara wanita di hadapannya. "Boleh, bawa saja, Miss Audrey. Ayo kita naik ke lantai atas!" jawabnya seraya menemani Audrey masuk lift.Di dalam ruangan CEO yang luas dan sejuk oleh AC siang itu, Jonas tersenyu
"Miss Beans, kenapa Anda mengasari Audrey? Ini perintah langsung dari CEO yang menghendaki dia menjadi asisten pribadi!" tegur Mr. Ian Downhill menghalangi Fimela Beans agar tidak menyerang bawahannya lagi.Mata wanita bermake-up menor itu melotot tak terima. Dia berteriak kalap, "Itu karena wanita murahan bermuka lugu bernama Audrey Newman ini menggoda Jonas terang-terangan tadi. Bitch!" Fimela menatap tajam penuh permusuhan ke arah Audrey yang dibantu bangkit dari lantai oleh Rita."Hmm ... itu bukan urusan Anda. Lebih baik jangan mencampur adukkan hal pribadi dengan pekerjaan di kantor, Miss Beans. Tolong bersikaplah profesional, mulai besok pagi Audrey sudah pindah ke ruangan CEO di lantai dua puluh. Permisi!" Kepala HRD itu membawa map dokumen yang telah ditanda tangani oleh Audrey seraya bergegas menuju ke lift untuk kembali ke kantornya di lantai 15.Fimela menghampiri Audrey lalu mendesis kesal sambil bersedekap dan berkata, "Apa yang kau tawarkan ke Jonas, hahh?! Tubuhmu ya?"
"Apa kamu suka dengan steak itu, Audrey?" tanya Jonas yang mengamati wanita teman kencannya jauh lebih mempedulikan isi piring dibanding dirinya. Perawakan Audrey memang bisa dibilang kurus sekalipun Jonas masih teringat betapa lekuk-lekuk feminin wanita itu sanggup membuatnya terbakar gairah.Audrey memang kelaparan karena sejak pagi perutnya hanya terisi air mineral saja, tak ada makanan padat yang mengisi perutnya. "Ehh, iya steaknya lezat sekali, Sir. Terima kasih sudah mentraktir saya makan malam!" jawabnya tersipu malu karena piring lebar di hadapannya nyaris tandas.'Wanita ini lugu sekali, tetapi efek sentuhannya, tatapan mata, dan aroma tubuhnya membuat otakku kacau balau!' Jonas merutuk dirinya sendiri dalam hati."Lain kali aku tak akan membiarkanmu terlambat makan siang hingga petang seperti ini lagi, Audrey. Apa selama bekerja di perusahaan Grup Benneton gajimu terlalu rendah hingga harus berpuasa setengah hari?" ujar Jonas menyelidik, dia heran dengan kondisi Audrey yang
Pagi hari berikutnya Audrey sengaja bangun lebih awal, dia ingin mengunjungi suaminya di rumah sakit. Seharian kemarin dia tak sempat menjenguk Dicky Bergins sama sekali. Wanita cantik itu selalu berharap ada keajaiban yang bisa membuat sepasang mata cokelat teduh itu terbuka dan menatapnya kembali. "Selamat pagi, Mrs. Bergins. Dokter menitipkan pesan untuk Anda. Ini suratnya beserta hasil test CT Scan Mister Dicky!" Seorang perawat yang bernama Mary-Anne Flint menyerahkan sepucuk surat dan dokumen beramplop cokelat lebar kepada Audrey. 'Dear Mrs. Bergins, tim medis kami telah menganalisa kembali kondisi suami Anda. Hasilnya ada penimbunan cairan radang di rongga tengkorak dan otak, ini memperburuk kesadaran beliau sehingga tetap mengalami stadium koma. Saran medis yang dapat kami berikan yaitu pembedahan sekali lagi untuk evaluasi kondisi otak sisi kiri yang memang tadinya mengalami cedera serius akibat kecelakaan kendaraan di sirkuit tahun lalu. Perkiraan biayanya sekitar 25.000 U
"Audrey, kita pulang kantor tepat waktu. Kebetulan nanti malam aku ada acara keluarga. Beristirahatlah yang cukup agar besok pagi kamu bisa lebih semangat bekerja, okay!" Jonas menyunggingkan senyuman di wajah tampannya yang tercukur licin pagi tadi.Diam-diam Audrey menghela napas lega, dia pun punya acara penting demi 25.000 USD untuk operasi suaminya. Kemudian dia berjalan di belakang punggung Jonas dan menjawab, "Terima kasih, Sir. Semoga acara keluarga nanti malam menyenangkan. Sampai jumpa besok pagi!" Kali ini Jonas membiarkan wanita itu pulang sendiri dengan berjalan kaki sejauh beberapa puluh blok dari kantor. Dia sengaja menyuruh Donald untuk mengemudi pelan-pelan saja demi memastikan Audrey langsung pulang ke Westgate Sunflower Garden Apartement."Ke mana lagi tujuan kita sekarang, Master Jonas?" tanya Donald dari balik kemudi mobil."Pulang saja ke penthouseku, Don. Aku tak akan kembali ke tempat istriku, dia tak berguna dan hanya membuatku emosi setiap kali melihatnya!"
Sebuah kiss mark dibuat Jonas di leher sisi kiri wanita itu dengan sengaja, ketika Audrey belum terbangun pasca dia dera semalaman. 'Kenang-kanangan dariku, Audrey Darling. Aku akan senang melihat tanda merah ini di kantor nanti!' batin Jonas dengan bandel. Dia bergegas turun dari ranjang yang nampak bak kapal pecah. Suara sayup-sayup gemericik air shower terdengar di telinga Audrey. Dia masih mengenakan penutup matanya dan terbaring telanjang di bawah selimut. Bagian intimnya pegal karena terlalu banyak digunakan untuk memuaskan hasrat klien setianya itu hingga beberapa jam lalu."Ouch ... Bunny benar-benar seperti kelinci jantan yang gemar kawin!" gumam Audrey seiring rintihannya yang spontan meluncur. Namun, anehnya justru dia merasa sedikit terhibur dengan percintaan liar bersama pria misterius itu. Cepat-cepat Audrey menepis pikiran tersebut karena teringat tujuan awalnya mendapatkan 25.000 USD."Hai, selamat pagi, Cantik!" sapa Jonas dengan handuk melilit di pinggulnya ketika d
"Apa? Kau mau memukulku, hahh?!" tantang Isabella MacConnor kepada suaminya seraya menyodorkan pipinya untuk ditampar.Namun, Jonas berpikiran beda dia meraup wajah wanita dingin nan galak itu lalu menautkan bibir mereka menjadi satu dalam ciuman panas. "Aargh!" teriak Jonas disertai desisan kesal karena bibirnya digigit kencang oleh Isabella. "Aku jijik dengan pria semacam kau, Jonas! Jangan pernah sentuh aku dengan memaksa seperti barusan, aku tak segan-segan melukaimu!" ancam Isabella dengan mata melotot.Dengkusan kesal Jonas mengawali langkahnya meninggalkan kamar tidur. Dia masih mengenakan kemeja dan celana kain. Jonas menuruni tangga dari lantai dua. Kemudian dia berseru kepada Marvin Balancini, kepala pelayan rumah yang menyambutnya di dasar tangga, "Panggil Donald untuk mengantarkanku ke penthouse sekarang juga, kutunggu di teras depan, Marv!""Baik, Master Jonas!" sahut Marvin lalu berlari ke kamar Donald Anderson untuk membangunkan sopir pribadi tuan mudanya.Jonas duduk
Pesawat yang membawa rombongan kunjungan pabrik Grup Benneton mendarat mulus di Bandara Los Angeles Internacional. Sesuai dengan perkataan Jonas, mereka memang dijemput oleh anak buahnya dengan mobil SUV operasional perusahaan cabang Santa Monica."Senang sekali bisa mendapat kunjungan lagi dari Anda, Mister Benneton!" ujar Phil Filbert, kepala cabang pabrik manufaktur makanan dan minuman kaleng Benneton Prime itu dari bangku samping pengemudi.Senyum ramah tersungging di wajah Jonas, dia pun membalas, "Terima kasih atas sambutan hangat Anda, Sir. Laporan produksi yang meningkat stabil dari cabang Santa Monica membuatku penasaran."Phil Filbert sedikit merasa bangga dengan performa cabang pabrik yang dipegangnya. Dia menjawab, "Saya akan menyampaikan apresiasi Anda ke anak buah nanti. Oya, apa factory visit akan dilakukan langsung hari ini, Mister Benneton?" "Ya, sebaiknya begitu karena cabang Santa Monica sangat luas pabrik dan gudangnya. Mungkin hingga lusa baru selesai kunjungan i
Skylar dan Shine yang telah siap untuk naik ke panggung pertunjukan talent show sekolah dasar siang itu masih menantikan kehadiran sosok ayah mereka."Apa dad terjebak kemacetan lalu lintas?" tanya Skylar ke saudari kembarnya.Shine menghela napas melihat mata biru Skylar yang berkaca-kaca. Dia menghibur kembarannya itu seraya berkata, "Entahlah, kita berdoa saja agar dad bisa segera tiba!" Pembawa acara talent show mengumumkan pertunjukan tari balet berpasangan bertema Swan Lake Dance. Kedua putri kembar Jonas-Audrey mulai naik ke pentas di balik tirai hitam yang masih menutup panggung. Musik rekaman orkestra mengalun merdu seiring tirai yang terangkat ke atas.Tepuk tangan riuh dari para penonton yang sebagian besar adalah orang tua siswa-siswi SD tersebut membahana di auditorium. Sekilas Skylar dan Shine menatap ke bangku penonton, mereka pun tersenyum ceria karena sang ayah tercinta duduk di baris terdepan membawa handicam bersebelahan dengan mommy serta kedua kakak laki-laki mer
Delapan tahun kemudian."Daddy, besok adalah hari pertunjukan balet kami di sekolah. Apa Daddy bisa datang untuk melihat kami menari?" seru Skylar sambil memperagakan gaya tari balet yang telah dia latih bersama Shine sebulan terakhir ini."Wow, tentu saja, Baby Girl! Daddy bangga kepada kalian!" jawab Jonas sembari merangkul bahu kedua putri kembarnya sepulang kantor. Audrey tahu suaminya pasti lelah setelah seharian bekerja lalu berkata kepada gadis-gadis ciliknya, "Sky, Shine, biarkan daddy kalian mandi sebentar ya. Kita bertemu di ruang makan pukul 19.30, okay?" "Okay, Mommy!" sahut Skylar dan Shine serempak lalu mereka berlari-lari riang ke ruang keluarga untuk menonton serial kartun Nickelodeon favorit mereka. Kedua kakak laki-laki mereka sedang berada di kamar Shawn yang sulung untuk merakit miniatur kota Houston. Permainan lego edisi spesial limited edition itu dibelikan Jonas sebagai hadiah untuk Shawn dan Anthony yang meraih ranking satu di kelas masing-masing. Kedua putr
Jonas tak mampu menghilangkan seringai konyol dari wajah tampannya sepanjang perjalanan pulang ke rumahnya di Woodlands. Istrinya berusaha untuk mengabaikan hal itu, tapi tak bisa. Audrey akhirnya tertawa seraya berkata, "Hubby, nanti otot wajahmu kram karena terlalu banyak tersenyum lebar seperti itu.""Ohh ... aku sangat gembira. Mungkin pria paling bahagia di planet ini!" jawab Jonas terkekeh. Audrey pun tahu alasannya, suaminya itu sangat mendambakan kehadiran anak perempuan. Dan dia baru saja mendapat berita sepasang anak kembar di rahim istrinya. Sekalipun belum pasti jenis kelaminnya, tetapi jikalau benar itu perempuan tentu saja Jonas semakin senang."Okay, aku ingin bertanya kepadamu. Seandainya anak ini perempuan dua-duanya, akan diberi nama siapa, Hubby?" tanya Audrey iseng."Aku sudah memiliki nama panggilan yang cocok untuk mereka berdua. Skylar dan Shine!" jawab Jonas dengan yakin."Nama yang cantik dan bermakna! Hanya Anthony yang memiliki inisial A. Nanti dia sedih ka
Waktu mengalir begitu deras dari hari ke hari berikutnya, Jonas masih saja memuja istrinya bagaikan titisan dewi cinta. Perubahan tubuh Audrey yang lebih menebal di beberapa tempat tidak menyurutkan perasaan cinta suaminya setelah mengarungi kehidupan bersama dengan terpaan badai problematika yang wajar terjadi dalam berumah tangga.Godaan wanita-wanita yang silau akan harta ke suaminya tak terhitung banyaknya. Audrey berusaha memaklumi hal itu setiap kali dia diminta Jonas mendampinginya ke pesta kalangan atas. Para wanita berlomba-lomba mencari perhatian Jonas dan juga mengajak berdansa. Seperti malam ini ketika mereka menghadiri pesta anniversary pasangan MacConnor senior. Orang tua Isabella telah berhasil melalui 30 tahun pernikahan dengan setia satu sama lain. Pesta dansa megah diselenggarakan di ballroom Hotel Royal Triumph Houston. "Jonas, kuharap kau bisa menemaniku berdansa sekali saja!" ujar Kathrine MacLewis seraya menaruh tangannya di lekuk lengan suami Audrey."Ehm ...
Setahun telah berlalu semenjak bulan madu pasangan Benneton ke Eropa. Seorang putra kecil telah hadir lagi di keluarga Jonas dan Audrey. Sementara Shawn telah berusia hampir dua tahun. Kini keluarga kecil itu telah memiliki dua orang anak yang usianya tak terpaut jauh."Audrey, sepertinya aku harus menanyakan kepada dokter kandungan tentang cara mendapatkan anak perempuan. Bisa jadi aku terlalu perkasa jadi kedua keturunanku laki-laki semua!" ujar Jonas sambil menimang-nimang putra keduanya di kamar tidur usai disusui oleh Audrey."Ohh ... ayolah, masa kau sudah memikirkan tentang anak ketiga, Jonas! Aku ingin jeda hamil dan melahirkan setidaknya dua tahun, kumohon!" rengek Audrey nyaris menangis. Dia merasa tubuhnya terlalu lelah dengan aktivitas merawat newborn.Maka Jonas pun membaringkan Anthony Clark Benneton yang telah tertidur pulas di tempat tidur bayi. Kemudian dia duduk di tepi ranjang merangkul bahu Audrey. "Maafkan aku kalau terlalu antusias memiliki banyak anak, Darling.
Perjalanan bulan madu Jonas dan Audrey ke Swiss dan Italia dilalui dengan banyak kenangan manis. Mereka kembali ke Texas setelah seminggu lamanya berada di benua biru itu dan hari selanjutnya Jonas mulai bekerja normal di kantor seperti sedia kala. Audrey di rumah mengurus Shawn sekaligus beristirahat pasca liburan panjang yang cukup melelahkan. Dia menyadari bahwa jadwal menstruasinya terlambat dari tanggal yang seharusnya. Nampaknya dengan segala aktivitas ranjang yang dia jalani bersama Jonas setiap hari tanpa absen, kehamilan kedua terasa nyata di depan mata. "TING TONG." Pelayan rumah Audrey bergegas membukakan pintu untuk tamu yang berkunjung siang itu. Namun, ternyata bukan tamu melainkan seorang tukang pos yang mengirimkan sepucuk surat. "Hello, Miss. Ada surat untuk Nyonya Audrey Newman. Apakah benar tempat tinggalnya di sini?" ujar tukang pos berusia tiga puluh tahunan itu seraya mengulurkan sepucuk surat beramplop putih yang tidak terlalu tebal dengan tulisan tangan."O
Pesawat yang membawa Jonas dan Audrey dari Bandara Zurich menuju ke Bandara Naples mendarat dengan mulus di landasan. Hari sayangnya telah sore sehingga mereka praktis hanya bisa berkendara dengan taksi menuju ke hotel yang terletak di Amalfi Coast.Pesisir pantai di sebelah selatan Italia itu terbentang sejauh kurang lebih 100 kilometer dengan tiga belas kotamadya yang berbeda karakteristiknya sekalipun masih sama-sama menghadap Laut Tirenian dan Teluk Salerno. Jonas sengaja mengajak Audrey langsung ke kota Positano yang paling terkenal akan keindahannya. Mereka berencana menghabiskan lima hari di Amalfi Coast. Dia menunjuk dari jendela taksi yang melaju daerah perkebunan lemon, zaitun, dan jeruk yang tumbuh mencolok di sisi tebing daerah Positano. "Wow, indah sekali tampilan kota ini, Jonas. Gedung-gedungnya dicat berwarna-warni dengan bentuk vertikal karena memang terletak di daerah tebing yang langsung menghadap ke laut. Aku tak bisa tidak takjub melihat panorama di sini!" desah
"Good morning, Audrey Darling! Bersyukur kita tidak terkena hipotermia karena listrik padam semalam ya, bagaimana kondisimu pagi ini?" sapa Jonas ketika istri tercintanya menggeliat terbangun dalam dekapannya.Audrey tersenyum menatap wajah Jonas dan menjawab, "Untungnya aku baik-baik saja. Apa rencanamu hari ini?""Aku ingin bermain ski, apa kau suka juga main ski?" sahut Jonas dengan santai sembari berbaring miring di samping Audrey."Ohh ... tentu saja, pasti asik. Apa kita bisa mandi dan sarapan terlebih dahulu?" Audrey bangkit dari tempat tidur dan merenggangkan otot-ototnya yang kaku sembari melangkah ke kamar mandi.Jonas segera menyusulnya dan menjawab, "Okay, kita mandi lalu turun ke bawah."Setelah mandi singkat dan berpakaian, pasangan Benneton pun turun dengan lift yang telah mulai beroperasi normal sejak listrik padam semalam. Mereka menikmati menu buffet yang disediakan di restoran resort bersama tamu-tamu lainnya yang menginap di tempat yang sama.Sekitar pukul 08.00 wa
Malam pertama yang dilalui Audrey bersama Jonas di Pegunungan Alpen begitu melelahkan, suaminya seperti banteng yang baru saja dikeluarkan dari gerbang arena matador. Memang sedari mereka awal berkenalan gairah pria itu kepadanya begitu tak terkendali. "Baby, suhu udaranya dingin membeku di sini. Bolehkah aku mengenakan pakaian dan tidak bertelanjang di bawah selimut?" tanya Audrey yang masih berkeringat pasca pergumulan marathon bersama Jonas di atas ranjang. Jonas merasakan tubuh istrinya bergidik karena kedinginan. Salju di luar kaca jendela seolah tak akan berhenti tercurah dari langit yang gelap. "Yes, pakailah baju tebal yang hangat, Darling. Tunggu, akan kuambilkan di koper!" jawabnya lalu menyibak selimut untuk turun dari tempat tidur."Terima kasih, Jonas!" ucap Audrey sembari menatap punggung bidang berotot liat itu dari belakang. Kaos berbahan katun dan sweater merah maroon menjadi pilihan Jonas untuk dikenakan oleh Audrey, dia tidak mencarikan bawahan dan berlanjut meng