Pria bertopeng itu memesan arak istimewa dari Kedai Arak Qiutian dan juga beberapa makanan lainnya. "Apa arak yang paling istimewa di kedai ini? Dan juga makanannya?" tanyanya dengan santai tanpa nada sombong.
Pelayan pria itu tersenyum. "Untuk musim ini kami memiliki arak bunga plum, arak embun pagi dan arak bambu hijau. Itu semua arak yang lezat dan berkualitas, Tuan." Pelayan itu menjelaskan dengan sopan dan ramah tanpa berlebihan dan dibuat-buat."Wah, arak yang jarang sekali didapatkan di kedai-kedai kecil di kota manapun. Sepertinya pemilik kedai ini sangat ahli dalam menyuling arak." Pria bertopeng itu tersenyum tipis, memuji kedai kecil ini dengan tulus."Ah, Nyonya Ling hanyalah penyuling arak biasa, Tuan." Pelayan itu menyahut dengan sopan. "Ah, Tuan mau pesan arak yang mana?" Dia kembali bertanya."Arak bambu hijau," sahut pria bertopeng itu dengan cepat. "Untuk makanannya aku rasa itu akan sangat cocok dengan dimsum udang, sup ayam ginSuasana di Kedai Qiutian terasa tenang. Seolah-olah tidak terpengaruh oleh rencana pernikahan sang penguasa kota Tanah Bebas, Zhao Lu Yang, yang akan segera berlangsung dalam beberapa hari lagi.Cahaya lentera yang ada di tiap sudut kedai dan juga halaman, menarik perhatian para prajurit yang tengah berpatroli. Namun, mereka sudah terbiasa dengan situasi di kedai milik Nyonya Ling. Para prajurit itu hanya menyapa pelayan yang berjaga di depan kedai kemudian melewatinya begitu saja.Para pelayan dengan sigap menghampiri setiap meja, membawa teh hangat, arak dan hidangan lezat. Mereka berbicara dengan sopan, senyum ramah di bibir mereka. Di sudut kedau, beberapa tamu duduk dengan tenang, menikmati minuman mereka sambil berbicara pelan.Semua itu tak luput dari perhatian pria bertopeng yang duduk seorang diri. "Aku baru menyadari ada tempat seperti ini di Tanah Bebas. Apakah Zhao Lu Yang mengetahuinya?" gumamnya dalam hati seraya mengambil sepotong dimsum yan
Suara gemerincing lonceng yang ada di jari gadis remaja cantik itu terdengar merdu di telinga para tamu kedai. Gadis remaja cantik itu tersenyum kemudian berputar pelan bak tengah menari.Sementara itu, pria yang bersenjata golok tidak segan menebaskan senjatanya, membuat kedai seketika bergetar hampir roboh. Namun, para tamu tetap tenang, menikmati makanan dan arak mereka. Bagi mereka, ini hanyalah sebuah pertunjukan biasa."Pangeran Dari Utara, kami tidak ingin bermain-main dengan pelayanmu. Majulah hadapi kami," ujar pria yang bersenjatakan golok besar, menegur pria berdoupeng putih yang duduk di sudut.Pria yang dipanggil Pangeran Dari Utara hanya tersenyum tipis di balik doupeng yang menutupi wajahnya. "Untuk menghadapi kalian, aku tidak perlu maju. Cukup Mu Jin saja," katanya dengan tenang.Gadis remaja itu tersenyum dan berdiri tegak, lonceng di jari-jarinya berkilauan. Pria bersenjata golok menatapnya dengan pandangan tajam, dan goloknya b
Mu Jin dan Pria berjubah hitam berusaha menghindari pisau-pisau yang beterbangan ke arah mereka. Di tengah kekacauan, sekelebat bayangan putih bergerak cepat bak terbang dari arah dapur kedai. Kemudian mendarat dengan mulus di tengah-tengah kedaBayangan itu kini berwujud sesosok wanita cantik. Mengenakan hanfu berwarna putih, dia berdiri dengan gaya santai sembari memainkan kipas di tangannya. "Aiyo, apa kalian berencana membuatku bangkrut?" tanyanya dengan santai pada orang-orang yang baru saja bertarung.Suaranya yang lemah lembut tetapi tegas itu memotong keributan, dan semua mata tertuju padanya.Xie Jing Cuan tersenyum melihat pemilik kedai yang selalu muncul di saat yang tepat. "Ah, Nyonya Ling. Bagaimana kabarmu?" Dia menyapa Nyonya Ling dengan ramah. "Aiyo, Ketua Xie rupanya." Wanita itu membalas sapaan Xie Jing Cuan dengan senyum genit. Dia pun mendekati pria berambut putih itu dan dengan santai merangkul bahunya. "Ketua Xie,
Kuil Naga, keesokan harinyaWenwan memetik guqin di bawah pohon willow. Daun-daunnya berguguran tertiup angin, berserakan di pelataran tempatnya tinggal selama di kuil. Cahaya pagi menyinari wajahnya yang tenang.Tangannya dengan lincah memetik senar guqin, memperdengarkan nada-nada lembut nan merdu. Wanita cantik itu terhanyut dalam lagunya sendiri hingga tidak menyadari kehadiran seseorang di belakangnya."Baru beberapa hari, tetapi rasanya sudah terlalu lama tidak mendengar petikan guqinmu." Zhao Lu Yang menyapanya dengan lembut.Wenwan hanya tersenyum. "Tuanku," sahutnya dengan lembut tanpa berhenti memetik guqin."Setelah pernikahanmu dengan Duan Yu Yan, segalanya akan berubah. Aku tidak akan lagi menjadi satu-satunya di manor. Entah apakah saat itu, Tuanku akan sering merindukan diriku?" tanyanya seraya tersenyum pahit.Zhao Lu Yang menatap Wenwan. "Kau tidak perlu khawatir, Wenwan. Aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Semua akan t
Negeri KailiZhao Lu Yang, mengirim pasukan pengintainya untuk mencari Duan Yu Yan. Sejak penculikan itu, kabar tentang si penculik menghilang tanpa jejak. Tidak ada pesan lagi selain pesan yang disampaikan sang penculik untuk menemuinya di Kuil Naga. Namun, saat dia mengunjungi kuil itu, tidak ada yang mencurigakan di sana dan juga tidak ada tanda-tanda keberadaan Duan Yu Yan dan sang penculik.Sementara itu, Roulan, pelayan setia Duan Yu Yan, menghubungi Jenderal Duan dan Klan Duan, seperti yang diperintahkan Ketua Mu. Sebagai seorang pelayan kecil, dia dapat bergerak lebih bebas dibandingkan dengan Ketua Mu dan para prajuritnya.Jenderal Duan, yang menerima kabar penculikan Duan Yu Yan menjadi gelisah. Situasi di Negeri Kaili sendiri sedang tidak baik-baik saja. Dia tidak dapat meninggalkan ibukota karena tidak ada pemerintah yang berkuasa secara absolut di ibukota saat ini."Jenderal, ada baiknya jika kita meminta pendapat Terus Duan, Tetua Hu
Wisma Lonceng NagaWisma Lonceng Naga, di pagi yang cerah, sinar matahari menembus celah-celah daun, menciptakan bayangan berdansa di lantai kayu. Di aula utama, di sebuah ruang kerja milik Xie Jing Cuan, pria berambut putih itu duduk dengan santai.Beberapa pelayan mondar-mandir melayaninya. Teh, aneka kue, arak dan semua hidang favoritnya mereka bawa satu persatu untuk dihidangkan pada pemilik Wisma Lonceng Naga itu."Tuan, semua ini sudah disiapkan Tuan Zhu untuk Anda." Salah seorang pelayan dengan hati-hati menuangkan teh ke cangkir porselin bermotif bunga camelia yang sangat indah.Salah satu ciri khas dari wisma Lonceng Naga adalah segala sesuatu, seperti perangkat minum teh, peralatan makan hingga selimut dan sprei semuanya memiliki motif bunga camelia ungu yang indah. Selain tentu saja, sebuah lonceng besar berukir naga yang ada di depan pintu gerbang wisma."Untuk apa Paman Zhu memasak sebanyak ini?" Xie Jing Cuan tertawa pelan d
Manor Zhao Di Manor Zhao, Zhao Lu Yang seperti biasanya tengah sibuk dengan berbagai laporan dari bawahannya. Meski saat ini laporan yang paling ditunggu-tunggu olehnya adalah berita mengenai Duan Yu Yan. Di sela-sela kesibukannya, dia menyempatkan diri untuk melukis kaligrafi sembari menikmati angin musim gugur yang sejuk.Siang hari di musim gugur, udara mulai terasa dingin. Menjelang akhir musim, angin bertiup lebih kencang dan cuaca semakin tidak bersahabat. Namun, rasanya udara di ruang kerja yang cukup luas itu terasa lebih dingin dari biasanya. Zhao Lu Yang menyentuh tengkuknya pelan. "Kau?" Zhao Lu Yang terkejut saat menoleh dan mendapati seseorang duduk dengan santai di ambang jendela ruang kerjanya. Pria bertopeng yang akhir-akhir ini kerap menyambanginya. Namun, baru kali ini dia berkunjung di tengah siang bolong bahkan tanpa kabar berita sebelumnya. "Untuk seorang calon pengantin pria yang calon pe
Pria berdoupeng putih itu berdiri tegak bergeming, menatap Zhao Lu Yang dari balik doupengnya. Zhao Lu Yang pun menatapnya tajam. "Apa yang kau inginkan?" tanyanya, suara bergetar namun tetap tegas.Pria bertopeng itu hanya terkekeh pelan, mengejek kekhawatiran Zhao Lu Yang yang tergambar jelas di wajah tampannya. Dia menatap penguasa kota Tanah Bebas itu lekat-lekat."Kau memang tidak mirip dengan sepupumu. Namun, tidak bisa dipungkiri kalian berdua mewarisi garis-garis wajah Keluarga Zhao," ucapnya pelan. "Kalian berdua bahkan lebih mirip Tuan Tua Zhao bahkan jika dibandingkan dengan mendiang ayahmu," lanjutnya dengan santai."Sepertinya kau bukan orang asing di kota ini. Setidaknya kau pasti pernah bertemu dengan mendiang ayah dan kakekku." Zhao Lu Yang tersenyum tipis. Dia menjadi sedikit lebih santai meski tidak melepaskan kewaspadaannya."Tidak juga. Bagi orang-orang di Tanah Bebas, aku tetaplah orang asing." Pria itu menyahut dengan suara y
Meigui Jin, Ibukota Negeri UtaraLi Feng Hai menatap Permaisuri Ye Yang hampir saja memuntahkan darah saat membuka kotak-kotak peti yang dibawanya. Wanita cantik itu seketika menjadi pucat pasi. Perutnya terasa mual."Yang Mulia, selain itu ada pesan dari Tuan Xie Jing Cuan sebagai pemilik Wisma Lonceng Naga." Li Feng Hai menyerahkan sebuah gulungan.Permaisuri Ye membacanya dan kemudian berteriak marah melemparkan gulungan itu. Jika kedua peti berisi kepala Kasim Zhou dan Kasim Zheng membuatnya merasa ngeri, maka gulungan itu membuatnya naik darah."Apa kalian ingin membuatku bangkrut," geramnya seraya melirik Li Feng Hai.Li Feng Hai hanya tersenyum tipis. Kemudian dia menjelaskan tujuannya datang ke Negeri Utara selain membawa kepala kedua kasim yang dipenggal Wu Hongyi dan juga tagihan dari Xie Jing Cuan atas merusak Wisma Lonceng Naga."Yang Mulia, Negeri Kaili tidak akan ikut campur suksesi di Negeri Utara. Namun, Kaisar Ao
Seperti yang dikatakan Xie Jing Cuan tadi, matahari perlahan-lahan muncul di timur. Meski masih malu-malu, tetapi sinarnya cukup untuk menyinari pedang di tangan Xie Jing Cuan.Di halaman wisma, di mana semua orang berkumpul, Pedang Bulan milik Wu Hongyi tiba-tiba bergetar dan melayang. Pedang itu terbang melesat meninggalkan halaman."Ketua," gumam Wu Hongyi lirih. Dia berusaha untuk bangun dan mengikuti pedangnya. Namun, tubuhnya tak mampu lagi."Yu, kita harus ke danau!" Fu Rui segera memapah Wu Hongyi dan membawanya terbang. Diikuti Ketua Qilin dan yang lain. Sebelum itu Dun Ming sempat meminta para pelayan wisma untuk mengurus jenazah Kang Li.Mereka tiba di danau yang membeku, tepat saat Xie Jing Cuan melemparkan Pedang Matahari yang bersatu dengan Pedang Bulan ke arah Zhang Jiawu dan tepat menancap di dadanya. Pria itu menatap dadanya yang terluka parah. Dicabutnya pedang itu dan melemparkannya. Dia hendak menyerang
Ketua Qilin tertegun, pasir keemasan berhamburan di halaman wisma. Sosok Feiyu berdiri tegak di tengah halaman dengan pusaran pasir mengelilinginya."Aku tidak keberatan untuk menyapu bersih kalian semua," ucapnya dengan tatapan dingin pada para anggota sekte Lotus Hitam yang tersisa."Bai Hua, sebaiknya kita mundur dan membantu Ketua," Yang Hui berbisik pelan. Bai Hua tidak segera menyahut.Dia menatap sekelilingnya sekilas. Kemudian dia mengangguk dan memberi isyarat agar seluruh anggota sekte mundur mengikutinya.Para tetua sekte Lotus Hitam itu pun mundur dengan terbang menjauhi wisma.Sementara itu Kang Li berusaha membantu Wu Hongyi dan Dun Ming. Namun,jurus tapak beracun milik kedua Kasim dari Negeri Utara itu mengenai dadanya. Kang Li pun tersungkur jatuh melayang dari atap aula utama."Kang Li!" Dun Ming berteriak panik dan meluncur turun untuk menangkap tubuh Kang Li. Sedangkan Wu Hongyi menatap keduanya yang meluncur d
Ao Yu Long hanya memandangi kepergian Jenderal Duan. Dia melirik atap aula utama di mana Wu Hongyi dan Dun Ming masih bertarung dengan kedua Kasim dari Negeri Utara. Di sisi lain, Dong Xiu Bai dan Mu Jin masih berjaga-jaga melindungi Pangeran Dong Fang Xian. "Xie Jing Cuan, mau tidak mau aku harus bertarung dengan Zhang Jiawu bukan?" gumamnya seraya menatap Zhang Jiawu yang masih berdiri tegak tak jauh darinya. "Aku tidak ingin bertarung denganmu, Yang Mulia." Pria berhanfu dan berjubah hitam bermotif bunga lotus itu berkata dengan kesal. "Bagiku bukan masalah, apakah harus bertarung denganmu atau tidak," sahut Ao Yu Long santai. Dia tersenyum tipis dan tangannya bergerak mengangkat pedang esnya. Pedang itu berkilau kebiruan ditimpa sinar bulan. Menimbulkan kilatan-kilatan kebiruan yang indah, tetapi juga mengerikan. Siapa pun tahu jika pedang itu ditebaskan dengan kekuatan
Kelopak-kelopak lotus hitam berhamburan menyerang Wu Hongyi dan Dun Ming. Pedang Bulan Wu Hongyi berkelebat cepat mencacah kelopak-kelopak lotus itu hingga hancur berkeping-keping.Zhang Jiawu memberi isyarat pada anggota sekte Lotus Hitam yang masih berada di luar untuk menyerbu masuk. Wu Hongyi yang menyadari situasi mulai tidak menguntungkan mereka, membunyikan lonceng di jarinya. Begitu juga dengan Dun Ming.Dari kegelapan malam, muncul sosok-sosok mayat hidup yang menghadang para anggota sekte Lotus Hitam. Sementara Kang Li sadar betul dia tidak akan bisa menahan mereka semua sendirian. Dia mengibaskan selendang putihnya disertai mantra Sutra Kematian.Selendang putih itu berkelebat dengan cepat, meliuk-liuk dan menghajar sepuluh pembunuh bayaran dari organisasi Tangan Kematian. Yu Jue, pimpinan mereka pun terluka cukup parah. Namun, kedatangan orang-orang dari sekte Lotus Hitam membuat Kang Li kerepotan.Beruntung sa
Seorang pria muda tampan berhanfu dan jubah hijau muda tersenyum menatap sang kasim. Memamerkan deretan giginya yang putih berseri-seri dan senyum yang teramat manis. "Dun Ming, si pemilik senyum malaikat," gumam Kasim Zhou. Dun Ming, ketua pintu kematian ke-lima, tersenyum tipis menganggukkan kepalanya. "Wah, rupanya Kasim Zhou masih mengingatku dengan baik. Aku sungguh merasa terhormat." Dun Ming kembali memamerkan senyuman yang bak malaikat. Sayangnya, senyum indahnya itu hampir dipastikan membawa maut bagi orang-orang di sekelilingnya. Karena itu dia dijuluki Pemilik Senyum Malaikat Maut. "Jangan halangi aku!" Kasim Zhou menyipitkan matanya dan tanpa basa-basi menyerang Dun Ming dengan pedangnya. Pemuda tampan itu hanya tersenyum tipis dan terbang menghindari serangan sang kasim. Dia melompat ke atap aula utama bergabung dengan Wu Hongyi yang tengah bertarung dengan Kasim Zheng. Wu Hongyi tertegun, tetapi tidak bertanya dan justru menjadi
Kasim Zheng menatap Wu Hongyi. Dia kembali berdiri tegak. Darah merembes di hanfu ungunya, tetapi itu tidak menghalanginya untuk melanjutkan pertarungannya. "Pangeran Mahkota patuhilah perintah Permaisuri Ye!" Dia berseru pada Pangeran Dong Fang Xian yang berdiri di atap bangunan di belakang bangunan di mana Kasim Zheng dan Wu Hongyi berada. "Kasim Zheng! Aku hanya mematuhi perintah Ayahanda Kaisar! Yang Mulia memerintahkan diriku untuk pergi dari Negeri Utara dan baru diijinkan kembali jika Yang Mulia telah tiada!" sahut Pangerang Dong Fang Xian dari kejauhan. Pangeran Dong Fang Xian berbicara dengan tenang dan tegas. Dia sangat memahami keberpihakan Kasim Zheng dan Kasim Zhou pada Permaisuri Ye. Mereka berdua merupakan Kasim yang terkuat baik posisi, status maupun ilmu beladiri diri, di dalam Istana Meigui Jin. Bahkan Kasim Wang pun belum tentu mampu mengalahkan salah satu dari mereka berdua. "Pangeran, jangan salahkan hamba!" Kasim Zheng m
Tongkat berkilau itu bergerak cepat sebelum pedang milik Rou menyabet Yu Jue. Benda itu menghantam dada Rou dan membuat gadis cantik jatuh ke tanah berlapis salju yang dingin. Seteguk darah muncrat dari mulutnya."Kami hanya ingin membawa kembali Pangeran Mahkota!" Sang pemilik tongkat, seorang pria berpakaian khas berwarna ungu dan hitam, berbicara dengan tegas.Rou berdiri meski tertatih-tatih. Dia mengusap sudut bibirnya dengan punggung tangannya. "Tidak semudah itu! Lewati aku dulu!" Rou sama sekali tidak gentar. Meski menyadari tongkat perak berkilau di tangan pria itu cukup berbahaya bahkan mungkin mematikan."Gadis kecil, jangan memaksaku!" Pria itu bergerak cepat. Tongkatnya memukul tanah dan salju kembali berhamburan bersamaan dengan batu-batuan yang melapisi halaman utama wisma.Rou dengan cepat menghindar. Dia melompat dan berputar kemudian mendarat di ujung tangga yang menuju aula utama. Meski terluka, tetapi dia masih mampu bertahan d
Pintu gerbang kayu terbuka karena ditendang dengan kekuatan yang cukup besar. Kini pintu gerbang wisma Lonceng Naga itu terbuka lebar. Papan nama kayu yang tergantung di atasnya ikut terjatuh dan terbelah dua. Hanya lonceng naga saja masih tergantung kokoh di atas pintu gerbang itu."Begitulah cara kalian bertamu?" Rou berdiri tegak di tengah halaman aula utama. Dia berdiri seorang diri, menyambut kedatangan para tamu yang tak diundang dan sepertinya juga tidak berniat untuk menginap di wisma selayaknya para tamu yang biasa mengunjungi wisma."Kami sudah membunyikan lonceng di gerbang! Namun, tidak ada yang membukakan pintu gerbang!" sahut salah seorang dari orang-orang yang memaksa untuk memasuki wisma.Dia seorang wanita cantik yang mengenakan hanfu berwarna biru dan putih. Dia melangkah maju mendekati Rou dengan penuh percaya diri."Tentu saja! Bagaimana kami akan menyambut tamu yang datang di tengah malam di tengah musim dingin seperti ini? Bu