Home / Fantasi / Penyihir Terhebat di Dunia Lain / Bab 7. Keluarga Kerajaan

Share

Bab 7. Keluarga Kerajaan

Author: Aniha
last update Last Updated: 2023-06-24 22:30:53

“Jadi, mau kau apakan pria itu?” tanya Camaro.

Azura menatap Camaro dengan tajam. “Apa maksudmu?”

“Ya, apa rencanamu mengenai pria itu? Jika dia sadar, kau mau bagaimana?”

“Hah.” Azura menghela napasnya seraya menyandarkan tubuh di batang pohon besar.

“Mungkin aku akan mengantarnya untuk keluar dari sini,” jawab Azura.

“Memangnya kau tahu jalan keluarnya?” tanya Camari.

“Tentu saja tidak. Tapi aku bisa bertanya dengan kalian, bukan?”

“Kami tidak bisa menampakkan diri ke depan pria itu,” jelas Camari.

“Kenapa memangnya?” Azura mengangkat alisnya dengan penuh tanda tanya.

“A-a-ah i-it-.” Camari berusaha menjawab pertanyaan Azura, tetapi Camaro dengan cepat menyanggahnya.

“Karena aku terlalu tampan dan jenius untuk dilihat oleh pasang mata manusia asing ho ho.”

Azura seketika menampilkan muka yang datar.

“Aku sedang serius,” gumam Azura.

“Camaro, hentikan!” seru Camari.

“Ho ho, baiklah baik. Intinya kami tidak bisa menampakkan diri kepada manusia lain. Sudah, kau hanya harus tahu itu tanpa alasan apa pun lagi,” ucap Camaro.

“Lalu bagaimana aku dapat mengantarkan pria itu untuk keluar dari sini?”

“Kalau soal itu, mudah saja. Dari sini kau ambil jalan ke arah selatan, lalu saat ada pohon palem bercabang dua, kau bisa ambil arah barat dan lurus terus sampai bertemu pohon ceri merah. Terakhir, dari pohon ceri merah, kau bisa ambil arah timur,” jelas Camari.

“Hm, terdengar mudah, tetapi aku tidak yakin,” ujar Azura.

“Oh iya Azura,” ucap Camaro.

Azura menoleh dan menatap Camaro. “Ada apa?”

“Nanti kau mengantarkan pria itu keluar dari hutan ini, kan?”

“Ya.”

“Ya sudah, sekalian saja kau juga keluar dari sini.”

“Hah?” Azura terkaget bukan main saat mendengar perkataan Camaro.

“Aku rasa, kau harus menemukan guru lain selain kami berdua. Hal itu dapat meningkatkan kemampuan sihirmu.”

“Ta-ta-tapi bagaimana caranya? Aku sendirian mencari guru sihir gitu? Aku saja bukan makhluk asli sini,” sahut Azura.

“Soal itu, bukannya kau bisa minta bantuan pria asing yang terkapar itu?” tanya Camari.

“Iya, anggap saja simbiosis mutualisme,” timpal Camaro.

Azura terdiam sejenak. Pandangannya menatap kerlap-kerlip bintang yang menghiasi langit malam.

‘Keluar dari sini? Berpisah dengan kedua burung ini dan mencari guru sihir?’ tanya Azura di dalam hati.

Platak!

Azura seketika kaget saat sebuah batok kelapa tertendang oleh pria asing di depannya.

“Kau sudah sadar?” Tanya Azura sambil menghampiri pria asing itu.

Pria di depannya hanya terdiam membisu.

“Hei, kau bisa melihat dan mendengarku, kan?” tanya Azura.

“Kamu….”

“Azura. Namaku Azura.” Kata Azura sambil mengulurkan tangan kepada pria itu.

“Nama yang buruk,” gumam pria itu.

“Heh?” Kaget Azura sambil mengepalkan tangannya.

Pria itu memalingkan wajahnya dari pandangan Azura.

‘Menyebalkan sekali pria ini,’ umpat Azura di dalam hati.

“Mengapa kau menyelamatkanku?” tanya pria itu.

“Hah, kau masih saja bertanya soal itu. Jawabannya mudah, ya karena aku orang baik yang tidak ingin melihat manusia lain meninggal di depan mataku,” jawab Azura.

“Kalau begitu, mengapa kau tidak tinggalkan aku sendirian saja? Dengan begitu kau tidak melihatku mati, bukan?”

“Kau ini! Mengapa kau tidak bersyukur karena semesta masih membiarkanmu hidup?!” teriak Azura.

Pria itu tiba-tiba tersenyum sinis. “Untuk apa beban sepertiku masih hidup?”

Azura terdiam membisu.

‘Aku tidak tahu kejadian apa saja yang telah menimpanya. Akan tetapi, melihatnya, aku seperti melihat diriku yang dulu. Hidup dengan terpaksa dan berani mengambil kesempatan untuk mati,’ kata Azura di dalam hati.

Puk! Puk!

Azura menepuk pundak kanan pria di depannya.

“Aku tahu, kau kecewa dengan kejadian lalu. Akan tetapi, bukankah kau masih memiliki kesempatan lagi untuk berjuang dan mengubah kehidupanmu?” Tanya Azura sambil tersenyum tipis.

“Kau…,” lirih pria itu.

“Hah. Hidup memang begitu, bukan? Ada hal mengerikan, tetapi kita tidak boleh melewatkannya,” sambung Azura.

Pria itu menoleh dan menatap Azura dengan kedua bola matanya yang indah.

“Mengapa? Kau masih ingin mati juga?” tanya Azura kembali.

“E-elenio Damon. Ya, itu namaku.” Ucap pria asing itu sambil mengulurkan tangan kepada Azura.

Azura tertawa sinis. “Ha ha ha.”

“Mengapa kau tertawa?”

“Kau ini unik juga ya. Tadi aku ajak berkenalan tidak mau.”

“Ya sudah kalau kau memang tidak mau berteman denganku.” Ucap pria itu sambil menarik tangannya kembali.

“Ha ha, aku tidak bilang tidak ingin berteman denganmu. Omong-omong, nama panggilanmu siapa?”

“Terserah kau saja mau memanggilku apa.”

“Hm, Elen? Atau Nio?”

“Elen saja,” lirih pria itu.

“Hm, baiklah. Elen!”

Elenio hanya menganggukkan kepalanya perlahan.

“Oh iya, kau berasal dari mana?” tanya Azura dengan antusias.

“Hah? Kau tidak mengenalku? Ah tunggu, memang tadi kau tidak tahu namaku ya…. Sebenarnya kau yang berasal dari mana?” tanya balik Elenio.

“Heh?” Azura menyengir bingung.

“Aku adalah pangeran ketiga dari raja penguasa negeri ini. Aneh loh kau tidak tahu aku,” ujar Elenio.

‘Jadi pria yang aku tolong ini adalah pangeran ketiga? Wah sepertinya di negeri ini aku lebih beruntung,’ lega Azura di dalam hati.

“He he, aku berasal dari negeri lain,” jawab Azura.

“Oh begitu. Ah iya, kau sedang apa di hutan ini? Tapi tunggu, apa jangan-jangan kau juga sedang mencari batu rubi yang sakti itu ya?”

“Batu rubi?”

“Iya, batu rubi. Aku dengar, di hutan ini terdapat batu rubi yang dapat meningkatkan sihir. Maka dari itu, aku dan teman-temanku masuk ke hutan ini. Eh tapi kami malah diserang oleh serigala.”

‘Hm, batu rubi?’ tanya Azura di dalam hati.

“Aku ingin sekali mendapatkan batu itu untuk diletakkan di pedangku. Jadi, aku dapat memadupadankan seni bela diri pedang dan sihir. Aku akan menjadi pahlawan terkuat! Ho ho,” ujar Elenio.

Azura hanya tersenyum tipis. Sesekali dia mengadahkan kepalanya dan menatap Camaro yang bersembunyi di ranting pohon.

‘Mengapa Camaro tidak memberitahuku kalau di hutan ini ada peralatan yang dapat meningkatkan sihir?’ bingung Azura di dalam hati.

“Ah iya, Azura!” panggil Elenio dengan penuh semangat.

“Ya?”

“Kau mau jadi anggota kelompokku? Nanti kita akan meningkatkan kekuatan dan menjadi pahlawan yang paling hebat di negeri ini,” ajak Elenio.

“Hah?”

“Eh tidak deh, yang paling kuat harus aku. Jadi kau adalah yang terkuat kedua, bagaimana?”

Azura menggaruk rambutnya. “Y-y-ya, terserah kau saja.”

“Yippy! Kita akan berjuang bareng dan melawan pasukan iblis!”

Azura hanya menganggukkan kepalanya perlahan.

“Azura! Apakah kemampuanmu adalah sihir? Aku melihat sihirmu keren sekali saat melawan para serigala kemarin.” Tanya Elenio sambil menggenggam kedua tangan Azura.

“A-a-ah, aku masih pemula,” jawab Azura terbata.

“Bagus! Kau harus banyak belajar dariku, ho ho.” Ujar Elenio sambil bertolak pinggang.

‘Jelas-jelas kemampuanmu kemarin masih lebih pemula dariku,’ keluh Azura di dalam hati.

Syuu!

Tiba-tiba cahaya putih kecil menyerang Elenio hingga membuatnya pingsan seketika.

Bruk!

“Heh?” Bingung Azura sambil mengadahkan kepalanya menatap ranting pohon.

“Dia lemah dan banyak omong sekali.” Cibir Camaro sambil terbang menghampiri Azura.

“Camaro, kau yang membuatnya tidak sadar?” tanya Azura.

“Iya, aku kesal dengan tingkahnya,” kata Camaro.

“Dia juga bodoh. Mana ada di sini batu rubi sakti,” timpal Camari.

***

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Aniha
camaro kelewat kesel hehe
goodnovel comment avatar
Wind Weed
sialan camaro baru juga sadar udah di knock
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Penyihir Terhebat di Dunia Lain   Bab 8. Ibu Kota Terres

    ‘Setelah pohon ceri merah, ambil arah timur…,’ pikir Azura di dalam hati. “Hei Azura! Lihat!” Seru Elenio sambil menunjuk gapura kuno di depan. “Gapura…,” lirih Azura. “Yeay! Akhirnya kita bisa keluar dari hutan ini." Kata Elenio sambil meloncat penuh semangat.Azura terdiam dan hanya berkata di dalam hati. 'Aku kira keluar dari hutan ini membutuhkan perjalanan yang lama.'"Hup, Hah. Aku kira, aku tidak bisa merasakan udara di luar hutan lagi." Ujar Elenio sambil sesekali menghirup udara segar di sekelilingnya.Azura menoleh dan menatap Elenio dengan datar. “Memangnya kau pikir benaran akan mati?” “Tidak, bukan begitu." Sahut Elenio sambil menggelengkan kepala dengan cepat. "Lalu?" Azura memiringkan kepalanya penuh penasaran. "Saat aku dengan kelompokku waktu itu, kami sulit sekali menemukan jalan keluar. Konon, masyarakat mengenal Hutan Florestia itu adalah hutan kramat,” jelas Elenio.“Ha ha.” Azura lantas tertawa setelah mendengar perkataan Elenio yang menohok. “Kau menertawa

    Last Updated : 2023-06-25
  • Penyihir Terhebat di Dunia Lain   Bab 9. Toko Peralatan Senjata

    Syut! Syut! “Whoa, ternyata kau juga hebat dalam menggunakan pedang!” Puji Elenio sambil memperhatikan Azura dengan mata yang membulat sempurna. “Heh? Ah tidak, tidak. Aku belum pernah belajar seni bela diri pedang. Barusan yang kau lihat itu hanya sedikit adegan pertarungan yang aku baca dari komik kesukaanku,” sahut Azura. “Loh, komik? Apa itu?” Tanya Elenio sambil memiringkan kepalanya dengan penuh penasaran. “Komik it-.” Seketika seorang pria kekar menyanggah perkataan Azura. “Komik itu sejenis buku, tetapi ada gambarnya. Ya, semacam koran gitu, tetapi berisi cerita fiksi.” “Wah! Lion! Lama tidak berjumpa,” sapa Elenio dengan penuh semangat. “Halo Pangeran, bagaimana kabarmu? Kemana saja kau? Sepertinya kau membawa teman baru lagi?” tanya pria kekar bernama Lion tersebut. “He he iya, perkenalkan dia Azura,” ujar Elenio. “Azura Amalthea.” Ujar Azura sambil membungkukkan tubuh selama beberapa saat. “Ah iya, saya Lion, pemilik toko peralatan senjata ini. Senang bertemu denga

    Last Updated : 2023-06-30
  • Penyihir Terhebat di Dunia Lain   Bab 10. Pangeran Kedua yang Tampan

    Azura terduduk di sebuah sofa abu-abu sambil memperhatikan sekelilingnya.‘Mengapa aku bisa ada di sini? Tugasku adalah menemukan guru sihir, bukan terlibat konflik kerajaan,’ kata Azura di dalam hati.“Selamat sore, Nona.” Sapa seorang pria berpakaian hitam yang lengkap dengan berbagai atribut khas kerajaan.“S-so-sore.” Ucap Azura seraya berdiri dan membungkukkan tubuhnya selama beberapa saat.“He he, senang bertemu denganmu. Silahkan duduk!” seru pria itu.Azura hanya menganggukkan kepalanya dan kembali duduk di kursi abu-abu.“Hah.” Sejenak pria itu menghela napasnya, lalu bersilang kaki dan terduduk santai.‘Siapa dia sebenarnya? Kalau dilihat-lihat dia mirip sekali dengan Elen,’ pikir Azura di dalam hati.“Ah ya. Maaf aku sampai lupa. Perkenalkan, aku Elzenath Damon.” Kata pria itu sambil tersenyum tipis.“Damon…,” lirih Azura.“Ha ha, iya itu nama ayahku. Apakah aku terlihat tidak mirip dengannya?” Pria bernama Elzenath itu bertanya sambil tertawa kecil.Azura dengan cepat meng

    Last Updated : 2023-07-01
  • Penyihir Terhebat di Dunia Lain   Bab 11. Sebuah Hukuman

    Seketika suasana hening. Sinar jingga menyusup masuk dan membiaskan tubuh Azura dan Elzenath.“Yah, kalau begitu, aku akan memanggil Elenio,” ujar Elzenath.Azura hanya menganggukkan kepalanya perlahan.“Aias, tolong bawa Elenio masuk!” teriak Elzenath.Brak.Elenio dengan cepat masuk ke dalam ruangan.“Hei Aias, berhenti memegangku!” seru Elenio.“Maaf Pangeran Zenath, saya telah membawa Pangeran Elenio,” ucap Aias.Elzenath menganggukkan kepalanya, lalu mengangkat kedua alisnya dan menunjuk pintu ruangan tanpa berkata apa pun.“Baik Pangeran.” Aias seolah mengerti isyarat yang diberikan oleh Elzenath. Pria berambut pirang itu pun keluar dari ruangan.“Duduk!” seru Elzenath.“Seenaknya sekali kau memerintahku.” Umpat Elenio sambil hendak duduk di sebelah Elzenath.Duk!Elzenath tiba-tiba menendang bokong Elenio.“Heh?” Azura tercengang melihat kelakuan kakak beradik di depannya.“Zenath bodoh! Apa yang kau lakukan? Mengapa kau menendangk-.”Elzenath dengan santainya langsung memotong

    Last Updated : 2023-07-02
  • Penyihir Terhebat di Dunia Lain   Bab 12. Menara Sihir

    “Tinggi sekali.” Gumam Azura sambil mengadahkan kepalanya menatap sebuah menara runcing yang menjulang tinggi dari kejauhan. “Maaf membuatmu menunggu,” ucap Elzenath yang berada di sebelah kanan Azura. “Tidak apa-apa,” lirih Azura. “Mari kita ke sana!” seru Elzenath. Azura hanya menganggukkan kepalanya sambil mengikuti langkah kaki pangeran kedua di depannya. Terlihat lalu-lalang manusia dengan jubah hitam yang dilengkapi beberapa garis warna yang berbeda-beda setiap orang. “Selamat pagi, Pangeran Elzenath.” Sapa seorang wanita muda yang telah berdiri di depan pintu masuk. “Selamat pagi, Elizabeth.” Kata Elzenath sambil tersenyum tipis. “Anu…, Pangeran….” “Ah maaf aku sampai lupa ha ha. Perkenalkan, ini Azura,” ujar Elzenath. “Azura Amalthea.” Ucap Azura sambil mengulurkan tangan. “Saya Elizabeth, senang bertemu denganmu.” Seloroh Elizabeth sambil membalas uluran tangan Azura. “Sesuai janji temu yang aku buat kemarin, apakah Guru bersedia? Soalnya sampai saat ini, pengawal u

    Last Updated : 2023-07-05
  • Penyihir Terhebat di Dunia Lain   Bab 13. Murid La Gramarye

    “Guru, sepertinya kau menakuti Azura he he,” kata Elzenath.La Gramarye mengalihkan tatapannya dari Azura, lalu ia bersandar di kursi kayu.“Lalu, apakah Pangeran mengajak Nona itu untuk menemui saya, hanya untuk bercerita mengenai pertemuannya dengan pangeran ketiga?” tanya La Gramarye.Prok!Elzenath bertepuk tangan dan tersenyum lebar. “Kau memang sangat pandai, Guru.”“Berhentilah basa-basi!” seru La Gramarye.“He he, maaf. Sabarlah, bukankah di usiamu yang sekarang, kau harus mengurangi amarahmu?” goda Elzenath kepada La Gramarye.La Gramarye hanya terdiam sambil menaikkan kedua alisnya.“Aku mengajak Azura kesini, selain memperkenalkannya kepadamu. Aku ingin merekomendasikan dia untuk menjadi muridmu.” Ucap Elzenath sambil tersenyum manis.“Saya menolak!” seru La Gramarye dengan tegas.“Wah Guru sangat bla

    Last Updated : 2023-07-07
  • Penyihir Terhebat di Dunia Lain   Bab 14. Level Penyihir

    “Hah.” Azura menghela napas beratnya seraya membangkitkan tubuh dari dipan minimalis yang berada di sudut ruangan. Azura menoleh ke sisi kirinya dan menatap sinar jingga yang mendominasi langit. “Sudah sore saja, cepat sekali,” gumam Azura. Rasa bosan meliputi hati Azura saat ia berada di menara sihir. Sesuai kesepakatan, Azura bersedia untuk menaklukan labirin sihir yang akan dilakukan esok hari. “Kalau saja di dunia ini ada ponsel. Mungkin aku bisa bermain game online,” lirih Azura. Azura beranjak berdiri dan membuka jendela. Semilir angin tanpa permisi langsung mengibaskan rambut tanggungnya. “Hm, lumayan sejuk. Akan tetapi, aku bingung mau apa di sini. Mungkin aku berjalan-jalan saja deh.” Kata Azura sambil berjalan keluar dari kamar. Lorong panjang menyambut Azura dengan penuh kemistisan. “Seram juga,” gumam Azura. Ketika di tengah lorong, tiba-tiba Azura berpapasan dengan Elizabeth. “Hai Elizabeth!” sapa Azura dengan ceria. Elizabeth menghentikan langkahnya, lalu menat

    Last Updated : 2023-07-09
  • Penyihir Terhebat di Dunia Lain   Bab 15. Labirin Sihir

    Azura tercengang menatap serangkaian tumbuhan yang menjulang tinggi."Bagaimana, apakah kau ketakutan?" Cibir La Gramarye sambil menghisap lintingan tembakau yang ia pegang.Azura pun bertolak pinggang dan tersenyum tipis. "Tidak Guru, aku tidak mungkin takut."'Labirin seperti ini mah seperti wahana di tempat wisata,' decak Azura di dalam hati."Hoo saya apresiasi keberanianmu, Nona. Tapi, jangan panggil saya Guru, karena Anda belum resmi menjadi murid saya," sahut La Gramarye."Hm, baiklah. Yosh, jadi kapan aku mulai?" Tanya Azura sambil meregangkan kedua tangannya."Jangan terburu-buru, Nona Muda," ujar La Gramarye.Azura hanya terdiam menatap pria baya berkumis putih.'Lama banget sih,' umpat Azura di dalam hati. La Gramarye menoleh Elizabeth sambil memainkan alisnya sebagai isyarat. Elizabeth pun hanya menganggukkan kepalanya."Izinkan saya menjelaskan mekanismenya, Nona Azura," ucap Elizabeth."Ya.""Jadi, tujuan Anda melewati labirin sihir hanya satu Nona," tutur Elizabeth."S

    Last Updated : 2023-07-14

Latest chapter

  • Penyihir Terhebat di Dunia Lain   Bab 76. Perasaan Bimbang

    "Sudah lama ya kita tidak duduk berdua seperti ini," ucap Azura."Yah kau saja yang terlalu sibuk." Sahut Elenio, lengkap dengan senyum sinisnya."Aku ada tugas misi, mau bagaimana lagi.""Tapi kau hebat, Azura," puji Elenio.Azura lantas menoleh dan menatap Elenio. "Hebat kenapa? Kau bicara apa, Elen?""Iya, kau sangat hebat tau!" Tutur Elenio sambil menganggukkan kepalanya."Mana ada," gumam Azura."Kau hebat, Azura. Aku mohon kau jangan menyangkal itu.""Sekarang, coba jelaskan, aku hebat karena apa?""Banyak hal yang kau lalui. Kau juga hebat bisa mengalahkan banyak iblis," jawab Elenio."Hah." Azura menghela napasnya sejenak.Syuuu.Pepohonan bergoyang diterpa semilir angin."Aku berkali-kali hampir mati. Perutku saja sampai bolong," ucap Azura."Bo-b-b-bolong?!" Elenio terkaget setelah mendengar perkataan Azura.Azura menganggukkan kepalanya dengan cepat. "Iya bolong, perlu aku tunjukkan?""Mana? Aku mau lihat!""Tidak boleh!" larang Azura."Cih, tadi kau menawarkan.""Aku perem

  • Penyihir Terhebat di Dunia Lain   Bab 75. Selalu Bertengkar

    "Memangnya kenapa aku tidak boleh ikut dalam misi itu?" Tanya Azura sambil menatap Pangeran Elzenath dengan tajam."Hola, semua!" Sapa Laurel dari kejauhan yang berhasil memecah suasana."Cih," desis Pangeran Elzenath."Kalian sedang bicara apa? Sepertinya asik sekali?" Tanya Laurel sambil merangkul pundak Pangeran Elzenath."Kau ini, datang di saat yang tidak tepat!" Decak Pangeran Elzenath sambil mengepalkan kedua tangannya."Loh, emang iya?""Pake nanya lagi!" bentak Pangeran Elzenath."Hue he he, maaf ya. Aku tidak tahu." Sahut Laurel sambil tertawa kecil."Kenapa kalian bekerja sama untuk mencegahku menjalankan misi dari Guru La Gramarye?" tanya Azura dengan tegas."Ho ho ho, misi apa? Memang si Kakek tua itu memberikanmu misi apa sih? Aku saja ti-.""Diam!" potong Azura.Laurel langsung terdiam."Aku tidak ingin basa-basi. Aku butuh kepastian! Mengapa kalian bekerja sama mencegahku menjalankan misi itu? Apa kalian memandangku dengan lemah? Apa menurut kalian, aku tidak mampu men

  • Penyihir Terhebat di Dunia Lain   Bab 74. Pertemuan yang Batal

    Azura berjalan menyusuri lorong menara sihir yang cukup gelap.'Aku seperti berjalan di film horor,' decak Azura di dalam hati.Syuu. Cletak.Hembusan angin yang kencang, berhasil membuka paksa jendela usang di sisi lorong."Tanpa permisi." Gumam Azura sambil melihat jauh ke luar jendela.Prak. Prak.Langkah kaki perlahan mendekati Azura."Elizabeth, apa kabar?" tanya Azura."Saya sungguh terpukau. Kau menyadari kehadiranku dengan cepat."Azura tersenyum tipis, lalu ia pun berbalik dan menatap Elizabeth."Bukankah kita teman?" seloroh Azura.Elizabeth tersenyum kecil, lalu ia memejamkan matanya beberapa saat."Kau belum menjawab pertanyaanku loh." Ucap Azura sambil berdekap tangan."Kabarku baik. Bagaimana denganmu?" Tanya Elizabeth sambil menatap nanar mata Azura."Aku baik. Meskipun beberapa kali berada di ambang kematian." Jawab Azura sambil menatap pemandangan di luar jendela."Syukurlah jika begitu," ujar Elizabeth.Puk. Puk."Jika kau mati, mungkin Guru akan depresi." Sambung El

  • Penyihir Terhebat di Dunia Lain   Bab 73. Kembali ke Istana

    "Hah, aku lemas sekali." Lirih Azura seraya berjalan dengan lunglai."Maaf, kita tidak bisa masak daging," ucap Laurel.Azura menunjuk Laurel sambil berkata. "Ini semua gara-gara kau!""Hah?" Laurel pun menyanggah dengan mulut yang lebar."Iya! Gara-gara kamu! Kamu sih masak dagingnya lama, jadi keburu ada iblis," ujar Azura."Heleh, bukankah ini semua gara-gara kau?!" Laurel seketika menghentikan langkahnya."Kok aku?!" Azura yang tidak mau kalah, langsung berbalik tanya dengan mata yang membulat sempurna."Iya kamu! Coba saja jika kamu tidak marah-marah dan ngambek selayaknya bocah, kita mungkin sudah membakar daging dan menikmatinya sebelum para iblis itu datang." Decak Laurel sambil bertolak pinggang seperti seorang ayah yang memarahi putrinya."Apa?! Kau ini sebenarnya laki-laki atau perempuan sih?! Seenaknya sekali menilai seseorang!""Aku? Menilai? Aku menilai kamu? Hei, aku bukan menilai, tapi aku berbi-."Belum sempat Laurel melanjutkan perkataannya, tiba-tiba sesuatu menimpa

  • Penyihir Terhebat di Dunia Lain   Bab 72. Perjalanan ke Ibu Kota

    “Hoam, aku tidak mengerti mengapa kau malah mengajakku jalan saat dini hari.” Ujar Azura seraya menguap.“Agar kita cepat sampai ke Ibu Kota Tirakia.” Jelas Laurel yang memimpin jalan.“Mengapa harus cepat-cepat? Santai saja tidak sih?” gerutu Azura.“Kalau sudah sampai mah enak,” sahut Laurel.“Tapi kalau jalan dini hari seperti tadi bisa-bisa kita bertemu iblis.”“Siang hari juga kita bisa bertemu iblis.”“Tapi besar kemungkinan kita bertemu iblis kalau gelap.”Laurel menghentikan langkahnya.Bruk!Azura yang selama ini berjalan mengantuk, seketika menabrak punggung Laurel.“Aduh! Punggungmu keras sekali,” decak Azura.“Lagi pula mengapa kau malah menabrakku? Jika mau memelukku, bilang saja,” sahut Laurel.“Cih, mana ada. Hoam.”Laurel menoleh dan menatap Azura.“Kau sungguh mengantuk?” tanya Laurel dengan khawatir.Azura menganggukkan kepalanya dengan cepat.“Ya sudah, kita beristirahat dulu saja di sini!” Seru Laurel sambil mengarahkan Azura untuk duduk di bawah pohon mangga yang

  • Penyihir Terhebat di Dunia Lain   Bab 71. Sebuah Surat

    “Baik, kalau begitu saya permisi.” Ucap seorang perempuan berambut pendek seraya pergi.“Siapa itu? Muridmu?” tanya Azura.“Oh, itu?” Tanya balik Laurel sambil menoleh dan menatap Azura.“Iya, memang kau berpikir apa, hah?!” Sahut Azura sambil berdekap tangan.“Dia bukan muridku.” Jelas Laurel sambil tersenyum tipis.“Lalu?”“Nih, dia memberiku sebuah surat ini.” Kata Laurel sambil menyodorkan Azura sebuah amplop putih.“Surat cinta?” ledek Azura.“Kau berpikir apa sih, ha ha ha.”“Yah, lalu apa? Mengapa juga kau malah memberikan surat itu kepadaku?” heran Azura.Laurel langsung meraih tangan Azura dan meletakkan amplop putih itu di atas telapak tangan Azura.“Heh?” Azura semakin bingung dengan sikap Laurel.“Surat itu untukmu.” Kata Laurel sambil berpaling dari pandangan Azura.“Untukku? Untuk apa? Apa sih maksudmu? Tinggal bicara saja, mengapa harus ada surat begini?”“Itu bukan surat dariku,” lirih Laurel.“Heh? Lalu?” Azura menaikkan kedua alisnya.“Itu dari pengawal kerajaan,” uc

  • Penyihir Terhebat di Dunia Lain   Bab 70. Segelas Teh Hijau

    "Nih!" Kata Laurel sambil menyodorkan segelas teh hijau kepada Azura."Kau sehat?" tanya Azura."Tentu saja, mengapa kau bertanya seperti itu?" Tanya balik Laurel sambil duduk di sebelah kanan Azura.Azura pun menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Tidak biasanya saja kau baik.""Cih, sebegitu buruknya aku di pikiranmu?" sahut Laurel."Ha ha ha, tidak buruk selalu sih.""Ya sudah, nih ambil!" Seru Laurel seraya menggoyang-goyangkan segelas teh hijau."Hm, baiklah. Terima kasih." Kata Azura sembari menerima segelas teh hijau dari Laurel."Aku kagum dengan perkembanganmu," ujar Laurel."Heleh, jangan memujiku sebaik itu." Sahut Azura sambil mengendus aroma teh hijau.Laurel menggelengkan kepalanya. "Aku tidak sedang memujimu. Aku bicara apa adanya.""Oh begitukah?" lirih Azura."Aku rasa perkembangan yang sekarang telah cukup, jadi apakah kau akan balik ke Ibu Kota?" tanya Laurel.Azura menoleh dan menatap Laurel selama beberapa detik, kemudian ia memalingkan pandangannya."Kau mengusir

  • Penyihir Terhebat di Dunia Lain   Bab 69. Pertarungan Pertama

    "Hem benar! Kau benar Camaro!" Ucap Azura sambil menganggukkan kepala penuh tekad."Kalau begitu ayok Azura!" teriak Camaro."Hyaaaa!"Azura dan Camaro berlari menerjang kobaran api.'Saat ini, aku harus bisa!' kata Azura di dalam hati."Azura, ambil posisi barat!" seru Camaro."Hm, oke!" Sahut Azura sambil menganggukkan kepalanya dan berlari ke arah barat sesuai dengan instruksi Camaro."Uhuk! Uhuk!" Asap yang menggumpal begitu pekat mengganggu pernapasan dan penglihatan Azura.'Aku harus menggunakan sihir perlindungan,' kata Azura di dalam hati."Elemenzeus light eyes protected!" gumam Azura.Melalui sihir perlindungan yang Azura aktifkan, ia mampu melihat lebih jelas semua objek di antara asap tebal."Azura, mari serang bersamaan!" seru Camaro."Hm, baik!" Kata Azura sambil menganggukkan kepalanya."Wahai Dewa penyelamat alam semesta, berikanlah kami sedikit kekuatan. Elemenzeus white light ball!" Teriak Azura dan Camaro secara serempak.Syuuuu!Bola cahaya putih melesat dengan ce

  • Penyihir Terhebat di Dunia Lain   Bab 68. Pelayan Raja Iblis

    “Hya! Hya!”Syut! Switch!“Hah hah.”Azura dengan penuh tekad berlatih seorang diri di bawah sinar rembulan.‘Aku, harus lebih kuat!’ tegas Azura di dalam hati.“Hya!”Whoosh! Duar!Brak.Azura terduduk lelah. “Sial, seharusnya aku bisa menahan diri sedikit lagi. Jika begini, aku bisa membangunkan banyak orang.”Brum! Brum!Sesekali Azura merasakan sebuah getaran misterius di dekatnya.“Getar?” Dengan rasa waspada, Azura memperhatikan sekelilingnya.‘Di saat seperti ini, adalah cara yang tepat untukku menciptakan sihir baru,’ kata Azura di dalam hati.Azura langsung menundukkan kepalanya, lalu ia berkonsentrasi dengan keras.“Wahai Dewa pemelihara alam semesta, aku..., Azura Amalthea, meminjam sedikit kekuatanmu. Elemenzeus light eyes detected!”Mata Azura seketika di kelilingi oleh cahaya violet.‘Aku berhasil! Aku bisa, aku bisa merasakannya!’ senang Azura di dalam hati.Azura pun tersenyum puas. Kini, dengan kekuatan sihir yang ia ciptakan, ia mampu melihat objek halus yang tidak t

DMCA.com Protection Status