"Hoam." Azura menguap seraya mengedip-edipkan kedua matanya.Plak! Plak!"Banyak nyamuk sekali!" Kesal Momoe sambil memukul nyamuk."Kalau tidak mau banyak nyamuk, pakai sihir pelindung saja," ucap Zuma."Mana bisa! Memangnya kau kira aku berasal dari Suku Mizui yang memiliki kapasitas mana yang besar hah?!""Ya sudah, aku kan hanya memberi saran." Ujar Zuma dengan santai sambil menyandarkan kepalanya ke pohon."Suku Mizui itu apa?" Azura seketika bergabung dalam pembicaraan."Oh itu…," lirih Momoe."Suku yang memiliki banyak mana," sahut Zuma."Mengapa suku itu memiliki banyak mana?" Azura sangat ingin tahu."Yah kehendak Dewa," jawab Zuma."Hm, begitu ya," gumam Azura."Suku Mizui itu biasanya ditandai dengan gambar bulan sabit pada bola matanya." Ucap Momoe sambil menunjuk seakan menggurui."Bulan sabit?! Indah sekali dong?" Azura lantas terkagum.Momoe menganggukkan kepalanya dengan cepat. "Benar. Sangat indah.""Di mana aku bisa bertemu dengan mereka?" tanya Azura penuh antusias.
Beberapa penduduk asli Desa Liziebeth berdiri di depan gapura desa, menyambut kedatangan Azura dan rombongan.“Hah.” Sejenak Azura menghela napasnya.‘Akhirnya sampai juga,’ kata Azura di dalam hati.“Selamat siang, Saya Nesi, salam kenal semuanya. Apakah kalian imigran dari Desa Gairi?” Tanya seorang perempuan paruh baya sambil tersenyum lebar.“Benar, Ibu. Perkenalkan saya Ian, yang menjadi pemimpin dalam perjalanan ini,” sahut Pangeran Elzier.‘Pangeran sedang pura-pura,’ kata Azura di dalam hati.“Baik, pasti kalian capek sekali ya? Mari kami antar ke rumah yang telah disiapkan,” ajak Bu Nesi.Azura hanya terdiam sambil terus memperhatikan lingkungan sekelilingnya.‘Ternyata benar, ada peri juga di sini. Aku kira hanya ada dicerita fiksi saja,’ kata Azura di dalam hati.“Pak Ian, ini adalah rumah yang telah kami siapkan. Kami mohon maaf jika rumah ini tidak mewah.” Ujar Bu Nesi sambil menunjukkan beberapa petak bangunan berwarna cokelat muda.“Tidak apa-apa, Bu. Justru kami sangat
Di bawah sinar rembulan, Azura dan Pangeran Elzier menelusuri jalan setapak. 'Dingin.' Keluh Azura di dalam hati sambil mendekap tubuhnya sendiri."Di sini masih sangat gelap." Ucap Pangeran Elzier sambil menyoroti sekeliling."Apa mungkin karena ini masih wilayah hutan, makanya tidak ada lampu penerangan?" tanya Azura."Saya rasa memang begitu," jawab Pangeran Elzier.Syuu.Tiba-tiba aroma menyengat menusuk hidung Azura."Hum, bau apa ini?!" Azura refleks menutup kedua lubang hidungnya."Bau? Bau apa? Aku tidak mencium aroma apa-apa," sahut Pangeran Elzier.Azura perlahan membuka kedua lubang hidungnya."Hiks, ini bau loh. Hm, tapi sesekali." Ujar Azura sambil mengendus-endus sekitarnya."Saya sudah mandi," kata Pangeran Elzier dengan polosnya."Aku tidak berbicara mengenai aroma tubuhmu. Akan tetapi, aromanya memang terkadang terhirup dan sangat busuk," jelas Azura."Busuk?" Pangeran Elzier dengan penuh penasaran ikut mengendus sekeliling."Saya tidak mencium apa pun," kata Pangera
"Lebih baik aku berbalik," gumam Azura.Azura berjalan menghampiri Pangeran Elzier yang tengah sibuk membungkus jasad itu."Pangeran, itu mau diapakan?" tanya Azura dengan polos."Aku akan men-."Platang!Pangeran Elzier dengan cepat menangkis serangan."Heh?" Azura terkaget bukan main."Menjauh dulu!" seru Pangeran Elzier.Azura menganggukkan kepalanya, lalu berlari bersembunyi di semak-semak."Kalian telah mengganggu kesenanganku!" Ucap sosok bertubuh hitam dengan tanduk di sebelah kirinya.'Jangan-jangan itu iblis,' duga Azura di dalam hati."Di sini bukan tempatmu! Pergilah!" seru Pangeran Elzier."Ha ha, memangnya siapa kau? Berani sekali memerintaku!" sahut iblis itu."Tidak perlu tahu siapa saya!""Ha ha ha."Switch! Swicth! Srak! Srak!Pangeran Elzier dengan lihai memainkan pedangnya. Begitu pun dengan iblis itu yang terus-menerus menyerang Pangeran Elzier.Terlihat Pangeran Elzier membacakan sebuah mantra sihir."Cih sial, aku tidak bisa mendengar mantra itu," umpat Azura.Sw
Switch! Switch! Whoosh! Gubrak!Pangeran Elzier berhasil memojokkan iblis di depannya.“Hebat…,” lirih Azura.Syuut!Seketika pedang Pangeran Elzier terhenti tepat seinci dari kepala iblis itu.“Sudah berapa banyak manusia yang kamu makan?” tanya Pangeran Elzier.‘Aku harus melihatnya dengan dekat,’ kata Azura di dalam hati.“Jawab!” seru Pangeran Elzier. Akan tetapi, iblis itu tetap enggan membuka mulut.“Baiklah, kesempatanmu sudah habis.” Ujar Pangeran Elzier sambil menghunuskan pedang tepat di dahi iblis itu.Jleb! Crat!“Akhh!” Iblis itu teriak kesakitan sebelum akhirnya mati.Api biru yang semula mengelilingi tubuh Pangeran Elzier pun perlahan meredup.“Hah.” Pangeran Elzier menghela napas panjang.“Kau sangat hebat, Pangeran.” Puji Azura sambil tersenyum tipis.“Saya tidak sehebat yang kau kira,” sahut Pangeran Elzier.“Heh?” Azura mengangkat kedua alisnya.“Mari kita lanjutkan untuk kebumikan jasad itu dengan layak!” Seru Pangeran Elzier sambil berjalan pergi meninggalkan Azur
Matahari bersinar terang, memberi rasa hangat kepada seluruh makhluk."Mulai hari ini, kita akan bercocok tanam di tanah ini." Kata Pangeran Elzier sambil menunjuk sebidang tanah yang kini ia injak."Bercocok tanam? Padi?" tanya Azura."Tentu saja. Tanahnya hanya segini, tidak mungkin juga kita tanami yang lain," jawab Pangeran Elzier."Yosh! Kalau begitu, mari kita kerja!" teriak Azura dengan penuh semangat."Kau bersemangat sekali." Gumam Pangeran Elzier sambil tersenyum tipis.Azura berjalan ke tengah bidang tanah itu."Tentu saja aku bersemangat, tanah ini akan menjadi milik kita," ujar Azura."Bukan milik kita, tetapi kita hanya mengolahnya," tandas Pangeran Elzier.Azura bertolak pinggang sambil menekuk wajahnya. "Bukankah itu sama saja? Setidaknya kita bisa seenaknya di sini.""Azura, kita mengolah ini bukan berarti seenaknya juga. Justru itu adalah sebuah tanggung jawab lain." Kata Pangeran Elzier sambil berjalan mendekati Azura."A-ah benar juga," gumam Azura."Ya sudah, ayok
“Hah, aku kira tidak akan selesai hari ini.” Kata Azura sambil meregangkan tubuhnya setelah seharian menanam padi.“Kau ini, jangan mudah pesimis!” sahut Pangeran Elzier.“He he he, maaf. Aku suka mengeluh ya?” tanya Azura dengan malu-malu.“Tidak juga,” jawab Pangeran Elzier.Azura terdiam, lalu ia memandang langit yang telah terbalut warna jingga.‘Langit yang berada di mana pun, pasti selalu ini,’ kata Azura di dalam hati.“Sebentar lagi malam tiba,” ucap Pangeran Elzier.“Benar…, apakah menurutmu akan ada kejadian seperti semalam?”“Kemungkinan besar iya.”“Apa langkah yang kau ambil?” Azura bertanya sambil menatap wajah Pangeran Elzier yang tersinarkan cahaya jingga.“Kita bicara di rumah saja.” Sahut Pangeran Elzier sambil beranjak berdiri.Azura hanya terdiam membisu.“Lebih baik, sekarang kita pulang dulu! Pakaian juga sudah kotor-kotor seperti ini,” sambung Pangeran Elzier.“Kau benar.” Tandas Azura sambil berusaha berdiri.“Mau saya bantu?” Tanya Pangeran Elzier sambil mengu
“Hah, pegal sekali.” Kata Azura sambil meregangkan tangan dan lehernya.Udara malam menerpanya dengan dingin.“Kau diam saja? Apa ada hal yang kau pikiran? Atau ada kata-kata dari kakak pertamamu yang mengusik pikiranmu?” Tanya Azura sambil memandang Elenio yang tampak lesu dan tidak bergairah.“Iya…,” lirih Elenio.“Oh begitu, apa aku boleh tahu apa itu?” Azura kembali menanyakan hal yang mengusik Elenio.“Untuk kali ini, kau tidak perlu tahu. Rahasia! He he.” Jawab Elenio dengan senyum yang lebar.Azura pun lantas tersenyum tipis. “Ah baiklah, aku menghargai itu. Akan tetapi, jika kau perlu teman cerita, aku siap mendengarkanmu.”Elenio mengepalkan tangan, lalu mengulurkan tangannya kepada Azura. “Bukankah kita seorang pahlawan? Mana ada pahlawan yang lemah. Bukan begitu, Azura?”“Cih, kau ini. Aku tidak tahu apa wejangan yang telah diberikan oleh kakak pertamamu itu. Akan tetapi, kau terlihat sangat dewasa malam ini.” Ujar Azura sambil mengepalkan tangannya juga, lalu beradu kecil
"Sudah lama ya kita tidak duduk berdua seperti ini," ucap Azura."Yah kau saja yang terlalu sibuk." Sahut Elenio, lengkap dengan senyum sinisnya."Aku ada tugas misi, mau bagaimana lagi.""Tapi kau hebat, Azura," puji Elenio.Azura lantas menoleh dan menatap Elenio. "Hebat kenapa? Kau bicara apa, Elen?""Iya, kau sangat hebat tau!" Tutur Elenio sambil menganggukkan kepalanya."Mana ada," gumam Azura."Kau hebat, Azura. Aku mohon kau jangan menyangkal itu.""Sekarang, coba jelaskan, aku hebat karena apa?""Banyak hal yang kau lalui. Kau juga hebat bisa mengalahkan banyak iblis," jawab Elenio."Hah." Azura menghela napasnya sejenak.Syuuu.Pepohonan bergoyang diterpa semilir angin."Aku berkali-kali hampir mati. Perutku saja sampai bolong," ucap Azura."Bo-b-b-bolong?!" Elenio terkaget setelah mendengar perkataan Azura.Azura menganggukkan kepalanya dengan cepat. "Iya bolong, perlu aku tunjukkan?""Mana? Aku mau lihat!""Tidak boleh!" larang Azura."Cih, tadi kau menawarkan.""Aku perem
"Memangnya kenapa aku tidak boleh ikut dalam misi itu?" Tanya Azura sambil menatap Pangeran Elzenath dengan tajam."Hola, semua!" Sapa Laurel dari kejauhan yang berhasil memecah suasana."Cih," desis Pangeran Elzenath."Kalian sedang bicara apa? Sepertinya asik sekali?" Tanya Laurel sambil merangkul pundak Pangeran Elzenath."Kau ini, datang di saat yang tidak tepat!" Decak Pangeran Elzenath sambil mengepalkan kedua tangannya."Loh, emang iya?""Pake nanya lagi!" bentak Pangeran Elzenath."Hue he he, maaf ya. Aku tidak tahu." Sahut Laurel sambil tertawa kecil."Kenapa kalian bekerja sama untuk mencegahku menjalankan misi dari Guru La Gramarye?" tanya Azura dengan tegas."Ho ho ho, misi apa? Memang si Kakek tua itu memberikanmu misi apa sih? Aku saja ti-.""Diam!" potong Azura.Laurel langsung terdiam."Aku tidak ingin basa-basi. Aku butuh kepastian! Mengapa kalian bekerja sama mencegahku menjalankan misi itu? Apa kalian memandangku dengan lemah? Apa menurut kalian, aku tidak mampu men
Azura berjalan menyusuri lorong menara sihir yang cukup gelap.'Aku seperti berjalan di film horor,' decak Azura di dalam hati.Syuu. Cletak.Hembusan angin yang kencang, berhasil membuka paksa jendela usang di sisi lorong."Tanpa permisi." Gumam Azura sambil melihat jauh ke luar jendela.Prak. Prak.Langkah kaki perlahan mendekati Azura."Elizabeth, apa kabar?" tanya Azura."Saya sungguh terpukau. Kau menyadari kehadiranku dengan cepat."Azura tersenyum tipis, lalu ia pun berbalik dan menatap Elizabeth."Bukankah kita teman?" seloroh Azura.Elizabeth tersenyum kecil, lalu ia memejamkan matanya beberapa saat."Kau belum menjawab pertanyaanku loh." Ucap Azura sambil berdekap tangan."Kabarku baik. Bagaimana denganmu?" Tanya Elizabeth sambil menatap nanar mata Azura."Aku baik. Meskipun beberapa kali berada di ambang kematian." Jawab Azura sambil menatap pemandangan di luar jendela."Syukurlah jika begitu," ujar Elizabeth.Puk. Puk."Jika kau mati, mungkin Guru akan depresi." Sambung El
"Hah, aku lemas sekali." Lirih Azura seraya berjalan dengan lunglai."Maaf, kita tidak bisa masak daging," ucap Laurel.Azura menunjuk Laurel sambil berkata. "Ini semua gara-gara kau!""Hah?" Laurel pun menyanggah dengan mulut yang lebar."Iya! Gara-gara kamu! Kamu sih masak dagingnya lama, jadi keburu ada iblis," ujar Azura."Heleh, bukankah ini semua gara-gara kau?!" Laurel seketika menghentikan langkahnya."Kok aku?!" Azura yang tidak mau kalah, langsung berbalik tanya dengan mata yang membulat sempurna."Iya kamu! Coba saja jika kamu tidak marah-marah dan ngambek selayaknya bocah, kita mungkin sudah membakar daging dan menikmatinya sebelum para iblis itu datang." Decak Laurel sambil bertolak pinggang seperti seorang ayah yang memarahi putrinya."Apa?! Kau ini sebenarnya laki-laki atau perempuan sih?! Seenaknya sekali menilai seseorang!""Aku? Menilai? Aku menilai kamu? Hei, aku bukan menilai, tapi aku berbi-."Belum sempat Laurel melanjutkan perkataannya, tiba-tiba sesuatu menimpa
“Hoam, aku tidak mengerti mengapa kau malah mengajakku jalan saat dini hari.” Ujar Azura seraya menguap.“Agar kita cepat sampai ke Ibu Kota Tirakia.” Jelas Laurel yang memimpin jalan.“Mengapa harus cepat-cepat? Santai saja tidak sih?” gerutu Azura.“Kalau sudah sampai mah enak,” sahut Laurel.“Tapi kalau jalan dini hari seperti tadi bisa-bisa kita bertemu iblis.”“Siang hari juga kita bisa bertemu iblis.”“Tapi besar kemungkinan kita bertemu iblis kalau gelap.”Laurel menghentikan langkahnya.Bruk!Azura yang selama ini berjalan mengantuk, seketika menabrak punggung Laurel.“Aduh! Punggungmu keras sekali,” decak Azura.“Lagi pula mengapa kau malah menabrakku? Jika mau memelukku, bilang saja,” sahut Laurel.“Cih, mana ada. Hoam.”Laurel menoleh dan menatap Azura.“Kau sungguh mengantuk?” tanya Laurel dengan khawatir.Azura menganggukkan kepalanya dengan cepat.“Ya sudah, kita beristirahat dulu saja di sini!” Seru Laurel sambil mengarahkan Azura untuk duduk di bawah pohon mangga yang
“Baik, kalau begitu saya permisi.” Ucap seorang perempuan berambut pendek seraya pergi.“Siapa itu? Muridmu?” tanya Azura.“Oh, itu?” Tanya balik Laurel sambil menoleh dan menatap Azura.“Iya, memang kau berpikir apa, hah?!” Sahut Azura sambil berdekap tangan.“Dia bukan muridku.” Jelas Laurel sambil tersenyum tipis.“Lalu?”“Nih, dia memberiku sebuah surat ini.” Kata Laurel sambil menyodorkan Azura sebuah amplop putih.“Surat cinta?” ledek Azura.“Kau berpikir apa sih, ha ha ha.”“Yah, lalu apa? Mengapa juga kau malah memberikan surat itu kepadaku?” heran Azura.Laurel langsung meraih tangan Azura dan meletakkan amplop putih itu di atas telapak tangan Azura.“Heh?” Azura semakin bingung dengan sikap Laurel.“Surat itu untukmu.” Kata Laurel sambil berpaling dari pandangan Azura.“Untukku? Untuk apa? Apa sih maksudmu? Tinggal bicara saja, mengapa harus ada surat begini?”“Itu bukan surat dariku,” lirih Laurel.“Heh? Lalu?” Azura menaikkan kedua alisnya.“Itu dari pengawal kerajaan,” uc
"Nih!" Kata Laurel sambil menyodorkan segelas teh hijau kepada Azura."Kau sehat?" tanya Azura."Tentu saja, mengapa kau bertanya seperti itu?" Tanya balik Laurel sambil duduk di sebelah kanan Azura.Azura pun menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Tidak biasanya saja kau baik.""Cih, sebegitu buruknya aku di pikiranmu?" sahut Laurel."Ha ha ha, tidak buruk selalu sih.""Ya sudah, nih ambil!" Seru Laurel seraya menggoyang-goyangkan segelas teh hijau."Hm, baiklah. Terima kasih." Kata Azura sembari menerima segelas teh hijau dari Laurel."Aku kagum dengan perkembanganmu," ujar Laurel."Heleh, jangan memujiku sebaik itu." Sahut Azura sambil mengendus aroma teh hijau.Laurel menggelengkan kepalanya. "Aku tidak sedang memujimu. Aku bicara apa adanya.""Oh begitukah?" lirih Azura."Aku rasa perkembangan yang sekarang telah cukup, jadi apakah kau akan balik ke Ibu Kota?" tanya Laurel.Azura menoleh dan menatap Laurel selama beberapa detik, kemudian ia memalingkan pandangannya."Kau mengusir
"Hem benar! Kau benar Camaro!" Ucap Azura sambil menganggukkan kepala penuh tekad."Kalau begitu ayok Azura!" teriak Camaro."Hyaaaa!"Azura dan Camaro berlari menerjang kobaran api.'Saat ini, aku harus bisa!' kata Azura di dalam hati."Azura, ambil posisi barat!" seru Camaro."Hm, oke!" Sahut Azura sambil menganggukkan kepalanya dan berlari ke arah barat sesuai dengan instruksi Camaro."Uhuk! Uhuk!" Asap yang menggumpal begitu pekat mengganggu pernapasan dan penglihatan Azura.'Aku harus menggunakan sihir perlindungan,' kata Azura di dalam hati."Elemenzeus light eyes protected!" gumam Azura.Melalui sihir perlindungan yang Azura aktifkan, ia mampu melihat lebih jelas semua objek di antara asap tebal."Azura, mari serang bersamaan!" seru Camaro."Hm, baik!" Kata Azura sambil menganggukkan kepalanya."Wahai Dewa penyelamat alam semesta, berikanlah kami sedikit kekuatan. Elemenzeus white light ball!" Teriak Azura dan Camaro secara serempak.Syuuuu!Bola cahaya putih melesat dengan ce
“Hya! Hya!”Syut! Switch!“Hah hah.”Azura dengan penuh tekad berlatih seorang diri di bawah sinar rembulan.‘Aku, harus lebih kuat!’ tegas Azura di dalam hati.“Hya!”Whoosh! Duar!Brak.Azura terduduk lelah. “Sial, seharusnya aku bisa menahan diri sedikit lagi. Jika begini, aku bisa membangunkan banyak orang.”Brum! Brum!Sesekali Azura merasakan sebuah getaran misterius di dekatnya.“Getar?” Dengan rasa waspada, Azura memperhatikan sekelilingnya.‘Di saat seperti ini, adalah cara yang tepat untukku menciptakan sihir baru,’ kata Azura di dalam hati.Azura langsung menundukkan kepalanya, lalu ia berkonsentrasi dengan keras.“Wahai Dewa pemelihara alam semesta, aku..., Azura Amalthea, meminjam sedikit kekuatanmu. Elemenzeus light eyes detected!”Mata Azura seketika di kelilingi oleh cahaya violet.‘Aku berhasil! Aku bisa, aku bisa merasakannya!’ senang Azura di dalam hati.Azura pun tersenyum puas. Kini, dengan kekuatan sihir yang ia ciptakan, ia mampu melihat objek halus yang tidak t