Belalang raksasa hijau itu terbang menembus kabut pagi disaat udara masih dingin menusuk sampai ke tulang sumsum. Di satu tempat ketinggian binatang ini melayang turun lalu hinggap di atas sebuah batu besar. Dua matanya memandang liar kian kemari seolah meneliti keadaan. Sepasang misainya bergerak-gerak tiada henti.
"Hai! Paehijau, apakah sanggup kau membawa kami ke puncak Patimerapi? Seharian sudah kau melompat dan melayang menerbangkan kami. Aku khawatir kau keletihan di tengah jalan dan jatuh!" Satu suara memecah kesunyian di tempat itu. Yang bicara adalah seorang perempuan muda mengenakan pakaian kulit kayu halus. Kepala dan wajahnya tertutup selendang terbuat dari rumput hijau dikeringkan. Perempuan ini duduk di punggung belalang hijau, menjadikan binatang raksasa itu sebagai tunggangannya.
Belalang raksasa tundukkan kepala ke bawah lalu menggeleng pertanda dia mengerti dan menjawab ucapan tuan penunggangnya.
"Kau sahabatku yang setia Paehijau. Mudah-mudaha
Di atas batu Patandai merasakan tubuhnya bergetar. Lehernya menjadi kaku dan telinganya mengiang. Bagaimanapun dia mencoba, getaran pada matanya tak dapat dikuasainya. Dia sadar bahwa samadinya tak mungkin diteruskan. Didahului teriakan menggeledek sosok Patandai melesat ke atas. Di lain kejap dia telah berdiri dua tombak di hadapan Paehijau si belalang raksasa di atas mana duduk perempuan yang membawa bayi.Belalang raksasa tersurut mundur. Misainya bergerak-gerak sementara perempuan yang mendukung bayi berubah pucat wajahnya dan ketakutan setengah mati. Tadi sewaktu Patandai masih berada di dalam kawah dia memang sudah melihat ada kelainan atas diri suaminya itu. Namun setelah dekat dia tidak mengira kelainan itu adalah satu kengerian yang dahsyat! Sepasang mata yang memiliki empat bola mata laksana kobaran api memandang padanya."Ruhsantini! Perempuan celaka! Beraninya kau datang kemari! Berani kau mengganggu samadiku!"Perempuan yang disebut dengan nama Ruhs
"Tidak perduli siapapun kau punya nama! Tidak kusangka sejahat ini hati dan pekertimu! Dengar manusia keji! Pembalasan dan karma akan jatuh atas dirimu!" Ruhsantini angkat bayi dalam bedungan tinggi-tinggi. Lalu berserulah perempuan malang ini."Hai! para Dewa dan para Dewi! Hai! semua roh yang ada di antara langit dan bumi! Bayi ini bayi suci! Tiada dosa atas dirinya! Bayi ini keluar dari rahimku! Hasil hubunganku dengan seorang suami bernama Patandai! Namun hari ini Patandai tidak mengakui kalau Ramatahati adalah anak darah dagingnya! Para Dewa dan para Dewi serta semua roh! Jatuhkan hukuman atas diri Patandai! Sengsarakan dia sebelum bayi ini sendiri menderita karena perbuatannya! Biarkan tubuhnya seperti itu sepanjang usia! Biarkan dia menderita seumur-umur dalam keangkuhan dan kesesatannya! Hai! anakku Ramatahati. Malang nasibmu! Kau tak akan berayah seumur hidupmu! Aku tak akan diakui adat sebagai ibumu! Aku memohon kepala ke atas kaki ke bawah. Kaki ke atas kepala ke b
JIN Bara Patimerapi ingat. Tadi ada selarik sinar Jingga berkelebat menamengi dan menyelamatkan Ruhsantini dari pukulan Bianglala Hitam yang dilepaskannya. Serta meria dia memutar tubuh ke arah selatan. Empat buah bola mata merah menyala lelaki itu membesar berkilat-kilat ketika dia melihat satu pemandangan yang membuat darahnya menjadi panas dan tubuh menggeletar oleh rangsangan.Sejarak lima tombak di hadapannya, di tepi kawah Gunung Patimerapi tegak seorang gadis berwajah cantik. Tubuhnya yang berkulit putih mulus terbungkus oleh pakaian terbuat dari kulit kayu yang diberi jelaga berwarna ungu. Belum pernah Patandai melihat gadis mengenakan pakaian sebagus dan sangat mempesona seperti yang satu ini. Bagian punggung, ketiak, dada dan pinggul tersibak lebar hingga empat bola mata Patandai menjadi silau.Di tempat itu tidak ada orang lain. Jangan-jangan gadis berpakaian Jingga inilah yang telah melepaskan pukulan sakti menangkis pukulan ‘Bianglala Hitam&rsquo
"Aku berjanji!" jawab Jin Bara Neraka dengan suara keras. Hasratnya tambah menggila dan dia benar- benar senang luar biasa karena tidak menduga akan bertemu dengan seorang gadis jelita yang saat itu mau saja diajaknya masuk ke dalam goa. Sambil memegang lengan si gadis Patandai mengajaknya berlari sepanjang tepi kawah. Lelaki ini berlari kencang sekali dan bukan merupakan lari biasa. Dia sama sekali tidak menyadari walau dia lari secepat itu tetapi si gadis di sebelahnya mampu mengikuti! "Hai!! Goa ini benar sejuk dan indah bersih seperti yang kau katakan!" ujar si gadis begitu mereka masuk ke dalam goa. Langsung saja dia dudukkan diri di lantai goa dekat sebuah telaga kecil berair jernih kebiruan. "Kalau kita bisa sering-sering berada di tempat ini, hemmm... Senang sekali hatiku” Patandai tertawa lebar lalu ikutan duduk di lantai. Dia sengaja merapatkan tubuhnya ke pinggul si gadis. "Sekarang apa yang akan kita lakukan?!" bertanya gadis itu seolah-ol
GEMURUHNYA arus sungai terasa menyeramkan di telinga Bintang. Bayu dan Arya yang berada di atas telapak tangan kanan Maithatarun. Maithatarun sendiri saat itu duduk di atas sebuah batu besar sambil merendam sepasang kakinya yang terbungkus dua batu besar berbentuk bola yang di seantero Negeri Kota Jin kini telah dikenal dengan sebutan Bola Bola Neraka. Bahkan banyak pula yang menjuluki Maithatarun sebagai Jin Kaki Batu.Sejak dia membunuh Zalanbur, pemuda jahat yang hendak mencelakai dirinya, penyebab kematian istrinya Ruhrinjani serta perampas kedudukannya sebagai Kepala Negeri Kota Jin. Hampir seluruh penduduk menginginkannya kembali menjadi Kepala Negeri. Namun Maithatarun telah kepalang kecewa. Walau kini dia telah meninggalkan Kota Jin. Dia belum tahu kemana dia hendak pergi. Sementara itu rasa suka dan persahabatannya terhadap Bintang dan dua kawannya semakin terasa erat.Maithatarun memetik selembar daun di tepi sungai. Ketiga orang itu diletakkannya di atas dau
Sosok yang tegak di atas batu besar ditengah sungai bukan lain adalah Patandai alias Jin Bara Neraka. Sepasang matanya masing-masing memiliki dua bola mata berwarna merah seperti bara menyala menatap angker ke arah Maithatarun. Saat itu Maithatarun masih duduk di atas punggung kuda tunggangannya yang berkaki enam. Sementara Bintang, Bayu dan Arya masih berada dalam genggaman tangannya, belum sempat dimasukkan ke dalam kocek jerami."Makhluk apa ini gerangan?" kata Bayu."Kepalanya seperti pendupaan! Ada bara menyala!" menjawab Bintang. Sementara Arya berdiam diri karena ngeri melihat sosok Jin Bara Neraka. Udara di sekitar sungai yang tadinya sejuk kini berubah menjadi panas oleh hawa yang keluar dari bara menyala di kepala dan tubuh Jin Bara Neraka."Lihat matanya!" Bayu kembali berucap.”Setiap mata ada dua bola mata!""Ya, aku juga sudah melihat!" kata Bintang"Aku punya firasat bahaya besar mengancam Maithatarun, berarti mengancam kita ber
Maithatarun sendiri tampak berkerut keningnya ketika melihat bagaimana hantaman dua keping batu bara merah yang hanya sebesar ibu jari kaki itu membuat dua kakinya yang terbungkus batu laksana dirajam dalam api. Ketika dia memperhatikan ternyata dua batu di kakinya telah gompal! Padahal selama ini tidak satu senjata atau kekuatan sakti puri sanggup merusak dua batu bulat itu!Mendadak Maithatarun merasa ada tusukan halus di tangan kanannya. Tusukan itu sebenarnya adalah gigitan yang dilakukan Bintang untuk menarik perhatian Maithatarun. Hal ini menyadarkan Maithatarun bahwa sampai saat itu dia masih menggenggam ketiga orang Itu di tangan kanannya. Bintang lambaikan tangan berulangkali. Melihat tanda ini Maithatarun segera dekatkan tangan kanannya ke telinga. Bintang cepat membuka mulut.”Maithatarun! Lekas masuk kedalam sungai. Manusia bara menyala itu pasti tidak berani mengejar. Seluruh bara menyala di kepala dan tubuhnya pasti akan mati kena air. Di dalam air kau puny
Tanpa pikir panjang maithatarun segera menyelam lalu bergerak cepat mendekati lawan dengan dua jari tangan kiri terpentang lurus. Jin Bara Neraka merasa dan mendengar ada hentakan-hentakan keras di dasar sungai yakni hentakan Bola Bola Neraka atau dua kaki Maithatarun yang terbungkus batu. Ketika dia menyadari lawan menyusup dalam air dan mendekatinya dengan cepat keadaaan sudah kasip.Tubuh Jin Bara Neraka menggeletar ketika satu tusukan keras menghantam pangkal paha kanan sebelah atas! Jin Bara Neraka pukulkan tangan kanannya ke dalam air namun Maithatarun telah lebih dulu menyelinap. Sesaat kemudian dia melesat ke tebing sungai dan berlindung di balik sebuah batu besar. Dari balik batu itu dia memperhatikan apa yang terjadi atas diri Patandai alias Jin Bara Neraka.Pada saat bersamaan Maithatarun ingat lagi akan tiga sahabatnya yang terbawa menyelam dan masih berada dalam genggaman tangan kanannya. Cepat-cepat Maithatarun buka tangannya lalu meletakkan ketiga orang