Share

177. Pesan

Penulis: Rosa Uchiyamana
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-09 15:00:00

Hari ini Oliver tidak bisa menjemput anak-anak karena ada meeting yang tidak bisa ia tinggalkan. Dan, Yara mengerti.

Sekarang Yara sedang bersiap-siap untuk pergi ke sekolahan si kembar. Ia meraih tas dari atas sofa, lalu melangkah keluar dari ruangannya dengan terburu-buru karena ia sudah terlambat.

Tepat saat Yara akan melajukan kendaraannya dari parkiran mobil, ia tiba-tiba mendapat pesan dari Leonard, yang membuat Yara urung untuk menginjak pedal gas. Terpaksa Yara membuka pesan dari lelaki itu dan perasaannya mulai tidak enak.

[Yara, anak-anak sudah bersamaku. Sekarang aku akan mengantar mereka ke Infinity Events.]

Membaca pesan tersebut yang disusul dengan foto si kembar di dalam mobil Leonard, Yara pun terkejut. Raut mukanya seketika berubah muram dan ubun-ubunnya terasa mendidih. Ia marah pada Leonard yang bertindak tanpa meminta persetujuannya terlebih dahulu.

Dan Yara p
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Valenka Lamsiam
rame lagi.... runyam lagi. marahan lagi
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   178. Meminta Penjelasan

    Yara terdiam sejenak, berusaha mengatur napasnya yang bergemuruh. Ia memilih masuk ke pantry karena di sana tidak ada anak-anaknya. Setibanya ia di pantry yang hening itu, Yara menjatuhkan dirinya di kursi.Lalu dengan tangan yang gemetar, ia mengangkat ponselnya, mencoba mengulangi video tersebut untuk yang kedua kali.Jari Yara berhenti di atas layar, ia memejamkan matanya sesaat, lalu membukanya lagi dan memutar video berdurasi kurang dari satu menit itu.Kini, di dalam layar ponselnya terlihat Oliver yang sedang berjalan, bergandengan tangan dengan Zara di sebuah restoran. Mereka tertawa bersama. Sesekali Oliver mengecup puncak kepala Zara. Dari tanggal yang tertera di sudut kanan bawah layar, video itu diambil sekitar satu tahun yang lalu.“Nggak mungkin... ini pasti salah,” gumam Yara sambil menggelengkan kepalanya dengan cepat. Ia mencoba memperbesar wajah Oliver dan Zara, berharap ia hanya

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-09
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   1. Istri Bayangan

    “Oliver, aku mohon.” Suara Yara kini terdengar serak, hampir seperti bisikan. Ia berdiri tertatih-tatih, bersandar pada pintu yang dingin. “Aku nggak bisa seperti ini terus. Aku bukan Zara... aku nggak bisa menjadi dirinya....”Langkah kaki terdengar mendekat dari luar. Jantung Yara berdegup kencang. Pintu tidak terbuka, tetapi suara Oliver akhirnya terdengar, rendah dan dingin. “Kamu harus belajar, Yara. Kamu adalah pengganti Zara. Kamu tahu itu sejak awal.”Yara tertegun, air matanya mengalir tanpa bisa ia hentikan. Pengganti Zara. Itulah dia di mata Oliver. Bukan dirinya sendiri. Hanya bayang-bayang dari seseorang yang telah pergi.“Aku bukan Zara!” teriak Yara dengan seluruh tenaga yang tersisa. “Aku nggak akan pernah jadi dia, Oliver! Aku adalah aku! Kalau kamu nggak bisa terima itu, biarkan aku pergi!”Ini hari ketiga Yara dikurung di kamar itu—kamar yang dulunya milik Zara, saudari kembarnya sekaligus mendiang istri Oliver. Oliver bersikeras Yara harus tinggal di sini, mengenaka

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-11
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   2. Jangan Jatuh Cinta Padaku

    “Aku mau menjadi Zara seperti yang kamu mau, tapi aku mohon jangan hentikan biaya pengobatan ibuku. Dan selain itu... aku punya permintaan lain.” Keterkejutan kembali tergambar di wajah Oliver saat mendengar ucapan Yara, tapi hanya sesaat, pria itu pandai menguasai ekspresinya. Ia berdiri, melangkah pelan keluar dari kungkungan meja kerja, bersandar di tepian meja menghadap Yara. “Permintaan?” ulang Oliver dengan ekspresi datar. “Iya.” Yara menjawab cepat. “Aku punya dua permintaan.” Oliver melirik tangan kiri Yara yang tengah saling meremas dengan tangan kanan. Lalu kembali menatap wajahnya. “Baik. Apa permintaanmu?” Yara menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. “Aku akan berpenampilan dan bersikap seperti Zara saat di hadapanmu, seperti yang kamu mau.” Ia tahu, keputusannya ini akan membuatnya menderita karena harus menjadi bayangan seseorang di mata suaminya sendiri. “Tapi beri aku ruangan khusus untukku, bukan ruangan Zara,” lanjut Yara, menyuarakan perminta

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-11
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   3. Bayangan Zara

    Yara menunggu sejenak, menanti komentar atau respon dari Oliver, tapi pria itu hanya kembali menunduk, sibuk dengan berkas-berkas di depannya. "Sudah selesai?" tanya Oliver dengan ekspresi datar, tanpa mengalihkan pandangannya dari berkas di tangannya. Yara mengangguk, meskipun Oliver tak melihatnya. "Iya, sudah. Aku akan kembali ke rumah sakit," jawab Yara dengan nada yang berusaha tetap tegar. Namun tak bisa dipungkiri, hatinya terasa sedikit perih. Tak ada pujian atau apresiasi, seolah apa yang ia lakukan hanya kewajiban tanpa makna. Oliver akhirnya mendongak, mengangguk singkat. "Baik. Lucas akan mengantarmu." Yara terdiam sejenak, menatap Oliver yang kembali larut dalam pekerjaannya. Ia merasa kelelahan, bukan hanya fisik, tapi juga mental, karena mulai saat ini ia harus terus memerankan sosok Zara di hadapan pria yang dulu diam-diam ia cintai. "Satu hal lagi, Oliver," kata Yara dengan suara rendah tapi serius. "Aku harap kamu selalu ingat, meskipun aku terlihat seperti Zar

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-11
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   4. Kita Harus Bicara

    “Kak Zara...,” gumam pria itu, dengan tatapan tak percaya, menyadarkan Yara bahwa ternyata orang lain pun melihatnya sebagai Zara. “Bagaimana bisa Kak Zara—“ “Aku Yara, kembaran Zara,” sela Yara dengan cepat. “Bukan Zara seperti yang kamu kira.” Suara Yara melemah. “Aku bukan Zara,” tegasnya sekali lagi, lebih tepatnya seperti bicara kepada diri sendiri. “Oh? Maaf... maaf.” Pria bernama Marshall itu mengusap tengkuk, menyadari perubahan raut muka perempuan di hadapannya. “Aku baru dengar sepupuku menikahi kembaran Zara. Dan aku baru tahu kalau ternyata kalian semirip ini.” Wajah kami memang mirip, tapi sesungguhnya kami berdua sangat berbeda. Yara ingin menyuarakan kalimat itu, tapi pelukan Zio di lehernya membuat Yara akhirnya berkata dengan lembut, “Jangan khawatir, Sayang. Mama ada di sini. Mama akan selalu menemani kamu.” Ada rasa canggung saat menyebut dirinya ‘mama’. Sebab biasanya Yara mengenalkan diri sebagai ‘aunty’ kepada keponakan yang kini berubah status menjadi putra

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-11
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   5. Sesuatu Yang Selalu Mereka Lakukan

    Oliver mendorong pintu kamar dan menarik Yara, membawanya masuk, pintu di belakangnya otomatis menutup.Dengan gerakan sedikit kasar, Oliver melepaskan tangan Yara dari genggamannya. Raut mukanya tampak mengerikan. Yara baru kali ini melihat sisi itu dari Oliver.“Apa yang mau kamu bicarakan?” Pertanyaan Yara memecah keheningan di antara mereka berdua.Oliver yang baru saja melepas jas dan melonggarkan sampul dasi, menatap Yara dengan dingin dan berkata, “Zara nggak pernah dekat dengan lelaki lain, apalagi saat aku nggak ada. Dia istri yang setia, dan hanya melihatku seorang.”Mendengarnya, Yara tercenung. Jadi ini yang ingin Oliver bicarakan? Ingin membandingkan dirinya dengan Zara? Ah, benar. Ia harus menjadi Zara di hadapan pria itu.“Oliver, seperti yang Marshall tadi bilang, dia cuma—““Apakah harus berpegangan tangan?” sela Oliver.“Kami nggak berpegangan tangan seperti yang kamu kira.”“Sudahlah.” Oliver melepas dasi dan melemparnya ke sofa, sementara Zara masih berdiri di deka

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-11
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   6. Kesalahan Kecil

    Yara mencoba melawan dorongan yang kian kuat dari Oliver. Ia tahu ini salah, meski hatinya juga bimbang antara peran yang ia sepakati dan perasaan yang tak bisa ia abaikan."Oliver, aku bukan Zara," bisik Yara lagi, kali ini dengan suara yang lebih jelas. Tubuhnya tegang di bawah tekanan pria yang dulu hanya ia kagumi dari jauh.Namun, Oliver seolah tenggelam dalam kesedihannya sendiri. Tatapannya penuh luka, seakan ia berusaha mencari kepingan Zara dalam diri Yara. "Aku tahu kamu bukan Zara," gumamnya, namun tindakannya tidak mencerminkan ucapannya.Jemarinya yang kasar namun penuh kerinduan menggenggam erat pergelangan tangan Yara, sementara ciumannya semakin dalam, mengabaikan protes halus dari bibir Yara.“Aku nggak bisa terus seperti ini,” bisik Yara, air matanya mulai menggenang. “Aku bukan bayangan Zara, Oliver. Aku punya perasaan. Aku punya hak untuk dihormati.”Kata-kata itu akhirnya berhasil menghentikan Oliver. Ia terdiam, napasnya terengah, matanya yang kelam menatap Yara

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-11
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   7. Melepaskan Bayangannya

    Sebuah mobil sport putih berhenti di depan lobi New Pacific Group. Lucas yang sudah menunggu di sana bersama Wanda segera membukakan pintu mobil untuk sang CEO. Oliver turun dari mobil, memasang kancing jas, dan menyerahkan kunci pada Lucas. Sebelum kemudian Lucas yang menyerahkan kunci itu kepada satpam. “Ada apa di dalam? Kenapa ramai sekali?” tanya Oliver dengan ekspresi datar tanpa menghiraukan sapaan asisten pribadi dan sekretarisnya sebelumnya. “Itu para karyawan yang sedang meminta tanda tangan dan berfoto dengan Marshall, Tuan,” jawab Lucas seraya menatap keramaian di dalam lobi. Rahang Oliver mengeras. “Bubarkan mereka sekarang!” Namun, sebelum Lucas dan Wanda membubarkan mereka, para karyawan itu seketika hening begitu melihat kedatangan sang CEO. Mereka menunduk memberi hormat dan tak ada yang berani bersuara ata

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-18

Bab terbaru

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   178. Meminta Penjelasan

    Yara terdiam sejenak, berusaha mengatur napasnya yang bergemuruh. Ia memilih masuk ke pantry karena di sana tidak ada anak-anaknya. Setibanya ia di pantry yang hening itu, Yara menjatuhkan dirinya di kursi.Lalu dengan tangan yang gemetar, ia mengangkat ponselnya, mencoba mengulangi video tersebut untuk yang kedua kali.Jari Yara berhenti di atas layar, ia memejamkan matanya sesaat, lalu membukanya lagi dan memutar video berdurasi kurang dari satu menit itu.Kini, di dalam layar ponselnya terlihat Oliver yang sedang berjalan, bergandengan tangan dengan Zara di sebuah restoran. Mereka tertawa bersama. Sesekali Oliver mengecup puncak kepala Zara. Dari tanggal yang tertera di sudut kanan bawah layar, video itu diambil sekitar satu tahun yang lalu.“Nggak mungkin... ini pasti salah,” gumam Yara sambil menggelengkan kepalanya dengan cepat. Ia mencoba memperbesar wajah Oliver dan Zara, berharap ia hanya

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   177. Pesan

    Hari ini Oliver tidak bisa menjemput anak-anak karena ada meeting yang tidak bisa ia tinggalkan. Dan, Yara mengerti.Sekarang Yara sedang bersiap-siap untuk pergi ke sekolahan si kembar. Ia meraih tas dari atas sofa, lalu melangkah keluar dari ruangannya dengan terburu-buru karena ia sudah terlambat.Tepat saat Yara akan melajukan kendaraannya dari parkiran mobil, ia tiba-tiba mendapat pesan dari Leonard, yang membuat Yara urung untuk menginjak pedal gas. Terpaksa Yara membuka pesan dari lelaki itu dan perasaannya mulai tidak enak.[Yara, anak-anak sudah bersamaku. Sekarang aku akan mengantar mereka ke Infinity Events.]Membaca pesan tersebut yang disusul dengan foto si kembar di dalam mobil Leonard, Yara pun terkejut. Raut mukanya seketika berubah muram dan ubun-ubunnya terasa mendidih. Ia marah pada Leonard yang bertindak tanpa meminta persetujuannya terlebih dahulu.Dan Yara p

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   176. Tak Akan Tergantikan

    “Sayang, kenapa Airell mengenali laki-laki itu?” tanya Oliver seraya memperhatikan Airell yang tampak ceria di hadapan Leonard.Yara yang menyadari perubahan raut muka suaminya, memilih menjawab jujur, “Sudah aku bilang ‘kan kalau dia itu klien kami waktu di Swiss?” Ia menggandeng lengan Oliver dan kembali berkata, “Dia sering datang ke kantor, kebetulan aku juga sering bawa anak-anak ke kantor. Dan di situlah mereka bertemu.”“Seberapa dekat hubungan mereka?”“Nggak terlalu dekat sebenarnya.” Yara menghela napas panjang. “Tapi aku nggak ngerti kenapa Airell tiba-tiba terlihat sedekat itu dengan dia.”Tangan Oliver mengepal. Ia lalu menghampiri Leonard dan Airell dengan langkah penuh percaya diri. Yara dan Arthur menyusul di belakangnya.Leonard yang sedang berjongkok di hadapan Airell menyadari kedatangan Oliver. Ia berdiri dan tersenyum ramah pada Oliver dan Yara.“Selamat sore, Tuan Oliver. Kebetulan sekali kita bertemu di sini,” sapa Leonard.“Ya, selamat sore,” balas Oliver tanpa

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   175. Membujuk Airell

    “Nggak mau! Aku nggak mau pindah ke rumah Daddy!” seru Airell dengan bibir merengut, setelah sebelumnya Yara berkata bahwa beberapa hari lagi mereka akan pindah ke rumah baru Oliver.Yara dan Oliver saling bertukar pandangan sesaat. Sebelum akhirnya Oliver berjongkok di hadapan Airell sembari tersenyum lembut. Saat ini mereka berada di toko peralatan rumah tangga yang ada di sebuah mall.“Sayang sekali... padahal Daddy sudah menyiapkan kamar untuk Airell dan Arthur,” ucap Oliver pura-pura kecewa.“Kamar untuk aku, Dad?” timpal Arthur dengan semangat. “Jadi nanti aku akan punya kamar?”“Mm-hm.” Oliver mengangguk. Menatap Arthur dan Airell bergantian. “Nanti kalian akan punya kamar masing-masing. Seperti ini,” kata Oliver sembari menunjukkan foto kamar mereka pada Arthur dan Airell di ponselnya.Kamar itu didesain khusus untuk anak-anak, milik Arthur di desain dengan tema luar angkasa, lengkap dengan wallpaper galaksi, lampu berbentuk planet, dan tempat tidur berbentuk roket. Sedangkan

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   174. Izinkan Aku

    Yara menoleh, menatapi suaminya yang tampak gelisah. Pria itu sesekali mengusap tengkuk, dan sesekali mengembuskan napas berat. Sementara tatapan Oliver tertuju ke arah jalanan. “Oliver, kenapa? Kamu kelihatannya gelisah,” tanya Yara sembari mengusap paha pria itu, yang membuat Oliver seketika menoleh dan tersenyum. Namun, Yara tahu, itu senyum yang dipaksakan. Satu tangan Oliver yang terbebas dari stir, menggenggam tangan Yara lalu mengecup punggung tangannya itu. “Aku khawatir, Sayang,” katanya, “aku kepikiran Airell. Tadi dia kayak yang marah banget sama aku. Apa dia selalu seperti itu kalau telat dijemput?” Oh, karena Airell, pikir Yara. Yara kemudian tersenyum menenangkan. “Dia memang suka merajuk kalau telat dijemput. Tapi harusnya ngambeknya nggak lama, sih. Dibeliin es krim juga ngambeknya hilang.” Tampak kerutan di kening Oliver. “Begitu?” tanyanya, “tapi tadi aku bujuk beli es krim, beli boneka kesukaan dia, dia malah nolak mentah-mentah. Dia juga bilang kalau...

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   173. Akan Selalu Percaya

    [Sayang, anak-anak sudah aku antar ke rumah. Seperti dugaanku, Airell ngambek karena aku telat jemput. Arthur aman.]Yara menatap pesan yang dikirimkan Oliver beberapa saat yang lalu. Ia tahu hati Airell sangat lembut, dan Oliver mungkin harus mulai terbiasa dengan watak putrinya sendiri yang sulit ditebak. Mood Airell mudah berubah-ubah.[Jangan khawatir, sebentar lagi Airell akan luluh kok,] balas Yara.Sesaat setelah Yara mengirimkan pesan tersebut pada Oliver, pintu ruangannya tiba-tiba diketuk. Muncul Fina setelahnya.“Bu, ada tamu yang ingin bertemu Bu Yara,” kata Fina melaporkan.“Tamu?” Kening Yara berkerut bingung. “Siapa? Aku nggak punya janji bertemu dengan siapapun hari ini.”Belum sempat Fina menjawab pertanyaan Yara, seseorang tiba-tiba berkata dari arah pintu, “Ini aku, Yara. Boleh aku masuk?”Mendengar suara yang tak asing di

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   172. Provokator

    Oliver menghela napas berat. Mobilnya berhenti di kemacetan yang panjang. Ia melirik arloji, sudah waktunya si kembar pulang dan ia khawatir telat sampai di sekolah akibat macet ini. Padahal biasanya jalanan yang sering ia lewati itu hampir tidak pernah terkena macet.Tangan Oliver menyalakan ponsel dan menghubungi nomor telepon Yara. Di saat jenuh menunggu tanpa kepastian seperti ini, Yara-lah satu-satunya obat bagi Oliver untuk menghilangkan kejenuhannya.“Halo?” sapa Yara di seberang sana saat panggilan Oliver terangkat di dering kedua. “Oliver, ada apa?”Mendengar suara istrinya yang lembut itu sontak membuat kedua sudut bibir Oliver terangkat. “Sayang, kamu sudah menghabiskan makanan yang aku kirim?”“Mm-hm, tentu saja. Terima kasih.” Yara terkekeh kecil. “Kamu lagi jemput anak-anak?”“Iya.” Oliver melihat ke sekeliling, kendaraan di sekitarnya tidak bergerak sama sekali. “Tapi aku kejebak macet. Nggak tahu di depan ada apa. Aku khawatir telat sampai sekolah.”“Jangan khawatir, a

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   171. Diam-Diam Cemburu

    Oliver mengusap tengkuk, tersenyum kikuk pada Olivia setelah mendengar ucapan adiknya itu barusan. Sementara Yara, pipinya semakin merah padam.“Ya, Dad? Malam ini kita menginap saja di rumah Aunty Olivia,” celoteh Airell sambil menggoyang-goyangkan tangan kanan Oliver.Oliver menghela napas panjang, lalu berjongkok di hadapan putra dan putrinya. “Arthur, Airell, percaya sama Daddy, hantunya nggak akan berani mengganggu kalian kalau kalian bersama Daddy dan Mommy. Jadi selama ada Daddy dan Mommy, kalian akan baik-baik saja. Ya?”Arthur dan Airell saling tatap satu sama lain. Mereka tampaknya belum mempercayai ucapan Oliver sepenuhnya.“Daddy benar, Sayang,” timpal Yara pada akhirnya meski saat ini ia ingin menghilang dari hadapan Olivia. “Hantunya takut sama Daddy, jadi kalian akan baik-baik saja. Yuk! Kita ke kamar Daddy sekarang.”Setelah mendengar ucapan Yara yang jauh lebih meyakinkan, si kembar akhirnya mengangguk serempak. Mereka menggenggam tangan Yara di kiri dan kanan.“Berar

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   170. Suara Hantu

    Jingga baru saja memulai cerita pembuka untuk Arthur dan Airell, tetapi mata mereka berdua sudah tampak mengantuk. Berkali-kali si kembar menguap sambil mengeluh, “Ngantuk.” Jingga terkekeh kecil melihat mereka, perlahan ia mengusap puncak kepala si kembar satu persatu. “Mereka lucu-lucu, ya?” ucapnya pada Davin yang duduk di samping Airell. “Aku sama sekali nggak menyangka kalau Yara melahirkan anak kembar.” Davin mengangguk, senyuman lembut menghiasi wajah tegasnya. “Aku juga nggak menyangka, tapi melihat mereka sekarang, rasanya luar biasa. Mereka benar-benar perpaduan Yara dan Oliver,” gumamnya sambil menatap Arthur dan Airell yang mulai menguap lebar. “Tapi Oliver lebih banyak, sih. Tanpa perlu tes DNA juga orang-orang akan langsung tahu kalau mereka anaknya Oliver.” Jingga menatap si kembar dengan penuh kasih sayang. "Arthur mewarisi keceriaan Yara, sedangkan Airell lebih tenang seperti Oliver. Tapi keduanya punya daya tarik tersendiri," ucapnya, ia hendak berdiri untuk memb

DMCA.com Protection Status