Sosok bercaping dan bercadar putih itu menghentikan rombongan yang dipimpin Ketua Mu. Di tengah hutan yang sunyi, hanya suara angin yang berdesir di antara dedaunan yang terdengar. Sosok itu berdiri tegak, bayangannya memanjang di bawah sinar matahari yang keemasan.
"Serahkan kereta beserta isinya, dan aku tidak akan menyakiti kalian," suaranya tenang tetapi penuh ancaman, menggema di antara pepohonan.Ketua Mu, memicingkan mata menatap sosok yang seharusnya seorang pria menilik suaranya barusan. "Siapa kau? Dan untuk apa menghalangi kami?"Sosok bercaping itu hanya tersenyum tipis di balik cadarnya. "Ketua Mu, kau tak perlu tahu siapa diriku. Yang perlu kau lakukan hanyalah menyerahkan kereta dan isinya padaku," katanya pelan, sebelum melompat maju dengan kecepatan yang mengejutkan.Mao Beifeng, dengan tangkas bersiap menghadangnya dengan tombaknya. Sebelum pria itu tiba, dia sudah melemparkan tombaknya. Denting pedang beradu dengan tombak terdenManor Zhao, Tanah Bebas Manor Zhao di pagi hari selalu saja disibukkan dengan beberapa hal yang sudah menjadi rutinitas. Membuka pintu gerbang besar yang terbuat dari kayu yang berat dan berukir lambang Keluarga Zhao hingga menerima para tamu yang hampir setiap hari datang silih berganti.Namun, pagi ini, kesibukan para pelayan bertambah seiring dengan menjelang hari pernikahan Zhao Lu Yang sang Tuan Manor yang juga penguasa kota Tanah Bebas. Kabar pernikahannya dengan Duan Yu Yan, keponakan Jenderal Duan dari Kaili telah menyebar dan menjadi rumor di seluruh Tanah Bebas bahkan hingga ke Utara.Tak terkecuali bagi Wenwan, sang selir kesayangan Zhao Lu Yang. Wanita cantik itu tengah duduk di teras kamarnya ditemani Zhao Lu Yang. Mereka berbicara dari hati ke hati berkenaan dengan rencana pernikahan Zhao Lu Yang."Kau tidak perlu khawatir, semua tidak akan berubah. Akan tetapi seperti biasanya." Zhao Lu Yang menenangkan sang selir.Wenwan
Sementara itu, pria bercaping dan bercadar putih yang menculik Duan Yu Yan, membawa calon pengantin itu ke suatu tempat. Keesokan harinya, Duan Yu Yan terbangun dengan kepala yang masih terasa berat. Matanya perlahan membuka, dan dia mendapati dirinya berada di sebuah kamar yang cukup mewah.Tirai sutra berwarna putih menghiasi jendela, dan perabotan kayu yang diukir indah memenuhi ruangan. "Di mana aku?" gumamnya pelan, mencoba mengingat kejadian kemarin.Seorang pelayan datang membawakan air panas. "Nona, saya akan membantu Anda membersihkan diri," katanya dengan suara lembut.Duan Yu Yan masih merasa bingung, menatapnya penuh rasa ingin tahu. Namun, gadis itu menyadari situasinya dan tidak memiliki pilihan lain selain menyetujui ucapan pelayan itu. Dia pun menganggukkan kepalanya dan membiarkan pelayan membantunya ke kamar mandi yang beraroma bunga melati, yang ada di belakang kamarnya.Setelah membersihkan diri, Duan Yu Yan kembali ke kamar da
Menjelang senja, Ketua Mu dan rombongan pengantar calon pengantin dari Kaili tiba di Manor Zhao. Bertepatan dengan Xie Jing Cuan dan Wu Hongyi yang baru saja keluar dari Manor Zhao.Pria berambut putih itu berhenti sejenak. "Ketua Mu, sudah lama tidak bertemu," sapa Xie Jing Cuan dengan senyum tipis."Ketua Xie, Ketua Wu, senang bertemu kalian," balas Ketua Mu dengan anggukan hormat. "Kebetulan sekali bertemu dengan kalian berdua. Ada beberapa hal yang sepertinya harus kita bicarakan." Ketua Mu berucap pelan."Aku mengerti, pelayan akan menyiapkan Paviliun Wisteria untuk Anda rombongan, Ketua Mu." Xie Jing Cuan menanggapinya dengan santai.Setelah berbasa-basi sejenak, Xue Jing Cuan dan Wu Hongyi berpamitan dan bergegas meninggalkan Manor Zhao. Pemilik Wisma Lonceng Naga sekaligus Ketua Sekte Sembilan Pintu Kematian itu melangkah dengan santai diiringi Wu Hongyi menuju kereta kuda yang sudah menantinya di seberang jalan."Kuil Naga? Bukan
Pria bertopeng itu tertawa mendengar pertanyaan Zhao Lu Yang. Suara tawanya menggema di ruangan yang remang-remang, menciptakan suasana yang semakin mencekam. "Aku selalu mengira kau adalah orang terlicik yang pernah kukenal, Zhao Lu Yang," katanya dengan nada mengejek. "Tetapi, ternyata kau tak bisa memanfaatkan kelicikanmu itu."Zhao Lu Yang menatap pria bertopeng itu dengan tatapan tajam. "Kelicikanku belum ada apa-apanya dibandingkan denganmu," balasnya dengan tenang. "Kau memanfaatkan kebencian ibu suri terhadap Ao Yu Long, keserakahan keluarga Dong, kecemburuan Duan Xiao Jiao terhadap Ming Shuwan dan kesetiaan Jenderal Duan. Semua itu kau gunakan untuk memicu pemberontakan 18 tahun lalu," sahutnya dengan santai.Pria bertopeng itu kembali tertawa, tetapi tawanya kali ini terdengar lebih getir. "Memang benar," katanya sambil menghela napas panjang. "Tapi kelicikanku masih dapat dikalahkan oleh kekuatan Ming Shuwan yang membekukan ibukota Kaili."Zhao
Pria bertopeng itu memesan arak istimewa dari Kedai Arak Qiutian dan juga beberapa makanan lainnya. "Apa arak yang paling istimewa di kedai ini? Dan juga makanannya?" tanyanya dengan santai tanpa nada sombong.Pelayan pria itu tersenyum. "Untuk musim ini kami memiliki arak bunga plum, arak embun pagi dan arak bambu hijau. Itu semua arak yang lezat dan berkualitas, Tuan." Pelayan itu menjelaskan dengan sopan dan ramah tanpa berlebihan dan dibuat-buat."Wah, arak yang jarang sekali didapatkan di kedai-kedai kecil di kota manapun. Sepertinya pemilik kedai ini sangat ahli dalam menyuling arak." Pria bertopeng itu tersenyum tipis, memuji kedai kecil ini dengan tulus."Ah, Nyonya Ling hanyalah penyuling arak biasa, Tuan." Pelayan itu menyahut dengan sopan. "Ah, Tuan mau pesan arak yang mana?" Dia kembali bertanya."Arak bambu hijau," sahut pria bertopeng itu dengan cepat. "Untuk makanannya aku rasa itu akan sangat cocok dengan dimsum udang, sup ayam gin
Suasana di Kedai Qiutian terasa tenang. Seolah-olah tidak terpengaruh oleh rencana pernikahan sang penguasa kota Tanah Bebas, Zhao Lu Yang, yang akan segera berlangsung dalam beberapa hari lagi.Cahaya lentera yang ada di tiap sudut kedai dan juga halaman, menarik perhatian para prajurit yang tengah berpatroli. Namun, mereka sudah terbiasa dengan situasi di kedai milik Nyonya Ling. Para prajurit itu hanya menyapa pelayan yang berjaga di depan kedai kemudian melewatinya begitu saja.Para pelayan dengan sigap menghampiri setiap meja, membawa teh hangat, arak dan hidangan lezat. Mereka berbicara dengan sopan, senyum ramah di bibir mereka. Di sudut kedau, beberapa tamu duduk dengan tenang, menikmati minuman mereka sambil berbicara pelan.Semua itu tak luput dari perhatian pria bertopeng yang duduk seorang diri. "Aku baru menyadari ada tempat seperti ini di Tanah Bebas. Apakah Zhao Lu Yang mengetahuinya?" gumamnya dalam hati seraya mengambil sepotong dimsum yan
Suara gemerincing lonceng yang ada di jari gadis remaja cantik itu terdengar merdu di telinga para tamu kedai. Gadis remaja cantik itu tersenyum kemudian berputar pelan bak tengah menari.Sementara itu, pria yang bersenjata golok tidak segan menebaskan senjatanya, membuat kedai seketika bergetar hampir roboh. Namun, para tamu tetap tenang, menikmati makanan dan arak mereka. Bagi mereka, ini hanyalah sebuah pertunjukan biasa."Pangeran Dari Utara, kami tidak ingin bermain-main dengan pelayanmu. Majulah hadapi kami," ujar pria yang bersenjatakan golok besar, menegur pria berdoupeng putih yang duduk di sudut.Pria yang dipanggil Pangeran Dari Utara hanya tersenyum tipis di balik doupeng yang menutupi wajahnya. "Untuk menghadapi kalian, aku tidak perlu maju. Cukup Mu Jin saja," katanya dengan tenang.Gadis remaja itu tersenyum dan berdiri tegak, lonceng di jari-jarinya berkilauan. Pria bersenjata golok menatapnya dengan pandangan tajam, dan goloknya b
Mu Jin dan Pria berjubah hitam berusaha menghindari pisau-pisau yang beterbangan ke arah mereka. Di tengah kekacauan, sekelebat bayangan putih bergerak cepat bak terbang dari arah dapur kedai. Kemudian mendarat dengan mulus di tengah-tengah kedaBayangan itu kini berwujud sesosok wanita cantik. Mengenakan hanfu berwarna putih, dia berdiri dengan gaya santai sembari memainkan kipas di tangannya. "Aiyo, apa kalian berencana membuatku bangkrut?" tanyanya dengan santai pada orang-orang yang baru saja bertarung.Suaranya yang lemah lembut tetapi tegas itu memotong keributan, dan semua mata tertuju padanya.Xie Jing Cuan tersenyum melihat pemilik kedai yang selalu muncul di saat yang tepat. "Ah, Nyonya Ling. Bagaimana kabarmu?" Dia menyapa Nyonya Ling dengan ramah. "Aiyo, Ketua Xie rupanya." Wanita itu membalas sapaan Xie Jing Cuan dengan senyum genit. Dia pun mendekati pria berambut putih itu dan dengan santai merangkul bahunya. "Ketua Xie,
Meigui Jin, Ibukota Negeri UtaraLi Feng Hai menatap Permaisuri Ye Yang hampir saja memuntahkan darah saat membuka kotak-kotak peti yang dibawanya. Wanita cantik itu seketika menjadi pucat pasi. Perutnya terasa mual."Yang Mulia, selain itu ada pesan dari Tuan Xie Jing Cuan sebagai pemilik Wisma Lonceng Naga." Li Feng Hai menyerahkan sebuah gulungan.Permaisuri Ye membacanya dan kemudian berteriak marah melemparkan gulungan itu. Jika kedua peti berisi kepala Kasim Zhou dan Kasim Zheng membuatnya merasa ngeri, maka gulungan itu membuatnya naik darah."Apa kalian ingin membuatku bangkrut," geramnya seraya melirik Li Feng Hai.Li Feng Hai hanya tersenyum tipis. Kemudian dia menjelaskan tujuannya datang ke Negeri Utara selain membawa kepala kedua kasim yang dipenggal Wu Hongyi dan juga tagihan dari Xie Jing Cuan atas merusak Wisma Lonceng Naga."Yang Mulia, Negeri Kaili tidak akan ikut campur suksesi di Negeri Utara. Namun, Kaisar Ao
Seperti yang dikatakan Xie Jing Cuan tadi, matahari perlahan-lahan muncul di timur. Meski masih malu-malu, tetapi sinarnya cukup untuk menyinari pedang di tangan Xie Jing Cuan.Di halaman wisma, di mana semua orang berkumpul, Pedang Bulan milik Wu Hongyi tiba-tiba bergetar dan melayang. Pedang itu terbang melesat meninggalkan halaman."Ketua," gumam Wu Hongyi lirih. Dia berusaha untuk bangun dan mengikuti pedangnya. Namun, tubuhnya tak mampu lagi."Yu, kita harus ke danau!" Fu Rui segera memapah Wu Hongyi dan membawanya terbang. Diikuti Ketua Qilin dan yang lain. Sebelum itu Dun Ming sempat meminta para pelayan wisma untuk mengurus jenazah Kang Li.Mereka tiba di danau yang membeku, tepat saat Xie Jing Cuan melemparkan Pedang Matahari yang bersatu dengan Pedang Bulan ke arah Zhang Jiawu dan tepat menancap di dadanya. Pria itu menatap dadanya yang terluka parah. Dicabutnya pedang itu dan melemparkannya. Dia hendak menyerang
Ketua Qilin tertegun, pasir keemasan berhamburan di halaman wisma. Sosok Feiyu berdiri tegak di tengah halaman dengan pusaran pasir mengelilinginya."Aku tidak keberatan untuk menyapu bersih kalian semua," ucapnya dengan tatapan dingin pada para anggota sekte Lotus Hitam yang tersisa."Bai Hua, sebaiknya kita mundur dan membantu Ketua," Yang Hui berbisik pelan. Bai Hua tidak segera menyahut.Dia menatap sekelilingnya sekilas. Kemudian dia mengangguk dan memberi isyarat agar seluruh anggota sekte mundur mengikutinya.Para tetua sekte Lotus Hitam itu pun mundur dengan terbang menjauhi wisma.Sementara itu Kang Li berusaha membantu Wu Hongyi dan Dun Ming. Namun,jurus tapak beracun milik kedua Kasim dari Negeri Utara itu mengenai dadanya. Kang Li pun tersungkur jatuh melayang dari atap aula utama."Kang Li!" Dun Ming berteriak panik dan meluncur turun untuk menangkap tubuh Kang Li. Sedangkan Wu Hongyi menatap keduanya yang meluncur d
Ao Yu Long hanya memandangi kepergian Jenderal Duan. Dia melirik atap aula utama di mana Wu Hongyi dan Dun Ming masih bertarung dengan kedua Kasim dari Negeri Utara. Di sisi lain, Dong Xiu Bai dan Mu Jin masih berjaga-jaga melindungi Pangeran Dong Fang Xian. "Xie Jing Cuan, mau tidak mau aku harus bertarung dengan Zhang Jiawu bukan?" gumamnya seraya menatap Zhang Jiawu yang masih berdiri tegak tak jauh darinya. "Aku tidak ingin bertarung denganmu, Yang Mulia." Pria berhanfu dan berjubah hitam bermotif bunga lotus itu berkata dengan kesal. "Bagiku bukan masalah, apakah harus bertarung denganmu atau tidak," sahut Ao Yu Long santai. Dia tersenyum tipis dan tangannya bergerak mengangkat pedang esnya. Pedang itu berkilau kebiruan ditimpa sinar bulan. Menimbulkan kilatan-kilatan kebiruan yang indah, tetapi juga mengerikan. Siapa pun tahu jika pedang itu ditebaskan dengan kekuatan
Kelopak-kelopak lotus hitam berhamburan menyerang Wu Hongyi dan Dun Ming. Pedang Bulan Wu Hongyi berkelebat cepat mencacah kelopak-kelopak lotus itu hingga hancur berkeping-keping.Zhang Jiawu memberi isyarat pada anggota sekte Lotus Hitam yang masih berada di luar untuk menyerbu masuk. Wu Hongyi yang menyadari situasi mulai tidak menguntungkan mereka, membunyikan lonceng di jarinya. Begitu juga dengan Dun Ming.Dari kegelapan malam, muncul sosok-sosok mayat hidup yang menghadang para anggota sekte Lotus Hitam. Sementara Kang Li sadar betul dia tidak akan bisa menahan mereka semua sendirian. Dia mengibaskan selendang putihnya disertai mantra Sutra Kematian.Selendang putih itu berkelebat dengan cepat, meliuk-liuk dan menghajar sepuluh pembunuh bayaran dari organisasi Tangan Kematian. Yu Jue, pimpinan mereka pun terluka cukup parah. Namun, kedatangan orang-orang dari sekte Lotus Hitam membuat Kang Li kerepotan.Beruntung sa
Seorang pria muda tampan berhanfu dan jubah hijau muda tersenyum menatap sang kasim. Memamerkan deretan giginya yang putih berseri-seri dan senyum yang teramat manis. "Dun Ming, si pemilik senyum malaikat," gumam Kasim Zhou. Dun Ming, ketua pintu kematian ke-lima, tersenyum tipis menganggukkan kepalanya. "Wah, rupanya Kasim Zhou masih mengingatku dengan baik. Aku sungguh merasa terhormat." Dun Ming kembali memamerkan senyuman yang bak malaikat. Sayangnya, senyum indahnya itu hampir dipastikan membawa maut bagi orang-orang di sekelilingnya. Karena itu dia dijuluki Pemilik Senyum Malaikat Maut. "Jangan halangi aku!" Kasim Zhou menyipitkan matanya dan tanpa basa-basi menyerang Dun Ming dengan pedangnya. Pemuda tampan itu hanya tersenyum tipis dan terbang menghindari serangan sang kasim. Dia melompat ke atap aula utama bergabung dengan Wu Hongyi yang tengah bertarung dengan Kasim Zheng. Wu Hongyi tertegun, tetapi tidak bertanya dan justru menjadi
Kasim Zheng menatap Wu Hongyi. Dia kembali berdiri tegak. Darah merembes di hanfu ungunya, tetapi itu tidak menghalanginya untuk melanjutkan pertarungannya. "Pangeran Mahkota patuhilah perintah Permaisuri Ye!" Dia berseru pada Pangeran Dong Fang Xian yang berdiri di atap bangunan di belakang bangunan di mana Kasim Zheng dan Wu Hongyi berada. "Kasim Zheng! Aku hanya mematuhi perintah Ayahanda Kaisar! Yang Mulia memerintahkan diriku untuk pergi dari Negeri Utara dan baru diijinkan kembali jika Yang Mulia telah tiada!" sahut Pangerang Dong Fang Xian dari kejauhan. Pangeran Dong Fang Xian berbicara dengan tenang dan tegas. Dia sangat memahami keberpihakan Kasim Zheng dan Kasim Zhou pada Permaisuri Ye. Mereka berdua merupakan Kasim yang terkuat baik posisi, status maupun ilmu beladiri diri, di dalam Istana Meigui Jin. Bahkan Kasim Wang pun belum tentu mampu mengalahkan salah satu dari mereka berdua. "Pangeran, jangan salahkan hamba!" Kasim Zheng m
Tongkat berkilau itu bergerak cepat sebelum pedang milik Rou menyabet Yu Jue. Benda itu menghantam dada Rou dan membuat gadis cantik jatuh ke tanah berlapis salju yang dingin. Seteguk darah muncrat dari mulutnya."Kami hanya ingin membawa kembali Pangeran Mahkota!" Sang pemilik tongkat, seorang pria berpakaian khas berwarna ungu dan hitam, berbicara dengan tegas.Rou berdiri meski tertatih-tatih. Dia mengusap sudut bibirnya dengan punggung tangannya. "Tidak semudah itu! Lewati aku dulu!" Rou sama sekali tidak gentar. Meski menyadari tongkat perak berkilau di tangan pria itu cukup berbahaya bahkan mungkin mematikan."Gadis kecil, jangan memaksaku!" Pria itu bergerak cepat. Tongkatnya memukul tanah dan salju kembali berhamburan bersamaan dengan batu-batuan yang melapisi halaman utama wisma.Rou dengan cepat menghindar. Dia melompat dan berputar kemudian mendarat di ujung tangga yang menuju aula utama. Meski terluka, tetapi dia masih mampu bertahan d
Pintu gerbang kayu terbuka karena ditendang dengan kekuatan yang cukup besar. Kini pintu gerbang wisma Lonceng Naga itu terbuka lebar. Papan nama kayu yang tergantung di atasnya ikut terjatuh dan terbelah dua. Hanya lonceng naga saja masih tergantung kokoh di atas pintu gerbang itu."Begitulah cara kalian bertamu?" Rou berdiri tegak di tengah halaman aula utama. Dia berdiri seorang diri, menyambut kedatangan para tamu yang tak diundang dan sepertinya juga tidak berniat untuk menginap di wisma selayaknya para tamu yang biasa mengunjungi wisma."Kami sudah membunyikan lonceng di gerbang! Namun, tidak ada yang membukakan pintu gerbang!" sahut salah seorang dari orang-orang yang memaksa untuk memasuki wisma.Dia seorang wanita cantik yang mengenakan hanfu berwarna biru dan putih. Dia melangkah maju mendekati Rou dengan penuh percaya diri."Tentu saja! Bagaimana kami akan menyambut tamu yang datang di tengah malam di tengah musim dingin seperti ini? Bu