Happy Reading. Rafly menatap kedua wanita cantik di hadapannya yang sedang asik memakan ice cream setelah puas berbelanja di mall. Kedua tangan Rafly penuh akan barang belanjaan yang sengaja dititipkan oleh Zayla dan Serly kepadanya. "Tenang, aku enggak boleh marah dan juga gegabah. Setelah ini aku pastikan mereka enggak akan berani lagi menjadikan ku layaknya bodyguard." Gumam Rafly menenangkan dirinya sendiri. Rafly membawa barang belanjaan dua wanita itu ke dalam mobilnya yang ada di parkiran mall, sedang Serly dan Zayla masih menikmati waktu berdua di dalam mall sambil melahap ice cream.Saat tiba di parkiran, Rafly tak sengaja melihat Laudya berjalan bersama seorang pria dengan bergandengan tangan. Hatinya memanas melihat pemandangan itu, ia sangat tidak suka jika barang miliknya disentuh oleh orang lain. Gegas saja Rafly meletakkan barang belajaan itu di dalam mobil, kemudian ia mengejar Laudya yang akan menaiki sepeda motor bersama pria yang tadi. "Tunggu!" Teriak Rafly ber
Happy Reading. Dooor! "Aaaakkkhh!" Juanda berteriak histeris saat merasakan sakit pada bagian kakinya akibat tembakan dari Arion barusan. "Sialan!" umpatnya menatap sinis pada Arion. "Ini baru pemanasan Pak Tua, setelah ini kita akan bermain lebih seru lagi," kata Arion menyeringai tipis. "Ternyata kau tak pantas dikasihani, sudah cukup selama ini aku berbaik hati kepadamu, tetapi kamu pergi jauh layaknya seorang pecundang. Ah, bukankah kamu memang pecundang," desis Arion menatap remeh pada pria tua yang ada di hadapannya. "Tenang saja, jangan takut. Aku tidak akan langsung membunuhmu, hukuman mati terlalu ringan untuk penjahat ulung seperti mu," tangan Arion mengambil belati yang tersimpan di dalam lemari tempat benda tajam. Wajah Juanda semakin ketakutan saat Arion membawa belati itu mendekat ke arahnya, ia berusaha melepaskan diri dari ikatan di tubuhnya, namun usahanya sia-sia, sebab rasa sakit di kakinya membuat Juanda tak bisa bergerak bebas. Sreeekk! Aaaaaaarrrgh! Juan
Happy Reading.Zayla kebingungan saat keluar dari dalam kamar mandi karena tidak menemukan keberadaan Serly dan juga putranya. "Ke mana mereka." Ucapnya sambil celingukan mencari keberadaan calon kakak iparnya. Tak ingin terlalu lama berpikir, Zayla memutuskan untuk ke walk in closet. Mencari baju santai ala rumahan lalu memakainya, kemudian ia hanya mengoleskan sedikit cream pelembab ke wajahnya. Tanpa polesan make up, hanya menggunakan cream yang tadi, Zayla keluar dari kamar untuk mencari sosok Serly. "Ser, kamu di mana?" teriak Zayla memanggil sahabatnya. Namun, ia tak kunjung menemukan keberadaannya dan justru berpapasan dengan Mbak Ririn, seorang Nanny yang menjaga Gabriel. "Loh, kenapa Briel ada di Mbak Ririn, Serly nya mana ya?" tanya Zayla kebingungan, pasalnya tadi ia menitipkan Gabriel kepada Serly, bukan Mbak Ririn. "Tadi Tuan Ansel yang menitipkan Tuan muda kepada saya, Nyonya. Sedangkan Nona Serly, saya tidak melihatnya," ungkap Ririn sangat jujur, ia tetap fokus men
Happy Reading. Rina dan Bagas membawa oleh-oleh yang banyak untuk Gabriel, mereka memberikan kejutan tanpa memberikan kabaran kalau akan datang ke kediaman Wesley. "Pasti Zayla sangat senang melihat kita tiba-tiba muncul di sini ya, Pa," ucap Rina kepada suaminya. Mereka sudah sampai di halaman rumah sang putri dan bergegas turun dari dalam mobil. "Pasti itu, Ma. Kita kan bilangnya masih pulang besok dari Singapura, padahal pulangnya sekarang," kata Bagas menimpali, dia ikut senang karena akan bertemu dengan putri dan cucunya. Mereka berdua sengaja langsung menuju ke kediaman Wesley tanpa pulang dulu ke rumah, rasa rindu kian menggebu tanpa bisa dibendung. Namun, mereka berdua dikejutkan oleh pemandangan yang mengusik mata. Ansel dan Serly keluar dari dalam kamar dengan penampilan kusut, yang sangat mencurigakan. Mereka seperti pasangan suami istri yang ... habis melakukan ritual. Bruuk!Oleh-oleh yang ada di tangan Rina, jatuh saat itu juga. Bagaimana tidak, Ansel mencium bibir
Happy Reading. "Serly, tunggu!" Ansel hendak mengejar sang kekasih. Namun, dicegah oleh Papanya karena ada yang harus dibicarakan. "Jangan mengejarnya! Duduk dan jelaskan semuanya," titah Bagas mencekal pergelangan tangan Ansel. Ansel mendengus kesal atas sikap Papanya yang kekanak-kanakan. "Oke, aku jelasin semuanya. Tapi setelah itu jangan halangi aku buat ngejar Serly," kecam Ansel kembali ke tempat duduknya yang semula. Sedangkan Zayla langsung beranjak dari tempat duduknya dan menarik tangan Arion supaya ikut bersamanya. Arion pun mengikuti sang istri tanpa melakukan protes, ia paham apa yang dirasakan oleh Zayla saat ini. Menurutnya Bagas juga keterlaluan sampai membentak Zayla hanya karena masalah sepele. "Jangan diambil hati tentang sikap Papa tadi, dia hanya terbawa emosi karena shock lihat kebersamaan Ansel dan Serly," ucap Arion menenangkan, saat ini mereka ada di dalam kamar untuk memisahkan diri dari sidang di ruang tengah. "Hm, aku enggak lagi mikirin itu kok, Kak,
Happy Reading. Rafly mulai kebingungan mencari cara agar bisa membuat Serly kembali tunduk kepadanya. Ah, pikirannya malah tertuju pada Laudya yang berani-beraninya mengkhianatinya. "Kurang ajar! Dasar wanita sial*n, dia benar-benar jal*ng rendahan." Ucap Rafly menghina Laudya. Rafly menghubungi Laudya karena ingin memberikan perhitungan kepadanya, enak saja wanita itu mencari klien lain di saat ia masih membutuhkannya. "Cepat datang ke apartemen ku sekarang juga." Titah Rafly saat panggilan terhubung, tanpa menunggu lama, ia langsung memutuskan panggilan itu secara Sepihak. Di seberang sana, Laudya menghembuskan nafas kasar, belum selesai masalah yang ia hadapi, sekarang justru muncul lagi masalah baru yang pasti akan datang dari Rafly. Setelah pertemuan tak sengaja kemarin, Randy--Kakak laki-lakinya menjadi curiga. Beruntung Laudya meberikan alasan yang cukup masuk akal sehingga kakaknya itu percaya. Rafly sudah salam paham kemarin, yang dikira klien barunya Laudya ternyata ada
Happy Reading. Bagas menunggu Zayla turun dari kamarnya, ia ingin meminta maaf kepada putrinya itu atas sikap kasarnya saat di ruang tamu kemarin. Ia bela-belain nunggu sepagi ini hanya demi meminta maaf kepada Zayla, hatinya menjadi tidak tenang dan terus merasa bersalah. "Zayla, Nak," sapa Bagas bergegas ke arah sang putri yang ada di ujung tangga. "Papa, ada apa?" tanya Zayla kebingungan, pasalnya masih jam 5 pagi, tapi sang Papa sudah mencegatnya di ujung tangga. "Maafin Papa ya, Nak. Kemarin Papa lepas kendali sampai membentak kamu," ucap Bagas begitu lirih, ia benar-benar menyesali tindakannya itu, sungguh Bagas tidak sengaja melakukannya. "Ya ampun, Pa. Aku enggak apa-apa kok, Pa. Kenapa harus minta maaf segala, Aku paham dengan keadaan Papa kemarin. Pasti Papa sama Mama sangat shock karena hubungan Kak Ansel dan Serly," kata Zayla begitu pengertian, meskipun awalnya ia sempat kecewa terhadap sikap Papanya waktu itu. "Jadi, kamu maafin Papa kan Nak?" tanya Bagas memastika
Happy Reading. "Kak Ansel!" Emeli begitu sumringah menatap wajah tampan pria pujaannya. "Hai, Emeli," balas Ansel sekenanya, setelah itu ia kembali fokus pada Serly. "Ingat pesan ku yang tadi, sudah sana masuk," kata Ansel memberikan perintah kepada sang kekasih. Emeli dengan setia menunggu kepergian Serly hanya demi bisa mengobrol bersama pria pujaannya. Sejak malam itu, ia sudah jatuh hati kepada Ansel, apalagi sikap manis Ansel terhadapnya yang semakin membuat Emeli tergila-gila kepadanya. "Emeli, aku duluan ya," pamit Serly kepada temannya itu, dalam hati ia sedikit cemburu melihat tatapan memuja di mata Emeli kepada Ansel. Namun, ia tidak boleh menampakkan kecemburuannya di hadapan Emeli, dia bisa curiga mengenai hubungannya bersama Ansel. "Ah, iya," Emeli menjawabnya cepat, sebab ia tidak sabar ingin mengobrol dengan Ansel. "Kak Ansel, tunggu!" Emeli mencekal tangan Ansel, menahannya pergi dari sana karena ada hal yang ingin dia bicarakan. "Iya, ada apa?" tanya Ansel kebi
Happy Reading. 2 tahun kemudian. "Mama Biel mau cucu," teriak bocah berusia 2 tahun setengah sambil merengek manja minta dibuatin susu. Logatnya masih belepotan dan dibuat buat cadel, padahal Gabriel sudah bisa mengucapkan huruf R, hanya saja bocah itu kadang manja dan berbicara seperti itu. "Iya, sayang. tunggu sebentar. Mama lagi ganti popok adik kamu," balas Zayla dari dalam kamar. Yeah, dia sudah punya anak lagi berjenis kelamin perempuan. "Mana biar aku yang ganti pokok si cantik, kamu temui Gabriel sebelum anak itu berulah," Arion mengambil alih pekerjaan sang istri yang belum selesai mengganti popok sang putri. "Makasih, Dear," satu kecupan mendarat sempurna di pipi Arion dari sang istri tercinta. Arion tersenyum lembut kepada bayi mungil nan cantik versi dirinya perempuan. Kedua anaknya mewarisi wajah Arion semua, Zayla hanya mengandung dan melahirkannya tanpa ada satupun anak-anaknya yang mirip dengannya. Gisella Arieta Wesley, nama yang cantik secantik wajah bayi mung
Happy Reading. Randy menatap sang adik yang baru pulang dari cafe depan setelah makan siang bersama dengan Johan. Wajah ibu hamil itu tidak menunjukkan ekspresi apa pun, seolah sudah mati rasa akan cinta. Ah, bukankah Laudya memang tidak pernah jatuh cinta selama ini? Kepada Rafly pun ia tidak merasakannya dan cuma sebatas partner ranjang saja. "Gimana?" cetus Randy bertanya kepada sang adik, ia sangat penasaran proses Johan mendekati adiknya tersebut. "Gimana apanya?" Laudya justru bertanya balik karena tak mengerti dengan maksud dari ucapan sang Kakak. "Acara makan siang tadi," Randy tidak langsung to the point, tangannya meletakkan lap meja yang sedari tadi ia genggam sehabis membersihkan tempat di sana karena sebentar lagi toko kue akan segera tutup. "Lancar," jawab Laudya sekenanya, ia tidak berpikir kalau pertanyaan sang Kakak mengarahkan pada hal lain bukan pada acara makan siang saja. Randy menghela nafas kasar karena sang adik tak kunjung mengerti maksud perkataannya, s
Happy Reading. Kota D. Laudya dan Randy sukses memulai hidup baru hanya berdua di sana. Kehamilan Laudya sudah berusia 3 bulan, dia sangat sehat dan bisa bekerja dari rumah dengan membuka usaha usaha kecil-kecilan, yaitu toko kue aneka rasa. Sisa uang pemberian dari Rafly masih sangat banyak, tetapi tidak Laudya pakai semuanya karena dipersiapkan untuk biaya persalinannya nanti. Sekarang tabungannya mulai menipis setelah membuka toko kue dengan biaya pembelian tanah yang cukup mahal. Meskipun mereka tinggal jauh dari kota besar, tetap saja apa-apa serba mahal. Itupun menghabiskan hampir semua tabungan yang Laudya punya. Sebagian kecil ia sisakan untuk calon anaknya nanti. Laudya memang berbakat di bidang pembuatan kue sesuai dengan kemampuannya selama ini. Sebelumnya dia juga bekerja di pabrik kue pie dan kek, sekarang dia tidak akan kesulitan jika membuka toko kue kecil-kecilan karena sudah berpengalaman di bidang tersebut. Akan tetapi, Laudya sedikit bimbang karena semakin bert
Happy Reading. Waktu berlalu sangat cepat, tak terasa sudah dua bulan dari kematian Juanda. Semua orang sudah kembali pada aktivitasnya masing-masing, begitu juga dengan Zayla yang kembali memasuki kuliah di fakultas yang sama dengan Serly. Kehadirannya di sana disambut hangat oleh teman-temannya di kampus. Mengenai Gabriel sudah ada Ririn yang menjaganya selama Zayla beraktivitas di kampus. "Aku seneng banget bisa menikmati suasana kampus walaupun di kampus yang berbeda. Tapi, di sini aku mendapatkan kenyamanan yang sangat luar biasa yang enggak aku dapatkan di kampus sebelumnya," ucap Zayla sambil menikmati suasana taman di belakang kampus. "Aku ikut bahagia, Zay. Ini adalah impianku dari dulu bisa satu kampus sama kamu," Serly tersenyum senang kepada sahabat sekaligus adik iparnya itu. "Uh, sayang banyak sama Kakak iparku yang cantik ini," pelukan hangat Zayla berikan kepada Serly, mereka berdua sama-sama bahagia akan hal itu. Takdir berpihak kepadanya sehingga tetap menyatukan
Happy Reading. Rula menangis histeris saat mengetahui bahwa Papanya sudah meninggal dalam keadaan mengenaskan. Sungguh hatinya sangat sakit, walaupun ia tahu orang seperti apa sang Papa, tetap saja tidak ada seorang anak yang membenci Papanya sendiri. Roger mendekati sang istri yang duduk di samping makam mertuanya. Padahal dia belum sempat bertatap muka dengan Juanda bahkan di hari pernikahannya sekalipun dia tidak bisa menghubunginya. Roger menyerahkan semuanya ke wali hakim saat melaksanakan acara pernikahan kala itu bersama Rula. "Jangan menangis, kasian anak kita," ucap Roger memperingatkan sang istri akan calon anaknya. "Kamu enggak tahu rasanya kehilangan orang yang paling kamu cintai di dunia ini. Papa adalah cinta pertamaku, bagaimana mungkin aku baik-baik saja setelah kepergiannya, apa kamu waras berkata seperti itu, huh!" akibat terlalu sedih, Rula marah-marah kepada suaminya sendiri dan salah mengartikan ucapan Roger barusan. 'Sabar Roger, hormon ibu hamil memang naik
Happy Reading. Jika kemarin adalah hari bahagia bagi Ansel dan Serly, sekarang adalah hari terbahagia bagi Zayla dan Arion. Sesuai yang telah direncanakan, mereka berdua melangsungkan acara resepsi pernikahan di sebuah hotel bintang 5 milik keluarganya sendiri di tengah-tengah kota. Tamu yang hadir melebihi banyaknya tamu Ansel dan Serly 2 minggu yang lalu, sekarang pengantin baru itu turut andil dalam pernikahan Zayla dan Arion. Bahkan mereka lah yang meng-handle semua persiapan acara tersebut. Semua anggota keluarga mengucapkan selamat kepada sang pengantin baru, yeah anggaplah begitu walaupun mereka sudah lama resmi menjadi pasangan suami istri. Sekarang hanyalah pesta perayaannya yang digelar sangat mewah. "Aku enggak nyangka bisa hidup bersamamu," ucap Arion tak melepaskan genggaman tangannya kepada sang istri. "Aneh ya, Kak. Kita dibesarkan sebagai Kakak dan Adik, eh sekarang malah jadi pasangan suami istri," balas Saya terkekeh kecil. "Andaikan Mama sama Papa masih ada, me
Happy Reading. Laudya menunggu sang Kakak di depan rumah, hatinya begitu resah, ia benar-benar mencemaskan Kakaknya yang pergi entah ke mana. Hingga datang sebuah taksi dan berhenti di dekatnya, ternyata Randy penumpang dari taksi tersebut. "Kakak dari mana, aku cariin dari tadi," ucap Laudya menghampiri sang Kakak, wajahnya terlihat sangat lesu seolah ada beban berat di pundaknya. "Maaf, sudah membuat mu khawatir. Ayo ke dalam ada yang mau Kakak bicarakan," setelah membayar taksi barusan Randy masuk ke dalam rumah diikuti oleh Adiknya. "Mau bicara soal apa, Kak?" tanya Laudya begitu penasaran, tatapannya tak lepas dari wajah sang Kakak yang tak bersemangat. "Besok kita akan pindah ke luar kota, kita mulai semuanya dari nol, kita besarkan anak kamu bersama-sama. Jangan pernah menghubungi pria itu dengan tujuan meminta tanggung jawab, jangan merendahkan harga diri kamu di depan pria brengsek seperti itu. Ada Kakak yang selalu ada buat kamu, asalkan kita sama-sama jujur dalam hal a
Happy Reading. Tanpa sepengetahuan Laudya, Randy mencari alamat rumah pria yang sudah menghamili adiknya. Ia harus meminta pertanggungjawaban kepada pria itu apa pun yang terjadi, Randy tidak mau Laudya hamil tanpa suami. Berbekalkan nomor Rafly yang ia curi dari ponsel adiknya, Randy nekat pergi ke rumah pria itu yang katanya ada di tengah-tengah kota. Randy mendapatkan informasi itu dari sosial media yang ternyata Rafly bukanlah orang sembarangan. Dari semalam Randy menghubungi nomor Rafly tetapi tak ada jawaban dari sana, membuat Randy semakin kalang kabut dibuatnya. Tentu saja Rafly tidak bisa dihubungi, ia sedang patah hati dan mengurung diri di dalam kamarnya sejak semalam. Lebih tepatnya setelah ia menjadi pusat perhatian di pesta pernikahan Serly yang tak sengaja menjatuhkan gelas di dekat pintu ruang acara. Tok! Tok! Tok! "Raf, ada yang cari kamu di bawah, turun yuk," ucap Mayang dari balik pintu kamar, ia paham bagaimana perasaan putranya saat ini, karena itulah ia mema
Happy Reading. Malam yang seharusnya menjadi malam pertama yang indah bagi pengantin baru, tidak dengan Serly dan Sean. Pengantin wanita mengadakan sidang keluarga di ball room hotel setelah para tamu undangan pulang semua. "Jelaskan kenapa bisa seperti ini?" cetus Serly menatap satu persatu wajah orang-orang yang sudah membohonginya. "Pa, Ma, Siapa yang akan menjelaskannya?" cecar Serly menatap kedua orang tuanya, mereka berdua juga tidak tahu harus menjelaskannya dari mana. "Begini saja, Nak. Bagaimana kalau Ansel yang menjelaskannya secara detail sama kamu di kamar," tawar Rina kepada sang menantu, ia juga enggan mengatakan secara langsung bagaimana asal mula rencana itu tersusun. Tatapan Serly menghunus tajam pada sang suami yang duduk di sampingnya, menuntut persetujuan dari suaminya itu. "Baiklah, aku yang akan menceritakan semuanya sama kamu. Kalau begitu ayo kita ke kamar, kasian orang tua kita pasti kelelahan dan ingin beristirahat," kata Ansel menatap sendu, Ia takut is