Happy Reading.
Serly membekap mulutnya seakan tak percaya dengan apa yang Zayla katakan. Ia berharap semuanya hanya mimpi. "Enggak mungkin, Zay. Arion--" Serly menggantung ucapannya karena tak sanggup meneruskan kalimat itu. Sosok Arion yang super protektif dan sangat menyayangi Zayla, bisa melakukan hal sekeji itu hanya karena sebuah dendam, bahkan dendam itu sangatlah salah.Serly memeluk sahabatnya untuk menyalurkan kekuatan, karena ia yakin saat ini mental dan psikis Zayla sedang tidak baik-baik saja. Rasanya ia tak percaya dengan fakta itu, namun, melihat kejujuran di mata Zayla, Serly tak bisa lagi mengelaknya. Lagi pula hal sebesar itu mana mungkin dijadikan lelucon oleh gadis sesuai Zayla, yeah meskipun Serly juga masih belum dewasa. Ralat! Zayla sudah bukan gadis lagi."Lalu keputusan mu sekarang bagaimana? Apa kamu akan kembali lagi ke rumah Arion?" Serly harus tahu keputusan Zayla saat ini agar ia bisa memberikan solusi kedepannya, walaupun rHappy Reading. Hari ini Zayla sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Namun, ia tidak tahu harus pulang kemana, sebab sekarang ia sudah tidak mempunyai tempat untuk pulang. Biaya rumah sakit pun Ansel yang membayarnya karena Zayla memang tidak punya banyak uang, ia hanya membawa sisa dari tabungannya kemarin. "Kenapa kamu terlihat sedih, apa kamu enggak senang bisa keluar dari rumah sakit?" Serly melihat kesedihan di wajah sahabatnya setelah dokter mengatakan bahwa dirinya diperbolehkan pulang. "Aku enggak tahu harus pulang ke mana, Ser," suara Zayla terdengar sangat lirih, tatapannya pun begitu sendu. "Tinggal lah di rumah tante, bukankah tante sudah mengatakan bahwa kita ini adalah keluarga," Rina mengelus puncak kelapa Zayla dengan perasaan hangat. Zayla mendongakkan kepala seraya menatap wanita baya tersebut, yang masih terlihat cantik diusianya sekarang. "Aku enggak bisa, Tante. Karena aku mau belajar mandiri, bukan maksud
Happy Reading. Arion menghentikan anak buahnya untuk mencari keberadaan Zayla, ia bertekad akan mencarinya sendiri dan meminta maaf kepadanya. Pria tampan itu merasa tak tenang karena terus memikirkan keadaan sang adik angkat. Ia terus terbayang akan penyatuan mereka waktu itu, bagaimana jika Zayla sampai hamil? Sungguh Arion tak dapat membayangkan semua itu. Di satu sisi, Arion berharap Zayla memang hamil anaknya supaya ia bisa mengikat adik angkatnya itu agar tak lagi pergi darinya. Namun, di sisi lain Arion juga takut keinginannya jadi kenyataan, sebab dunia belum tahu kalau Zayla hanyalah adik angkat, bukan adik kandung. Tentu hal tersebut akan membawa bumerang bagi mereka berdua. Belum lagi jika Zayla tidak mau hamil anaknya karena merasa takut dan terbebani, pasti akan sangat sakit dengan kenyataan itu. "Ah, kenapa semuanya menjadi sangat rumit." kepala Arion rasanya akan pecah memikirkan apa yang sedang menimpanya. Besok, Arion akan per
Happy Reading. Zayla merasakan ada yang aneh di lingkungan kampus. Semua orang yang selalu menatap dingin dan juga meremehkannya, kini mereka terlihat sangat ramah kepada Zayla. Ia benar-benar bingung apa yang sebenarnya terjadi pada teman-teman kampusnya itu. Cuma Rula yang tetap menatap sinis kepadanya tanpa tahu salahnya dimana. "Apa kabar, Zay? Aku dengar, beberapa hari ini kamu lagi sakit ya," ucap Sela tersenyum ramah. Ia tak ingin bernasib sama dengan Alovia dan Wina yang dikeluarkan secara tidak hormat dari Fakultas Gremora. "Cuma pusing aja kok," baru kali ini Zayla berbicara bergitu santai kepada teman kelasnya itu. bukan cuma yang menyapa dan menanyakan kabar Zayla, tapi mahasiswa lain pun ikut bersimpati kepadanya. 'Sebenarnya ada apa ini, kenapa mereka berubah drastis.' Batin Zayla bertanya-tanya. "Zayla, bisa ikut ke ruangan saya sebentar," suara pak Bima mengalihkan fokus para mahasiswa di dalam kelas tersebut.
Happy Reading. Setelah mendapatkan onor darah yang cocok, Zayla langsung ditangani oleh tim medis yang profesional. Wanita cantik itu terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit, banyak serangkaian alat yang menancap di tubuh Zayla sebagai penopang hidupnya. Begitu juga dengan oksigen yang terpasang di bagian mulutnya, sementara Zayla masih setia memejamkan mata. Para tim medis sudah keluar dari ruangan operasi setelah luka di bagian kepala Zayla selesai di jahit. Keadaan wanita malang itu masih belum stabil, entah kapan Zayla akan membuka matanya kembali. "Bagaimana keadaan adik saya, Dok?" sosok pria yang sejak tadi menunggu Zayla di depan ruang operasi, kini langsung berdiri saat melihat dokter beserta tim medis lainnya sudah keluar dari ruangan tersebut. "Kami sudah berusaha keras dalam menangani adik Anda Tuan. Keadaannya belum stabil, sepertinya pasien akan mengalami koma," papar dokter spesialis tersebut memasang wajah sedihnya.
Happy Reading. "Dokter, pasien di ruang ICU mengalami kejang-kejang." Ucap seorang perawatan yang kebetulan sedang mengecek keadaan Zayla. Dokter Rama yang menangani Zayla di ruang operasi pun gegas masuk ke ruang ICU. Wajahnya terlihat sangat serius, ia juga merasa prihatin dengan keadaan Zayla yang sepertinya enggan untuk membuka mata. Ansel beserta kedua orang tuanya tetap setia menunggu Zayla di depan ruang ICU. Mereka bertiga sangat sedih atas apa yang menimpa Zayla. Tiada hentinya mereka terus merapalkan doa demi keselamatan Zayla supaya lekas bangun dari komanya. Namun, harapan mereka semakin menipis tatkala dokter Rama mengatakan bahwa Zayla sepertinya memang tidak mempunyai keinginan untuk segera bangun dari komanya. "Bagaimana perkembangan putri kami, Dok?" dengan cepat Rena menghampiri dokter Rama untuk menanyakan kondisi sang putri tercinta. "Tidak ada kemajuan sama sekali. Sepertinya nona Zayla sengaja tidak mau bangun d
Happy Reading. 2 Minggu kemudian. Keadaan Zayla masih belum ada perkembangan, pihak rumah sakit sudah menyerah dan ingin mencabut alat-alat bantu di tubuhnya. Namun, pihak keluar Orlando tetep bersikukuh tak ingin menyerah begitu saja. Mereka justru berencana membawa Zayla ke luar negeri jika sampai besok keadaan Zayla masih tetap sama. Mereka mempunyai harapan tinggi dalam kesembuhan Zayla.Ansel dan kedua orang tuanya berdiri di belakang dokter Rama yang sedang memeriksa kondisi Zayla untuk yang terakhir kalinya setelah ia memutuskan untuk menyerah. Akan tetapi, ekspresi dokter Rama seperti menujukan sesuatu hal besar telah terjadi. Wajah tegangnya membuat keluarga Orlando merasa sangat cemas. "Bagaimana kondisinya sekarang, Dok. Kenapa wajah Anda membuat kami khawatir akan kondisi Zayla," Rina yang tak tahan pun langsung menanyakan hal ganjal dalam hatinya. Terdengar helaan nafas berat keluar dari mulut dokter Rama yang semakin mem
Happy Reading. Usia kandungan Zayla sudah memasuki minggu ke empat. Wanita cantik itu masih tetap setia menutup mata. Namun, Ansel beserta keluarganya tidak pernah putus asa, mereka selalu memberikan support terbaik untuk Zayla, dan berharap wanita itu lekas sadar. Sepertinya doa keluarga Orlando didengar oleh Tuhan. Kelopak mata Zayla bergerak ke kiri dan ke kanan, jari jemarinya pun ikut bergerak seolah pertanda dia akan sadar dari komanya setelah hampir satu bulan berjuang dengan alat bantu dari rumah sakit. Kedua mata Zayla terbuka secara perlahan. Bias cahaya menyilaukan matanya sampai dia berkedip berkali-kali untuk mengadaptasikan penglihatannya. Hal pertama yang ia lihat adalah cahaya lampu di langit-langit kamar. Ketiga orang di sana masih belum menyadari keadaan Zayla yang sudah sadar. "A-air." Suara Zayla terdengar sangat lirih. Namun, masih dapat di dengar oleh Ansel yang kebetulan jaraknya lebih dekat dibandingkan dengan posisi ke
Happy Reading. "Aaakh! Perutku sakit." Kedua tangan Zayla memegang perut bagian bawahnya yang terasa nyeri bagaikan di remas-remas. "Ansel, cepat panggilkan dokter Rama sekarang juga," wajah Rina terlihat begitu panik, ia berusaha menenangkan sang putri tercinta. Begitu juga dengan Bagas, ia mengusap keringat dingin di pelipis Zayla. Dokter Rama mulai menjalankan tugasnya sebagai seorang dokter. Penuh dengan kehati-hatian, ia memeriksa keadaan Zayla yang masih menahan sakit. "Bagaimana Dok, apakah kandungannya baik-baik saja?" pertanyaan Rina membuat Zayla shock hingga terdiam beberapa saat. Pasalnya dia belum tahu bahwa dirinya sedang hamil. "Kandungan? Maksud Mama apa?" suara Zayla terdengar sangat lirih, berharap pendengarannya salah. Ia merasa dirinya masih sangat muda dan sepertinya belum menikah, lalu kenapa sekarang dirinya tiba-tiba hamil? Semua yang ada di sana nampak bingung, mereka tidak tahu harus melakukan apa.
Happy Reading. 2 tahun kemudian. "Mama Biel mau cucu," teriak bocah berusia 2 tahun setengah sambil merengek manja minta dibuatin susu. Logatnya masih belepotan dan dibuat buat cadel, padahal Gabriel sudah bisa mengucapkan huruf R, hanya saja bocah itu kadang manja dan berbicara seperti itu. "Iya, sayang. tunggu sebentar. Mama lagi ganti popok adik kamu," balas Zayla dari dalam kamar. Yeah, dia sudah punya anak lagi berjenis kelamin perempuan. "Mana biar aku yang ganti pokok si cantik, kamu temui Gabriel sebelum anak itu berulah," Arion mengambil alih pekerjaan sang istri yang belum selesai mengganti popok sang putri. "Makasih, Dear," satu kecupan mendarat sempurna di pipi Arion dari sang istri tercinta. Arion tersenyum lembut kepada bayi mungil nan cantik versi dirinya perempuan. Kedua anaknya mewarisi wajah Arion semua, Zayla hanya mengandung dan melahirkannya tanpa ada satupun anak-anaknya yang mirip dengannya. Gisella Arieta Wesley, nama yang cantik secantik wajah bayi mung
Happy Reading. Randy menatap sang adik yang baru pulang dari cafe depan setelah makan siang bersama dengan Johan. Wajah ibu hamil itu tidak menunjukkan ekspresi apa pun, seolah sudah mati rasa akan cinta. Ah, bukankah Laudya memang tidak pernah jatuh cinta selama ini? Kepada Rafly pun ia tidak merasakannya dan cuma sebatas partner ranjang saja. "Gimana?" cetus Randy bertanya kepada sang adik, ia sangat penasaran proses Johan mendekati adiknya tersebut. "Gimana apanya?" Laudya justru bertanya balik karena tak mengerti dengan maksud dari ucapan sang Kakak. "Acara makan siang tadi," Randy tidak langsung to the point, tangannya meletakkan lap meja yang sedari tadi ia genggam sehabis membersihkan tempat di sana karena sebentar lagi toko kue akan segera tutup. "Lancar," jawab Laudya sekenanya, ia tidak berpikir kalau pertanyaan sang Kakak mengarahkan pada hal lain bukan pada acara makan siang saja. Randy menghela nafas kasar karena sang adik tak kunjung mengerti maksud perkataannya, s
Happy Reading. Kota D. Laudya dan Randy sukses memulai hidup baru hanya berdua di sana. Kehamilan Laudya sudah berusia 3 bulan, dia sangat sehat dan bisa bekerja dari rumah dengan membuka usaha usaha kecil-kecilan, yaitu toko kue aneka rasa. Sisa uang pemberian dari Rafly masih sangat banyak, tetapi tidak Laudya pakai semuanya karena dipersiapkan untuk biaya persalinannya nanti. Sekarang tabungannya mulai menipis setelah membuka toko kue dengan biaya pembelian tanah yang cukup mahal. Meskipun mereka tinggal jauh dari kota besar, tetap saja apa-apa serba mahal. Itupun menghabiskan hampir semua tabungan yang Laudya punya. Sebagian kecil ia sisakan untuk calon anaknya nanti. Laudya memang berbakat di bidang pembuatan kue sesuai dengan kemampuannya selama ini. Sebelumnya dia juga bekerja di pabrik kue pie dan kek, sekarang dia tidak akan kesulitan jika membuka toko kue kecil-kecilan karena sudah berpengalaman di bidang tersebut. Akan tetapi, Laudya sedikit bimbang karena semakin bert
Happy Reading. Waktu berlalu sangat cepat, tak terasa sudah dua bulan dari kematian Juanda. Semua orang sudah kembali pada aktivitasnya masing-masing, begitu juga dengan Zayla yang kembali memasuki kuliah di fakultas yang sama dengan Serly. Kehadirannya di sana disambut hangat oleh teman-temannya di kampus. Mengenai Gabriel sudah ada Ririn yang menjaganya selama Zayla beraktivitas di kampus. "Aku seneng banget bisa menikmati suasana kampus walaupun di kampus yang berbeda. Tapi, di sini aku mendapatkan kenyamanan yang sangat luar biasa yang enggak aku dapatkan di kampus sebelumnya," ucap Zayla sambil menikmati suasana taman di belakang kampus. "Aku ikut bahagia, Zay. Ini adalah impianku dari dulu bisa satu kampus sama kamu," Serly tersenyum senang kepada sahabat sekaligus adik iparnya itu. "Uh, sayang banyak sama Kakak iparku yang cantik ini," pelukan hangat Zayla berikan kepada Serly, mereka berdua sama-sama bahagia akan hal itu. Takdir berpihak kepadanya sehingga tetap menyatukan
Happy Reading. Rula menangis histeris saat mengetahui bahwa Papanya sudah meninggal dalam keadaan mengenaskan. Sungguh hatinya sangat sakit, walaupun ia tahu orang seperti apa sang Papa, tetap saja tidak ada seorang anak yang membenci Papanya sendiri. Roger mendekati sang istri yang duduk di samping makam mertuanya. Padahal dia belum sempat bertatap muka dengan Juanda bahkan di hari pernikahannya sekalipun dia tidak bisa menghubunginya. Roger menyerahkan semuanya ke wali hakim saat melaksanakan acara pernikahan kala itu bersama Rula. "Jangan menangis, kasian anak kita," ucap Roger memperingatkan sang istri akan calon anaknya. "Kamu enggak tahu rasanya kehilangan orang yang paling kamu cintai di dunia ini. Papa adalah cinta pertamaku, bagaimana mungkin aku baik-baik saja setelah kepergiannya, apa kamu waras berkata seperti itu, huh!" akibat terlalu sedih, Rula marah-marah kepada suaminya sendiri dan salah mengartikan ucapan Roger barusan. 'Sabar Roger, hormon ibu hamil memang naik
Happy Reading. Jika kemarin adalah hari bahagia bagi Ansel dan Serly, sekarang adalah hari terbahagia bagi Zayla dan Arion. Sesuai yang telah direncanakan, mereka berdua melangsungkan acara resepsi pernikahan di sebuah hotel bintang 5 milik keluarganya sendiri di tengah-tengah kota. Tamu yang hadir melebihi banyaknya tamu Ansel dan Serly 2 minggu yang lalu, sekarang pengantin baru itu turut andil dalam pernikahan Zayla dan Arion. Bahkan mereka lah yang meng-handle semua persiapan acara tersebut. Semua anggota keluarga mengucapkan selamat kepada sang pengantin baru, yeah anggaplah begitu walaupun mereka sudah lama resmi menjadi pasangan suami istri. Sekarang hanyalah pesta perayaannya yang digelar sangat mewah. "Aku enggak nyangka bisa hidup bersamamu," ucap Arion tak melepaskan genggaman tangannya kepada sang istri. "Aneh ya, Kak. Kita dibesarkan sebagai Kakak dan Adik, eh sekarang malah jadi pasangan suami istri," balas Saya terkekeh kecil. "Andaikan Mama sama Papa masih ada, me
Happy Reading. Laudya menunggu sang Kakak di depan rumah, hatinya begitu resah, ia benar-benar mencemaskan Kakaknya yang pergi entah ke mana. Hingga datang sebuah taksi dan berhenti di dekatnya, ternyata Randy penumpang dari taksi tersebut. "Kakak dari mana, aku cariin dari tadi," ucap Laudya menghampiri sang Kakak, wajahnya terlihat sangat lesu seolah ada beban berat di pundaknya. "Maaf, sudah membuat mu khawatir. Ayo ke dalam ada yang mau Kakak bicarakan," setelah membayar taksi barusan Randy masuk ke dalam rumah diikuti oleh Adiknya. "Mau bicara soal apa, Kak?" tanya Laudya begitu penasaran, tatapannya tak lepas dari wajah sang Kakak yang tak bersemangat. "Besok kita akan pindah ke luar kota, kita mulai semuanya dari nol, kita besarkan anak kamu bersama-sama. Jangan pernah menghubungi pria itu dengan tujuan meminta tanggung jawab, jangan merendahkan harga diri kamu di depan pria brengsek seperti itu. Ada Kakak yang selalu ada buat kamu, asalkan kita sama-sama jujur dalam hal a
Happy Reading. Tanpa sepengetahuan Laudya, Randy mencari alamat rumah pria yang sudah menghamili adiknya. Ia harus meminta pertanggungjawaban kepada pria itu apa pun yang terjadi, Randy tidak mau Laudya hamil tanpa suami. Berbekalkan nomor Rafly yang ia curi dari ponsel adiknya, Randy nekat pergi ke rumah pria itu yang katanya ada di tengah-tengah kota. Randy mendapatkan informasi itu dari sosial media yang ternyata Rafly bukanlah orang sembarangan. Dari semalam Randy menghubungi nomor Rafly tetapi tak ada jawaban dari sana, membuat Randy semakin kalang kabut dibuatnya. Tentu saja Rafly tidak bisa dihubungi, ia sedang patah hati dan mengurung diri di dalam kamarnya sejak semalam. Lebih tepatnya setelah ia menjadi pusat perhatian di pesta pernikahan Serly yang tak sengaja menjatuhkan gelas di dekat pintu ruang acara. Tok! Tok! Tok! "Raf, ada yang cari kamu di bawah, turun yuk," ucap Mayang dari balik pintu kamar, ia paham bagaimana perasaan putranya saat ini, karena itulah ia mema
Happy Reading. Malam yang seharusnya menjadi malam pertama yang indah bagi pengantin baru, tidak dengan Serly dan Sean. Pengantin wanita mengadakan sidang keluarga di ball room hotel setelah para tamu undangan pulang semua. "Jelaskan kenapa bisa seperti ini?" cetus Serly menatap satu persatu wajah orang-orang yang sudah membohonginya. "Pa, Ma, Siapa yang akan menjelaskannya?" cecar Serly menatap kedua orang tuanya, mereka berdua juga tidak tahu harus menjelaskannya dari mana. "Begini saja, Nak. Bagaimana kalau Ansel yang menjelaskannya secara detail sama kamu di kamar," tawar Rina kepada sang menantu, ia juga enggan mengatakan secara langsung bagaimana asal mula rencana itu tersusun. Tatapan Serly menghunus tajam pada sang suami yang duduk di sampingnya, menuntut persetujuan dari suaminya itu. "Baiklah, aku yang akan menceritakan semuanya sama kamu. Kalau begitu ayo kita ke kamar, kasian orang tua kita pasti kelelahan dan ingin beristirahat," kata Ansel menatap sendu, Ia takut is