"Apa maksud kamu, Alice?" "Apa kurang jelas yang aku katakan? Kamu begitu egois. Tanpa memikirkan perasaan orang lain tapi kamu, sudahlah. Sebaiknya kamu pergi dari sini. Aku tidak akan membebaskan orang tuamu." "Prang tuaku paman dan bibimu, Alice. Harusnya kamu melupakan kejadian yang sudah lama. Toh, kamu masih hidup sampai detik ini!" sergah Federica."Apa kamu bilang? Melupakan? Bahkan aku ingin memberikan kesaksian agar mereka yang membuat orang tuaku meninggal di hukum mati! Enak banget kamu bicara seperti itu, kamu bicara seakan-akan kamu hidup paling menderita tapi lihat aku sejak lama menjadi babu kamu. Sedangkan aku adalah pemilik perusahaan dan kekayaan yang kamu dan orang tuamu gunakan! Sungguh miris akal sehat tak berguna!" Alice mengeluarkan seluruh emosinya. Emosi yang sejak lama ia pendam kini terkuak begitu saja."Kamu gila Alice! Ternyata kamu lebih gila dari keluargaku, kamu lupa bagaimana kami sudah memberikan terbaik untukmu dan kamu–" ucapan Federica terhenti
"Alice bicaralah yang sopan. Aku ini lebih tua dari kamu, lagi pula kamu pernah akan menjadi menantuku. Bagaimana bisa bicara kasar seperti ini?" Izora salah tingkah, meski begitu ia tetap berusaha untuk membujuk Alice."Sikap seperti apa yang bibi inginkan?" "Em,. Alice, boleh ibu jujur padamu? Ibu ingin kamu tetap menjadi menantu ibu. Sejak dulu ibu tidak suka Federica sampai saat ini tak kunjung hamil tapi kamu, belum lama menikah tapi sudah hamil. Ibu mohon kembalilah pada Albert, bukankah dulu kamu cinta mati sama dia? Satu rahasia yang ingin ibu ceritakan padamu, ini mengenai –" Izora memperhatikan mimik wajah Alice yang tak berubah, tetap tenang.Tak jauh berbeda yang terlihat oleh Izora, Alice bersikap tenang namun di balik itu semua Alice memendam amarah yang sejak lama ia simpan. Tenaganya telah habis terkuras karena kehadiran Federica. Tujuannya ke rumah kakek menginginkan moodnya kembali tetapi hal itu tak mungkin, kini Alice berhadapan dengan ibu mantan tunangannya yan
Untuk pertama kalinya Federica menemui juru bicara keluarganya, sejak kecurigaannya tentang Gisella adalah saudaranya membuat Federica menjauh. Seakan jurang di antara mereka semakin terbentang luas. Tak ada niat Federica mengutarakan semua yang terjadi pada mereka berdua."Ada apa nona datang kemari? Saya sudah di pecat oleh kakek anda. Tidak mungkin nona datang tanpa ada tujuan," Gisella, dengan sikapnya yang ramah dengan tenang menghadapi sikap arogan mantan majikannya."Kamu masih hebat untuk menduga tujuanku, ke sini. Aku minta untuk tetap bekerja, tapi bukan juru bicara lagi. Melainkan bekerja untukku." "Untuk, nona?""Ya. Kenapa? Apa kamu takut aku tidak bisa membayar mu? Kamu pikir aku sudah bangkrut? Kamu salah Gisella, aku masih menjadi nona Ravindra. Jadi bekerjasama denganku maka hidupmu akan terjamin." Federica tersenyum, ia yakin jika Gisella membutuhkan uang untuk melanjutkan hidupnya setelah di pecat dari oleh kakeknya."Maaf, nona, aku tidak bisa menerima tawaran and
"Gisella, tunggu!" kata yang tak sampai keluar dari bibirnya. Seakan tercekat di dalam tenggorokan."Gisella, maafkan mama, maafkan keegoisan mama!" Geya menangis meraung, tak sanggup tubuhnya berdiri semua bagaikan serpihan ingatan yang kembali menariknya ke dalam kejadian dua puluh tahun yang lalu."Sayang, jangan pergi semua demi anak kita. Aku siap menerima hukuman apapun darimu tapi tidak untuk meninggalkan anak kita. Aku berjanji akan bekerja lebih giat lagi untuk memenuhi semua keinginan kamu. Tolonglah untuk demi anak kita aku akan melakukan semua yang–" "Sudah cukup aku tidak mau mendengarkan apapun darimu urus saja anak itu. Aku tidak mau hidup menderita dengan kamu, aku tidak sudi hidup miskin tapi nyatanya kamu memberikan kemiskinan terus menerus padaku. Aku ingin hidup mewah. Aku ingin hidup berkelimpahan harta nyatanya sampai saat ini tidak aku dapatkan dari kamu, aku tidak mau mengurus anak dengan tubuh yang kusam seperti ini.Aku ingin seperti mereka, kamu tahu aku bi
"Mama ingin aku kembali padanya?" "Jika bisa, kenapa tidak? Kalian pasangan yang serasi. Mama tahu hatinya hanya ada namamu. Kamu adalah laki-laki pertama yang dia kenal yang dicintai. Tidak ada salahnya jika kamu mencoba. Apa yang tadi mama katakan, dekati dan bicara dari hati ke hati mama rasa akan mudah mengambil hatinya maka akan kembali seperti semula dan kamu bisa melepaskan Federica." Semua bisa dilakukan jika mereka mencobanya gagal ataupun tidak itu urusan waktu. Alice adalah wanita yang sederhana baik hati dan mudah luluh Izora semakin percaya diri bahwa semua akan kembali seperti semula Albert akan kembali mendapatkan hati wanita itu. "Tidak perlu percaya diri seperti itu mah, dia sudah berbeda bukan Alice yang dulu lagi. Dia bahagia bersama suaminya laki-laki itu beruntung sudah mendapatkan wanita suci seperti Alice. Kita tidak perlu lagi mengusiknya kehidupan kita sudah berbeda." Albert sedikit ragu jika ia mampu mengambil hati wanita yang pernah singgah di hatinya.
Federica terdiam sejenak menatap manik hitam milik Albert, dan sialnya hanya ada kejujuran di sana. Tidak ada hal yang membuatnya curiga sedikitpun.Membuka hati menata masa depan bersama, seperti yang di inginkan Albert. Anak? Siapa yang tidak ingin memilki anak. Federica pun ingin memilikinya. Namun, entah kapan ya akan mendapatkannya."Mulai saat ini kita rajuk kembali masa saat kita akan menjalin hubungan sebelum menikah," ucapnya menyakinkan.Federica membiarkan Albert menggenggam tangannya lembut mengecupnya berlahan. Dinding penghalang dirinya telah runtuh. Federica membiarkan apapun yang diinginkan oleh Albert. Tidak ada salahnya mencoba semua demi kebaikannya, tidak ada lagi yang perlu diharapkan kedua orang tuanya yang berada di penjara dan kakeknya pun perlahan mulai menjauh darinya hanya ada pria yang kini memintanya untuk memulai dari awal lagi."Baik, aku berikan kesempatan ini. Jika terbukti bahwa kamu mengkhianati ku, aku yakin dan pastikan hidupmu akan hancur di tang
Alice hanya diam di samping Alaric. Menunggu dua orang yang ingin bicara padanya. Aneh, mereka tetap bungkam sejak sepuluh menit yang lalu hal itu membuat Alice jengah."Sebenarnya kalian mau apa, datang ke sini? Apa kalian ingin terus diam dan membuang waktu berharga kami hanya untuk menunggu kalian yang bisu?" Federica dan Albert saling pandang, membenarkan apa yang dikatakan oleh Alice. Jika mereka sudah menyita waktu berharga dua orang yang menatapnya secara intens. "Alice, kami bukan bermaksud untuk diam di depan kamu. Tapi kami bingung dari mana untuk memulai pembicaraan ini, karena aku rasa apa yang sudah kami lakukan dulu sudah sangat menyakiti hati kamu. Entah berapa banyak kesalahan yang sudah kami lakukan bahkan sampai menyakiti hati kalian berdua terutama kamu. Aku merasa bersalah bahkan aku sangat malu untuk di datang padamu seperti ini." Alice mengerutkan keningnya mendengar penuturan dari federica. Di mana sosok wanita yang begitu angkuh, percaya diri bahkan tidak ad
"Ayu, Gibson, kalian benar-benar luar biasa. Sifat baik kalian menurun pada putri kalian bahkan aku hampir saja membuat kalian bersedih dan tidak menyadari bahwa perjanjian kita dulu telah di laksanakan meski tanpa campur tanganku. Melainkan putraku yang lebih dulu mengikat putrimu," Alice tersenyum mengingat kejadian yang dulu. Di mana ia begitu acuh pada Alaric. Hingga kejadian ia di jual oleh paman dan bibinya, di sana pertemuan itu kembali dan Alaric adalah pria yang membelinya.**"Arka, sayang! Tunggu, nak!" "Mama, kejar aku!" "Den, Arka, jangan lari!" Kebisingan adalah rutinitas di dalam mansion mewah milik Alaric. Sejak pagi datang hingga siang hari, suara itu akan hilang jika sang Alaric junior tertidur atau bermain bersama setumpuk lego."Kau masih di sini, Ratmi?" Alice terkejut mendapati pengawal pribadinya ada di sampingnya."Saya masih sayang dengan nyawa saya." Ujarnya terkekeh."Ck, kau tidak ingin sepertiku? Jika ingin, pergilah berkencan. Kau, aku bebas tugaskan